Bagi Institusi Penelitian Manfaat Penelitian

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis pada pasien terdiri dari gejala klinis respiratorik dan gejala klinis sistemik. Gejala klinik respiratorik terdiri dari batuk kronik lebih dari dua minggu, berdahak, batuk berdarah, sesak dan nyeri dada. Adapun gejala klinik yang sifatnya sistemik yaitu anoreksia tidak nafsu makan, demam, keringat malam, malaise dan berat badan menurun. 12 Saat dilakukan pemeriksaan fisik, hasil yang ditemui berupa suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. 12 Diagnosis pasien dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikroskopik berupa pemeriksaan BTA, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan mikrobiologik pewarnaan BTA merupakan baku standar penegakan diagnosis TB paru. 13 Pada pemeriksaan mikroskopik, dilakukan pemeriksaan dari specimen pasien selama tiga hari berturut-turut. Jika ditemukan minimal 2 dari 3 spesimen pemeriksaan positif berdasarkan interpretasi Bronkhorst atau IUATLD, maka pasien dinyatakan TB dengan BTA positif. Pasien juga dapat dapat didiagnosis BTA positif jika setelah pemeriksaan pertama hanya 1 spesimen negatif kemudian pada pemeriksaan kedua kalinya minimal 2 dari 3 specimen ditemukan positif. 12 Pemeriksaan radiologi membantu diagnosis awal pasien TB meskipun bukan merupakan baku standar pemeriksaan penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi, permintaan foto standar berupa foto PA dengan atau tanpa foto lateral. Temuan pada pemeriksaan radiologi sangat bervariasi. Gambaran radiologi yang dicirikan sebagai gambaran untuk penyakit tuberkulosis lesi aktif yaitu adanya nodular atau bayangan di segmen apeks dan posterior lobus atas dan segmen superior pada lobus bawah paru. Bentuk lainnya bisaberupa kavitas, bercak millier dan efusi pleura. Pada lesi yang nonaktif, cendrung terlihat gambaran fibrotik, terutama bagian apeks dan atau posterior lobus superior. 12 Pemeriksaan penunjang dengan PCR polymerase chain reaction,uji serologi, BACTEC, pemeriksaan cairan pleura, histopatologi jaringan, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan tuberkulin juga dapat membantu untuk diagnosis penyakit tuberculosis. 12 Uji tuberkulin dapat dilakukan untuk deteksi infeksi tuberkulosis di daerah yang memiliki prevalensi rendah. 12 Uji tuberkulin ditemukan oleh Robert Koch dengan mengambil konsentrat steril dari biakan cair yang sudah mati. Uji ini untuk mengetahui apakah seseorang memiliki kekebalan terhadap bakteri TB dengan prinsip delayed-hypersensitivity atau hipersensitivitas tipe IV. Teknik penyuntikan dilakukan secara intradermal. 14 Hasilujiakan postif bila ditemukan edema atau infiltrat lokal pada lokasi bekas suntikan setelah 48-72 jam pasca penyuntikan. Diagnosis ini cukup efektif dilakukan pada penderita yang terinfeksi laten di negara dengan pendapatan yang rendah karena harganya yang tidak terlalu mahal. 15

2.1.6. Pengobatan

Pasien tuberkulosis diberikan regimen terapi berupa obat anti tuberkulosis OAT. Tujuan terapi dengan OAT menurut WHO adalah meningkatkan kualitas hidup pasien, mencegah relaps, mencegah kematian, dan mencegah perkembangan resisten obat. Manfaat lainnya tidak hanya bermanfaat bagi pasien sendiri, namun juga bermanfaat untuk orang-orang yang berada di sekitar pasien karena OAT bisa mengurangi transmisi tuberculosis. 17 Obat-obatan anti tuberkulosis terdiri dari beberapa golongan dan jenis. Penggunaannya tidak dengan terapi tunggal monotherapy namun beberapa obat dikombinasikan untuk mencapai efek penyembuhan. Fase pengobatan terdiri dari dua tahap, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif bertujuan mencegah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Di Puskesmas Teladan Tahun 2005

1 29 111

Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat dengan Keteraturan Pasien TB Paru di Puskesmas Ciputat Tahun 2011

0 5 55

HUBUNGAN KINERJA PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TB PARU KASUS BARU STRATEGI DOTS

2 4 53

HUBUNGAN KINERJA PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KETERATURAN BEROBAT PASIEN TB PARU STRATEGI DOTS DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

4 6 53

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN BEROBAT PADA Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru (Bb Paru) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN BEROBAT PADA Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat (Pmo) Dengan Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberculosis Paru (Bb Paru) Di Puskesmas Nogosari Boyolali.

0 1 14

PENGARUH PERANAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Baki Sukoharjo.

0 0 16

PENGARUH PERANAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Baki Sukoharjo.

0 1 16

Perbedaan Status Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Kepatuhan Menelan Obat Penderita TB Paru Tahun 2009.

0 0 1

HUBUNGAN KINERJA PENGAWASAN MINUM OBAT (PMO) DENGAN KETERATURAN BEROBAT DAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TB PARU STRATEGI DOTS DI PUSKESMAS MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

1 1 16