Latar Belakang Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB I

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Gunungsitoli adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Secara administratif pemerintahan, kota ini masih terbilang sangat muda karena baru diresmikan pada tahun 2008 yang lalu sebagai hasil dari pemekaran Kabupaten Nias. Salah satu kenyataan objektif yang terlihat jelas dalam masyarakat Gunungsitoli adalah bahwa ia merupakan salah satu masyarakat plural yang ada di Provinsi Sumatera Utara, tidak hanya plural dalam hal agama, tetapi juga plural dalam hal etnis. Masyarakat yang plural dalam hal etnis ini terdiri dari beberapa etnis atau suku yaitu suku Nias, Tionghoa Cina, Padang, Aceh, Batak dan Jawa. Untuk konteks masyarakat Nias secara umum, Pastor Johannes Maria Hammerle dalam salah satu bukunya tentang asal usul masyarakat Nias, mengungkapkan keyakinan sekaligus pendapatnya tentang pluralitas etnis dalam kata-kata sebagai berikut: Sebenarnya kurang tepat kalau kita mengatakan asal usul suku Nias, seolah- olah kita ‘a priori’ sudah memastikan, bahwa di Pulau Nias ini hanya terdapat satu suku saja. Siapa tahu, masyarakat Nias terdiri dari beberapa suku yang berbeda-beda? Istilah ‘masyarakat’ lebih luas dan terbuka kemungkinan bahwa penduduk Nias berasal dari suku-suku yang heterogen. Boleh jadi, bahwa masyarakat Nias yang sekarang ini melalui sekian abad sudah mengalami suatu proses asimilasi dari masyarakat heterogen semula sehingga akhirnya dari pelbagai puak yang berbeda menjadi satu masyarakat yang hampir homogen. 1 1 Johannes Maria Hammerle, Asal-Usul Masyarakat Nias Suatu Interpretasi Gunungsitoli: Penerbit Yayasan Pusaka Nias, 2001 , 3. 2 Secara umum, dalam pemahaman masyarakat Nias telah diterima bahwa etnis Nias adalah penduduk asli, sekaligus sebagai suku mayoritas yang ada di seluruh wilayah di Pulau Nias, termasuk secara khusus di dalam masyarakat Gunungsitoli. Hal ini juga semakin didukung dan dikuatkan oleh fakta bahwa mayoritas penduduk di Nias menggunakan bahasa Nias sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, selain bahasa dari etnis-etnis lainnya dan bahasa Indonesia. Bahasa Nias atau Li Niha merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis darimana asalnya. Bahasa Nias merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih bertahan hingga sekarang dengan jumlah pemakai aktif sekitar satu juta orang. Bahasa ini dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal. Di dalam bahasa Nias, dikenal atau terdapat enam huruf vokal, bukan lima seperti yang dikenal di daerah-daerah lainnya di Indonesia. Suku Nias mengenal huruf vokal a, e, i ,u, o dan ditambah dengan huruf vokal “ö” dibaca dengan “e” seperti dalam penyebutan “enam” . 2 Secara umum dalam sejarah masyarakat Nias, pluralitas etnis ini terjadi karena datangnya orang-orang dari luar Pulau Nias yang memiliki berbagai kepentingan seperti berdagang perniagaan. Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa, telah ada hubungan dagang antara Nias dengan orang-orang Aceh, Melayu, Minang, orang-orang Barus dan Cina. Mereka telah datang berdagang ke Nias mulai sekitar abad keempat, dan terutama sejak abad ke-11 F. Zebua,1996:10-11. Mereka mengambil hasil bumi dan hutan, seperti beras, kelapa, ternak unggas, getah perca, dsb. menukarkannya barter dengan barang-barang: emas, loyang, 2 http:ruangidegarran.wordpress.com20110217suku-nias-pulau-nias-provinsi-sumatera- utaraSeptember 2012. 3 timah hitam, timah putih, besi, barang pakai dan tembaga serta berjenis-jenis kain, seperti sutera, rambuti lakan, wol. 3 Jejak mereka dapat dilacak dari pemukiman mereka yang sekarang di Idano Gawo, Sirombu, Gunungsitoli terbesar, Lahewa, dan Tuhemberua - semua terletak di daerah pesisir pantai Pulau Nias, terbesar bagian Utara. 