Perbandingan Kinerja Anti Stripping Agent WETFIX BE dengan DERBO-401 UN 2735 pada AC – WC yang Menggunakan Aggregat dari Patumbak (Penelitian)

(1)

PERBANDINGAN KINERJA ANTI STRIPPING AGENT WETFIX BE

DENGAN DERBO-401 UN 2735 PADA AC – WC YANG

MENGGUNAKAN AGGREGAT DARI PATUMBAK

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

05 0404 141

THERESIA MARISA PRIMA SIMATUPANG

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

ABSTRAK

Daya ikat antara bitumen dan agregat adalah merupakan hal yang sangat penting dalam perkerasan jalan. Hal ini sangat menentukan lama tidaknya umur perkerasan tersebut. Bila daya ikat antara bitumen dan agregat tidak baik, inilah yang menimbulkan terjadinya pengelupasan (stripping). Pengelupasan atau pelepasan butiran ini dapat memudahkan penyerapan air yang pada akhirnya akan mempercepat terjadinya kerusakan jalan.

Untuk meningkatkan daya lekat antara agregat dan bitumen dapat dilakukan dengan penambahan zat aditif Anti Stripping Agent. Zat aditif ini merupakan zat anti pengelupasan, dimana zat ini dapat meningkatkan daya lekat dan ikatan antar agregat.

Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan dua jenis Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE yang diperoleh dari PT. Adhi Karya dan DERBO-401 UN 2735 dari India.

Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan penambahan masing – masing jenis Anti Stripping Agent sebesar 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal menunjukkan bahwa penambahan DERBO-401 UN 2735 meningkatkan nilai retained stability yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan WETFIX BE.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Judul Tugas Akhir ini adalah :

“Perbandingan Kinerja Anti Stripping Agent WETFIX BE dengan DERBO-401 UN 2735 pada AC – WC yang Menggunakan Aggregat dari Patumbak (Penelitian)”.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan mulai dari perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tulus kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc sebagai pembimbing, atas saran, bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan – hambatan yang penulis alami.

2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Yusandy Aswad, ST. MT., Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST. MT., dan Bapak Ridwan Anas, ST. MT sebagai penguji yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Drs. Ir. T.M.R. Simatupang, M.Hum dan M. Simanjuntak, SPd. M.ACE., kedua adik tersayang Ian dan Dedek serta opung tercinta atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti buat saya.


(4)

6. Ryan Egia Sembiring, seseorang yang sangat berarti yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam dukungan, tenaga, waktu, doa dan kasihnya juga tanpa mengenal lelah.

7. Sahabatku Elsa, Gonduth, Ema, Sondang, Gea, Ganda, Jose, Tonggo, Albert, Niel, Tian, Edo, Rudolph, Kengkeng, Alkes, Ronald, rekan asisten laboratorium (Alfry, Afry, Rustxel, Markus dan Atha), adik stambuk 2008 (Ivan, Aran, Dani, Putra, Sempak) serta seluruh stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini begitu sedehana, terdapat kekurangan baik dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu penulis menerima segala saran dan kritik guna penyempurnaannya.

Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.

Medan, November 2012 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

I.2. Perumusan Masalah Penelitian ... 2

I.3. Tujuan dan Manfaat ... 2

I.4. Keaslian Penelitian ...2

I.5. Ruang Lingkup Penelitian ...3

I.6. Sistematika Pembahasan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Aspal, Aggregat, AC-WC serta Standart Perencanaan ... 6

II.2. Bahan Tambah ...11


(6)

II.2.2. Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 ... 12

II.3. Perencanaan Campuran Beraspal Panas ...12

II.4. Metode Pengujian Campuran ... 15

II.4.1. Parameter Pengujian Marshall ...16

II.4.2. Dasar – Dasar Perhitungan ... 19

II.5. Campuran Beraspal Panas dengan Kepadatan Mutlak ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1.Diagram Alir Penelitian ...24

III.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 25

III.3.1. Aspal ...26

III.3.2. Agregat ... 27

III.3.3. Gradasi Agregat ...28

III.4.Pengujian Campuran Beraspal ...28

III.4.1. Uji Marshal ...29

III.4.2. Uji Rendaman Marshal ...31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1.Penyajian Data ...33

IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Fisik Aggregat ...33


(7)

IV.1.2.1. Hasil Pengujian Aspal dengan

Penambahan ASA ... 35

IV.1.3. Hasil Pengujian Marshall ...37

IV.1.4. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan ASA ...39

IV.1.5. Hasil Pengujian Perendaman Marshall ...40

IV.2.Analisis Data ...41

IV.2.1. Analisis Data Pengujian Aggregat ...41

IV.2.2. Analisis Nilai Empiris Marshal ...43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ...57

V.2. Saran ...59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1.1. Pengujian dan Persyaratan untuk Aspal Penetrasi 60/70 ... 6

Tabel II.1.2. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston ...9

Tabel II.1.3. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston Dimodifikasi ...10

Tabel III.3.1. Pengujian dan Ketentuan Aspal Penetrasi 60/70 ...28

Tabel III.3.2. Pengujian untuk Aggregat Kasar dan Aggregat Halus ...28

Tabel III.3.3. Gradasi yang Disarankan Spesifikasi ...29

Tabel IV.1. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Fisik Aggregat ...35

Tabel IV.2. Hasil Pengujian Sifat – Sifat Aspal Penetrasi 60/70 ...36

Tabel IV.3. Hasil Pengujian Aspal dengan Penambahan Anti Stripping ...39

Tabel IV.4. Hasil Analisis Marshal untuk KAO ...39

Tabel IV.5. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent Jenis DERBO-401 UN 2735 ...41

Tabel IV.6. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent Jenis WETFIX BE ...42

Tabel IV.7. Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum DERBO-401 UN 2735 ...43

Tabel IV.8. Hasil Pengujian Marshall pada Kadar Aspal Optimum WETFIX BE ...43


(9)

DAFTAR NOTASI

AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials

AC = Asphalt Concrete

AC-Base = Asphalt Concrete Base

AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course

AC-Modified = Asphalt Concrete Modified AC-WC Modified = Asphalt Concrete Modified

ASA = Anti Stripping Agent

CA = Coarse Aggregate

FA = Fine Aggregate

IKS = Indeks Kekuatan Marshal Sisa

KAO = Kadar Aspal Optimum Lapis Aspal Beton

MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshal)

PRD = Percentage Refusal Density

VFB = Voids Filled with Bitument (Rongga Terisi Aspal)

VIM = Voids in Mixture (Rongga dalam Campuran)

VIMRef = VIM pada Kondisi Refusal

VMA = Voids in Mineral Aggregates (Rongga Udara di dalam

Aggregat)

LAMBANG

Gmb = Berat Jenis Padat (Bulk) Campuran


(10)

Gsb = Berat Jenis Padat (Bulk) Aggregat Gabungan

Gse = Berat Jenis Efektif Aggregat


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian ... 25 Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Penetrasi Aspal dengan Penambahan

Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735 ...37 Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Titik Lembek Aspal dengan Penambahan

Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735 ...38 Gambar IV.3. Hasil Pengujian Marshal untuk Mendapatkan KAO ...40 Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai Density dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...46 Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai VIM dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...47 Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai VMA dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...49 Gambar IV.7. Grafik Perbandingan Nilai VFA dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...50 Gambar IV.8. Grafik Perbandingan Nilai Stabilitas dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...51 Gambar IV.9. Grafik Perbandingan Nilai Flow dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...53 Gambar IV.10.Grafik Perbandingan Nilai Marshal Quatient dengan Penambahan

Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE ...54 Gambar IV.11.Grafik Perbandingan Nilai Retained Stability dengan Penambahan


(12)

ABSTRAK

Daya ikat antara bitumen dan agregat adalah merupakan hal yang sangat penting dalam perkerasan jalan. Hal ini sangat menentukan lama tidaknya umur perkerasan tersebut. Bila daya ikat antara bitumen dan agregat tidak baik, inilah yang menimbulkan terjadinya pengelupasan (stripping). Pengelupasan atau pelepasan butiran ini dapat memudahkan penyerapan air yang pada akhirnya akan mempercepat terjadinya kerusakan jalan.

