Simulasi Pembebanan Gaya Berat Pada Mill Shaft Roll Shell Di Pabrik Gula Sei Semayang Dengan Metode Elemen Hingga
SIMULASI PEMBEBANAN GAYA BERAT PADA
MILL SHAFT ROLL SHELL DI PABRIK GULA
SEI SEMAYANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
TAUFIK AKBAR ISKANDAR CHANDRA NIM. 040401044
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
SIMULASI PEMBEBANAN GAYA BERAT PADA
MILL SHAFT ROLL SHELL DI PABRIK GULA
SEI SEMAYANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA
TAUFIK AKBAR ISKANDAR CHANDRA NIM. 040401044
Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke-540 Pada Tanggal 25 Juli 2009
Pembanding I Pembanding II
Ir. Mulfi Hazwi MSc.
NIP.130 905 356 NIP.131 459 557
(3)
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 814/TS/2008
FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA : / /2008
MEDAN PARAF :
========================= ====================
TUGAS SARJANA
N A M A : TAUFIK AKBAR ISKANDAR CHANDRA
NIM : 040401044
MATA PELAJARAN : METODE ELEMEN HINGGA
SPESIFIKASI :SIMULASIKAN DISTRIBUSI TEGANGAN YANG
DISEBABKAN GAYA BERAT DAN TORSI YANG TERJADI PADA MILL SHAFT ROLL SHELL YANG DIGUNAKAN OLEH SEBUAH PABRIK GULA SEBAGAI CONTOH KASUS SEI SEMAYANG.
SIMULASI MELIPUTI :
- PERHITUNGAN TEORITIS
- SIMULASI DENGAN SOFTWARE ELEMEN
HINGGA
DIBERIKAN TANGGAL : 24 / 10 /2008
SELESAI TANGGAL : 02 / 05 /2009
KETUA MEDAN,...2009.
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,
DR.ING.IR. IKHWANSYAH ISRANURI DR.ING.IR. IKHWANSYAH ISRANURI
(4)
KARTU BIMBINGAN
N0 : 814 / TS / 2008
TUGAS SARJANA MAHASISWA
Sub. Program Studi : Teknik Produksi Bidang Tugas : Metode Elemen Hingga
Judul Tugas : Simulasi Pembebanan Gaya Berat Pada Mill Shaft Roll Shell Di Pabrik Gula Sei Semayang dengan Metode Elemen Hingga
Diberikan Tanggal : 21-07-2008 Selesai Tanggal : 02-05-2009 Dosen Pembimbing : DR.Ing.Ir. Ikhwansyah Nama Mahasiswa : Taufik Akbar
Isranuri Iskandar C.
NIM : 040401044
NO Tanggal
KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN
Tanda Tangan Dosen Pembimbing
1 30-08-2008 Survey lapangan
2 20-09-2008 Spesifikasi tugas
3 18-10-2008 Analisa pembebanan poros
4 22-01-2009 Asistensi Bab I dan Bab II, lanjutkan
5 03-02-2009 Asistensi Bab III, tambahkan
6 23-02-2009 Analisa torsi
7 21-03-2009 Asistensi Bab IV, perbaiki
9 14-04-2009 Asistensi Bab V, lanjutkan
10 02-05-2009 Siap diseminarkan
CATATAN :
Diketahui
1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Ketua Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing setiap asistensi. FT. U.S.U
2. Kartu ini dijaga bersih dan rapi.
3. Kartu ini harus dikembalikan ke Departemen, bila kegiatan asistensi telah selesai.
(Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri NIP. 132 018 668
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan jasmani dan rohani sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Adapun Skripsi ini dibuat untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dengan judul: “Simulasi Pembebanan Gaya Berat Pada Mill Shaft Roll Shell Di Pabrik Gula Sei Semayang dengan
Metode Elemen Hingga.”
Selama penulisaan laporan ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuaan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :.
1. Kedua Orang tua saya yang saya cintai yang telah memberikan segala sesuatunya dengan penuh ikhlas serta abang dan kakak yang telah memberi semangat dan perhatiannya.
2. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing dan sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin yang telah memberikan waktu dan pikirannya dalam penyelesaian skripsi ini dan Bapak Tulus Burhanudin Sitorus, ST.MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik Mesin.
3. Seluruh staff pengajar di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama Bang Taufik, Bang Supriyono serta Pak Henry IC Star yang telah mengubah pola pikir saya serta ilmu yang sangat berharga.
(6)
4. Seluruh pegawai Departemen Teknik Mesin, Bang Syawal, Kak Ismawati, Kak Sonta dan Bang Fauzi atas segala bantuannya kepada penulis dalam pengurusan administrasi.
5. Pimpinan dan karyawan PTPN2 Pabrik Gula Sei Semayang yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data dan masukan pada penulis selama survey.
6. Teman–teman Teknik Mesin USU terutama stambuk 2004. Kepada Irfandi, Nabahansyah, Kartiko, Alfansuri, Ucu, Anhar dan Novan sebagai tentor juga motivator dalam mennyelesaikan skripsi ini, Fadli, Tarigan, Yasin, Zainal dan Aziz yang telah memberikan fasilitas secara cuma-cuma.
7. Para asisten maupun calon asisten Laboratorium Teknologi Mekanik, dan adik-adik praktikan yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
Segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Medan, Juli 2009 Penulis,
Taufik Akbar Iskandar Chandra NIM : 04 0401 044
(7)
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ii
SPESIFIKASI TUGAS iii
KARTU BIMBINGAN TUGAS SARJANA iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR SIMBOL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan 2
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Metode Penulisan 3
1.5 Sistematika Penulisan 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Tinjauan Umum 5
2.2 Pengertian Dan Fungsi Poros 9
2.3 Macam –Macam Poros 10
2.4 Diameter Poros 10
2.5 Daya Poros 11
2.6 Pemilihan Bahan 13
2.7 Pemeriksaan Kekuatan Poros 15
2.8 Kondisi Pembebanan Poros 15
2.9 Metode Elemen Hingga 17
BAB III METODE PENELITIAN 20
3.1 Tahap Penelitian 20
3.2. Pengambilan Data Dan Pengukuran 20
3.3 Ukuran Dimensi Poros 22
3.4 Analisa Gaya Pada Mill Shaft Roll Shell 23
3.5 Perhitungan Gaya 25
3.5.1 Gaya – Gaya Luar Yang Terjadi Pada Poros 25 3.5.2 Gaya – Gaya Dalam Yang Terjadi Pada Poros 27
3.5.3 Diagram Momen Yang Timbul Pada Poros 31
(8)
BAB IV HASIL SIMULASI 41
4.1 Penjelasan 41
4.2 Analisa Simulasi 41
4.3 Kondisi Pembebanan 45
4.3.1 Kondisi Pembebanan Sebelum Tebu Masuk Roll 45 4.3.2 Kondisi Pembebanan Setelah Tebu Masuk Roll 47
4.4 Analisa Torsi 48
4.5 Interpretasi dan Evaluasi Hasil 57
4.6 Analisa Kekuatan Poros Mill Shaft Roll Shell
Berdasarkan Teori Kegagalan 58
BAB V KESIMPULAN 60
5.1 Kesimpulan 60
5.2 Saran 61
DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 2.1 Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan
daya yang ditransmisikan 13
Tabel 2.2 Baja karbon untuk konstruksi mesin
(10)
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1 Tebu diturunkan dari truk 5
Gambar 2.2 Cane Cutter I 6
Gambar 2.3 Cane Cutter II 6
Gambar 2.4 Mill shaft roll shell, Top roll dan roda gigi lurus 7
Gambar 2.5 Skema proses penggilingan 9
Gambar 2.6 Kondisi pembebanan pada poros 16
Gambar 2.7 Jenis-jenis gaya dalam 17
Gambar 2.8 Jenis-jenis gaya luar 17
Gambar 3.1 Spesifikasi daya dan putaran 20
Gambar 3.2 Ukuran dimensi untuk Mill Shaft Roll Shell 22
Gambar 3.3 Diagram pembebanan pada poros 23
Gambar 3.4 Diagram Momen 32
Gambar 3.5 Diagram alir simulasi menggunakan Ansys 5.4 34
Gambar 3.6 Tampilan pembuka Ansys 5.4 34
Gambar 3.7 Tampilan proses prefrensi 35
Gambar 3.8 Tampilan keypoints 36
Gambar 3.9 Tampilan setelah keypoints dihubungkan 36
Gambar 3.10 Tampilan setelah proses extrude 37
Gambar 3.11 Tampilan setelah penambahan silinder pejal 37
Gambar 3.12 Tampilan hasil geometri 38
Gambar 3.13 Sifat elemen 38
Gambar 3.14 Material properties 39
(11)
Gambar 4.1 Dialog tipe analisis 42
Gambar 4.2 Dialog displacement pada bantalan A 42
Gambar 4.3 Dialog displacement pada bantalan B 43
Gambar 4.4 Dialog force 43
Gambar 4.5 Dialog solving the system 44
Gambar 4.6 Dialog analisis 44
Gambar 4.7 Pembebanan sebelum tebu masuk roll 45
Gambar 4.8 Hasil simulasi kondisi 1 45
Gambar 4.9 Kotak dialog plot numbering controls 46
Gambar 4.10 Node distribusi tegangan 46
Gambar 4.11 Pembebanan setelah tebu masuk roll 47
Gambar 4.12 Hasil simulasi kondisi 2 47
Gambar 4.13 Node distribusi tegangan 48
Gambar 4.14 Kondisi torsi tiap jarak 49
Gambar 4.15 Hasil simulasi torsi 1 50
Gambar 4.16 Grafik torsi 1 50
Gambar 4.17 Hasil simulasi torsi 2 51
Gambar 4.18 Grafik torsi 2 52
Gambar 4.19 Hasil simulasi torsi 3 53
Gambar 4.20 Grafik torsi 3 53
Gambar 4.21Hasil simulasi torsi 4 54
Gambar 4.22 Grafik torsi 4 55
Gambar 4.23 Hasil simulasi torsi 5 56
(12)
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan
P/ Pd Daya yang ditransmisikan / Daya rencana HP( kW)
n Putaran keluaran rpm
fc Faktor koreksi -
T Momen puntir rencana kg.mm
a
τ Tegangan geser izin kg/mm2
σ Tegangan kg/mm2(N/m2)
Regangan -
ds Diameter poros yang direncanakan mm
Kt Faktor koreksi untuk kemungkinan
terjadinya tumbukan -
Cb Faktor koreksi untuk kemungkinan
terjadinya beban lentur -
W Berat massa benda N
F Gaya N
V Gaya geser N
M Momen lentur N.m
m Massa benda kg
g Kecepatan gravitasi bumi (9,806 m/s2) m/s2
p
τ Tegangan geser akibat momen puntir kg/mm2
ρ Massa jenis logam (7,3 x 103 kg/m3) kg/m3
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pabrik Gula Sei Semayang PTPN-II (PGSS) pada stasiun gilingan memiliki 5 unit gilingan (5 Set Three Roller Mill) yang disusun seri dan masing-masing unit gilingan terdiri dari 3 roll yaitu roll atas (Top Roll), roll belakang (Bagasse Roll), dan roll depan (Feed Roll). Masing-masing roll tersebut ditopang sebuah poros (Shaft) yang dinamakan mill shaft roll shell.
