Perawatan Osteonekrosis Pada Rahang Akibat Pemakaian Bifosfonat

(1)

PERAWATAN OSTEONEKROSIS PADA RAHANG

AKIBAT PEMAKAIAN BIFOSFONAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

CITRARA DWIKA YUGITA NIM: 0406000100

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Citrara Dwika Yugita

Perawatan osteonekrosis pada rahang akibat pemakaian bifosfonat vii + 24 halaman

Osteonekrosis pada rahang merupakan efek samping yang terjadi akibat pemakaian bifosfonat. Pasien-pasien multiple myleoma dan metastase dari kanker ke tulang yang menerima terapi bifosfonat secara intaravena merupakan faktor penyebab terbesar terjadinya osteonekrosis pada rahang. Pada umumnya lebih sering terjadi pada mandibula dan kebanyakan kasus ini diketahui pada saat dilakukan proses pembedahan gigi.

Faktor-faktor yang dapat meyebabkan infeksi pada rahang dapat dieliminasi sebelumnya pada pasien yang akan menerima terapi bisphosphonate. Dapat dilakukan debridemen pada rongga mulutnya menggunakan cairan antimikroba. Dilakukan juga pengontrolan rasa nyeri dan perawatan agar tidak terjadi infeksi.

Osteonekrosis merupakan suatu kelainan akibat dari kehilangan suplai darah pada tulang yang terjadi secara sementara atau permanen. Osteonekrosis juga merupakan proses penghancuran tulang yang lebih cepat dibandingkan perbaikannya. Perawatan osteonekrosis dilakukan dengan berbagai cara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 Juli 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Suprapti Arnus, drg, Sp.BM NIP. 19441115 196509 2 001


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 Juli 2010

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Suprapti Arnus, drg., Sp.BM

2. Abdullah, drg


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT karena dengan ridhonya skripsi ini dapat diselesaikan penulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Suprapti Arnus, drg, Sp.BM sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam meyelesaikan skipsi ini.

2. Eddy Anwar Ketaren, drg, Sp.BM sebagai Ketua Departeman Bedah Mulut dan Maksilofasial.

3. Ariyani, drg sebagai Penasihat Akademis penulis di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Bapak H.Musliano dan Ibu Hj.Wagiani serta kakanda Ading Pramudya Yogi, SE dan adinda Mutiara Tri Faudila yang telah banyak memberikan doa, dukungan, cinta dan kasih sayang yang tiada henti.

5. Teman-temanku tersayang Nofi, Afi, Jehan, Vonny, Ayu, Puri, Khalil, Taufiqi, Yahya, Arin, Mutia, Poetri, Maya, Fina, Ari Anggia dan lainnya yang selalu memberikan dukungan dan nasihat.


(6)

6. Yang tercinta Dri R.Andrianto dan Mas Ridwan yang selalu memberikan perhatian, dukungan, nasihat dan kasih sayang kepada penulis.

7. Dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini tentunya tidak terlepas dari keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bemanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan rahmat serta hidayahNya kepada kita semua.

Medan, Juli 2010

Citrara Dwika Yugita NIM : 040600100


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR GAMBAR………... vii

BAB 1 : PENDAHULUAN………... 1

BAB 2 : OSTEONEKROSIS 2.1 Definisi………. 3

2.2 Etiologi dan Gejala Klinis………. 4

2.3 Diagnosa ……… 6

BAB 3 : BIFOSFONAT 3.1 Farmakokinetik……… 9

3.2 Indikasi……… 11

3.3 Mekanisme Kerja………. 12

BAB 4 : PERAWATAN OSTEONEKROSIS 4.1 Konservatif……… 15

4.2 Pembedahan……….. 16

BAB 5 : KESIMPULAN………. 19


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Osteonekrosis pada rahang……… 4

Gambar 2. Struktur kimia dari pirofosfat dan bifosfonat……… 10

Gambar 3. Bisphosphonate pathway……… 13

Gambar 4. Ramus osteotomi……… 17


(9)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Citrara Dwika Yugita

Perawatan osteonekrosis pada rahang akibat pemakaian bifosfonat vii + 24 halaman

Osteonekrosis pada rahang merupakan efek samping yang terjadi akibat pemakaian bifosfonat. Pasien-pasien multiple myleoma dan metastase dari kanker ke tulang yang menerima terapi bifosfonat secara intaravena merupakan faktor penyebab terbesar terjadinya osteonekrosis pada rahang. Pada umumnya lebih sering terjadi pada mandibula dan kebanyakan kasus ini diketahui pada saat dilakukan proses pembedahan gigi.