Untuk meningkatkan daya lekat antara agregat dan bitumen dapat dilakukan dengan penambahan zat aditif Anti Stripping Agent. Zat aditif ini merupakan zat anti pengelupasan, dimana zat ini dapat meningkatkan daya lekat dan ikatan antar agregat.

Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan dua jenis Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE yang diperoleh dari PT. Adhi Karya dan DERBO-401 UN 2735 dari India.

Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan penambahan masing – masing jenis Anti Stripping Agent sebesar 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal menunjukkan bahwa penambahan DERBO-401 UN 2735 meningkatkan nilai retained stability yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan WETFIX BE.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Negara – negara di Asia umumnya memiliki curah hujan dan kelembaban yang cukup tinggi sehingga agregat pada umumnya basah. Hal ini menyebabkan lebih dari empat puluh persen kerusakan jalan disebabkan oleh air. Sementara aggregat memiliki daya tarik yang tinggi terhadap air. Namun aggregat yang basah umumnya menolak aspal. Hal tersebut membuat aspal mudah terkelupas oleh air. Oleh karena itu, aspal perlu dimodifikasi dengan menambahkan suatu bahan yang dapat menaikkan mutu aspal maupun campuran beraspalnya.

Untuk itu, pada Desember 2006 yang lalu Direktorat Jenderal Bina Marga mengeluarkan Spesifikasi Umum pada Divisi 6 Pasal 6.3.2.7 yang menyatakan bahwa “Aditif kelekatan dan anti pengelupasan harus ditambahkan kedalam bahan aspal bilamana diperintahkan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Jenis aditif yang digunakan haruslah yang disetujui Direksi Pekerjaan dan persentase aditif yang diperlukan harus dicampur ke dalam bahan aspal serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.” Zat anti pengelupasan (Anti Stripping Agent) merupakan suatu zat adiktif yang dapat merubah sifat aspal dan aggregat, meningkatkan daya lekat dan ikatan, serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan berdaya lekat tinggi. Hal ini akan mengurangi terjadinya pelepasan butiran pada aspal.

Hal ini diharapkan dapat meminimalkan terjadinya kerusakan jalan oleh air, memperpanjang waktu pelapisan ulang hotmix dengan biaya perawatan yang lebih rendah.


(14)

I.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berawal dari hal tersebut diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan Anti Stripping Agent jenis WETFIX-BE dan DERBO-401 UN 2735 terhadap Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC).

I.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk membandingkan kinerja antara Anti Stripping Agent Wetfix BE dengan Derbo – 401 UN 2735 pada AC – WC. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai Retained Stability (yang dinyatakan dalam persen) yang diperoleh dari penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent ini. Dimana parameter ini dipakai sebagai indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air. Dengan demikian diperoleh kesimpulan pemilihan zat aditif Anti Stripping Agent yang lebih baik dalam mengurangi kerusakan jalan akibat air.

Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan gambaran kepada pembina jalan dan semua pihak yang terkait mengenai penggunaan jenis Anti Stripping Agent yang lebih baik untuk campuran AC-WC dalam usaha peningkatan mutu perkerasan jalan raya.

I.4. Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya diantaranya yaitu : Christine W. Curtis dalam jurnal berjudul A Literature Review of Liquid Antistripping and Tests for Measuring Stripping; N. Castano dan P. Ferre dalam jurnal yang berjudul A Real


(15)

Heat Stable Bitumen Antistripping Agent; serta Jack. N. Dybalsky dalam jurnal yang berjudul Cationic Surfactants in Asphalt Adhesion.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi agar dapat dilakukan secara efektif dan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Adapun penelitian ini terbatas pada :

• Sumber bahan baku campuran aspal yang dipakai terdiri dari : • Agregat berasal dari AMP PT. ADHI KARYA, Patumbak.

• Anti Stripping Agent Wetfix BE dari PT. ADHI KARYA Patumbak • Anti Stripping Agent Derbo – 401 UN 2735 dari India

• Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Aus (AC-WC).

• Pengujian dilakukan dengan Marshall Test.

• Parameter campuran beraspal yang ditinjau adalah stabilitas, flow, density, VIM, VMA, VFB, MQ, VIMrefusal, dan Retained Stability.

I.6. Sistematika Pembahasan

Penulisan penelitian yang akan dilakukan terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran.


(16)

Merupakan bingkai studi yang akan dilakukan dalam penulisan tugas akhir. Bab ini meliputi :

1. Latar belakang penelitian, 2. Tujuan dan Manfaat,

3. Ruang Lingkup Penelitian, serta 4. Metodologi Penelitian.

b. Bab II : Tinjauan Pustaka

Merupakan kajian berbagai literatur dan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan acuan dari penelitian serta hasil studi terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain :

1. Aspal 2. Aggregat

3. Laston Lapis Aus (AC-WC) 4. Bahan Tambah

a. Anti Stripping Agent WETFIX BE

b. Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735

c. Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini berisikan mengenai tahapan dan uraian metode pelaksanaan penelitian yang meliputi :

1. Diagram Alir Penelitian 2. Bahan dan Alat Penelitian 3. Pengujian Bahan


(17)

4. Pengujian Campuran Beraspal

d. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisikan mengenai data-data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan pengujian di laboratorium yang ditampilkan dalam bentuk gambar, grafik, atau tabel berikut analisa dari hasil penelitian tersebut serta pembahasannya.

e. Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan dan analisa sesuai permasalahan yang dibahas pada penelitian. Dan berisi saran yang didasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Aspal, Aggregat, AC-WC, serta Standart Perencanaan

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dansebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti danmenahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan masapelayanannya.

Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan dalam campuran antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang digunakan di Indonesia adalah penetrasi 80/100 dan penetrasi 60/70.

Tabel II.1.1. Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70

NO SIFAT FISIK SATUAN PERATURAN

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1 mm 60 - 79

2 Titik Lembek, 25 oC oC 48 - 58

3 Titik nyala oC Min. 200

4 Daktalitas, 25 oC cm Min. 100

5 Kelarutan dalam Trichloroethylene % Min. 99

6 Penurunan berat % Max. 0.8

7 Berat Jenis mm Min. 1.0

8 Penetrasi residu, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1mm Min. 54

9 Daktalitas, 25oC, cm cm Min. 50

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir.


(19)

Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan.

Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.

Dalam Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas disebutkan bahwa ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.

Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur.

Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi persegi dari saringan tersebut. Dalam memilih gradasi agregat campuran, maka untuk campuran jenis Laston perlu diperhatikan Kurva Fuller, Titik Kontrol dan Zona Terbatas Gradasi.


(20)

Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal. Agregat hidrophobik (tidak menyukai air) adalah agregat yang memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi, contoh dari agregat ini adalah batu gamping dan dolomit. Sebaliknya, agregat hidrophilik (suka air) adalah agregat yang memiliki kelekatan terhadap aspal yang rendah. Sehingga agregat jenis ini cenderung terpisah dari film aspal bila terkena air. Kuarsit dan beberapa jenis granit adalah contoh agregat hidrophilik.

Ada beberapa metoda uji untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal dan kecenderungannya untuk mengelupas (stripping). Salah satu diantaranya dengan merendam agregat yang telah terselimuti aspal ke dalam air, lalu diamati secara visual.

