Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah

maka pada saat kepala negara meninggal atau berhenti dari jabatannya, kepala daerah tidak turut berhenti dari jabatannya. 12 Berbeda dengan al-Mawardi, Taqiyuddin An Nabhani menjelaskan bahwa kepala daerah bisa diberhentikan tergantung dari kepala negara yang menjabat pada saat itu. Jika kepala negara menghendaki harus diberhentikannya kepala daerah tersebut makan kepala daerah itu pun diberhentikan atau kalau rakyat di wilayah yang sedang ia pimpin dan anggota majelis umat menunjukan ketidaksukaan dan tidak ridha terhadap kepala daerah itu maka kepala daerah itu pun bisa diberhentikan. 13 Dengan demikian, secara prosedur apa yang dijelaskan oleh al-Mawardi Taqiyuddin An Nabhani, dan teoritis fiqih siyasah masih bersifat sederhana, tidak bersifat rinci dan prosedural sebagaimana dirumuskan dalam pasal-pasal di atas. Menurut penulis untuk kasus pemberhentian bupati Bogor menurut fiqih siyasah bisa dilakukan dengan melihat pendapat dari salah satu teoritis fiqih siyasah, yaitu Al- Baqillani. Jika kepala daerah melakukan kesalahan maka kepala daerah tersebut bisa digantikan, sama halnya dengan pemberhentian Rahmat Yasin karena ia sudah melakukan kesalahan maka, ia diberhentikan dari jabatannya. Kalau seorang kepala daerah telah secara sah menduduki jabatan dan telah didukung oleh masyarakat luas seperti yang uraikan pada bagian terdahulu, maka seorang kepala daerah itu wajib ditaati dan warga masyarakat harus tunduk dengan 12 Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, h. 64- 65. 13 Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, h. 234-235. kebijakan-kebijakannya. Dengan catatan ia tidak melakukan berbagai penyimpangan. Tetapi jika seorang pemimpin telah melakukan penyimpangan, melakukan berbagai pelanggaran atas berbagai larangan yang telah ditetapkan, maka ia harus dilengserkan.

E. Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif

Fiqih Siyasah dengan Hukum Positif Setelah memaparkan pada sub sebelumnya mengenai bagaimana mekanisme pemakzulan kepala daerah baik menurut fiqih siyasah maupun menurut hukum positif, maka bisa dilihat Relevansi antara teoritis fiqih siyasah dengan peraturan hukum di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Relevansi antara keduanya antara lain terletak pada masalah alasan seorang kepala daerah bisa diberhentikan. Pada pasal 83 ayat 4 secara tegas disebutkan bahwa Kepala daerah danatau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Inilah yang menyebabkan Bupati Bogor Rahmat Yasin diberhentikan dari jabatannya. Sedangkan teoritis fiqih siyasah mengemukakan bahwa seorang kepala daerah bisa diberhentikan apabila ia tidak bisa berlaku adil, telah melanggar hukum Islam maupun Konstitusi dan kepala negara menghendaki pemberhentiannya. Indikasi seorang tidak bisa berbuat adil adalah jika ia melanggar berbagai larangan dan larangan yang dimaksud oleh teoritis fiqih siyasah adalah larangan-larangan agama dan larangan-larangan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Tetapi ada perbedaan antara fiqih siyasah dengan hukum positif mengenai prosedur atau proses pemberhentian kepala daerah. Prosedur pemberhentian kepala daerah meurut hukum positif dijelaskan dengan rinci dalam Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 Pasal 83 ayat 4 Tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan menurut fiqih siyasah prosedur mekanisme pemberhentian kepala daerah tidak dijelaskan sebagaimana oleh undang-undang. Oleh sebab itu atas dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bupati Bogor Rahmat Yasin memang layak untuk diberhentikan. Menurut Pasal 83 ayat 4 UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah ia dinyatakan telah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian penelitian yang berjudul Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif studi kasus pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin dapat penulis simpulkan sebagai berikut: 1. Latar belakang yang menyebabkan bupati Bogor Rahmat Yasin dimakzulkan atau diberhentikan dari jabatannya adalah dikarenakan ia sebagai kepala daerah atau pemimpin sudah menggunakan wewenang kekuasaannnya dengan tidak baik. Ia melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar 4,5 Miliar dari PT. Bukit Jonggol Asri untuk memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar. Rahmat Yasin terbukti bersalah dan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinyatakan melanggar Pasal 12 a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Tipikor Bandung. 2. Mekanisme pemakzulan atau pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin menurut teoritis fiqih siyasah bisa dibenarkan, sebab menurut pendapat para teoritis fiqih siyasah seorang pemimpin atau kepala daerah bisa diberhentikan dari jabatannya jika ia telah dinyatakan menyimpang dari 57