Prosedur Pemberhentian Kepala Daerah

d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah danatau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpahjanji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i, huruf j, danatau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD menyampaikan usul kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur danatau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk pemberhentian bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota; e. Presiden wajib memberhentikan gubernur danatau wakil gubernur paling lambat 30 tiga puluh Hari sejak Presiden menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD; dan f. Menteri wajib memberhentikan bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota paling lambat 30 tiga puluh Hari sejak Menteri menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD. 2 Dalam hal pimpinan DPRD tidak menyampaikan usul pemberhentian kepala daerah danatau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d paling lambat 14 empat belas Hari sejak diterimanya pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, Presiden memberhentikan gubernur danatau wakil gubernur atas usul Menteri dan Menteri memberhentikan bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 3 Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak menyampaikan usul kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Menteri memberhentikan bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian kepala daerah danatau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan ayat 3 diatur dalam peraturan pemerintah. Proses pemberhentian di atas pada Pasal 80 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 berlaku untuk kasus kepala daerah yang melanggar sumpahjanji jabatan kepala daerahwakil kepala daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j, danatau melakukan perbuatan tercela. Pada pasal ini, usulan atau pendapat DPRD sangat berpengaruh untuk memproses pemberhetian kepala danatau wakil kepala daerah. Diusulkan kepada Presiden untuk gubernur danatau wakil gubernur serta kepada Menteri untuk bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah danatau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar apa yang terdapat dalam Pasal 80 UU No. 23 Tahun 2014. Pada Pasal 81 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan: 1 Dalam hal DPRD tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 1, Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah danatau wakil kepala daerah yang: a. Melanggar sumpahjanji jabatan kepala daerahwakil kepala daerah; b. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b; c. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j; danatau d. Melakukan perbuatan tercela. 2 Untuk melaksanakan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah danatau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah danatau wakil kepala daerah. 3 Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan oleh Pemerintah Pusat kepada Mahkamah Agung untuk mendapat keputusan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah danatau wakil kepala daerah. 4 Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah danatau wakil kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran, Pemerintah Pusat memberhentikan kepala daerah danatau wakil kepala daerah. 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian kepala daerah danatau wakil kepala daerah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sampai dengan ayat 4 diatur dalam peraturan pemerintah. Proses pemberhetian pada Pasal 81 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 sama halnnya pada dengan Pasal 80, tetapi yang membedakan adalah pada pasal ini DPRD tidak mengajukan usulan pemberhentian kepala danatau wakil kepala daerah terhadap Presiden maupun Menteri, melainkan Pemerintah Pusat yang melakukan pemeriksaan terhadap kepala daerah danatau wakil kepala daerah untuk menemukan bukti-bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah danatau wakil kepala daerah. Hasil dari pemeriksaan tersebut disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk mendapat keputusan. Pada Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 dijelaskan: 1 Kepala daerah danatau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, danatau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2 Kepala daerah danatau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan. 3 Pemberhentian sementara kepala daerah danatau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dilakukan oleh Presiden untuk gubernur danatau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota. 4 Kepala daerah danatau wakil kepala daerah diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5 Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan oleh Presiden untuk gubernur danatau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati danatau wakil bupati atau wali kota danatau wakil wali kota. Pada Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014, menjelaskan proses pemberhentian kepala danatau wakil kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana yang ancamannya minimal 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan dari pengadilan. Kepala daerah danatau wakil kepala daerah dapat diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila telah terbukti dan telah mendapat putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 83 adalah tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, danatau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada dua status pemberhentian seorang kepala daerah danatau wakil kepala daerah pada pasal ini yaitu, diberhentikan sementara dan diberhentikan. Pengertian dari diberhentikan sementara dijelaskan pada Pasal 83 ayat 1 dan 2 Kepala daerah danatau wakil kepala daerah diberhentikan sementara apabila kepala danatau wakil kepala daerah menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan atau dengan kata lain proses hukumnya masih berjalan. Sedangkan untuk diberhentikan dijelaskan pada Pasal 38 ayat 4 kepala danatau wakil kepala daerah diberhentikan jika kasus tindak pidana yang dilakukan kepala daerah danatau wakil kepala daerah telah memiliki kekuatan hukum tetap. Berbeda halnya dengan Pasal 80, pada Pasal 83 tidak membutuhkan usulan dari DPRD untuk memberhentikan kepala daerah danatau wakil kepala daerah. Pemberhentian sementara ataupun pemberhentian dilaksanakan langsung oleh Presiden untuk Gubernur danatau wakil Gubernur, Mendagri untuk Bupati danatau wakil Bupati Walikota danatau Walikota.

C. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Hukum Positif

Pemakzulan Bupati Bogor tidak terlepas dari kasus korupsi yang menjeratnya, yaitu berkaitan dengan pengurusan izin tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar di Bogor, Jawa Barat. Peristiwa ini bermula Rachmat Yasin menerima suap senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri. Atas dasar ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 ini, kronologi proses pemberhentian bupati Bogor Rahmat Yasin adalah sebagai berikut: Pada tanggal 7 Mei 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Bogor Rahmat Yasin. Rahmat Yasin dijemput tim dari komisi antirasuah di rumah pribadinya di Jalan Wijaya Kusumah Nomor 103, Kompleks Taman Yasmin, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Ia diduga menerima suap terkait dengan pengurusan izin tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat. Pada tanggal 8 Mei 2014 KPK resmi menetapkan Rahmat Yasin sebagai tersangka. 5 Pada tanggal 20 September 2014 Bupati Bogor Rahmat Yasin mengajukan surat pengunduran diri. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan telah menerima surat pengunduran diri Bupati Bogor Rahmat Yasin tertanggal 20 September 2014 lalu. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, jika seorang bupatiwalikota menjadi terdakwa yang diperkuat oleh bukti register pengadilan, maka akan diusulkan ke presiden untuk pemberhentian sementara. Perjalanan pengunduran diri ini, Gubernur sudah mengusulkan pemberhentian sementara Bupati Bogor ke Mendagri. Ini disebabkan statusnya sudah menjadi terdakwa yang dibuktikan dengan bukti register pengadilan. Menurut aturan PP No.6 Tahun 2005, seorang bupati atau 5 Republika, Terima Suap Rp. 4,5 Miliar Bupati Bogor Resmi Jadi Tersangka artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http:nasional.republika.co.idberitanasionalhukum140508n59h7h- terima-suap-rp-45-miliar-bupati-bogor-resmi-jadi-tersangka walikota yang sudah ditetapkan menjadi terdakwa maka Gubernur harus mengajukan pemberhentian sementara. Gubernur Jawa Barat sendiri sudah menyampaikan usulan tersebut pada Selasa tertanggal 23 september 2014 ke mendagri. Pada saat yang sama, Rahmat Yasin mengajukan surat pengunduran diri tertanggal 20 september. 6 Pada tanggal 22 september 2014 DPRD kabupaten Bogor menerima surat pengunduran diri bupati Bogor Drs. H. Rahmat yasin, M.M. karena pada tanggal 22 september 2014 anggota DPRD baru dilantik jadi belum ada perlengkapan dewan untuk membahas surat pengunduran bupati Bogor Rahmat Yasin, sehingga DPRD menunggu sampai terbentuknya atau terpilihnya ketua definitif DPRD, setelah terpilihnya ketua, wakil, sekertaris dan anggota lainnya barulah dibentuk Badan Musyawarah. Setelah terbentuknya Badan Musyawarah maka surat pengunduran diri bupati Bogor Rahmat Yasin dibawa ke dalam rapat badan musyawarah pada tanggal 22 oktober 2014. Hasil dari rapat badan musyawarah tersebut menghasilkan agar DPRD mengkordinasikan surat pengunduran diri bupati Bogor Rahmat Yasin seperti apa tindak lanjutnya untuk DPRD. Setelah itu DPRD konsultasi ke Departemen Dalam Negeri depdagri mengenai pengunduran diri bupati Bogor Rahmat Yasin. Setelah DPRD konsultasi dengan depdagri maka, badan musyawarah DPRD mengadakan rapat paripurna, di dalam rapar paripurna tersebut diagendakan untuk mengumumkan pengunduran diri Bupati Bogor Rahmat Yasin tetapi tidak untuk mengambil suatu keputusan hanya menginformasikan bahwa bupati Bogor Rahmat 6 Bandung Bisnis, Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses DPRD artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http:Pengunduran Diri Rahmat Yasin, Aher Tunggu Proses di DPRD Bogor bandung.bisnis.com.htm