Mill shaft roll shell yang terdapat pada rol atas (Top roll) mengalami
pembebanan dari berat Top Roll, berat roda gigi, berat Square Coupling serta berat kapasitas tebu. Sedangkan poros pada roll belakang (Bagasse Roll) dan roll depan (Feed Roll) pembebanan hanya dari berat roda gigi, berat dari selubungnya serta dari berat kapasitas tebu. Didalam perhitungan berat kapasitas tebu dari 150-200 kg, yang diambil adalah kapasitas tebu maksimum yakni 150-200 kg. Dari ketiga roll tersebut poros pada top roll yakni mill shaft roll shell merupakan poros yang mengalami banyak pembebanan. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi ketahanan mill shaft roll shell pada Top Roll tersebut.
Dalam menganalisa distribusi tegangan digunakan software Ansys 5.4 yang memfokuskan pada gaya berat serta torsi akibat dari pembebanan yang timbul pada mill shaft roll shell di Pabrik Gula Sei Semayang.
(14)
Ansys 5.4 merupakan salah satu metode analisa yang dilakukan dengan cara membagi sistem yang dianalisa menjadi elemen – elemen kecil yang berhingga dengan bentuk yang sederhana. Elemen – elemen ini memiliki titik – titik yang disebut node dimana perhitungan dilakukan atau dengan kata lain node adalah representasi elemen terhadap jenis analisa dan pembebanan yang diberikan.
Tipe masalah teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur meliputi: analisa tegangan/Stress, buckling, dan analisa getaran dan kelompok masalah-masalah non struktur meliputi: perpindahan panas, mekanika fluida dan distribusi dari potensial listrik serta magnet[5, hal 1].
Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit dipecahkan melalui matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji.
Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang kompleks, pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian pada mill shaft roll shell ini adalah untuk mengetahui distribusi tegangan akibat pembebanan gaya berat dan torsi yang terjadi dengan menggunakan simulasi metode elemen hingga.
(15)
Tujuan dari penelitian pada mill shaft roll shell ini adalah mensimulasikan dampak dari pembebanan akibat gaya berat dan torsi terhadap distribusi tegangan dengan menggunakan software Ansys 5.4.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan meliputi yaitu mensimulasikan distribusi tegangan akibat pembebanan gaya berat pada mill shaft roll shell, dalam 2 kondisi yakni kondisi 1, kondisi poros sebelum tebu masuk dan kondisi 2, kondisi poros setelah tebu masuk serta torsi pada tiap jarak dan gaya tertentu. Tidak melakukan perhitungan dengan metode elemen hingga, hanya membandingkan hasil simulasi dengan hasil teori kegagalan (Von Misses).
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah :
1. Survey Lapangan
Survey lapangan telah dilakukan pada Pabrik Gula Sei Semayang PTPN-II, guna mendapatkan spesifikasi poros mill shaft roll shell.
2. Studi Literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku yang mendukung dan membantu dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.
3. Diskusi
Berupa Tanya jawab dengan dosen pembimbing dan teman-teman mahasiswa yang lain mengenai simulasi yang dibahas.
(16)
1.5Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas sarjana ini sistematika penulisannya meliputi, Bab 1 pendahuluan berisikan latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Diteruskan dengan Bab 2 yakni tinjauan pustaka meliputi tentang teori-teori perhitungan meliputi daya, diameter poros, panjang poros, momen puntir, tegangan izin serta kondisi pembebanan. Kemudian masuk ke Bab 3 metode penelitian yang berisikan tentang pengambilan data, perhitungan daya, diameter, panjang, momen puntir, tegangan geser dan izin, ukuran dimensi poros, analisa gaya berat, gaya reaksi pada bantalan, diagram alir menggunakan software Ansys 5.4, dan prosedur simulasi. Setelah data yang diperoleh diperhitungkan, maka pada Bab 4 hasil disimulasikan diantaranya analisis simulasi terhadap perbandingan 2 kondisi pembebanan dan analisa torsi pada jarak tertentu. Dan pada Bab 5 berisikan kesimpulan secara garis besar dari hasil simulasi dari 2 kondisi dan torsi pada mill shaft roll shell serta saran untuk kesempurnaan tugas sarjana ini seterusnya.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Proses produksi yang terdapat di Pabrik Gula Sei Semayang yang
memproduksi gula Gula Kristal Produk I dengan bahan baku utama adalah tebu dengan berat bahan 4000 ton/hari ditambah dengan bahan pembantu proses yaitu kapur tohor dan belerang. Setelah tebu dipanen dari kebun di sekitar pabrik, tebu tersebut kemudian diangkut dengan menggunakan truk seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini dan selanjutnya ditimbang di jembatan timbang.
Gambar 2.1 Tebu diturunkan dari truk
Tebu diangkut melalui conveyor (Cane Carier) dengan kecepatan 3-15 m/menit menuju alat Cane Laveller yang berfungsi sebagai alat pemerata tebu
(18)
menuju Cane Cutter I sehingga tebu dipotong dengan merata seperti terlihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Cane Cutter I
Setelah tebu dipotong-potong dengan alat pemotong II (Cane Cutter II) pada gambar 2.3 yang berfungsi untuk menyayat tebu sampai menjadi serpihan tebu masuk ke gilingan I, maka tebu harus melewati alat penangkap besi-besi yang mungkin terikut dalam serpihan tebu.
(19)
Penggilingan (perahan) dilakukan sebanyak 12 kali dengan 5 unit gilingan (5 Set Three Roller Mill) yang disusun seri dengan memakai tekanan hidrolik yang berbeda-beda dengan masing-masing unit gilingan terdiri dari 3 roll. Jarak antara roll atas (Top Roll) dengan roll belakang (Bagasse Roll) lebih kecil daripada jarak antara roll atas dengan roll depan (Feed Roll) mempunyai permukaan beralur berbentuk V dengan sudut 300 yang gunanya untuk memperlancar aliran nira dan mengurangi terjadinya slip. Masing-masing roll dipasangkan sebuah poros untuk melakukan putarannya dan poros tersebut ditumpu oleh dua bantalan luncur .Pada gambar 2.4 di bawah ini, terlihat kondisi
mill shaft roll shell setelah dipasang top roll dan roda gigi lurus.
Gambar 2.4 Mill Shaft Roll, Top Roll dan Roda Gigi Lurus
Besarnya tekanan hidrolik yang digunakan untuk mengepres alat penggiling adalah 150-200 kg/cm2 dengan putaran berbeda antara gilingan I
dengan yang lain dimana gilingan I skitar 5,3 rpm, gilingan II 5,2 rpm, gilingan III 5,0 rpm, gilingan IV 5,0 rpm, gilingan V 4,8 rpm.
