kiamat dan adanya qadha dan qodhar serta masalah- masalah yang berkaitan dengan pokok keimanan.
12
Iman sebagai landasan yang kokoh bagi pembentukan jati diri seorang muslim. Jadi akidah tauhid hendaknya harus selalu bersih dan
jernih serta tidak terkotori oleh noda apapun dari prinsip-prinsip atau ideologi- ideologi materialisme. Iman hanya kepada Allah loyalitas hanya untuk Allah dan
keiklasan juga hanya untuk Allah, kepada para Malaikat-malaikat, Rosull-rosull, Kitab-kitab, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk.13
Dari pengertian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Aqidah merupakan landasan berfikir dan berprilaku bagi seorang muslim. Baik atau
buruknya perilaku tergantung kepada iman yang dimilikinya. Kemudian iman yang ada dalam diri seseorang akan mengalami pasang naik dan pasang surut
sesuai dengan kondisi dan situasi yang dialami oleh seseorang. Oleh karena itu, agar iman tidak mengalami kemerosotan maka perlu dipelihara dari kemusyrikan
seperti syirik kecil, syirik besar, baik syirik secara terang-terangan maupun syirik secara terselubung, jadi individu itu harus menghiasi diri dengan keimanan yang
kuat dan dinamis yang selalu mendorongnya untuk beramal, bersabar, berjihad, dan bertahan dijalan Allah.
2. Pesan Akhlaq
Akhlak berasal dari kata khilqun atau khuluqun yang mengandung sendi-
sendi persesuaian dengan khalik atau makhluq. Dalam bahasa Yunani akhlak sering disebut Ethick asal kata dari Etihiko dan dalam bahasa Latin disebut
12 M.Masyhur Amin, Dakwah Islam dan pesan moral, Yogyakarta, Al- Amin Press, 1997 hal:11
13 Syaikh Mushthafa Masyhur, Fiqih Dakwah Edisi Lengkap, diterjemahkan oleh Abu Ridho dkk. Al-I’Tishom Cahaya Umat
dengan istilah moral, yang berasal dari kata mores. Kata-kata tersebut mempunyai arti tabiat, budi pekerti, atau adat istiadat
.14
Pengertian akhlah dari segi istilah diungkapkan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda, diantaranya:
1. Menurut Al- Ghazali dalam kitabnya ihya Ulum ad-din, akhlaq adalah
gambaran dari keadaan jiwa yang mendalam yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan gampang, tanpa memerlukan pertimbangan
pemikiran atau renungan. 2.
Menurut Ibnu Miskawaih dalam kitabnya Tahzib al-akhlak mengatakan, akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan- pertimbangan.
3. Menurut Prof. Farid Ma’ruf dalam bukunya Akhlak dalam
perkembangan Muhamadiah, akhlak adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah karena sudah menjadi
kebiasaan, tanpa menimbulkan perimbangan terlebih dahulu.
15
Sedangkan berdasarkan ruang lingkupnya, akhlak mencakup akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia, akhlak kepada hewan dan akhlak kepada
tumbuh-tumbuhan. Aklah kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Akhlak kepada Allah dapat dilkukan dengan tidak menyekutukaNya, dan bertaubat serta mensyukuri nikmat-nikmat-Nya, serta berdo’a memohon kepada-
14 Poedjawijatna, Etika filsafat tingkah laku, Jakarta, PT Bumi Aksara 1984. Cet ke-5, hal:1
15 Ibid, hal:36
Nya, dan selalu mencari keridhoan-Nya. Sedang ahlak kepada sesama manusia barkaitan dengan perlakuan
seseorang terhadap sesama manusia. Tidak melakukan hal-hal negatif, seperti membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta yang bukan miliknya tanpa
alasan yang benar, kemudian jika bertemu mengucapkan salam, dan ucapan yang baik, tidak berprasangka buruk, saling memaafkan, mendo’akan, saling
membantu, dan lain-lain. Kemudian akhlak terhadap lingkungan meliputi akhlak terhadap hewan,
tumbuh-tumbuhan atau benda-benda tak bernyawa lainnya. Hal ini dapat dicontohkan misalnya, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum
matang, memetik bunga sebelum mekar, menebang pohon yang menimbulkan kemudaratan dan lain sebagainya. Akhlak yang dikehendaki oleh Islam adalah
menjaga kelestarian dan keselarasan dengan alam.
16
Dari definisi diatas jika disimpulkan, bahwa akhlak adalah segala perbuatan manusia yang timbul karena dorongan jiwa yang kuat untuk melakukan
perbuatan. Perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang kontinyu, sehingga menjadi kebiasaan. Karena sudah terbiasa maka tidak diperlukan
pemikiran, pertimbangan atau renungan lagi pada saat seseorang sedang melakukannya.
Masalah akhlak dalam aktivitas dakwah seperti materi dakwah merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keIslaman
seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsinya sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibanding dengan masalah keimanan dan
16 Abuddin Nata, Akhlak Tasauf, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1996. Cet ke-1, hal: 147-151
keIslaman, sebab Rosull sendiri pernah bersabda yang artinya: “Aku Muhammd diutus oleh Allah didunia ini hanyalah untuk menyempernakan akhlak”
17
3. Pesan Muamalah