4 Kemudian dalam perjalanan waktu para pendatang ini semakin lama semakin banyak, merasa betah untuk tinggal di Pulau Nias, dan akhirnya memutuskan untuk tinggal tetap mendiami Pulau ini. Menurut Elio Modigliani, yang dikutip oleh Johannes Maria Harmmerle, hal ini juga kemungkinan disebabkan oleh terjadinya suatu proses asimilasi dalam suatu proses yang panjang melalui migrasi para penduduk dan melalui perkawinan campur. 5 Lebih dari itu, kelompok-kelompok yang datang dari luar tersebut telah memiliki kebudayaan sendiri dari daerah asalnya. Bagi kelompok pertama yang datang, tradisi dari daerah asal tersebut diteruskan dan disesuaikan dengan konteks keberadaan mereka di kepulauan Nias. Ketika kelompok etnis lain datang dan bertemu dengan kelompok sebelumnya, maka di sini terjadi interaksi dan akulturasi antar etnikkebudayaan. 6 Dalam proses sejarah selama ribuan tahun selalu muncul pendatang yang baru, yang memasuki pulau Nias dan juga selalu 3 Telaumbanua, Tuhony, “AKU ADALAH ONO NIHA Studi tentang ‘kebudayaan Nias’ dalam perjumpaan dengan modernisasi dan globalisasi ” , m akalah ini merupakan revisi dari tulisan yang pernah dipresentasikan tanggal 4 November 2009, dalam rangka perayaan Hari Sumpah Pemuda oleh Program Studi Sastra dan Bahasa IKIP Gunungsitoli, hlm. 9. Bnd. F. Zebua, Kota Gunungsitoli Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya Gunungsitoli Pulau Nias, 1996, 11-14, 75-84. 4 Phil J. Garang, Nias Membangun Harapan Menapak Masa Depan: Studi Tentang Perubahan Sosial dan Kultural Jakarta: YTB, 2007, 47. 5 Johannes Maria Hammerle, Asal-Usul Masyarakat.. , 42, mengutip Elio Modigliani dalam Un Viaggio a Nias. Illustrato da 195 incisioni, 26 tavole tirate a parte, e 4 carte geografiche: Capitolo XXIII. Ricerche sull’origine dei Nias Milano, 1890. 6 Telaumbanua, Tuhony, “AKU ADALAH ONO NIHA”.., 5. 4 terjadi pembauran, sehingga lambat laun terjadi satu masyarakat Nias yang sulit dibedakan lagi asal-usul mereka. 7 Secara sosiologis, asimilasi dalam bentuk perkawinan campuran ini semakin memperkuat keberadaan atau status sosial mereka dalam komunitas masyarakat Nias. Sebagai konsekuensi real sosiologisnya ialah bahwa akhirnya mereka diterima sebagai bagian yang sah secara adat dan agama di dalam masyarakat Nias. Asimilasi ini menjadi ikatan sosial yang sangat kuat, tidak hanya secara sosiologis tetapi juga secara emosional, hal ini disebabkan oleh sistem kemasyarakatan dalam masyarakat Nias yang sangat dilandaskan atas hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Pluralitas ini sepatutnya disyukuri karena ini adalah kekayaan bangsa yang sangat unik, khas, dan tinggi nilainya. Tentu saja hal yang tidak dapat disangkal di balik fakta pluralitas ini adalah adanya potensi disintegrasi masyarakat atau disharmoni sosial yang senantiasa mengancam kedamaian dan harmoni sosial seperti yang dicita-citakan bersama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kearifan lokal sebagai salah satu faktor pemersatu untuk mengelola pluralitas ini, sehingga tidak menjadi sumber bencana atau malapetaka sosial di tengah-tengah kehidupan bersama di dalam masyarakat Gunungsitoli yang bernuansa pluralitas etnis. Secara umum, hubungan sosial atau pergaulan antar etnis di Kota Gunungsitoli sangat harmonis. Memang dalam sejarah pernah terjadi pertikaian yang berujung kepada perang antara etnis Nias dengan para pedagang Aceh Dawa Ase kira-kira pertengahan abad XV, yang disebabkan oleh permintaan bea 7 http:ruangidegarran.wordpress.com20110217suku-nias-pulau-nias-provinsi-sumatera- utaraSeptember 2012. 