Lapis permukaan (surface course) merupakan lapisan teratas dari struktur perkerasan jalan yang langsung berhubungan dengan roda kendaraan dan kondisi lingkungan. Berdasarkan bahan pengikat aspalnya, lapis permukaan dibedakan menjadi dua lapisan yaitu lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapis aus (wearing course) dan lapisan permukaan yang berfungsi sebagai lapis antara (binder course). Lapis aus (wearing course) berfungsi sebagai lapis aus yang langsung menahan gesekan kendaraan saat mengerem atau start kendaraan.

Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (AC-Base) dan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25.4 mm, dan 37.5 mm.

Tabel II.1.2. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston


(21)

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006

Tabel II.1.3.Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston Dimodifikasi (AC Modified)

Sifat-sifat Campuran WC BC Base

Penyerapan aspal (%) Maks 1.2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%)

Min 3.5

Maks 5.5

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg)

Min 800 1500

Maks _ _

Kelelehan (mm)

Min 3 5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC

Min 75

Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

Min 2.5

Sifat-sifat Campuran

Laston

WC BC Base


(22)

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006

II. 2. Bahan Tambah

Dalam campuran beraspal untuk memperbaiki perilaku suatu campuran beraspal serta meningkatkan kualitas aspal sehingga dapat menghasilkan perkerasan yang baik adalah dengan menggunakan bahan modifikasi. Bahan modifikasi yang dimaksud adalah bahan tambah baik berupa polimer, selulosa, lain-lain (filler), maupun mikrokarbon atau zat aditif.

Adapun bahan tambahan yang akan digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini berupa Anti Stripping Agent. Bahan tambahan ini dapat merubah sifat aspal dan aggregat,

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%)

Min 3.5

Maks 5.5

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg)

Min 1000 1800

Maks _ _

Kelelehan (mm)

Min 3 5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 300 350

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC

Min 75

Rongga dalam Campuran (%)

pada kepadatan membal (refusal) Min 2.5


(23)

meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang memiliki daya lekat yang tinggi. Dengan penggunaan Anti Stripping Agent ini diharapkan dapat memperpanjang waktu pelapisan ulang hotmix, memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas dan meminimalkan kerusakan jalan oleh air dengan biaya perawatan yang lebih rendah.

II.2.1. Anti Stripping Agent WETFIX – BE

Anti Stripping Agent WETFIX BE ini digunakan untuk campuran hotmix. Jenis Anti Stripping Agent ini memiliki beberapa kegunaan yang antara lain :

a. Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hot Mix b. Biaya perawatan yang lebih rendah

c. Memungkinkan seleksi jenis aggregat yang lebih luas d. Meminimalkan kerusakan oleh air

Bahan ini bekerja dengan merubah sifat aspal dan aggregat, meningkatkan daya lekat dan ikatan serta mengurangi efek negatif dari air dan kelembaban sehingga menghasilkan permukaan yang berdaya lekat tinggi

Dosis pemakaian WETFIX BE hanya berkisar 0.2 % - 0.5 % dari berat aspal. Untuk metode pemakaiannya adalah:

1. Masukkan WETFIX BE ke dalam mobil tanki pengiriman atau langsung ke tanki penyimpanan aspal pada waktu pengisian aspal (sirkulasi ± 1 jam).

2. Dengan menggunakan Dosing Pump disambungkan ke pipa aspal setelah pompa atau dimasukkan ke timbangan aspal (in-line metering injection system).


(24)

Anti Stripping jenis ini berfungsi untuk membantu mengurangi kerusakan perkerasan yang diakibatkan oleh hujan dan kelembaban. Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP- Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang menghasilkan produk – produk terbaik.

Untuk campuran Hotmix, penggunaan Anti Stripping Agent jenis DERBO 401 ini berkisar 0.1% - 0.4% dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2 % - 0.5% dari berat bitumen.

II.3. Perencanaan Campuran Beraspal Panas

MenurutManual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan perbandingan tertentu,dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar dapat dengan mudah dicampur dengan baik maka pencampuran bahan tersebut harus dipanaskan.

Sukirman, S,(1999) dalam bukunya yang berjudul Perkerasan Lentur Jalan Raya menyatakan bahwa perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan. Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut :

a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis sehingga campuran akan tidak mudah aus, bergelombang, melendut, bergeser dan lain-lain.

b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi akibat beban lalu intas tanpa mengalami keretakan yang disebabkan oleh :


(25)

1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.

2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang berlangsung singkat.

3) Adanya perubahan volume campuran.

c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan terhadap perubahan yang disebabkan oleh :

1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang berakibat akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal.

2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara aspal dan material lainnya.

d. Impermeability adalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan untuk menahan beban lalu lintas.

e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil, menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara,air serta pembebanan oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang ditentukan. hal ini harus dihindari supaya tidak terjadi penyimpangan. Pada pelaksanaan pemadatan dilapangan sangat rawan akan terjadinya penyimpangan, baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar


(26)

yang ditetapkan maupun jumlah lintasannya. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM, sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.

f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas. Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viskositas aspal menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, adapun density pada saat pemadatan campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 2750 F (1350 C). Density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu lebih rendah.

g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan.

II.4. Metode Pengujian Campuran

Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan pengujian di laboratorium.


(27)

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling umum dipakai pada saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup praktis untuk dimobilisasi.

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow) dan retained stability. Flow didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau 0.01”.

II.4.1. Parameter pengujian Marshall

Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.

Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian marshall antara lain :

a. Stabilitas Marshall

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.


(28)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow biasanya dalam satuan mm (millimeter).

c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.

Marshall Quotient = ����������

����

d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)

Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut :

���= 100 � ��� − ���

��� Dimana :

VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%)

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)


(29)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100 -

(

��� ∗ ��

���

)

Dengan pengertian :

VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Gsb = Berat jenis curah agregat

Ps = Agregat, persen berat total campuran Gmb = Berat jenis curah campuran padat

Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100

-

���

���

x

100

100 + �� 100

Dengan pengertian :

Pb = Aspal, persen berat agregat Gmb = Berat jenis curah campuran padat Gsb = Berat jenis curah agregat


(30)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:

VIM = 100 x ��� − ��� ��� Dengan pengertian :

VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume. Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

g. Retained Stability

Kehilangan stabilitas berdasarkan perendaman diukur sebagai ketahanan terhadap akibat pengaruh kerusakan oleh air disebut Indeks Perendaman (Index of Retained Strength) yang dinyatakan dalam persen (%). Parameter ini akan dipakai sebagai indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air.

II.4.2 Dasar-dasar Perhitungan

a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat

Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi / filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :

- Berat Jenis Kering (bulk specific gravity) dari total agregat ������������� = �1+�2+�3+⋯+��

1

���1+

�2

���2 +

�3

���3+⋯+

�� ����


(31)

Dengan pengertian :

Gsbtot agregat = Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)

Gsb1, Gsb2.. Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc) P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)

- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)

������������� = �1

+�2+�3+⋯+��

�1

���1+

�2

���2+

�3

���3+⋯+

�� ���� Dengan pengertian :

Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)

Gsa1, Gsa2..Gsan = Berat jenis semu dari masing-masing agregat, (gr/cc) P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :

��� = ��� − �� �� ��� − �

� �� Dengan pengertian :

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gmm = Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc) Pmm = Persen berat total campuran (=100)

Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%) Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)


(32)

Gb = Berat jenis aspal

Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

��� =���

+���

2

Dengan pengertian :

Gse = Berat jenis efektif / efektive spesific gravity, (gr/cc) Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc) Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)

c. Berat Jenis maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90.