Faktor-faktor yang dapat meyebabkan infeksi pada rahang dapat dieliminasi sebelumnya pada pasien yang akan menerima terapi bisphosphonate. Dapat dilakukan debridemen pada rongga mulutnya menggunakan cairan antimikroba. Dilakukan juga pengontrolan rasa nyeri dan perawatan agar tidak terjadi infeksi.

Osteonekrosis merupakan suatu kelainan akibat dari kehilangan suplai darah pada tulang yang terjadi secara sementara atau permanen. Osteonekrosis juga merupakan proses penghancuran tulang yang lebih cepat dibandingkan perbaikannya. Perawatan osteonekrosis dilakukan dengan berbagai cara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

Osteonekrosis pada rahang merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada pasien-pasien kanker atau pada pasien yang menderita tumor atau emboli infeksi.1 Osteonekrosis pada rahang merupakan kondisi yang spesifik, kelainan tulang yang telah dilaporkan sejak abad ke-19.2 Akhir-akhir ini sering dilaporkan terjadinya osteonekrosis pada rahang pada pasien-pasien kanker yang mendapat terapi berupa kemoterapi, terapi steroid, radioterapi pada leher dan kepala serta pemberian bifosfonat secara intravena. Terdapat bermacam-macam kondisi dan faktor resiko yang menyebabkan terjadinya osteonekrosis pada pasien kanker. Hal itu meliputi trauma, jenis kelamin, umur, daerah yang tak bergigi, penyakit periodontal, kelainan darah, anemia, koagulopati, prosedur pembedahan dental, alkohol, merokok dan infeksi.1,2

Osteonekrosis pada rahang yang dihubungkan dengan pemakaian bifosfonat berupa asam zoledronic dan pamidronat mulai dikemukakan pada tahun 2003. Banyak laporan kasus tentang osteonekrosis pada rahang dihubungkan dengan pamakaian bifosfonat dapat di diagnosa setelah dilakukan perawatan dental seperti pencabutan gigi.3 Bifosfonat digunakan pada perawatan penyakit osteoporosis,

paget’s disease, multiple myeloma dan kelainan tulang akibat metastase dari kanker

payudara, kanker hati dan kanker prostat.3,4 Bifosfonat menghambat resorbsi tulang, yang tidak dimetabolisme dan mempunyai waktu paruh yang panjang. Pasien-pasien


(11)

yang menerima kemoterapi dan bifosfonat, khususnya secara intravena dapat menyebabkan terjadinya osteonekrosis pada rahang.4

Osteonekrosis pada rahang tidak menimbulkan gejala sakit dalam beberapa minggu atau bulan dan hanya dapat diketahui setelah dilakukan roentgen pad rongga mulut. Lesi ini menimbulkan rasa sakit apabila terjadi infeksi sekunder ataupun trauma jaringan lunak didaerah sekitarnya.1,2 Hal ini dapat terjadi secara spontan atau yang lebih sering setelah dilakukan pencabutan gigi. Beberapa pasien mengeluhkan hal ini dengan adanya rasa kaku pada rahang dan rahang terasa berat.1 Tetapi, banyak pasien dapat mengurangi rasa sakit akibat dari pengobatan dengan cara melakukan perawatan rutin rongga mulut sebelum mendapat terapi. Karena dokter gigi akan mempersiapkan perawatan yang tepat pada pasien-pasien tersebut.5

Dalam penulisan skripsi ini akan membahas mengenai osteonekrosis pada rahang akibat pemakaian bifosfonat serta perawatan yang dilakukan. Dengan segala keterbatasan yang ada diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran dan menambah wawasan bagi kita seorang dokter gigi sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat sebelum dilakukan prosedur yang berhubungan dengan rongga mulut.