TOP ROLL
RODA GIGI LURUS MILL SHAFT ROLL
(20)
Mekanisme kerja dari 5 Set Three Roller Mill adalah sebagai berikut :
1. Tebu yang sudah dicacah halus pada Cane Cutter I masuk ke pencacah Cane
Cutter II elevator masuk ke gilingan pertama. Air perahan nira dari gilingan
pertama ditampung pada bak penampung I yang disebut primary juice. Ampas dari gilingan I masuk pada gilingan II untuk diperah lagi. Air perahan II masuk dalam bak penampungan II.
2. Nira dari gilingan I dan II masih ada ampasnya yang sama-sama ditampung pada bak penampungan I. Nira pada bak penampungan I disaring pada Juice
Strainer kemudian ampasnya dimasukkan pada gilingan II dan nira yang
disaring ditampung dalam satu tangki dan siap dipompakan ke stasium pemurnian. Tangki penampungan ini disebut Raw Juice Tank.
3. Ampas dari gilingan II masuk ke gilingan III untuk diperah lagi. Air perasan ditampung pada bak penampung III dan digunakan sebagai imbibisi yang keluar dari gilingan I.
4. Ampas dari gilingan III masuk ke gilingan IV, air perasan (nira) ditampung pada bak IV dan digunakan sebagai imbibisi ampas yang keluar dari gilingan II.
5. Ampas dari gilingan IV masuk ke gilingan V untuk diperas lagi. Nira dari gilingan V ditampung pada bak V dan digunakan sebagai imbibisi ampas yang keluar dari gilingan III.
6. Ampas yang keluar dari gilingan IV diberi air imbibisi sebelum masuk ke gilingan V yang memiliki temperatur air imbibisi sekitar 60-70 0C. Ampas tebu dari gilingan V selanjutnya diangkutnya dengan satu unit conveyor
(21)
melalui suatu plat saringan, dimana ampas berserat kasar dilewatkan menuju boiler sebagai bahan bakar dan sebagian dibawa menuju gudang ampas sebagai cadangan.
Skema dari prosedur penggilingan dapat dilihat dari gambar 2.5 berikut :
Gambar 2.5 Skema proses penggilingan
2.2 Pengertian Dan Fungsi Poros
Poros merupakan salah satu bagian terpenting dalam setiap mesin yang berfungsi untuk meneruskan daya dan putaran. Poros adalah suatu bagian stasioner yang berputar, biasanya berpenampang bulat, dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi, pulley, roda gila (flywheel), engkol, sproket, dan elemen-elemen pemindah daya lainnya.
Poros bisa menerima lenturan, tarikan, tekan, atau puntiran, yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya. Bila beban tersebut tergabung, kita bisa mengharapkan untuk mencari kekuatan statis dan kekuatan lelah yang perlu untuk pertimbangan perencanaan, karena suatu poros tunggal bisa diberi tegangan-tegangan statis, tegangan bolak-balik lengkap, tegangan berulang, yang semuanya bekerja pada waktu yang sama.
(22)
2.3 Macam –Macam Poros
Menurut pembebanannya poros diklasifikasikan menjadi : a. Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantai.
b. Poros spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel. Syarat yang harus yang dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
c. Poros gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
2.4 Diameter Poros
Dalam perhitungan diameter poros ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni faktor koreksi yang dianjurkan ASME dan juga dipakai disini. Faktor koreksi akibat terjadinya tumbukan yang dinyatakan dengan Kt, jika beban
dikenakan beban secara halus, maka dipilih sebesar 1,0. Jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, maka dipilih sebesar 1,0-1,5. Jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar, maka dipilih sebesar 1,5-3,0. Dalam hal ini
(23)
harga Kt diambil sebesar 2 karena cacahan tebu dijatuhkan langsung kedalam
mesin perah sehingga mendapatkan beban kejut atau tumbukan yang besar secara tiba-tiba.
Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur. Dimana untuk perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terjadi karena momen puntir saja dengan harga diantara 1,2-2,3 (jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil 1,0), dalam perencanaan diambil faktor koreksinya sebesar 1,2. Maka rumus untuk merencanakan diameter poros ds diproleh:
ds =
3 1 1 , 5 T C Kt b a
τ ………...………….[4, hal.8]
dimana :
ds = diameter poros yang direncanakan (mm)
a
τ = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Kt = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya tumbukan
Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur.
2.5 Daya Poros
Di stasiun gilingan tebu pada Pabrik Gula Sei Semayang poros Mill Shaft
Roll Shell akan mendapatkan daya dari turbin uap. Daya tersebut akan
ditransmisikan dari turbin ke poros melalui kopling dan roda gigi. Daya merupakan daya nominal output dari motor penggerak dalam hal ini turbin uap.
(24)
Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat mulai (start), atau mungkin beban yang besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian sering diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan faktor koreksi pada perencanaan.
Ada beberapa jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan ditransmisikan sesuai dengan tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis-jenis faktor koreksi berdasarkan daya yang ditransmisikan
Daya yang ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal
1,2 - 2,0 0,8 – 1,2 1,0 – 1,5
Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “.
Dalam perhitungan poros ini diambil daya maksimum sebagai daya rencana dengan faktor koreksi sebesar fc = 1,0. Harga ini diambil dengan pertimbangan bahwa daya yang direncanakan akan lebih besar dari daya maksimum sehingga poros yang akan direncanakan semakin aman terhadap kegagalan akibat momen puntir yang terlalu besar. Sehingga besar daya rencana Pd yaitu :
Pd = N.fc ……….…...………...…………..[4, hal. 7]
Dimana :
Pd = daya rencana (kW)
fc = faktor koreksi
(25)
Dengan adanya daya dan putaran, maka poros akan mendapat beban berupa momen puntir. Oleh karena itu dalam penentuan ukuran-ukuran utama poros akan dihitung berdasarkan beban puntir serta kemungkinan-kemungkinan kejutan/tumbukan dalam pembebanan, seperti pada saat motor mulai berjalan. Besarnya momen puntir yang dikerjakan pada poros dapat dihitung :
T = 9,74 .105
n Pd
……….[4, hal. 7]
Dimana :
T = momen puntir rencana (kg. mm)
Pd = daya rencana (kW)
n = putaran (rpm)
2.6 Pemilihan Bahan
Bahan poros yang direncanakan adalah baja cor yaitu jenis baja karbon tinggi dengan kadar C > 0,5 %. Baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) dihasilkan dari ingot yang dikil (baja yang dioksidasikan dengan ferrosilikon dan dicor), kadar karbon terjamin. Jenis-jenis baja S-C beserta dengan kekuatan tariknya dapat dilihat dari tabel 2.2.
(26)
Tabel 2.2 Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros.
Standar dan macam Lambang
Perlakuan panas
Kekuatan tarik (kg/mm2)
Keterangan
Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501)
S30C S35C S40C S45C S50C S55C Penormalan “ “ “ “ “ 48 52 55 58 62 66
Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin “.
Dalam perencanaan poros ini dipilih bahan jenis S50C yang dalam perencanaannya diambil kekuatan tarik sebesar σb =62kg/mm2. Maka tegangan
puntir izin dari bahan dapat diperoleh dari rumus :
2 1.sf sf b a σ
τ = ...………...………..[4, hal. 8] Dimana :
a
τ = tegangan geser izin (kg/mm2)
b
σ = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang bergantung kepada jenis bahan.
Sf2 = faktor keamanan yang bergantung pada bentuk poros (harga 1,3-3,0)
Sesuai dengan standar ASME, batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarikσb, dimana untuk harga ini faktor keamanan diambil sebesar
1
0,18 =5,6. Harga 5,6 diambil untuk bahan SF dan 6,0 untuk bahan S-C dengan
pengaruh massa dan baja paduan. Harga Sf1 diambil 6 karena dalam perencanaan
(27)
Sedangakan nilai Sf2, karena poros yang dirancang merupakan poros
bertingkat, sehingga dalam perencanaannya faktor keamanan diambil 1,4. 2.7 Pemeriksaan Kekuatan Poros
Ukuran poros yang telah direncanakan harus diuji kekuatannya. Pengujian dilakukan dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi (akibat momen puntir) yang bekerja pada poros. Apabila tegangan geser ini melampaui tegangan geser izin yang dapat ditahan oleh bahan maka poros mengalami kegagalan. Besar tegangan geser akibat momen puntir yang bekerja pada poros diperoleh dari:
3
16
p s
T d
τ =π …...……….[2, hal. 263] dimana:
=
τp tegangan geser akibat momen puntir ( kg/mm
2
)
T = momen puntir yang terjadi (direncanakan) ( kg.mm ) ds = diameter poros ( mm )
2.8 Kondisi Pembebanan Poros
Dari hasil pengamatan survey pada Pabrik Gula Sei Semayang, poros yang direncanakan ditumpu oleh dua buah bantalan luncur serta menumpu satu roda gigi lurus, satu buah Top Roll, dan satu buah kopling untuk menghubungkan ke motor penggeraknya. Dengan kondisi pembebanan yang terjadi pada mill shaft
(28)
Gambar 2.6 Kondisi pembebanan pada poros
Keterangan gambar:
1. Square Coupling
2. Roda gigi lurus 3. Bantalan luncur 4. Top roll
5. Bantalan luncur
Dalam ilmu statika struktur, kita mengenal berbagai jenis tumpuan, yakni diantaranya: roller (rol), pada tumpuan jenis terdapat 1 variabel (kita misalkan tumpuan itu adalah A, maka variabelnya RAY arah sumbu y). Kedua adalah pin
(engsel), pada tumpuan jenis ini terdapat 2 variabel (kita misalkan tumpuan itu sama yakni A, maka variabelnya RAY untuk sumbu y dan RAX untuk sumbu x).