��� = ��� � ��� − �

� ��

Dengan pengertian :

Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc) Pmm = Persen berat total campuran (=100)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%) Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)


(33)

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc) Gb = Berat jenis aspal,(gr/cc)

d. Berat Jenis Bulk Campuran padat

Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb) dinyatakan dalam gram/cc dengan rumus sebagai berikut :

��� =�� ���� Dengan pengertian :

Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc) Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan, (cc) Wa = Berat di udara, (gr)

e. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai berikut:

��� = ��� − ��� ������ ��

Dengan pengertian :

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%) Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Gse = Berat jenis efektif agregat, (gr/cc) Gb = Berat jenis aspal, (gr/cc)


(34)

Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :

���=�� −���

100��

Dengan pengertian :

Pbe = Kadar aspal efektif, persen total campuran, (%) Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

II.5 Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak

Dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi (maksimum) yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi.

Spesifikasi campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di rancang menggunakan metoda Marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat perencanaan metoda Marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran (VIM) antara 3.5 sampai 5.

Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan gradasi gabungan campuran dilapangan, maka ditentukan pengujian tambahan, yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal density) dimana VIM dirancang dapat dicapai tidak kurang dari 2.5 % untuk lalu lintas berat.


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Diagram Alir Penelitian

A

A

Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian

III.2. Bahan dan Alat Penelitian

Persiapan Benda Uji AC-WC Tanpa Penambahan Anti Stripping Agent Percobaan Laboratorium

Persiapan Material Aspal

Pemeriksaan Properti Aspal Pen 60/70

Persiapan Anti Stripping Agent

Agregat

Agregat Kasar

Persiapan Material Agregat

Pengujian Properti Agregat

Memenuhi Spesifikasi?

Pengujian Campuran Dengan Metode Marshall Untuk Menganalisa Karakteristik Marshall (VIM, VFB, VIM PRD, Stabilitas, Flow, MQ)

KAO dari campuran didapatkan?

Kerusakan jalan yang disebabkan oleh air menyebabkan pengelupasan butiran pada aspal

Digunakan aspal + zat antistripping agent karena dinilai dapat menaikkan daya lekat dan ikatan

b tiran aspal

Tidak

Pembuatan Benda Uji Dengan KAO (untuk AC-WC dengan variasi penambahan Anti Stripping Agent)

Pengujian Campuran Dengan Metode Marshall Untuk Menganalisa Karakteristik Marshall

Nilai VIM, VMA, VFB, VIM PRD, Stabilitas, Flow, MQ didapatkan?

Analisa Data Kesimpulan dan Saran


(36)

Adapun bahan yang digunakan untuk pengujian adalah : a. Material yang digunakan

- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya merupakan produk dari mesin pemecah batu (stonecrusher) atau dari pasir alam. Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan diperoleh dari PT. ADHI KARYA, Patumbak.

- Untuk bahan aspal menggunakan aspal ESSO Ex. EXXON MOBIL dengan penetrasi 60/70.

- Bahan tambah menggunakan Anti Stripping Agent WETFIX-BE yang diperoleh dari PT. Adhi Karya dan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dari India.

b. Peralatan yang digunakan i. Alat uji pemeriksaan aspal

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat uji titik lembek, alat uji titik nyala dan titik bakar, alat uji daktilitas, alat uji berat jenis (piknometer dan timbangan), alat uji kelarutan, dan TFOT.

ii. Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles (tes abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat.

iii.Alat uji karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall.


(37)

Pengujian dimaksudkan untuk meneliti bahan yang akan dipakai dapat memenuhi persyaratan.

III.3.1. Aspal

Aspal yang digunakan adalah aspal ESSO dari EXXON dengan penetrasi 60/70. Adapun persyaratannya adalah pada tabel berikut :

Tabel III.3.1. Pengujian dan Ketentuan Aspal Penetrasi 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60 – 79

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 - 58

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200

4 Daktalitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat

SNI 06-2438-1991 Min. 99

7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat SNI 06-2440-1991 Max. 0,8

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2456-1991 Min. 54

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli SNI 06-2432-1991 Min. 50

10 Uji bintik (spot test) - Standar Naptha - Naptha Xylene - Hephtane Xylele

AASHTO T. 102 Negatif

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006

III.3.2. Agregat

Untuk material agregat pengujian bahan meliputi agregat kasar dan halus. Pengujiannya serta Persyaratan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III.3.2. Pengujian untuk Agregat Kasar dan Agregat Halus

No. Pengujian Standar Nilai

Agregat Kasar

1 Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks 40%


(38)

3 Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90 *

4 Partikel Pipih dan Lonjong (**) RSNI T-01-2005 Maks 10%

5 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 1%

Agregat Halus

1 Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%

2 Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks 8%

3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45

(*) 95/90 menunjukkan 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

III.3.3 Gradasi agregat

Merupakan distribusi variasi ukuran butiran agregat. Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Aus (AC-WC). Kurva gradasi untuk Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva gradasi yang disarankan spesifikasi yaitu beranjak dari bawah kurva fuller, memotong kurva fuller di antara saringan No.4 dan No.8, dan berada dalam titik kontrol gradasi Beton Aspal Lapis Aus (AC-WC).

Tabel III.3.3. Gradasi yang Disarankan Spesifikasi Ukuran

Saringan (mm)

Persyaratan Gradasi (% berat butir yang lolos)

Agregat gabungan

Fuller Titik Kontrol Zona Terbatas

19 100 100 100

12,7 90,16 83,4 90 – 100

9,5 75,53 73,2 Maks. 90

4,76 58,15 53,6 -

2,38 35,36 39,1 28 – 58 39,1 – 39,1

1,19 23,12 28,6 - 25,6 – 31,6

0,600 17,55 21,1 - 19,1 – 23,1

0,300 11,66 15,5 - 15,5 – 15,5

0,150 6,70 11,3

0,075 4,86 8,3 4 – 15


(39)

III.4. Pengujian Campuran Beraspal III.4.1 Uji Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal dan nilai retained stability.

Pada pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung perkiraan awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

��= 0,035(% ��) + 0,045(% ��) + 0,18(% ��) +�

Dimana :

Pb = Kadar aspal optimum perkiraan CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8

FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan No.200 Filler = Agregat halus lolos saringan No.200

K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang rendah dan nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.

Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian siapkan benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 3 (tiga) benda uji, yaitu -1,0%, -0,5%, Pb, +0,5%, +1,0%.

b. Persiapan campuran

Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat tiga benda uji untuk lima variasi kadar aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ±1200gr sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 6,25 cm. Panaskan pan


(40)

pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 28ºC di atas suhu pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis merata.

c. Pemadatan benda uji

Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk. Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan spatula yang dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti tidak mencatat berapa suhu pemadatan. Letakkan cetakan di atas landasan padat, dalam pemegang cetakan, lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 75 kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm, selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada cetaka. Lepaskan keping alat kemudian balikkan alat cetak berisi benda uji dan pasang kembali. Tumbuklah dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan keping alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji. Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda uji di atas permukaan rata yang halus, biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu ruang.

d. Prosedur percobaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel 2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji 3. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm

4. Timbang benda uji

5. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang 6. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi


(41)

7. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh

8. Rendam benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit. Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari bak perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji. 9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan

hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar berada pada angka nol. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm permenit sampai pembebanan maksimum tercapai dan catat pembebanan maksimum yang dicapai. Lepaskan selubung tangkai arloji kelelahan (sleeve) pada saat pembebanan maksimum tercapai dan catat nilai kelelahan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.

10.Untuk penambahan masing – masing jenis Anti Stripping Agent dibuat dalam 5 variasi yaitu 0.2%, 0.25%, 0.3%, 0.35% dan 0.4% dari berat aspal masing – masing direncanakan 3 (tiga) benda uji untuk setiap penambahan.

Setelah nilai stabilitas dan flow didapat, kemudian dihitung besarnya Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient), Rongga diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam campuran (VIM) dan Rongga terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan antara kadar aspal (%) dengan masing-masing parameter Marshall yang telah dihitung sebelumnya.

Kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai VIM refusal atau ������. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ������ dengan kadar aspal. Dengan melihat pada batas-batas yang disyaratkan untuk semua parameter Marshall (Stabilitas, Flow, MQ, VFB,


(42)

VMA, VIM, dan ������), kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang memenuhi semua kriteria campuran.

III.4.2 Uji Rendaman Marshall

Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh kerusakan oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal terhadap agregat sehingga dapat melemahkan ikatan antar agregat.

Pengujian dilakukan dengan membuat 24 benda uji pada KAO. Untuk 12 benda uji pertama dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC selama 24 jam dan lakukan pengujian Marshall, kemudian pada sisa benda uji dilakukan pengujian Marshall standar.

Kehilangan stabilitas akibat perendaman di air diukur sebagai ketahanan terhadap pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan yang standar disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength) yang dinyatakan dalam persen.


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Penyajian Data

IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat

Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari AMP ADHI KARYA. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik atau karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.1.

Zat aditif Anti Stripping Agent jenis WETFIX yang digunakan berasal dari PT. ADHI KARYA dan jenis DERBO-401 UN 2735 berasal dari India. Gradasi yang ditinjau berdasarkan pada gradasi Laston Lapis Aus (AC-WC) dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.

Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat

No. Pengujian

Persyaratan

Hasil Pengujian

Min. Maks.

1. 2. 3.

4.

Kelekatan agregat terhadap aspa Soundness Test (CA)

Kadar lumpur

Agregat Kasar (CA) Agregat Sedang (MA) Agregat Halus (FA) Los Angeles

95%

12%

40%

>95%

6.6%

2.35% 2.80% 2.90% 21.30%


(44)

Dalam penelitian ini digunakan aspal Penetrasi 60/70. Pengujian pada aspal yang digunakan dalam campuran memenuhi persyaratan spesifikasi. Tabel IV.2 merupakan hasil pengujian karakteristik aspal Penetrasi 60/70.

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Pen 60/70

No. Pengujian Persyaratan Hasil

Pengujian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Penetrasi, 25ºC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm Titik Lembek, ºC

Titik Nyala, ºC Berat jenis

Daktalitas, 25ºC; cm

Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat

TFOT; % berat

Penetrasi setelah TFOT; 0,1 mm; % asli Daktalitas setelah TFOT; % asli

60 - 79 48 - 58 Min. 200 Min. 1.0 Min. 100 Min. 99 Maks. 0.8 Min. 54 Min. 50 65 49 323 1.023 105.2 99.685 0.064 56.17 104.7

IV.1.2.1. Hasil dan Diskusi Pengujian Aspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent IV.1.2.1a.Pengujian Penetrasi Aspal


(45)

Nilai penetrasi aspal Pen 60/70 yang diperoleh dari pengujian sebelum penambahan Anti Stripping Agent sebesar 65. Hasil ini memenuhi Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 60/70 pada temperatur 25oC; 100gr; 5 detik harus berada dalam rentang 60 – 79.

Setelah penambahan Anti Stripping Agent, nilai penetrasi pun berubah, antara lain untuk penambahan WETFIX BE 0.2% (53.50); 0.25% (53.00); 0.3% (52.50); 0.35% (52.00) dan 0.4% (51.50). Sedangkan untuk penambahan DERBO-401 UN 2735 0.2% (53.17); 0.25% (52.67); 0.3% (52.17); 0.35% (51.50) dan 0.4% (51.33).

Dari hasil pengujian penetrasi dapat disimpulkan bahwa penambahan zat Anti Stripping Agent dapat menurunkan nilai penetrasi aspal. Dan diantara kedua jenis zat Anti Stripping tersebut, penggunaan DERBO-401 UN 2735 dapat menurunkan nilai penetrasi yang lebih besar bila dibandingkan dengan WETFIX BE.

Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Nilai Penetrasi Aspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735

IV.1.2.1.b.Pengujian Titik Lembek Aspal

Nilai titik lembek aspal sebelum penambahan kedua jenis Anti Stripping Agent menunjukkan bahwa aspal Pen 60/70 (49ºC) memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 (48ºC - 58ºC).

R² = 0.837

R² = 0.841 50 52 54 56 58 60 62 64 66

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

Penetrasi WETFIX BE Penetrasi DERBO-401 UN 2375


(46)

Setelah penambahan Anti Stripping Agent Wetfix BE 0.2% menjadi 55.5ºC, penambahan 0.25% menjadi 55.75ºC, penambahan 0.3% menjadi 56.2ºC, penambahan 0.35% menjadi 56.5ºC dan penambahan 0.4% menjadi 56.9 ºC.

Sedangkan untuk penambahan DERBO-401 UN 2735 0.2% menjadi 56ºC, penambahan 0.25% menjadi 56.35ºC, penambahan 0.3% menjadi 56.5ºC, penambahan 0.35% menjadi 57ºC dan penambahan 0.4% menjadi 57.5 ºC.

Dari hasil pengujian titik lembek aspal ini dapat disimpulkan bahwa penambahan zat Anti Stripping Agent dapat menaikkan nilai titik lembek aspal.

Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Titik Lembek Aspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735

Tabel IV.3 Hasil Pengujian Aspal setelah Penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735

PENGUJIAN 0% 0.20% 0.25% 0.30% 0.35% 0.40% W D W D W D W D W D

Penetrasi (mm) 65 53.5 53.17 53.0 52.67 52.5 52.17 52.0 51.5 51.5 51.33

Titik Lembek

(oC) 49 55.5 56 55.75 56.35 56.2 56.5 56.5 57 56.9 57.5

R² = 0.845

R² = 0.831

48 50 52 54 56 58 60

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

ti ti k l em b ek

penambahan antistripping agent

Titik Lembek WETFIX BE Titik Lembek DERBO-401 UN 2375


(47)

Keterangan : W = WETFIX BE

D = DERBO-401 UN 2735

IV.1.3. Hasil Pengujian Marshall

Pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai KAO. Nilai KAO ini digunakan untuk membuat membuat benda uji dengan menggunakan bahan tambah Anti Stripping Agent masing – masing untuk Wetfix dan Derbo-401 UN 2735 sebesar 0.2% ; 0.25% ; 0.3% ; 0.35% ; dan 0.4% dari total berat aspal. Pada penelitian ini diperoleh nilai KAO adalah 5.5%. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.4.

Tabel IV.4 Hasil Analisis Marshall untuk KAO

Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian

Spesifikasi

Kadar Aspal; % 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5

Kepadatan; t/m3 2.334 2.337 2.342 2.333 2.327 -

V I M; % 6.07 5.25 4.32 4.00 3.55 3,5-5,5 %

V I M Refusal; % - 3.95 3.00 2.44 - > 2,5 %

V M A; % 14.68 15.01 15.27 16.05 16.71 > 14 % V F B; % 58.65 65.08 71.68 75.09 78.83 > 63 % Stabilitas; kg 931 994 1032 1020 1007 > 800 kg

Kelelehan; mm 3.72 3.85 3.92 3.88 3.82 > 3 mm

Hasil Bagi Marshall; kg/mm 250 258 264 263 263 > 250 kg/mm

2.320 2.325 2.330 2.335 2.340 2.345 2.350 2.355 2.360

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

B u lk D en si ty (g r/ cc)

% Bitument by Total mix

700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

S ta b il ity (K g )


(48)

Gambar IV.3. Hasil Pengujian Marshall untuk Mendapatkan KAO

IV.1.4. Hasil Pengujian Marshall dengan Penambahan Anti Stripping Agent

Pengujian dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan Anti Stripping Agent (ASA) jenis DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE terhadap campuran beton aspal. Ditentukan masing – masing lima variasi penambahan ASA ke dalam campuran beton aspal, yaitu sebesar 0.2% ; 0.25% ; 0.3% ; 0.35% ; 0.4% dari total berat aspal . Hasil pengujian dapat dilihat dalam Tabel IV.5.