(12)

BAB 2

OSTEONEKROSIS

Osteonekrosis sebagai komplikasi dari kemoterapi pertama kali dikenal pada tahun 1957.6 Osteonekrosis merupakan kelainan tulang yang umumnya terjadi pada tulang paha. Walaupun bentuk dari kematian tulang umumnya diketahui, penyebab terjadinya hal tersebut bermacam-macam dan histopatologinya tidak dapat dibedakan.7

2.1 Definisi

Osteonekrosis ialah suatu kelainan akibat dari kehilangan suplai darah pada tulang yang terjadi secara sementara atau permanen.8,9,10 Darah membawa nutrisi yang penting dan oksigen ke tulang.8 Tanpa darah, jaringan tulang akan mati dan pada akhirnya tulang akan hancur. Osteonekrosis juga dikenal dengan nama

avascular necrosis, aseptic necrosis dan ischemic nerosis.8,9.10

Osteonekrosis dapat terjadi pada semua tulang, tetapi umumnya pada tulang paha, perluasan tulang dari sendi lutut ke sendi pinggul. Bagian lain yang juga sering terjadi meliputi tulang lengan bagian atas, bahu, pergelangan kaki dan rahang. Osteonekrosis dapat mengenai satu tulang, beberapa tulang dalam waktu yang bersamaan dan beberapa tulang dalam waktu yang berbeda.8,9.10

Secara normal, tulang akan menghancurkan dan membangun kembali elemen-elemen pada tulang. Menggantikan tulang yang sudah tua dengan tulang yang baru. Proses ini menjaga agar tulang tetap kuat dan menjaga keseimbangan mineral-mineral


(13)

yang terdapat pada tulang. Osteonekrosis merupakan proses penghancuran tulang yang lebih cepat dibandingkan perbaikannya.8.9,10

Gambar 1. Osteonekrosis pada rahang

(Picket RA. Bisphosphonate-associated Osteoneccrosis of the jaw: a literature Review and clinical practice guide lines. J Dent Hygiene 2006;80(3):1-10)

2.2 Etiologi dan Gejala Klinis 2.2.1 Etiologi

Osteonekrosis disebabkan oleh gangguan suplai darah ke tulang.8-10 Bila pembuluh darah dihambat oleh lemak, maka akan menjadi sempit dan lemah, sehingga tidak dapat memberikan suplai darah dalam jumlah yang cukup dan nutrisi yang penting ke jaringan tulang untuk tetap berfiungsi.9 Osteonekrosis sering kali terjadi pada pasien yang memiliki faktor resiko dan kondisi dari pengobatan.8,10 Faktor penyebab osteonekrosis bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Trauma

Pada saat terjadinya trauma di sendi, akan terjadi fraktur atau dislokasi yang menyebabkan pembuluh darah rusak. Keadaan ini mempengaruhi sirkulasi darah ke tulang dan akhirnya bisa menyebabkan nekrosis. Penelitian menunjukkan dislokasi


(14)

dan fraktur pada pinggang merupakan faktor resiko yang paling besar terjadinya osteonekrosis.8,10 Tekanan yang meningkat pada tulang merupakan penyebab lain dari osteonekrosis. Ketika adanya tekanan yang berlebih pada tulang, pembuluh darah akan mengecil sehingga mempersulit distribusi darah ke dalam sel-sel tulang.8

b. Terapi bifosfonat

Bifosfonat merupakan pengobatan yang digunakan untuk memperkuat tulang dan mencegah fraktur akibat adanya kehilangan kepadatan tulang. Penelitian menunjukkan pada saat bifosfonat digunakan untuk memperkuat tulang, obat ini mempunyai efek yang berlawanan terhadap tulang rahang. Penggunaan jangka panjang dapat menghambat aliran darah ke rahang sehingga meningkatkan resiko terjadinya osteonekrosis pada rahang.12