Berikutnya overhang (jepitan), pada tumpuan ini terdapat 3 variabel (dengan permisalan yang sama, maka variabelnya RAY arah sumbu y, RAX arah sumbu x
dan MA momen yang terjadi). Dan terakhir adalah kabel (batang) dengan variabel T.
4 2
3 5
(29)
Suatu benda yang mendapat pembebanan, maka benda tersebut mendapat gaya yang diperoleh dari luar yang disebut gaya luar yakni: gaya berat, gaya reaksi dan gaya yang diberikan (load) dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Jenis-jenis gaya dalam
Sedangkan gaya yang diperoleh dari dalam benda tersebut yang seterusnya disebut gaya dalam yakni: gaya normal (N), gaya geser (V) dan momen lentur (M) dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Jenis-jenis gaya luar
2.9 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan teknik dan problem matematis dari suatu gejala phisis. Tipe masalah teknis dan matematis phisis yang dapat diselesaikan dengan metode elemen hingga terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok analisa struktur dan kelompok masalah-masalah non struktur.
Tipe-tipe permasalahan struktur meliputi :
NY
NY V
V
M
NX M
NX
F
RA
Y W
RBY
(30)
1. Analisa tegangan/Stress, meliputi analisa Truss dan Frame serta masalah-masalah yang berhubungan dengan tegangan-tegangan yang terkonsentrasi.
2. Buckling
3. Analisa getaran
Masalah non struktur yang dapat diselesaikan dengan menggunakan metode ini meliputi:
1. Perpindahan panas dan massa
2. Mekanika fluida, termasuk aliran fluida lewat media porus
3. Distribusi dari potensial listrik dan potensial magnet
Dalam persoalan-persoalan yang menyangkut geometri yang rumit, seperti persoalan pembebanan terhadap struktur yang kompleks, pada umumnya sulit dipecahkan melalui matematis analisis. Hal ini disebabkan karena matematis analisis memerlukan besaran atau harga yang harus diketahui pada setiap titik pada struktur yang dikaji.
Penyelesaian analisis dari suatu persamaan diferensial suatu geometri yang kompleks, pembebanan yang rumit, tidak mudah diperoleh. Formulasi dari metode elemen hingga dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini.
Metode ini akan menggunakan pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan permodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam bagian yang kecil yang secara keseluruhan
(31)
masih mempunyai sifat yang sama dengan benda yang utuh sebelum terbagi dalam bagian yang kecil (diskritisasi).
Beberapa kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah :
1. Benda dengan bentuk yang tidak teratur dapat dengan mudah dianalisa
2. Tidak terdapat kesulitan dalam menganalisa beban pada suatu struktur
3. Permodelan dari suatu benda dengan komposisi materi yang berlainan dapat dilakukan karena tinjauan yang dilakukan secara individu untuk setiap elemen.
4. Dapat menangani berbagai macam syarat batas dalam jumlah yang tak terbatas
5. Variasi dalam ukuran elemen memungkinkan untuk memperoleh detail analisa yang diinginkan.
6. Dapat memecahkan masalah-masalah dinamik.
Kekurangan yang terdapat dalam penggunaan metode ini adalah diperlukannya computer yang sesuai sebagai alat hitung yang lebih cepat dan akurat [5, hal 1].
(32)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap kegiatan atau pengerjaan yaitu, pengambilan data, menganalisa secara teoritik dan melakukan simulasi dengan menggunakan Ansys 5.4.
3.2. Pengambilan Data Dan Pengukuran
Data-data dari hasil survey pada Pabrik Gula Sei Semayang diperoleh: Panjang kedua bantalan luncur : 600 mm dengan diameter dalam 450 mm Panjang untuk tumpuan Top Roll : 1717 mm dengan diameter dalam 500 mm Panjang roda gigi lurus : 400 mm dengan diamater dalam 500 mm
Panjang Square Coupling : ukuran dalam 300 mm x 300 mm x 220 mm
Untuk menentukan daya perencanaan yang dibutuhkan oleh poros, dibutuhkan informasi berupa daya dan putaran. Data tersebut dapat dilihat pada gambar 3.1.
(33)
Dari gambar 3.1 diperoleh data sebagai berikut :
P = 650 HP
= 650 x 0,735 kW = 477,75 kW n = 6,5 rpm
Maka besarnya daya rencana adalah:
Pd = 1,0 x 477,75 kW
Pd = 477,75 kW
Dengan adanya daya dan putaran, maka poros akan mendapat beban berupa momen puntir. Besarnya momen puntir yang dikerjakan pada poros dapat dihitung. Untuk daya rencana Pd = 477,75 kW dan putaran n = 6,5 rpm, maka
momen puntirnya adalah:
T = 9,74 .105 x 5 , 6 75 , 477
T = 715,89 . 105 kg.mm
Bahan poros jenis S 50 C yang dalam perencanaannya diambil kekuatan tarik sebesar σb =62kg/mm2.Dari rumus diatas maka tegangan geser izin bahan jenis S 50 C adalah:
) 4 , 1 ).( 6 ( 62 = a τ 2 / 380 ,
7 kg mm
a =
(34)
Maka diameter poros yang direncanakan :
ds=
3 1 5 10 . 89 , 715 2 , 1 2 380 , 7 1 , 5
x x x
ds = 491,500 mm
ds≅500 mm
Untuk momen puntir sebesar T = 715,89 . 105 kg.mm, dan diameter poros
ds =500mm, maka tegangan geser yang terjadi adalah :
3 5 500 . 10 . 89 , 715 . 16 π
τp = x
2
/ 916 ,
2 kg mm
p =
τ
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa tegangan geser yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser izinnya ( τp < τa) dimana τa = 7,380 kg/mm2, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ukuran poros yang direncanankan cukup aman. 3.3 Ukuran Dimensi Poros
Dari perhitungan-perhitungan di atas dan data-data yang diperoleh dari hasil survey, maka dapat digambarkan ukuran-ukuran dimensi untuk Mill Shaft
Roll Shell sebagai berikut:
(35)
3.4 Analisa Gaya Pada Mill Shaft Roll Shell
Mill shaft roll shell ditopang oleh dua bantalan luncur dan mengalami
pembebanan oleh gaya berat yang terdapat pada poros itu sendiri, top roll, roda gigi dan square coupling serta ditambah berat kapasitas olah tebu yaitu 4000 TCD. Dengan menggunakan rumus dibawah ini dapat dihitung berat masing-masing yang dibebani oleh poros.