1 2 3 4 5 6 7 8 9

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

A ir V oi ds ( % )

% Bitument by Total Mix

VIM PRD 40 50 60 70 80 90

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

V F B ( % )

% Bitument by Total Mix

14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

VM

A

(

%

)

% Bitument by Total mix

1 2 3 4 5 6 7

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

F lo w ( m m )

% Bitument by Total Mix

100 200 300 400 500 600

4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00

M .Q u o ti e n t ( K g /mm )

% Bitument by Total Mix

-1 1 3 5 7 9

4 4.5 5 5.5 6 6.5 7

Stab Density VIM VFB VMA Flow MQ


(49)

Tabel IV.5 Hasil Pengujian Marshall AC - WC dengan Penambahan Antistripping Agent Jenis DERBO-401 UN 2735

Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian

Kadar ASA: % 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Kepadatan; t/m3 2.342 2.343 2.344 2.341 2.342 2.341

V I M; % 4.32 4.28 4.26 4.38 4.34 4.36

V M A; % 15.27 15.23 15.21 15.32 15.28 15.30

V F A; % 71.68 71.88 72.01 71.45 71.59 71.53

Stabilitas; kg 1032 1073 1075 1076 1081 1076

Kelelehan; mm 3.92 3.80 3.70 3.63 3.62 3.53

Hasil Bagi Marshall; kg/mm 264 282 290 296 298 305

Tabel IV.6. Hasil Pengujian Marshall AC - WC dengan Penambahan Antistripping Agent Jenis WETFIX BE

Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian

Kadar ASA: % 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Kepadatan; t/m3 2.342 2.343 2.345 2.342 2.344 2.340

V I M; % 4.32 4.28 4.23 4.36 4.25 4.41

V M A; % 15.27 15.23 15.19 15.30 15.20 15.34

V F A; % 71.68 71.89 72.14 71.55 72.09 71.27

Stabilitas; kg 1032 1058 1061 1065 1068 1070

Kelelehan; mm 3.92 3.96 3.88 3.87 3.60 3.54


(50)

IV.1.5. Hasil Pengujian Perendaman Marshall

Pengujian perendaman Marshall merupakan salah satu jenis pengujian untuk mengetahui durabilitas campuran. Uji rendaman panas dilakukan untuk mengukur kinerja ketahanan campuran terhadap perusakan oleh air. Dari pengujian ini diperoleh stabilitas Marshall campuran setelah dipengaruhi oleh air. Hasil perbandingan antara stabilitas benda uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar dinyatakan dalam persen, yang disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength). Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel IV.7 dan Tabel IV.8.

Tabel IV.7. Hasil Pengujian Perendaman Marshall pada Kadar Aspal Optimum DERBO-401 UN 2375

Sifat-Sifat

Campuran Syarat Hasil Pengujian

Kadar ASA: % - 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Kadar aspal ; % - 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5

Stabilitas awal (S1) ;

Kg >800 1032 1073 1075 1076 1081 1076

Stabilitas Perendaman 24 jam

(S2) ; Kg

- 797 948 951 959 965 961

IKS (S2/S1) ; % >75% 77.22 88.34 88.50 89.10 89.32 89.33

Tabel IV.8. Hasil Pengujian Perendaman Marshall pada Kadar Aspal Optimum WETFIX BE


(51)

Sifat-Sifat

Campuran Syarat Hasil Pengujian

Kadar ASA: % - 0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Kadar aspal ; % - 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5

Stabilitas awal (S1) ;

Kg >800 1032 1058 1061 1065 1068 1070

Stabilitas Perendaman 24 jam

(S2) ; Kg

- 797 925 933 939 943 952

IKS (S2/S1) ; % >75% 77.22 87.43 87.93 88.17 88.30 89.01

IV.2 Analisis Data

IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik agregat kasar serta agregat halus yang digunakan dalam campuran seperti yang terlihat pada Tabel IV.1, menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi yang ditentukan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga 2006.

1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Magnesium Sulfat (����4)

Pengujian pelapukan atau yang dikenal dengan soundness test merupakan pengujian untuk menentukan ketahanan suatu agregat terhadap pelapukan akibat pengaruh cuaca. Pengujian ini menggunakan larutan magnesium sulfat yang menyebabkan terjadinya pelapukan agregat akibat kristalisasi garam di dalam pori-pori agregat. Kristalisasi garam tersebut selama proses pengeringan akan mendesak sisi pori agregat dan akhirnya meremukkan partikel-partikel yang lemah. Hasil pengujian yang dilakukan adalah 6.6% dan memenuhi syarat yang ditetapkan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yaitu maksimum 12%. Dari hasil ini


(52)

menunjukkan bahwa agregat yang digunakan tahan dan tidak mudah hancur akibat pengaruh cuaca.

2. Kekerasan

Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 21.30% yang memenuhi dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang menetapkan persyaratan maksimum sebesar 40%. Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai keausan yang cukup kuat sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan maupun akibat pengaruh beban lalu lintas.

3. Kelekatan agregat terhadap aspal

Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang menetapkan batasan minimum 95%. Ini menunjukkan agregat yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi. Stripping adalah pemisahan aspal dari agregat akibat pengaruh air, dapat membuat agregat ini cocok untuk bahan campuran beraspal.

IV.2.2 Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak IV.2.2.1 Analisis Volumetrik Campuran


(53)

Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal. Analisis volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ������. Analisis terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :

1. Kepadatan / Berat Isi (Density)

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kepadatan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 0% (2,342t/m3), penambahan 0.2% (2.343 t/m3), penambahan 0.25% (2.344 t/m3), penambahan 0.3% (2.341 t/m3), penambahan 0.35% (2.342t/m3), penambahan 0.4% (2.341 t/m3). Dan dengan penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE 0% (2,342t/m3), penambahan 0.2% (2.343 t/m3), penambahan 0.25% (2.345 t/m3), penambahan 0.3% (2.342 t/m3), penambahan 0.35% (2.344t/m3), penambahan 0.4% (2.340t/m3). Berikut grafik perbandingan nilai density dengan penambahan antistripping agent jenis DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE.

Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai Density dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE

Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai density meningkat akibat penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3%

R² = 0.862

R² = 0.578 R² = 0.427

2.339 2.34 2.341 2.342 2.343 2.344 2.345 2.346

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

DENSITY DENSITY WETFIX BE DENSITY DERBO-401 UN 2375


(54)

dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah menunjukkan kurva normal nilai density.

2. Rongga Dalam Campuran (Void In Mixture)

Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat terbungkus aspal. Untuk campuran dengan penambahan Anti Stripping Agent jenis DERBO-401 UN 2375 diperoleh penambahan 0% (4.32), 0.2% (4.28%), 0.25% (4.26%), 0.3% (4.38%), 0.35% (4.34%), 0.4% (4.36%). Dan untuk campuran dengan penambahan Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE 0% (4.32), 0.2% (4.28%), 0.25% (4.23%), 0.3% (4.36%), 0.35% (4.25%), 0.4% (4.41%). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai VIM untuk kedua jenis campuran minimum 2.5%. Berikut grafik perbandingan nilai VIM dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE

Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai VIM dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE

R² = 0.848

R² = 0.438

R² = 0.386

4.1 4.15 4.2 4.25 4.3 4.35 4.4 4.45

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

VIM

VIM WETFIX BE

VIM DERBO-401 UN 2375


(55)

Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VIM meningkat akibat penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3% dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah merupakan kurva normal terhadap nilai VIM.

