Sejarah Arah Kiblat KAJIAN TEORITIS TENTANG ARAH KIBLAT

19 diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam”.Ali „Imran ayat 96 Sejarah Ka’bah memang tidak bisa dipisahkan dari Nabi Ibrahim AS. Bahkan Ka’bah indentik dengan Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. 12 Namun mereka bukan pendiri pertama Ka’bah, tapi hanya membangun kembali atau meninggikan dasar-dasar Baitullah 13 , sebagaimana terdapat dalam surat al- Baqarah ayat 127:                 : ق 721 Artinya: “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, seraya berdo‟a, “Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. al-Baqarah ayat 127 Ka’bah sudah ada sebelum Nabi Ibrahim dan Putranya diberi mandat oleh Allah SWT untuk meninggikan pondasi Ka’bah, ini di indikasikan oleh do’a Nabi Ibrahim ketika mengantarkan Hajar istrinya dengan Ismail anaknya yang masih kecil ke Mekkah, seperti disebutkan dalam surat Ibrahim ayat 37:                           : ب 71 Artinya: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau Baitullah yang dihormati, Ya Tuhan Kami yang demikian itu agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka 12 Zuhairi Miswari, Mekkah Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim, cet.II, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009, h. 216. 13 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an, Vol.I, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 324. 20 dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. Ibrahim ayat 37 Nabi Ismail AS menerima Hajar Aswad batu hitam dari Malaikuat Jibril di Jabal Qubais, lalu diletakkan di sudut Tenggara bangunan. Hajar Aswad ini merupakan batu yang disakralkan oleh umat Islam. Mereka mencium atau menyentuh Hajar Aswad tersebut saat melakukan thawaf karena Nabi Muhammad SAW juga melakukan hal tersebut. Setelah Nabi Ismail wafat, pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh keturunannya, lalu Bani Jurhum, lalu Bani Khuza’ah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh kabilah-kabilah Quraiys yang merupakan generasi penerus garis keturunan Nabi Ismail. 14 Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah , bangunan Ka’bah yang semula rumah ibadah agama monotheisme tauhid ajaran Nabi Ibrahim telah berubah menjadi kuil pemujaan bangsa Arab yang di dalamnya diletakkan sekitar 360 berhala atau patung yang merupakan perwujudan tuhan-tuhan politheisme bangsa Arab ketika masa kegelapan pemikiran jahilliyah padahal sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Allah Sang Maha Pencipta tidak boleh dipersekutukan dan disembah bersamaan dengan benda atau makhluk apapun jua dan tidak memiliki perantara untuk menyembahNya serta tunggal tidak ada yang menyerupaiNya dan tidak beranak dan tidak diperanakkan Surat al-Ikhlas dalam 14 Ahmad Izzuddin, Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya, cet.I, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012, h. 50. 21 al-Quran . Ka’bah akhirnya dibersihkan dari patung-patung agama politheisme ketika Nabi Muhammad membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah dan dikembalikan sebagai rumah ibadah agama tauhid Islam. 15 Pada masa sebelum hijrah ke Madinah Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin dalam shalatnya menghadap ke Baitullah. Setelah hijrah ke Madinah kiblat dipindahkan ke arah Bait al-Maqdis di Yerusalem. Perpindahan arah kiblat ini dengan tujuan agar kaum Yahudi Bani Israil bisa tertarik kepada ajaran Nabi Muhammad, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. 16 Perubahan arah kiblat dari Bait al- Maqdis di Yerusalem ke Ka’bah di Mekkah terjadi pada tahun ke 2 hijriah. Setelah Nabi Muhammad SAW melihat kenyataan bahwa perubahan kiblat ke arah Bait al-Maqdis dalam rangka menarik hati Bani Israil yakni agar dengan kesamaan kiblat itu mereka bersedia mengikuti ajaran Islam karena Bait al-Maqdis dibangun oleh Nabi Sulaeman AS leluhur Bani Israil yang sangat mereka kagumi, selama setahun setengah lebih Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin mengarahkan kiblatnya ke Bait al-Maqdis akan tetapi orang-orang Yahudi tetap dalam agamanya bahkan memusuhi Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin. Sehingga terbesik dalam hati Nabi SAW keinginan untuk kembali mengara h ke Ka’bah sebagaimana sebelum beliau berhijrah ke Madinah. Selain itu juga untuk menguji keimanan kaum muslimin apakah akan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya atau tidak. 17 15 Maskufa, Ilmu Falak, cet.II, Jakarta: Gaung Persada Press, 2010 h. 131. 16 Ibid., h. 131. 17 M. Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an, Vol.1, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h.344. 22 Pasca kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, Ka’bah semakin menarik perhatian seluruh dinasti Islam. Hampir seluruh pemimpin memberikan perhatian yang lebih, karena hal tersebut merupakan salah satu kebanggaan tersendiri menjadi pelayan bagi mereka yang hendak melaksanakan umrah dan haji. 18 Selanjutnya bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Syaibah sebagai pemegang kunci Ka’bah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh pemerintahan baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekkah dan Madinah. 19

C. Dasar Hukum Menghadap Kiblat dalam Shalat

Ada beberapa nash dalam al- Qur’an dan Hadis yang memerintahkan kita untuk menghadap kiblat dalam shalat. Adapun nash-nash tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dasar Hukum al-Qur’an

a. Surat al-Baqarah Ayat 144 18 Zuhairi Miswari, Mekkah Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim, cet.II, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2009, h. 242. 19 Ahmad Izzuddin, Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya, cet.I, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012, h. 51. 23                                        : ق 711 Artinya: “Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit 20 , Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang diberi Al kitab Taurat dan Injil memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali- kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. al-Baqarah ayat 144 Ali bin Thalhah berkata dari Ibnu Abbas, “Masalah yang pertama kali di nasakh dalam al- Qur’an ialah masalah berkiblat ke Baitul Maqdis.” Yaitu ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah yang mayoritas penduduknya adalah Yahudi, maka Allah menyuruhnya agar berkiblat ke Baitul Maqdis. Kaum Yahudi pun senang Rasulullah SAW berkiblat ke sana selama 10 bulan. Akan tetapi, Rasulullah mencintai kiblatnya Ibrahim, oleh karenanya dia berdo’a kepada Allah Ta’ala dan menengadah ke langit. Maka Allah menurunkan ayat ini. Firman Allah “Di manapun kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya ” Maksudnya, Allah Ta’ala menyuruh mengahadap ke kiblat dari segala penjuru bumi Timur, Barat, Utara, dan Selatan. Tidak 20 Maksudnya ialah Nabi Muhammad SAW sering melihat ke langit mendo ’a dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah. 24 ada satu perkara shalatpun yang dikecualikan dari perintah ini selain shalat sunnah ketika bepergian. 21 b. Surat al-Baqarah Ayat 149                    : ق 716 Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar datang, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. al-Baqarah ayat 149 c. Surat al-Baqarah Ayat 150                                 : ق 751 Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu sekalian berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku saja. dan agar Ku-sempurnakan nikmat- Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”. al- Baqarah ayat 150 Dalam ayat-ayat di atas al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150 Allah menyebut طش ك ج ف sebanyak tiga kali. Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebut berfungsi sebagai penegasan pentingnya menghadap kiblat ta‟kid. Sementara itu menurut Fakhrur Razi, hikmah dari tiga kali pengulangan ini ialah, perintah pertama al-Baqarah : 144 ditujukan bagi 21 Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, penerjemah Syihabuddin, cet.I, Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 245-246.