W = m . g keterangan :
W = berat massa benda (N) m = massa benda (kg)
g = kecepatan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s2
Gambar 3.3 Diagram pembebanan pada poros
Keterangan :
W1 = Berat Square Coupling (N)
W2 = Berat Roda Gigi Lurus (N)
W3 = Berat Top Roll (N)
W4 = Berat Kapasitas Olah Tebu (N)
W5 = Berat Total Poros (N)
W5
1860mm
445mm 525mm 1200mm 1200mm 350mm
W1 W2
BY AY
W3+W4
(36)
Untuk masing-masing benda dapat dihitung : a. Berat Square Coupling (W1)
m = 650 kg W1 = m . g
W1 = 650 kg . 9,81 m/s2
W1 = 6376,5 N
b. Berat Roda Gigi Lurus (W2)
m = 400 kg W2 = m . g
W2 = 400 kg . 9,81 m/s2
W2 = 3924 N
c. Berat Top Roll (W3)
m = 7200 kg W3 = m . g
W3 = 7200 kg . 9,81 m/s2
W3 = 70632 N
d. Berat kapasitas olah tebu (W4)
Kapasitas yang masuk dari tiap-tiap gilingan adalah 150-200 kg (hasil survey). Untuk itu dalam perhitungan diambil kapasitas maksimumnya yaitu 200 kg: m = 200 kg
W4 = m . g
W4 = 200 kg . 9,81 m/s2
W4 = 1962 N
e. Berat total poros (W5)
m = 4840 kg W5 = m . g
W5 = 4840 kg . 9,81 m/s2
(37)
C D A E F B
W1 W2 W5
BY AY
W3+W4
445mm 525mm 890mm 1200mm
310mm
BX
3.5 Perhitungan Gaya
Untuk menghitung variabel-variabel yang diakibatkan oleh gaya luar dan gaya dalam, perlu kita ketahui syarat –syarat seimbangnya, yakni:
a. ∑ FX = 0
b. ∑ FY = 0
c. ∑ M = 0
3.5.1 Gaya – Gaya Luar Yang Terjadi Pada Poros
Perlu kita ketahui, bahwa poros mill shaft roll shell ini bertumpu pada 2 bantalan dengan jenis tumpuan yang berbeda-beda. Pada bantalan A merupakan jenis tumpuan rol dengan variabel AY sedangkan pada bantalan B merupakan jenis
tumpuan pin dengan 2 variabel BY dan BX. Untuk menghitung gaya reaksi
maupun gaya-gaya lainnya terlebih dahulu kita gambar terlebih dahulu diagram benda bebasnya, seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Dimana :
W1 = 6376,5 N
W2 = 3924 N
W3 + W4 = 72594 N
(38)
Syarat seimbang pada kondisi pembebanan di atas: a. ∑ FX = 0
BX = 0 b. ∑ FY = 0
-W1 – W2 + AY – W5 – (W3+W4) + BY = 0
-6376,5 – 3924 + AY – 47480,4 – 72594 + BY = 0
AY – 130374.9 + BY = 0
Disini terdapat 2 variabel yang tidak diketahui, maka nilai 2 varibel tersebut dapat kita peroleh dengan menghitung ∑ M = 0 nya terlebih dahulu.
c. ∑ M = 0
∑ M = 0 kita bagi 2 yakni:
• ∑ MA = 0
• ∑ MB = 0
• ∑ MA = 0
W1 . 970 + W2 . 525 – W5 .890 – (W3+ W4) . 1200 + BY . 2400= 0
BY =
2400 525) . (W -970) . (W -1200) . ) W + (W ( 890) .
(W5 + 3 4 1 2
BY =
2400 (3924x525) -0) (6376,5x97 -)x1200) 962 1 (70632 ( 90)
(47480,4x8 + +
BY = 50468,77 N
(39)
C D A E F B
W1 W2 W5
BY AY
445mm 525mm 890mm 1200mm
310mm
BX W3 + W4
• ∑ MB = 0
(W3+ W4) . 1200 + W5 . 1510 - AY . 2400 + W2 . 2925 + W1 . 3370 = 0
AY =
2400 .3370) (W 2925) . W 1510) . (W .1200) ) W
((W3 + 4 + 5 + 2 + 1
AY =
2400 ) 3370 5 , 6376 ( ) 2925 3924 ( 510) (47480,4x1 )x1200) 962 1
((70632+ + + x + x
AY = 79906,128 N
AY≅79,906 kN
Dari perhitungan ∑ M = 0 diatas kita peroleh nilai AY sebesar 79,906 kN
dan nilai BY sebesar 50,469 kN.
3.5.2 Gaya – Gaya Dalam Yang Terjadi Pada Poros
Untuk menghitung gaya-gaya dalam yang terjadi dapat dihitung berdasarkan diagram benda bebas dibawah berikut :
Dimana:
W1 = 6376,5 N
W2 = 3924 N
W3 + W4 = 72594 N
W5 = 47480,4 N
BY = 50468,77 N
(40)
C C’ Mx Vx Nx W1 x1
C D’
Vx Nx x2
D
Mx
W1 W2
• Untuk 0 ≤ x1 ≤ 445 mm
a) Gaya normal: Σ FX = 0
NX = 0
b) Gaya geser: Σ Fy = 0
-Vx - W1 = 0
Vx = -W1
Vx = -6376,5 N
c) Momen lentur : Σ MC’ = 0
Mx + W1 (x1) = 0
Mx = - W1 (x1)
Mx = - 6376.5 (x1)
untuk x = 0 Mx = 0 N.m
x = 0,445 m Mx = - 2837,543 N.m
• Untuk 445 ≤ x2 ≤ 970 mm
a) Gaya normal: Σ FX = 0
NX = 0
b) Gaya geser : Σ Fy = 0
-Vx - W1 - W2 = 0
Vx = -(W1 + W2)
Vx = - (6376,5 + 3924) N
(41)
C A’ Vx Nx x3 D Mx AY A W2 W1 c) Momen Lentur :
Σ MD’ = 0
Mx + W2 (x2 – 445) + W1 (x2) ) = 0
Mx = -10300,5 (x2) + 1746,18
Untuk x = 0,445 m Mx = - 2837,543 N.m
x = 0,970 m Mx = - 8245,305 N.m
• Untuk 970 ≤ x3 ≤ 1860 mm
a) Gaya normal: Σ FX = 0
NX = 0
b) Gaya geser : Σ Fy = 0
-Vx - W1 - W2 + AY = 0
Vx = AY - (W1 + W2)
Vx = 79906,128 - (6376,5 + 3924) N
Vx = 69605,628 N
c) Momen Lentur : Σ MA’ = 0
Mx + W2 . (x3 - 445) + W1 . (x3) - AY (x3-970) = 0
Mx = AY (x3-970) - W2 (x3 - 445) - W1 (x3)
Mx = 79906,128 (x3-970) - 3924. (x3 - 445) – 6376,5. (x3)
Mx = 69605,628 x3 – 75762,764
untuk x = 0,970 m Mx = - 8245,305 N.m
(42)
W1 W2
C E’
Vx Mx
x4 D
Ay
A N
x W5 E C B’ Mx Vx Nx BY
3370-x5
B BX
• Untuk 1860 ≤ x4 ≤ 2170 mm
a) Gaya normal: Σ FX = 0
NX = 0
b) Gaya geser : Σ Fy = 0
-Vx - W1 - W2 – W5 + AY = 0
Vx = AY - (W1 + W2 + W5)
Vx = 79906,128 - (6376,5 + 3924 + 47480,4) N
Vx = 22125,228 N
c) Momen Lentur : Σ ME’ = 0
Mx + W5 (x4 - 1860) + W2 (x4 - 445) + W1 . x4 - AY (x4-970) = 0
Mx = AY (x4 - 970) - W5 (x4 - 1860) - W2 (x4 - 445) - W1 . x4
Mx = 79906,128 (x4 - 970) – 47480,4(x4 - 1860) – 3924(x4 - 445)
– 6376,5 x4
Mx = 22125,228 x4 + 12550,78
untuk x = 1,860 m Mx = 53703,615 N.m
x = 2,170 m Mx = 60562,525 N.m
• Untuk 2170 ≤ x5 ≤ 3370 mm
a) Gaya normal: Σ FX = 0
(43)
NX = - BX
dimana BX = 0
NX = 0
b) Gaya geser : Σ Fy = 0
Vx + BY = 0
Vx = - BY
Vx = - 50468,77 N
c) Momen Lentur : Σ MB’ = 0
-Mx + BY (3370 - x5) = 0
Mx = BY (3370 - x5)
Mx = 50468,77 (3370 - x5)
Mx = 170079,75 – 50468,77 x5
untuk x = 2,170 m Mx = 60562,519 N.m
x = 3,370 m Mx = 0 N.m
3.5.3 Diagram Momen Yang Timbul Pada Poros
Dari perhitungan diatas dapat digambarkan diagram momen yang terjadi akibat gaya-gaya dalam. Dimana nilai tertinggi didapat pada titik x =2,170 m yaitu Mx = 60562,519 N.m . Dari perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut:
x = 0 MX = 0 N.m (MX1)
x = 0,445 m MX = -2837,543 N.m (MX2)
x = 0,970 m MX = -8245,305 N.m (MX3)
x = 1,860 m MX = 53703,615 N.m (MX4)
x = 2,170 m MX = 60562,519 N.m (MX5)
(44)
C D A F B
BY AY
445mm 525mm 890mm 1200mm
310mm
BX
Diagram 3.4 Diagram momen
3.6 Diagram Alir Simulasi
Proses pemodelan membutuhan ketelitian dalam memasukan data yang selanjutnya akan diolah oleh software ANSYS sebelum dilakukannya proses simulasi. Dengan menggunakan Diagram Alir akan memudahkan dalam menganalisa tahapan-tahapan dalam proses simulasi tersebut. Pada gambar 3.5 berikut ini disajikan diagram Diagram Alir yang digunakan dalam penelitian ini.
MX1
MX2
MX3
MX4
MX5
(45)
Berhasil ?
TYPE OF ELEMENT
MATERIAL PROPERTIES Membentuk GEOMETRY
MESHING
Tidak
B A
ANALYSIS TYPE Ya
BEBAN (LOAD)
CURENT LS
(46)
Gambar 3.5 Diagram Alir Simulasi Menggunakan Ansys 5.4
3.7 Prosedur Simulasi
Dalam simulasi ini digunakan suatu software bantu yang cukup populer dikalangan engineer yaitu Ansys Versi 5.4, dimana software program ini mampu melakukan analisis beban, pengaruh temperatur, deformasi, defleksi, dan tegangan pada truss, dan sebagainya. Pada gambar 3.6 merupakan tampilan pembuka Ansys versi 5.4.