c. Radiasi

Jaringan tulang yang menerima radiasi tinggi merupakan faktor penyebab terjadinya nekrosis pada jaringan lunak dan tulang.13 Hal ini dapat kronis atau akut. Dosis radiasi yang tinggi (40Gy atau 400cGy/rads) dapat mengurangi suplai darah pada tulang sehingga tulang dapat kehilangan oksigen yang dibutuhkan. Hasilnya terjadi kematian pada jaringan tulang.14,15 Oleh karena itu sangat penting adanya

medical record untuk mengetahui secara tepat seberapa besar radiasi yang diterima

oleh pasien dan didaerah mana radiasi tersebut diberikan langsung.15

2.2.2 Gejala Klinis


(15)

Pertama sekali, pasien akan hanya merasakan nyeri ketika adanya beban pada tulang atau persendian. Dengan berkembangnya penyakit, kemudian rasa nyeri tersebut akan timbul ketika istirahat. Rasa nyeri dapat meningkat dan intensitasnya mulai dari ringan hingga tajam.6,9,10,16

Bila osteonekrosis progresif serta tulang dan permukaan persendian hancur, maka rasa nyeri akan meningkat secara drastis. Rasa nyeri terasa tajam dan pasien akan mengalami keterbatasan pergerakan pada persendian.8,9,10,16,17 Pada beberapa kasus, terutama yang mengenai persendian dimulai dengan terjadinya osteoarthritis.8,10 Jangka waktu antara gejala awal yang timbul hingga hilangnya fungsi persedian berbeda-beda pada setiap pasien, mulai dari beberapa bulan hingga lebih dari satu tahun.8,9,10,16

2.3 Diagnosa

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan dan melakukan anamnese mengenai riwayat medis pasien, dokter dapat menggunakan satu atau lebih teknik untuk mendiagnosa osteonekrosis. Seperti penyakit yang lain, diagnosa dini akan meningkatkan kesuksesan dalam melakukan perawatan.8,10 Berikut ini adalah beberapa cara dalam mendiagnosa osteonekrosis :

a. X-Ray

Teknik ini merupakan test yang dilakukan pertama kali oleh dokter.8,9,10,17 Teknik ini dapat membantu membedakan osteonekrosis yang berasal dari penyebab lain seperti fraktur. Pada stadium awal osteonekrosis, gambaran x-ray dapat terlihat normal karena x-ray tidak cukup sensitif untuk mendeteksi perubahan pada tulang10,


(16)

sehingga dibutuhkan cara lain untuk menegakkan diagnosa. Pada stadium akhir, gambaran x-ray memperlihatkan kerusakan tulang dan juga berguna untuk melihat perkembangan penyakit.8-10

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dari hasil penelitian memperlihatkan magnetic resonance imaging atau MRI sangat sensitif untuk mendiagnosa osteonekrosis pada stadium awal. Seperti x-ray,

bone scan dan CT Scan, MRI menedeteksi perubahan kimia pada tulang.8,10,18 MRI membantu dokter dalam memberikan gambaran daerah yang terinfeksi dan proses perbaikan perbaikan tulang. Pada kondisi ini, MRI memperlihatkan daerah yang terinfeksi tanpa adanya gejala.8-10

c. Bone scan

Teknik ini digunakan pada pasien yang pada test x-ray hasilnya normal dan tidak mempunyai faktor resiko terjadinya osteonekrosis. Pada teknik ini, sebuah bahan radioaktif yang tidak berbahaya disuntikkan secara intravena dan akan terlihat gambaran tulang dari kamera khusus. Gambar tersebut memperlihatkan bagaimana bahan injeksi tersebut berjalan masuk kedalam aliran darah di tulang. Kemudian akan menunjukkan daerah yang terinfeksi, sehingga mengurangi bahaya radiasi yang berlebih pada pasien. Teknik ini tidak dapat mendeteksi osteonekrosis pada stadium awal.8,10

d. CT Scan

CT Scan merupakan gambaran tiga dimensi dari tulang yang memperlihatkan


(17)

bermanfaat dalam menegakkan diagnosa dari osteonekrosis. Walaupun sebuah diagnosis umumnya dapat ditegakkan tanpa harus melakukan CT-Scan. Teknik ini kurang sensitif dibandingkan MRI.8,10

e. Biopsi

Biopsi merupakan teknik pembedahan dimana jaringan dari tulang yang terinfeksi diambil dan diteliti. Biopsi merupakan cara terakhir yang dilakukan untuk mendiagnosa osteonekrosis, dan teknik ini jarang digunakan karena memerlukan pembedahan.8,10


