Dasar Hukum al-Qur’an

24 ada satu perkara shalatpun yang dikecualikan dari perintah ini selain shalat sunnah ketika bepergian. 21 b. Surat al-Baqarah Ayat 149                    : ق 716 Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar datang, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. al-Baqarah ayat 149 c. Surat al-Baqarah Ayat 150                                 : ق 751 Artinya: “Dan dari mana saja kamu keluar, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu sekalian berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku saja. dan agar Ku-sempurnakan nikmat- Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”. al- Baqarah ayat 150 Dalam ayat-ayat di atas al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150 Allah menyebut طش ك ج ف sebanyak tiga kali. Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebut berfungsi sebagai penegasan pentingnya menghadap kiblat ta‟kid. Sementara itu menurut Fakhrur Razi, hikmah dari tiga kali pengulangan ini ialah, perintah pertama al-Baqarah : 144 ditujukan bagi 21 Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, penerjemah Syihabuddin, cet.I, Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 245-246. 25 orang yang dapat melihat Ka’bah. Perintah kedua al-Baqarah : 149 ditujukan bagi orang yang berada di Mekkah, namun tidak dapat melihat Ka’bah. Sedangkan perintah ketiga al-Baqarah : 150 di tujukan bagi setiap orang yang berada di berbagai negara. 22 Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perintah menghadap kiblat itu tidak hanya ditujukan bagi orang yang berada di Mekkah dan sekitarnya saja, tetapi juga bagi semua umat Islam di berbagai penjuru dunia.

2. Dasar Hukum al-Hadits

Selain dasar hukum tentang kewajiban menghadap kiblat yang terdapat di dalam al- Qur’an, juga terdapat beberapa hadits yang berkaitan dengan arah kiblat, diantaranya adalah: a. Hadits Riwayat Imam Muslim 1 Hadits dari Anas bin Malik ra بأ ب ب بأ ث ح أ ع ب ث ع ب ح ث ح فع ث ح ش أ ع ه ص ه ك ص ح ب ق ف ق ق ب ج ك ف ء ف ك ق ض ف ج ك ش ط ج ح ف ج ب ك ع ف ص ف ج ق ص ك ع ف أ ا إ ق ق ح ف ك ح ق . Artinya: “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah SAW pada suatu hari sedang mendirikan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian turunlah ayat al- Qur‟an: “Sesungguhnya Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, 22 Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Taisiru al-Aliyyu Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 250. 26 palingkanlah mukamu ke arahnya. Kemudian seorang laki- laki Bani Salamah lewat di hadapan sekumpulan orang yang sedang shalat shubuh dalam posisi ruku‟ dan sudah mendapat satu rakaat. Lalu ia menyeru, sesungguhnya kiblat telah berubah. Lalu mereka berpaling ke arah kiblat.” HR. Muslim No. 1208 23 2 Hadits dari Usamah bin Zaid ص ، ك ح ف ع ، خ ع ه ص أ ق ق ، عك ق ف عك ج خ ف ،ج خ ح ف Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW tatkala masuk ke Ka‟bah berdoa di sudut-sudutnya, tidak shalat di dalamnya sehingga beliau keluar. Tatkala keluar, beliau shalat dua raka‟at menghadap Ka‟bah. Kemudian beliau berkata: “Ini adalah kiblat”. HR. Muslim dari Usamah bin Zaid 24 3 Hadits dari Malik bin Anas ق ع ب ع ب ه ع ع أ ب ك ع : ب ف ص ص ح ب ق إ ء ج ء آ ف ق إ ه ص ع ه ق أ ع ق أ أ ق ع ف ق ك ج إ ّ ف إ ع . Artinya : “Dari Malik bin Anas dari Abdullah bin Diyar dari ibnu Umar berkata: ketika para sahabat sedang melakukan shalat shubuh di masjid Quba‟ tiba-tiba datang seseorang kemudian berkata bahwa Rasulullah tadi malam telah diberi wahyu dan nabi diperintahkan untuk menghadap kiblat maka menghadaplah kalian semua ke kiblat. Ketika itu sahabat sedang melakukan shalat menghadap Syam maka mereka berputar menghadap Ka‟bah”. HR. Muslim No. 1206 25 23 Abu Husain Muslim bin Hujjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 2, Beirut: Dar Afaq al-Jadidah, t.th, h. 66. 24 Imam Muslim, Shahih Muslim, Maktabah Syamilah, No. Hadits: 395, Juz. II, h. 968. 25 Abu Husain Muslim bin Hujjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 2, Beirut: Dar Afaq al-Jadidah, tth, h. 66. 27 b. Hadits Riwayat Imam Bukhari ع أ ب ض ه ع ص أ ع ه ق إ : ق إ ص ف أ غ ض ء ث ق ق ف ث ق ب أ ع ك ق آ ث ك ح ع ط ك ع ث ف ح ع ق ئ ث ج ح ط ج ث ف ح ع ط ج ث ج ح ط ج ث ف ح ع ط ج ث ف ع ك ف ص ك ك ب Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda: Apabila kamu bangkit hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu‟, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah, kemudian bacalah sesuatu yang mudah yang engkau hafal dari ayat-ayat al- Qur‟an, kemudian ruku‟lah hingga engkau tuma‟ninah disertai dalam ruku‟ itu, kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau tegak dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah disertai tuma‟ninah dalam sujud itu, kemudian angkatlah kepalamu d isertai tuma‟ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah yang kedua disertai tuma‟ninah dalam sujud itu, kemudian kerjakan cara yang demikian itu dalam shalatmu seluruhnya.” HR. Bukhari No. 6251. 26 Berdasarkan pada pemaknaan ayat al- Qur’an dan hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa menghadap kiblat hukumnya wajib dan menjadi salah satu syarat sahnya shalat. Hal ini berarti bila seseorang tidak menghadap ke Ka’bah ketika melaksanakan shalat, maka shalatnya tidak sah. Menghadap kiblat yang dimaksud ada lah menghadap ke Ka’bah Baitullah Sehingga seseorang yang dapat melihat Ka’bah, maka wajib menghadap ke Ka’bah. Namun bila tidak dapat melihat Ka’bah, maka wajib menghadap ke arahnya. 27 26 Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid.I, al-Qahirah: Dar al- Sya’ab, 1987, h.69. 27 Ahmad Izzuddin, Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya, cet.I, Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012, h. 38.