Gambar 3.6 Tampilan pembuka Ansys 5.4 Selesai
Tidak
LIST RESULT Berhasil ?
Ya
A
(47)
1. Proses Preferensi
Proses Preferensi merupakan langkah pendahuluan untuk menentukan model analisis terhadap kondisi material yang ada. Dalam masalah ini preferensi yang di gunakan adalah struktural dengan langkah sebagai berikut:
Preference> Structural> OK
Gambar 3.7 Tampilan proses preferensi
2. Proses Mendefinisikan Geometry
Dimensi poros dapat dilihat pada gambar 3.2. Proses mendefinisikan karakteristik geometri, terlebih dahulu diketahui koordinat awalnya yakni sebagai berikut: Titik 1: (-0,150;-0,150;0), titik 2: (-0,150;0,150;0), titik 3: (0,150;0,150;0), titik 4: (0,150;-0,150;0). Setelah menetapkan titik di atas maka dengan melakukan perintah sebagai berikut:
(48)
Maka diperoleh gambar 3.8 seperti di bawah ini:
Gambar 3.8 Tampilan keypoints
Setelah itu, titik-titik koordinat (keypoints) di atas dihubungkan dengan melakukan perintah sebagai berikut:
Main Menu> Preprocessor> Create> Areas> Arbitrary
Hasil perintah di atas dapat dilihat pada gambar 3.9 di bawah ini:
Gambar 3.9 Tampilan setelah keypoints dihubungkan
Kemudian model pada gambar 3.9 di atas dilakukan proses extrude atau penambahan ketebalan, dengan perintah sebagai berikut:
(49)
Main Menu> Preprocessor> Operate> Extrude
Pada proses extrude atau ketebalan dibuat nilainya sebesar 220 mm, seperti tampak pada gambar 3.10 di bawah ini.
Gambar 3.10 Tampilan setelah proses extrude
Kemudian model di atas ditambahkan sebuah silinder pejal, dengan melakukan langkah sebagai berikut:
Main Menu> Preprocessor> Create> Cylinder
Gambar 3.11 Tampilan setelah penambahan silinder pejal
(50)
Gambar 3.12 Tampilan hasil geometri
3. Sifat Elemen Material
Langkah selanjutnya adalah menerapkan sifat element dengan langkah, sebagai berikut:
a. Menentukan Sifat Elemen
Main Menu> Preprocessor> Element type
Gambar 3.13 Sifat elemen
b. Mendefinisikan Material Properties
Setelah menentukan elemen yang akan digunakan, kita akan mendefinisikan material properties. Penentuan model material ini bertujuan dalam
(51)
mengetahui sifat stress dan strain dari material. Sedangkan material properties yang diinput (Lampiran) yaitu:
Modulus Elastisitas, E = 2 .1E 11 N/m2
Poisson’s Ratio, = 0.3
Massa Jenis, = 7,85E 3 kg/m3 Dengan melakukan perintah sebagai berikut:
(52)
4. Proses Meshing
Setelah permodelan selesai dan material properties telah di input, maka langkah berikutnya adalah proses meshing dengan node dan elemen. Proses
meshing adalah pembagian model menjadi elemen-elemen kecil. Untuk melihat
hasil dari proses penerapan ukuran mesh, maka langkah yang harus dilalui, yakni:
Main Menu> Preprocessor> Meshing> Mesh> Volume> Free dan pilih Area.
Gambar 3.15 Proses meshing
Pada gambar 3.15 di atas tampak hasil dari proses meshing. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah proses simulasi yang akan dibahas pada bab 4.
(53)
BAB IV
HASIL SIMULASI
4.1 Penjelasan
Simulasi ini merupakan proses terjadinya pembebanan oleh gaya berat yang dialami mill shaft roll shell dalam 2 kondisi, yaitu:
1. Kondisi pembebanan poros sebelum tebu masuk roll 2. Kondisi pembebanan poros setelah tebu masuk roll
Pembebanan gaya berat dititik beratkan pada 2 kondisi di atas, akan tetapi pengaruh berat dari square coupling, gaya berat roda gigi lurus diperhitungkan (sebagai load/force) dan gaya reaksi dari 2 bantalan dijadikan sebagai
displacement. Sehingga nantinya akan dapat dilihat akibat gaya yang diberikan
terhadap kondisi poros tersebut dan dapat diketahui distribusi tegangannya.
4.2 Analisa Simulasi
1. Mendefinisikan Tipe Analisis
Dalam simulasi ini dianggap bahwa beban yang diberikan dalam keadaan statik. Langkah ini dilakukan dengan memastikan bahwa analisis statik diberikan dengan langkah:
(54)
Solution> Analysis Type> New Analysis.
Gambar 4.1 Dialog tipe analisis
2. Displacement
Poros tersebut bertumpu pada dua bantalan, dimana bantalan tersebut merupakan gaya reaksi dari pembebanan, dengan langkah sebagai berikut:
Solution> Apply> Displacement
untuk bantalan A, jenis tumpuan yang dipakai adalah rol yakni arah sumbu y, maka displacement-nya dapat dilihat pada kotak dialog di bawah ini
(55)
Sedangkan pada bantalan B, jenis tumpuan yang dipakai adalah pin yakni arah sumbu z dan sumbu y, maka displacement-nya dapat dilihat pada kotak dialog di bawah ini
Gambar 4.3 Dialog displacement pada bantalan B
3. Force
Selanjutnya, dilakukan penerapan load (beban) dengan pemberian gaya dan langkah perintahnya adalah
Solution> Apply> Force> On Areas
Gambar 4.4 Dialog force
3. Solving The System
Untuk selanjutnya kita akan melihat hasil tampilan proses selanjutnya melalui proses Solving The System. Dengan langkah sebagai berikut:
(56)
Ansys Main Menu> Solution> Current LS
Gambar 4.5 Dialog solving the system
4. Analisis Force
Untuk analisis gaya dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
Ansys Main Menu> General Postproc> Plot results> Nodal Solution> Stress> Von mises
(57)
4.3 Kondisi Pembebanan
4.3.1 Kondisi Pembebanan Sebelum Tebu Masuk Roll
Pada kasus ke-1 kondisi pembebanan dipengaruhi oleh gaya berat pada poros diatas, serta dipengaruhi juga oleh gaya berat top roll. Kondisi pembebanannya dapat dilihat pada gambar 4.7 di bawah ini.
Gambar 4.7 Pembebanan sebelum tebu masuk roll
Gambar 4.8 Hasil simulasi kondisi 1 1860mm
445mm 525mm 1200mm 1200mm 350mm
AY BY
W2=3924 N
W3=70632 N
W5=47480,4 N
W1=6376,5 N
(58)
Setelah mendapatkan hasil dari simulasi, maka dapat pula kita ketahui hasilnya dalam bentuk node-nodenya, dengan melakukan perintah sebagai berikut
Utility menu: PlotCtrls > Numbering > On
Gambar 4.9 Kotak dialog plot numbering controls
Gambar 4.10 Node distribusi tegangan
Dari hasil perintah di atas diperoleh bahwa tegangan maksimum berada disekitar node 883 dengan besarnya 0,104E 8 N/m2.
(59)
4.3.2 Kondisi Pembebanan Setelah Tebu Masuk Roll
Kondisi ke 2 merupakan pembebanan gaya berat poros, top roll dan tebu.
Gambar 4.11 Pembebanan setelah tebu masuk roll
Proses simulasi pembebanan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.12 dibawah ini.
Gambar 4.12 Hasil simulasi kondisi 2 1860mm
445mm 525mm 1200mm 1200mm 350mm
W1= 6376,5 N
AY BY
W2= 3924 N
W5= 47480,4 N
W3 +W4 = 72594 N
(60)
Dengan melakukan langkah seperti kondisi 1, maka diperoleh node-node dari distribusi tegangan akibat pembebanan pada kasus ke-2 pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Node distribusi tegangan
Dari hasil simulasi di atas diperoleh, bahwa tegangan maksimum pada kasus ke-2 ini terletak disekitar node 883 yang nilainya sebesar 0,106E 8 N/m2.
4.4 Analisa Torsi
Dalam menganalisa torsi pada poros mill shaft roll shell, permodelan di buat dalam bentuk 2D. Sebelum di input ke dalam program, terlebih dahulu dilakukan perhitungan teoritisnya sebagai berikut:
T = F . s Dimana :
T = torsi (N.mm) F = gaya (N)
(61)
3,370 m 0,970 m
2,170 m 0,445 m
0,110 m
F1 F2 F3 F4 F5
dalam kasus ini nilai torsi diperoleh dari perhitungan momen torsi yakni
T = 715,89 . 105 kg.mm x 9,806 m/s2
= 7020,02 .105 N.mm = 702002 N.m
Gambar 4.14 Kondisi torsi tiap jarak
1. Torsi 1
Pada kasus 1, torsi disebabkan oleh gaya F1 dengan jarak s1 = 0,110 m,
maka gaya F1 diperoleh:
T = F1 s1
702002 N.m = F1 0,110 m
F1 = 6381836,4 N
Dengan gaya F1 = 6381836,4 N dan jarak s1 = 0,11 m, maka mill shaft roll
(62)
Gambar 4.15 Hasil simulasi torsi
Dari hasil simulasi diatas, dapat kita peroleh grafik untuk torsi 1 sebagai berikut.