(18)

BAB 3 BIFOSFONAT

Bifosfonat telah diketahui oleh ahli kimia sejak pertengahan abad ke-19, pertama kali di sintesis di Jerman pada tahun 1865. Zat ini digunakan untuk industri karena dapat menghambat pengendapan kalsium karbonat. Para ilmuan pertama kali mengemukakan karakteristik biologi bifosfonat pada tahun 1968. Hal ini berdasarkan penelitian pertama dilaboratorium pada zat anorganik pirofosfat yang ditemukan dalam plasma dan urine, yang menghambat pengendapan kalsium fosfat.19

3.1 Farmakokinetik

Bifosfonat merupakan komponen stabil dari pirofosfat yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mineral tulang dan mampu menghambat resorpsi osteoklas pada tulang. Struktur dari bifosfonat terdiri dari pirofosfat dengan modifikasi pada kedua rantainya dengan potensi anti resorpsi yang berbeda. Bifosfonat mempunyai beberapa efek pada tipe sel yang berbeda, walaupun secara umum bekerja menghambat resorpsi tulang dengan menghambat aktifitas osteoklas dan kondisi ini memungkinkan terjadinya apoptosis osteoklas.20,21

Pirofosfat dibentuk oleh proses anabolik yang banyak, di hidrolisis secara cepat menjadi dua grup unsur fosfat. Jika ikatan atom oksigen pada pirofosfat digantikan dengan atom karbon, terbentuklah bifosfonat. Komponen ini secara menyeluruh akan resisten terhadap hidrolisis dan ikatan kimianya tetap stabil. 22


(19)

Gambar 2. Struktur kimia dari pirofosfat and bifosfonat (Martin TJ, Grill V. Bisphosphonates-mechanisms of action. Aust Pres 2000;23:1-5)

Bifosfonat mempunyai karakteristik dengan dua ikatan C-P. Struktur dari P-C-P memiliki banyak variasi, umumnya dengan mengubah dua sisi ikatan rantai karbon. Perubahan yang kecil pada struktur bifosfonat dapat memberikan perubahan yang besar pada proses kimia, biologi, teraupetik dan karakteristik toksikologi.19

Absorpsi bifosfonat pada saluran pencernaan sangat lambat.22,23 Hal ini berlangsung oleh difusi pasif pada dinding perut dan usus kecil bagian atas, dan hal ini dapat dikurangi jika obat diberikan bersamaan dengan kalsium atau besi. Bifosfonat tidak pernah diberikan pada saat makan atau bersamaan dengan produk susu. Sebanyak 20-80% bifosfonat diabsorpsi oleh tulang secara cepat dan di ekskresikan melalui urine. Waktu paruh bifosfonat dalam sirkulasi darah sangat pendek. Deposisi dalam tulang berpengaruh terhadap pembentukan dan resopsi tulang.22

Setelah diberikan bifosfonat akan memberikan efek dan menetap pada tulang. Hal ini akan memperpanjang retensi pada tulang yang menerangkan mengapa injeksi secara intravena sangat efektif diberikan untuk jangka waktu yang lama pada pasien


(20)

dengan penyakit perubahan yang tinggi pada tulang seperti paget’s disease. Bifosfonat yang menetap dalam tulang mungkin tidak aktif, tetapi terlihat jelas dalam jumlah yang banyak dapat dibebaskan melalui proses resorpsi.22

3.2 Indikasi

Bifosfonat digunakan pada perawatan osteoporosis, paget’s disease, multiple

myeloma dan kelainan tulang akibat metastase dari kanker.4,23,25 Bifosfonat juga diberikan pada pasien dengan kanker payudara sebagai bagian dari percobaan klinis. Bifosfonat sangat berguna untuk mengontrol nyeri tulang dan mengurangi level kalsium yang tinggi pada aliran darah dan kondisi ini dikenal dengan hiperkalsemia.24,25