3. Rongga Dalam Mineral Agregat (Void In Mineral Aggregate)

VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel agregat dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya rongga udara dan kadar aspal efektif.

Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran.

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai VMA dengan penambahan Anti Stripping Agent jenis DERBO-401 UN 2375 sebesar 0% (15.27), penambahan 0.2% (15.23), penambahan 0.25% (15.21), penambahan 0.3% (15.32), penambahan 0.35% (15.28), penambahan 0.4% (15.30). Sedangkan dengan penambahan Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE sebesar 0% (15.27), penambahan 0.2% (15.23), penambahan 0.25% (15.19), penambahan 0.3% (15.30), penambahan 0.35% (15.20), penambahan 0.4% (15.34). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai VMA untuk kedua jenis campuran minimum 14%.

Kurva berikut menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VMA meningkat akibat penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3%


(56)

dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah merupakan kurva normal terhadap nilai VMA.

Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai VMA dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dengan WETFIX BE

4. Rongga Terisi Aspal (Void Filled Asphalt)

VFA merupakan persentase butiran yang mengisi ruang rongga diantara butiran agregat (VMA) dan yang akan diisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang diserap. VFA merupakan persentase dari nilai VMA setelah dikurangi dengan VIM.

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai VFA dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 sebesar 0% (71.68), penambahan 0.2% (71.88), penambahan 0.25% (72.01), penambahan 0.3% (71.45), penambahan 0.35% (71.59), penambahan 0.4% (71.53). Sedangkan nilai VFA dengan penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE sebesar 0% (71.68), penambahan 0.2% (71.89), penambahan 0.25% (72.14), penambahan 0.3% (71.55), penambahan 0.35% (72.09), penambahan 0.4% (71.27). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal

R² = 0.852

R² = 0.411 R² = 0.342

15.1 15.15 15.2 15.25 15.3 15.35

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

VMA

VMA WETFIX BE

VMA DERBO


(57)

Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai VFA untuk kedua jenis campuran minimum 63%.

Gambar IV.7. Nilai VFA Campuran Beraspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE 0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%

Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent tersebut dimana nilai VFA meningkat akibat penambahan zat hingga 0.25% namun mengalami penurunan saat penambahan 0.3% dan kemudian meningkat kembali saat penambahan 0.35%. Kurva berwarna merah merupakan kurva normal terhadap nilai VFA.

IV.2.3. Analisis Nilai Empiris Marshall R² = 0.864

R² = 0.444 R² = 0.374

71.25 71.45 71.65 71.85 72.05 72.25 72.45

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

VFA

VFA WETFIX BE

VFA DERBO-401 UN 2375


(58)

Nilai empiris Marshall ditunjukkan dengan nilai stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall. Nilai tersebut merupakan besaran yang diukur langsung dari pengujian pada saat benda uji dibebani dengan alat uji Marshall.

1. Stabilitas (Stability)

Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengukur kemampuan dari campuran aspal untuk menahan deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan kadar aspal. Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2006 yang mensyaratkan nilai stabilitas untuk kedua jenis campuran minimum 800 kg.

Gambar IV.8. Nilai Stabilitas Campuran Beraspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 dan WETFIX BE

0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%

Kurva diatas menunjukkan bahwa penambahan kedua jenis zat Anti Stripping Agent meningkatkan nilai stabilitas. Namun penggunaan Anti Stripping Agent jenis

R² = 0.855

R² = 0.913

1030 1040 1050 1060 1070 1080

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

STAB DERBO-401 UN 2375

STAB WETFIX BE


(59)

DERBO-401 UN 2735 memiliki nilai peningkatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan WETFIX BE.

2. Kelelehan (Flow)

Kelelehan atau flow merupakan parameter empirik untuk mengukur kelenturan campuran, yaitu kemampuan untuk mengikuti deformasi yang terjadi akibat lalu lintas, tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Suatu campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya.

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kelelehan (flow) dengan aspal Pen 60/70 sebesar 3.92 mm. Nilai flow dengan penambahan Anti Stripping Agent mengalami perubahan seiring penambahannya, dimana nilai yang diperoleh dengan penambahan Anti Stripping agent WETFIX BE sebesar 0.2% (3.30 mm), penambahan 0.25% (3.05 mm), penambahan 0.3% (3.17 mm), penambahan 0.35% (3.30 mm), penambahan 0.4% (3.54 mm). Sedangkan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO 401 UN 2375, sebesar 0.2% (3.11 mm), penambahan 0.25% (3.03 mm), penambahan 0.3% (3.29 mm), penambahan 0.35% (3.55 mm), penambahan 0.4% (3.45 mm). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai flow untuk kedua jenis campuran minimum 3 mm.

Berikut grafik hasil percobaan laboratorium terhadap nilai flow yang dihasilkan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN2735 dan WETFIX BE. Namun kurva biru bergaris putus – putus menunjukkan nilai flow oleh DERBO-401 UN 2735 yang lebih baik.


(60)

Gambar IV.9. Nilai Flow Campuran Beraspal dengan Penambahan Antistripping Agent 0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%

3. Hasil Bagi Marshall

Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah indikator terhadap kekakuan campuran secara empirik, yang merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai MQ dengan penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE 0.2% (321 kg/mm), penambahan 0.25% (348 kg/mm), penambahan 0.3% (336 kg/mm), penambahan 0.35% (324 kg/mm), penambahan 0.4% (303 kg/mm) sedangkan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375 0.2% (345 kg/mm), penambahan 0.25% (354 kg/mm), penambahan 0.3% (327 kg/mm), penambahan 0.35% (304 kg/mm), penambahan 0.4% (312 kg/mm). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai MQ untuk campuran AC-WC modified minimum 300 kg/mm.

R² = 0.928 R² = 0.935

R² = 0.559

3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

FLOW WETFIX BE FLOW DERBO-401 UN 2375 FLOW DERBO-401 UN 2375


(61)

Gambar IV.10. Nilai MQ Campuran Beraspal

dengan Penambahan Anti Stripping Agent 0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%

Grafik diatas merupakan hasil percobaan laboratorium terhadap nilai MQ yang dihasilkan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2735 dan WETFIX BE. Namun kurva hijau bergaris putus – putus menunjukkan nilai MQ oleh DERBO-401 UN 2735 yang lebih baik.

Tabel IV.9. Hasil Pengujian Campuran Beraspal Tanpa dan Dengan penambahan Antistripping Agent

SIFAT

SYARAT

HASIL

SYARAT

HASIL PENGUJIAN

CAMPURAN UJI W D W D W D W D W D

Kadar ASA

(%) - 0 - 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

R² = 0.929

R² = 0.987 R² = 0.572

260 270 280 290 300 310 320 330 340 350

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

MQ WETFI X BE MQ DERB O-401 UN 2375 MQ DERB O-401 UN 2375


(62)

Kepadatan;

(t/m3) - 2.342 - 2.343 2.343 2.345 2.344 2.342 2.341 2.344 2.342 2.340 2.341

VIM; (%) 3.5 - 5.5 4.32 3.5 - 5.5 4.28 4.28 4.23 4.26 4.36 4.38 4.25 4.34 4.41 4.36

VMA; (%) >14 15.27 >14 15.23 15.23 15.19 15.21 15.30 15.32 15.2 15.28 15.3 15.30

VFA; (%) >63 71.68 >63 71.89 71.88 72.14 72.01 71.55 71.45 72.09 71.59 71.3 71.53

Stabilitas;

(kg) >800 1032 >800 1058 1073 1061 1075 1065 1076 1068 1081 1070 1076 Kelelehan;

(mm) >3 3.29 >3 3.30 3.11 3.05 3.03 3.17 3.29 3.30 3.55 3.54 3.45

MQ; (kg/mm) >250 264 >250 321 345 348 354 336 327 324 304 303 312

IV.2.4. Retained Stability

Hasil perbandingan antara stabilitas benda uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar dinyatakan dalam persen, yang disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength).