5 pelabuhan kepada para pedagang dari luar yang masuk ke pelabuhan Luaha Idanoi di Nias pada masa itu. Peperangan antara etnis Nias dengan etnis Aceh kembali terjadi pada abad XVIII tahun 1825 yang disebabkan oleh insiden penculikan penduduk yang sering dilakukan oleh etnis Aceh. Hal ini menyebabkan terjadinya perang antara etnis Nias dengan etnis Aceh di beberapa tempat di Nias pada masa itu. 8 Namun setelah peristiwa itu, dalam kenyataan objektif kehidupan sosial antar etnis dalam masyarakat Nias umumnya, dan masyarakat Gunungsitoli khususnya hampir tidak pernah terjadi lagi pertikaian atau peperangan antar etnis yang mengakibatkan kekacauan atau disharmoni sosial. Harmoni sosial antar etnis yang telah tercipta dalam masyarakat Gunungsitoli ini telah lama terjalin begitu rupa, sehingga menjadikannya cukup berbeda dengan beberapa masyarakat di daerah-daerah lain di Indonesia yang juga plural dalam hal etnis. Namun pada kenyataannya daerah-daerah tersebut seringkali menjadi medan kekerasan dan ajang konflik sosial. Secara historis, hampir tidak ada konflik horizontal antar etnis yang bersifat destruktif yang pernah terjadi di dalam masyarakat Gunungsitoli. Tidak ada aksi teror atau kekerasan atas nama etnis seperti yang sering terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. Secara kasat mata di dalam kehidupan nyata sehari-hari, prasangka-prasangka etnik, kebencian, dan fanatisme yang picik bernuansa etnik hampir tidak pernah mewarnai kehidupan sosial masyarakat Gunungsitoli yang plural tersebut. Harmoni sosial ini tetap terpelihara dengan indah, baik dalam peristiwa-peristiwa suka maupun duka, 8 Marinus Telaumbanua penyunting, Kota Gunungsitoli: Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya Gunungsitoli Pulau Nias, 1996, 21 92-94. 6 misalnya dalam upacara-upacara adat seperti pesta perkawinan dan upacara penguburan orang mati, dan dalam kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Sikap persahabatan dan penerimaan yang telah ditunjukkan oleh kelompok etnis Nias terhadap para pendatang atau kelompok-kelompok etnis lainnya yang datang ke Nias, khususnya di Kota Gunungsitoli, dapat diduga dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat Nias yang sangat menjunjung tinggi rasa persaudaraan, kebersamaan, dan rasa hormat kepada para orang asing atau pendatang. Kebudayaan itu secara khusus nampak dalam beberapa kearifan lokal yang memiliki makna persaudaraan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pengaruh kearifan-kearifan lokal tersebut terhadap sikap etnis Nias dalam menghadapi orang-orang asing atau pendatang telah menjadi sebuah fakta sosial yang layak untuk dianalisis dan diteliti. Pengaruh kearifan-kearifan lokal tersebut telah menciptakan harmoni sosial antar etnis di Kota Gunungsitoli khususnya. Hal ini menjadi sesuatu yang unik oleh karena biasanya pada masyarakat multi etnis di beberapa daerah lain di Indonesia sering diwarnai oleh disharmoni sosial atau keretakan-keretakan dalam hubungan sosial antar individu-individu atau kelompok- kelompok etnis yang ada di dalamnya. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penulis melakukan penelitian ini. Berdasarkan hal-hal sebagaimana disebutkan di atas, maka penulis memilih judul: “Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias Dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunungsitoli.” 7

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB IV

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kearifan Lokal Terhadap Sikap Etnis Nias dalam Menghadapi Para Pendatang di Kota Gunung T2 752011039 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di Masyarakat Nias T2 752016014 BAB I

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB II

0 0 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB IV

0 0 74

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tunggu Gunung Kudu Wareg : Studi Dinamika Masyarakat Desa dalam Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal T2 092013008 BAB V

0 0 9

T2__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB I

0 0 22