Bifosfonat diberikan secara oral dan intavena.26,27 Aledronat, risedronat dan ibadronat diberikan secara oral. Waktu pemberian dua kali sehari. Obat ini umumnya sangat baik, tapi dalam persentase yang kecil dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan. Pamidronat, ibadronat dan asam zoledronic diberikan secara intravena. Umumnya diberikan selama 3-4 bulan.26

Bifosfonat dapat diklasifikasikan menjadi 2 struktur subgrup berdasarkan perbedaan struktur kimia dan mekanisme fungsi, yaitu bifosfonat yang berikatan dengan nitrogen (N-bifosfonat) dan bifosfonat yang tidak berikatan dengan nitrogen. Bifosfonat yang tidak berikatan dengan nitrogen mempunyai potensi anti resorpsi yang lebih rendah dibandingkan N-bifosfonat.


(21)

3.3 Mekanisme Kerja

Bifosfonat merupakan agen antiresorpsi yang bekerja menghambat osteoklas pada proses resorpsi tulang, tetapi tidak mempunyai efek terhadap fungsi osteoblas untuk membuat tulang baru. Hal ini akan meningkatkan persentase pembentukan tulang dan kepadatan tulang. Bifosfonat sampai pada permukaan tulang melalui perantara obat. Bifosfonat yang ada dipermukaan tulang dapat berikatan dengan kristal hikdrosiapatit pada tulang dan mengurangi aktifitas osteoklas sehingga menghambat terjadinya resorpsi tulang.27

Aledronat, risedronat, pamidronat, asam zoledronic dan ibadronat merupakan golongan aminobifosfonat yang mempunyai potensi yang tinggi karena berikatan dengan nitrogen pada salah satu sisi rantai. Nonaminobifosfonat dimetabolisme oleh osteoklas untuk menonaktifkan Adenosinetriphosphate (ATP) yang tidak dihidrolisis yang berpengaruh langsung pada sel sitotoksik dan menyebabkan apoptosis. Baru-baru ini dikemukakan, aminobifosfonat mempunyai 2 aksi yaitu menginduksi ATP yang lain agar terjadi apoptosis dan menghambat sintesis farnesyl difosfat yang merupakan bagian dari mevalonate pathway pada sintesis kolesterol. Penghambatan ini mengakibatkan ketidakteraturan transport intaseluler, sistem cytoskeletal dan proliferasi sel, yang akhirnya menghambat aktifitas osteoklas.20,22 Pada penggabungan, aminobifosfonat mengurangi pembentukan osteoklas baru dan merangsang osteoblas memproduksi faktor penghambat osteoklas.22


(22)

Gambar 3. Bisphosphonate pathway

(Gong L. Bisphosphonatt pathway. 2008<www.pharmagkb.org/ index.jsp> (11 September 2008)

Aminobifosfonat umumnya digunakan sebagai anti tumor untuk mengurangi apoptosis sel tumor, menghambat adhesi sel tumor pada matriks ektraseluler dan menghambat invasi sel kanker, bifosfonat juga mempunyai sifat antiangiogenesis dan dapat mengaktifkan sel T.22

Bifosfonat yang tidak berikatan dengan nitrogen menghalangi resopsi tulang oleh sel sitotoksik yang merupakan interferen ATP mitokondria yang menyebabkan


(23)

apoptosis dari osteoklas. Sebaliknya, N-bifosfonat tidak dimetabolisme oleh osteoklas. Hal ini dapat menghalangi mevalonate pathway yang akan menyebabkan hilangnya prenylate GTPase yang penting untuk fungsi osteoklas. Enzyme pada N-bifosfonat mempunyai efek seluler sintesis farnesyl difosfat. Hal ini menghalangi sintesis farnesyl sehingga mengganggu protein prenyl seperti GTPase. Selain itu adanya berbagai potensi N-bifosfonat untuk menghambat kolerasi sintesis farnesyl difosfat dengan antiresorpsinya yang merupakan sasaran utama molekular N-bifosfonat.28