Dari pengujian yang dilakukan, nilai retained stability yang diperoleh dengan penambahan Anti Stripping Agent WETFIX BE 0% (77.22%), penambahan 0,2% (87.43%), penambahan 0,25% (87.93%), penambahan 0,3% (88.17%), penambahan 0,35% (88.30%) dan penambahan 0,4% (89.01%).

Sedangkan dengan penambahan Anti Stripping Agent DERBO-401 UN 2375, nilai retained stability yang diperoleh dengan penambahan antara lain 0% (77.22%), penambahan 0,2% (89.34%), penambahan 0.25% (88.50%), penambahan 0,3% (89.10), penambahan 0,35% (89.32), dan penambahan 0,4% (89.33%). Ini memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2006 yang mensyaratkan nilai Retained Stability untuk campuran AC-WC modified minimum 75%.


(63)

Gambar IV.11. Nilai Retained Stability Campuran Beraspal dengan Penambahan Anti Stripping Agent 0%; 0.2%; 0.25%; 0.3%; 0.35%; 0.4%

Grafik diatas menunjukkan bahwa hasil percobaan laboratorium dengan penambahan Anti Stripping Agent dapat meningkatkan nilai Retained Stability. Namun penggunaan DERBO-401 UN 2735 menunjukkan peningkatan nilai Retained Stability yang lebih besar dibandingkan penambahan WETFIX BE

R² = 0.823 R² = 0.768

77 79 81 83 85 87 89 91

0 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

h

a

sil u

ji

penambahan antistripping agent

Retained Stability WETFIX BE

Retained Stability DERBO-401 UN 2375


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Dilakukan pengujian AC–WC dengan penambahan zat aditif Anti Stripping Agent. Adapun jenis Anti Stripping Agent yang digunakan ada dua jenis, antara lain : WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kinerja antara Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735. Dengan demikian dapat diketahui perbandingan nilai Retained Stability dengan penggunaan kedua zat Anti Stripping Agent tersebut.

2. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan aggregat dari PT. Adhi Karya Patumbak. Untuk zat aditifnya, Anti Stripping Agent WETFIX BE juga diperoleh dari PT. Adhi Karya Patumbak, sedangkan DERBO-401 UN 2735 diperoleh dari India. Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Aus (AC-WC) dan aspal yang digunakan adalah aspal Pen 60/70. Sedangkan untuk pengujian, yang dilakukan adalah pengujian Marshall Test. Pengujian ini menggunakan Spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2006.

3. Parameter campuran beraspal yang ditinjau adalah stabilitas, flow, density, VIM, VMA, VFB, MQ, VIMrefusal, dan Retained Stability.

4. Terlebih dahulu dilakukan pengujian aggregat dan aspal penetrasi 60/70. Dimana hasil pengujian yang diperoleh memenuhi persyaratan dalam Spesifikasi Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2006.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Dilakukan pengujian AC–WC dengan penambahan zat aditif Anti Stripping Agent.

Adapun jenis Anti Stripping Agent yang digunakan ada dua jenis, antara lain :

WETFIX BE dan DERBO-401 UN 2735. Pengujian ini dilakukan untuk

membandingkan kinerja antara Anti Stripping Agent jenis WETFIX BE dan

DERBO-401 UN 2735. Dengan demikian dapat diketahui perbandingan nilai Retained Stability

dengan penggunaan kedua zat Anti Stripping Agent tersebut.

2. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan aggregat dari PT. Adhi Karya

Patumbak. Untuk zat aditifnya, Anti Stripping Agent WETFIX BE juga diperoleh dari

PT. Adhi Karya Patumbak, sedangkan DERBO-401 UN 2735 diperoleh dari India.

Gradasi agregat yang digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari

Laston Lapis Aus (AC-WC) dan aspal yang digunakan adalah aspal Pen 60/70.

Sedangkan untuk pengujian, yang dilakukan adalah pengujian Marshall Test.

Pengujian ini menggunakan Spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen

Pekerjaan Umum 2006.

3. Parameter campuran beraspal yang ditinjau adalah stabilitas, flow, density, VIM,

VMA, VFB, MQ, VIMrefusal, dan Retained Stability.

4. Terlebih dahulu dilakukan pengujian aggregat dan aspal penetrasi 60/70. Dimana hasil

pengujian yang diperoleh memenuhi persyaratan dalam Spesifikasi Bina Marga


(2)

5. Pengujian yang selanjutnya dilakukan adalah dengan menambahkan kedua jenis zat

Anti Stripping Agent tersebut pada aspal pen 60/70 untuk menguji penetrasi dan titik

lembek aspal. Dari hasil pengujian tersebut, ternyata penggunaan DERBO-401 UN

2735 dapat menurunkan nilai penetrasi aspal yang lebih besar bila dibandingkan

dengan WETFIX BE. Sedangkan untuk nilai titik lembek aspal, penggunaan

DERBO-401 UN 2735 dapat menaikkan nilai titik lembek aspal yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan WETFIX BE.

6. Pengujian kemudian dilakukan terhadap campuran dengan penambahan dan tanpa

penambahan Anti Stripping Agent. Variasi penambahan masing – masing zat Anti

Stripping tersebut adalah : 0.2% ; 0.25% ; 0.3% ; 0.35% ; 0.4% dari berat aspal.

7. Dari hasil penelitian, diperoleh nilai KAO sebesar 5.5%. Hasil pengujian perendaman

marshall pada KAO dengan penambahan kedua jenis Anti Stripping Agent memenuhi

persyaratan sesuai Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Bina Marga 2006, yakni

stabilitas awal > 800 kg dan Indeks Kekuatan Marshal Sisa > 75 %.

8. Untuk analisis volumetrik campuran, nilai density dan VFA yang diperoleh dengan

penambahan WETFIX BE lebih besar dibandingkan akibat penambahan DERBO-401

UN 2735. Sedangkan untuk nilai VIM dan VMA dngan penambahan DERBO-401

UN 2735 menunjukkan peningkatan lebih besar bila dibandingkan dengan

penambahan WETFIX BE.

9. Untuk analisis nilai empiris marshall, hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai

Stability, Marshall Quotient serta Retained Stability dengan penambahan

DERBO-401 UN 2735 menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan


(3)

V.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian diajukan saran sebagai berikut :

Sebaiknya percobaan di laboratorium dilakukan lebih teliti untuk meminimalkan berbagai


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2004), Effectiveness of Anti – Strip Agents After Hot Storage in Asphalt Binder

Using Bottle and Sand, Idaho IT-137-04, Colorado.

Castano, N, (2004), A Real Heat Stable Bitument Anti Stripping Agent, Sun City, South

Africa.

Curtis, C, (1990), A Literature Review of Liquid Antistripping and Tests for Measuring

Stripping, Auburn Universiy, Alabama, Washington DC.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, (2006), Spesifikasi Umum

Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan) untuk Kontrak Harga Satuan, Indonesia.

Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, (1999), Pedoman Perencanaan

Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Badan Penelitian

dan Pengembangan Kembangwil – Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

dan Prasarana Jalan, No.023/T/BM/1999 SK.No.76/KPTS/Db/1999, Bandung.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, (2002), Manual Pekerjaan Campuran

Beraspal Panas, Jakarta.

Dybalsky, J, (1982), Cationic Surfactants in Asphalt Adhesion. Kansas City Missouri.

Juli 2011


(5)

DOKUMENTASI

Persiapan Bahan


(6)

Pemadatan Benda Uji Pengeluaran Benda Uji dari Cetakan