Gambar 4.16 Grafik torsi 1
Dari grafik diperoleh data bahwa distribusi tegangan maksimum terletak pada node 266 dengan jarak 0,670 m dengan nilai sebesar 0,282E 9 N/m2.
(63)
2. Torsi 2
Pada kasus 2, torsi disebabkan oleh gaya F2 dengan jarak s2 = 0,445 m,
maka gaya F2 diperoleh:
T = F2 s2
702002 N.m = F2 0,445 m
F2 = 1577532,6 N
Dengan gaya F2 = 1577532,6 N dan jarak s2 = 0,445 m, maka mill shaft
roll shell mengalami torsi seperti ditunjukan pada gambar 4.17 di bawah ini.
Gambar 4.17 Hasil simulasi torsi 2
(64)
Gambar 4.18 Grafik torsi 2
Dari grafik diperoleh data bahwa distribusi tegangan maksimum terletak pada node 28 dengan jarak 0,437 m dengan nilai sebesar 0,614E 8 N/m2.
3. Torsi 3
Pada kasus 3, torsi disebabkan oleh gaya F3 dengan jarak s3 = 0,970 m,
maka gaya F3 diperoleh:
T = F3 s3
702002 N.m = F3 0,970 m
F3 = 723713,4 N
Dengan gaya F3 = 723713,4 N dan jarak s3 = 0,970 m, maka mill shaft roll
(65)
Gambar 4.19 Hasil simulasi torsi 3
Dari hasil simulasi diatas, dapat kita peroleh grafik untuk torsi 3 sebagai berikut.
Gambar 4.20 Grafik torsi 3
Dari grafik diperoleh data bahwa distribusi tegangan maksimum terletak pada node 66 dengan jarak 0,989 m dengan nilai sebesar 0,250E 8 N/m2.
(66)
4. Torsi 4
Pada kasus 4, torsi disebabkan oleh gaya F4 dengan jarak s4 = 2,170 m,
maka gaya F4 diperoleh:
T = F4 s4
702002 N.m = F4 2,170 m
F4 = 323503,2 N
Dengan gaya F4 = 323503,2 N dan jarak s4 = 2,170 m, maka mill shaft roll
shell mengalami torsi seperti ditunjukan pada gambar 4.21 di bawah ini.
(67)
Maka diperoleh grafik untuk torsi 4 sebagai berikut:
Gambar 4.22 Grafik torsi 4
Dari grafik diperoleh data bahwa distribusi tegangan maksimum terletak pada node 198 dengan jarak 3,070 m dengan nilai sebesar 0,512E 7 N/m2.
5. Torsi 5
Pada kasus 5, torsi disebabkan oleh gaya F5 dengan jarak s5 = 3,370 m,
maka gaya F5 diperoleh:
T = F5 s5
702002 N.m = F5 3,370 m
F5 = 208309,2 N
Dengan gaya F5 = 208309,2 N dan jarak s5 = 3,370 m, maka mill shaft roll
(68)
Gambar 4.23 Hasil simulasi torsi 5
Maka diperoleh grafik untuk torsi 5 sebagai berikut:
Gambar 4.24 Grafik torsi 5
Dari grafik diperoleh data bahwa distribusi tegangan maksimum terletak pada node 134 dengan jarak 3,389 m dengan nilai sebesar 0,760E 7 N/m2.
(69)
4.5 Interpretasi dan Evaluasi Hasil
Dari hasil yang telah diperoleh maka didapatkan distribusi perpindahan dan tegangan dari struktur poros mill shaft roll shell yang direncanakan. Sehingga dapat dicari dan diketahui bagian-bagian poros mill shaft roll shell yang mengalami tegangan kritis. Hasil-hasil ini kemudian diinterpretasikan terhadap sasaran target pekerjaan desain yang telah ditentukan, yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap aspek-aspek keamanan dan kekuatan struktur. Aspek-aspek keamanan atau kekuatan struktur akan dievaluasi terhadap kriteria-kriteria kegagalan statik.
Secara mendasar kegagalan (failure) dari suatu struktur dinyatakan bila struktur tidak dapat berfungsi lagi dengan baik untuk menerima pembebanan sesuai dengan yang direncanakan. Ada 2 tipe kriteria kegagalan akibat pembebanan statik, yaitu:
1. Deformasi Plastis
Merupakan jika material dari struktur sudah mengalami deformasi plastis karena sudah melewati batas tegangan atau regangan luluh (yield point) material.
2. Patah atau Rusak
Merupakan bila material dari struktur tersebut sudah patah atau sudah melewati batas tegangan maksimum yang diijinkan material.
(70)
4.6 Analisa Kekuatan Poros Mill Shaft Roll Shell Berdasarkan Teori
Kegagalan
Dengan suatu pengetahuan hanya pada tegangan yield dari suatu material, teori kegagalan ini memprediksikan ductile yielding dibawah suatu kombinasi pembebanan dengan akurasi lebih baik dari pada teori-teori kegagalan yang lainnya. Teori kegagalan ini sering dikenal dengan teori kegagalan Von Misses. Teori kegagalan ini di analisa pertama kali melalui tegangan octahedral, sehingga disebut sebagai teori kegagalan tegangan octahedral maksimum yang menyatakan bahwa luluh akan terjadi bila tegangan octahedral maksimum yang terjadi melebihi harga limit yang diketahui dari hasil tes tarik material dengan beban standar.
2
terjadiSy
σ
≤
Sy merupakan yield strength yakni nilai kekalahan dari bahan poros, bahan poros
mill shaft roll shell adalah baja karbon (carbon steels) yang nilai yield strength
terdapat pada lampiran. Nilai S yielding yang kita ambil adalah 450 Mpa maka:
2
450
225 225 6 2 2
Sy N
MPa E
m
= = =
Agar material tidak terjadi kegagalan maka tegangan maksimum yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan von misses 225E 6 N/m2. Pada torsi pertama tegangan maksimum terjadi sebesar 282E 6 N/m2 maka pada kondisi ini dikatakan tidak aman. Pada torsi kedua tegangan maksimum terjadi sebesar 61,4E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman. Pada torsi ketiga tegangan maksimum terjadi
(71)
sebesar 25E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman. Pada torsi keempat tegangan maksimum terjadi sebesar 5,12E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman. Pada torsi kelima tegangan maksimum terjadi sebesar 7,6E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman.
Suatu material dikatakan aman apabila tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan ijin bahan. Akibat torsi karena pengaruh gaya dan jarak tertentu maka dapat diketahui bahawa kondisi aman terjadi pada torsi kedua, ketiga, keempat dan kelima. Sedangkan kondisi tidak aman pada kondisi pertama karena pada torsi pertama tegangan maksimum yang terjadi pada simulasi (282E 6 N/m2) lebih besar dari tegangan yang diijinkan pada teori kegagalan von misses yakni 225E 6 N/m2.
(72)
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada kondisi pertama, pembebanan yang dialami poros sebelum tebu masuk roll, dari hasil simulasi diperoleh distribusi tegangan maksimum terletak pada disekitar node 883 dengan besarnya 0,104E 8 N/m2(gambar 4.10).
2. Pada kondisi kedua, pembebanan yang dialami poros setelah tebu masuk roll, dari hasil simulasi diperoleh distribusi tegangan maksimum terletak disekitar node 883 yang nilainya sebesar 0,106E 8 N/m2(gambar 4.13).
3. Saat terjadi hentakan / kejutan yang dialami mill shaft roll shell akibat adanya slip saat berputar maka mill shaft roll shell mengalami distribusi tegangan pada tiap-tiap titik sepanjang mill shaft roll shell yakni:
a. Torsi 1 pada jarak 0,11 m dan gaya 6381836,4 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 266 dengan jarak 0,670 m dengan nilai sebesar 0,282E 9 N/m2(gambar 4.15 dan gambar 4.16).
b. Torsi 2 pada jarak 0,445 m dan gaya 1577532,6 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 28 dengan jarak 0,437 m dengan nilai sebesar 0,614E 8 N/m2(gambar 4.17 dan gambar 4.18).
c. Torsi 3 pada jarak 0,970 m dan gaya 723713,4 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 66 dengan jarak 0,989 m dengan nilai sebesar 0,250E 8 N/m2(gambar 4.19 dan gambar 4.20).
(73)
d. Torsi 4 pada jarak 2,170 m dan gaya 323503,2 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 198 dengan jarak 3,070 m dengan nilai sebesar 0,512E 7 N/m2(gambar 4.21 dan gambar 4.22).
e. Torsi 5 pada dan jarak 3,370 m dan gaya 208309,2 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 134 dengan jarak 3,389 m dengan nilai sebesar 0,760E 7 N/m2(gambar 4.23 dan gambar 4.24).
Dari perhitungan teori kegagalan von misses, diketahui bahwa akibat gaya yang timbul akibat torsi, kondisi tidak aman terjadi pada torsi pertama karena distribusi tegangan maksimum (282E 6 N/m2) terjadi lebih besar dari kekuatan tarik bahan (225E 6 N/m2). Sedangkan pada torsi kedua, ketiga, keempat dan kelima dinyatakan aman karena nilai tegangan maksimum terjadi lebih kecil dari kekuatan tarik bahan.
5.2 Saran
1. Sebaiknya sebelum melakukan analisa, spesifikasi PC harus sesuai dan mendukung untuk software Ansys 5.4, sehingga software tersebut dapat berjalan dengan baik,
2. Pada penelitian ini, penulis memakai software Ansys 5.4 dimana pada pemilihan material properties harus meng-input nilainya dari sumber lain (bahan poros dipakai baja karbon), sehingga disarankan menggunakan software misalnya nastran, solid works ataupun dengan software FEM lainya.
(74)
DAFTAR PUSTAKA
1. Moaveni, Saeed, Finite Element Analysis, Prentice Hall, New Jersey, 1999 2. E.Shigley, Joseph, D.Mitchell, Larry, Perencananaan Teknik Mesin jilid 2. Trans. Ir. Gandhi Harahap, M,Eng. Edisi keempat, PT. Erlangga, Jakarta, 1995.
3. Hibbeler, R.C. Mechanics of Material, 6th ed. Prentice-Hall, Inc., Singapor, 2005.
4. Sularso, Ir.MSME, Suga, Kiyokatsu, Dasar–Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin, cetakan kesembilan, PT.Paradnya Paramitha,
Jakarta, 1997.
5. Susatio, Yerri, Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2004
7.
(75)
(76)
General Properties of Steels
The following table lists the typical properties of steels at room temperature (25°C). The wide ranges of ultimate tensile strength, yield strength, and hardness are largely due to different heat treatment conditions.
Properties Carbon Steels Alloy Steels Stainless Steels Tool Steels
Density (1000 kg/m3) 7.85 7.85 7.75-8.1 7.72-8.0 Elastic Modulus (GPa) 190-210 190-210 190-210 190-210 Poisson's Ratio 0.27-0.3 0.27-0.3 0.27-0.3 0.27-0.3 Thermal Expansion (10-6/K) 11-16.6 9.0-15 9.0-20.7 9.4-15.1
Melting Point (°C) 1371-1454
Thermal Conductivity (W/m-K) 24.3-65.2 26-48.6 11.2-36.7 19.9-48.3 Specific Heat (J/kg-K) 450-2081 452-1499 420-500
Electrical Resistivity (10-9W-m) 130-1250 210-1251 75.7-1020
Tensile Strength (MPa) 276-1882 758-1882 515-827 640-2000 Yield Strength (MPa) 186-758 366-1793 207-552 380-440
Percent Elongation (%) 10-32 4-31 12-40 5-25
Hardness (Brinell 3000kg) 86-388 149-627 137-595 210-620
(1)
sebesar 25E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman. Pada torsi keempat tegangan maksimum terjadi sebesar 5,12E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman. Pada torsi kelima tegangan maksimum terjadi sebesar 7,6E 6 N/m2 pada kondisi ini dikatakan aman.
Suatu material dikatakan aman apabila tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan ijin bahan. Akibat torsi karena pengaruh gaya dan jarak tertentu maka dapat diketahui bahawa kondisi aman terjadi pada torsi kedua, ketiga, keempat dan kelima. Sedangkan kondisi tidak aman pada kondisi pertama karena pada torsi pertama tegangan maksimum yang terjadi pada simulasi (282E 6 N/m2) lebih besar dari tegangan yang diijinkan pada teori kegagalan von misses yakni 225E 6 N/m2.
(2)
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan1. Pada kondisi pertama, pembebanan yang dialami poros sebelum tebu masuk roll, dari hasil simulasi diperoleh distribusi tegangan maksimum terletak pada disekitar node 883 dengan besarnya 0,104E 8 N/m2(gambar 4.10).
2. Pada kondisi kedua, pembebanan yang dialami poros setelah tebu masuk roll, dari hasil simulasi diperoleh distribusi tegangan maksimum terletak disekitar node 883 yang nilainya sebesar 0,106E 8 N/m2(gambar 4.13).
3. Saat terjadi hentakan / kejutan yang dialami mill shaft roll shell akibat adanya slip saat berputar maka mill shaft roll shell mengalami distribusi tegangan pada tiap-tiap titik sepanjang mill shaft roll shell yakni:
a. Torsi 1 pada jarak 0,11 m dan gaya 6381836,4 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 266 dengan jarak 0,670 m dengan nilai sebesar 0,282E 9 N/m2(gambar 4.15 dan gambar 4.16).
b. Torsi 2 pada jarak 0,445 m dan gaya 1577532,6 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 28 dengan jarak 0,437 m dengan nilai sebesar 0,614E 8 N/m2(gambar 4.17 dan gambar 4.18).
c. Torsi 3 pada jarak 0,970 m dan gaya 723713,4 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 66 dengan jarak 0,989 m dengan
(3)
d. Torsi 4 pada jarak 2,170 m dan gaya 323503,2 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 198 dengan jarak 3,070 m dengan nilai sebesar 0,512E 7 N/m2(gambar 4.21 dan gambar 4.22).
e. Torsi 5 pada dan jarak 3,370 m dan gaya 208309,2 N, maka distribusi tegangan maksimum terletak pada node 134 dengan jarak 3,389 m dengan nilai sebesar 0,760E 7 N/m2(gambar 4.23 dan gambar 4.24).
Dari perhitungan teori kegagalan von misses, diketahui bahwa akibat gaya yang timbul akibat torsi, kondisi tidak aman terjadi pada torsi pertama karena distribusi tegangan maksimum (282E 6 N/m2) terjadi lebih besar dari kekuatan tarik bahan (225E 6 N/m2). Sedangkan pada torsi kedua, ketiga, keempat dan kelima dinyatakan aman karena nilai tegangan maksimum terjadi lebih kecil dari kekuatan tarik bahan.
5.2 Saran
1. Sebaiknya sebelum melakukan analisa, spesifikasi PC harus sesuai dan mendukung untuk software Ansys 5.4, sehingga software tersebut dapat berjalan dengan baik,
2. Pada penelitian ini, penulis memakai software Ansys 5.4 dimana pada pemilihan material properties harus meng-input nilainya dari sumber lain (bahan poros dipakai baja karbon), sehingga disarankan menggunakan software misalnya nastran, solid works ataupun dengan software FEM lainya.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Moaveni, Saeed, Finite Element Analysis, Prentice Hall, New Jersey, 1999 2. E.Shigley, Joseph, D.Mitchell, Larry, Perencananaan Teknik Mesin jilid 2. Trans. Ir. Gandhi Harahap, M,Eng. Edisi keempat, PT. Erlangga, Jakarta, 1995.
3. Hibbeler, R.C. Mechanics of Material, 6th ed. Prentice-Hall, Inc., Singapor, 2005.
4. Sularso, Ir.MSME, Suga, Kiyokatsu, Dasar–Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin, cetakan kesembilan, PT.Paradnya Paramitha,
Jakarta, 1997.
5. Susatio, Yerri, Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2004
7.
(5)
(6)
General Properties of Steels
The following table lists the typical properties of steels at room temperature (25°C). The wide ranges of ultimate tensile strength, yield strength, and hardness are largely due to different heat treatment conditions.
Properties Carbon Steels Alloy Steels Stainless Steels Tool Steels
Density (1000 kg/m3) 7.85 7.85 7.75-8.1 7.72-8.0
Elastic Modulus (GPa) 190-210 190-210 190-210 190-210
Poisson's Ratio 0.27-0.3 0.27-0.3 0.27-0.3 0.27-0.3
Thermal Expansion (10-6/K) 11-16.6 9.0-15 9.0-20.7 9.4-15.1
Melting Point (°C) 1371-1454
Thermal Conductivity (W/m-K) 24.3-65.2 26-48.6 11.2-36.7 19.9-48.3
Specific Heat (J/kg-K) 450-2081 452-1499 420-500
Electrical Resistivity (10-9W-m) 130-1250 210-1251 75.7-1020
Tensile Strength (MPa) 276-1882 758-1882 515-827 640-2000
Yield Strength (MPa) 186-758 366-1793 207-552 380-440
Percent Elongation (%) 10-32 4-31 12-40 5-25
Hardness (Brinell 3000kg) 86-388 149-627 137-595 210-620