(24)

BAB 4

PERAWATAN OSTEONEKROSIS

Perawatan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan tulang dan persendian lebih lanjut, serta membantu meringankan rasa nyeri.10,29 Jika tidak dilakukan perawatan, pasien akan mengalami nyeri hebat dan ruang gerak yang terbatas hingga 2 tahun. Untuk menentukan perawatan yang tepat, ada beberapa hal-hal yang perlu dipertimbangkan yaitu umur pasien, stadium penyakit, lokasi dan luas area tulang yang nekrose serta penyebab dari osteonekrosis.8,10,29

4.1 Konservatif

a. Pemberian obat

Nonsteroid anti-inflamatory drugs (NSAID) umumnya diresepkan untuk

mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan kelainan pembekuan darah akan diberi pengencer darah untuk mengurangi pengumpalan yang menghambat suplai darah ke tulang.8,10 Pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada jaringan lunak, nyeri dan osteomielitis. Penisilin merupakan pilihan obat yang sering diberikan dan dapat dikombinasikan dengan metronidazole. Pada pasien yang alergi penisilin dapat diberikan azithromycin atau antibiotik golongan quinolon. Pemberian antibiotik tergantung pada potensial dari bakteri, toleransi pasien dan biaya.2

b. Mengurangi beban

Jika osteonekrosis di diagnosa lebih awal, dokter akan mulai memberikan perawatan pada pasien dengan menghilangkan beban dari sendi yang terlibat. Dokter


(25)

akan menyarankan untuk mengurangi aktivitas atau menggunakan crutch.8,10,29 Pada beberapa kasus, pengurangan beban dapat memperlambat kerusakan akibat osteonekrosis dan akan terjadi penyembuhan secara alami. Kombinasi antara pemberian obat dan pengurangan beban merupakan cara yang efektif untuk menghindari atau menunda dilakukan pembedahan pada beberapa pasien.8,10

c. Latihan gerak

Suatu program latihan melibatkan sendi yang dapat membantu untuk tetap dapat bergerak dan meningkatkan cakupan gerak pasien.8

4.2 Pembedahan

a. Core Decompression

Prosedur pembedahan ini menghilangkan lapisan tulang bagian dalam, yaitu dengan mengurangi tekanan pada tulang, meningkatkan aliran darah ke tulang dan membiarkan pembentukan pembuluh darah yang lebih banyak. Teknik ini bekerja dengan baik pada pasien osteonekrosis stadium awal yang lebih sering sebelum terjadinya collapse pada persendian. Teknik ini dapat mengurangi nyeri dan memberikan kemajuan yang perlahan pada tulang dan persendian yang rusak.8,10

b. Osteotomi

Prosedur pembedahan ini membentuk kembali kontur tulang yang rusak untuk mengurangi beban pada daerah tersebut. Dibutuhkan waktu perbaikan yang lama dan keterbatasan aktifitas pada pasien selama 3-12 bulan setelah dilakukan osteotomi. Teknik ini lebih efektif pada pasien stadium lanjut dan tulang yang terlibat lebih luas.8,10


(26)

Gambar 4. Ramus osteotomi

(Yokoo S, Komori T, Furudoi S, et al. Orthognathic surgery for occlusal reconstruction of old malunited jaw fracture. J Med Sci 2006;52(3): 37-47)

c. Bone graft

Prosedur ini digunakan untuk mendukung persendian setelah dilakukan core

decompression. Teknik ini merupakan pembedahan dengan cara transplantasi tulang

sehat dari salah satu bagian tubuh seperti kaki ke bagian tulang yang rusak. Umumnya, graft meliputi pembuluh darah arteri dan vena yang berguna untk meningkatkan suplai darah pada daerah yang rusak. Hal ini membutuhkan waktu perbaikan selama 6-12 bulan. Prosedur ini sangat komplek dan keefektifan keberhasilannya tidak dapat dipastikan.8,10

d. Arthroplasty

Arthroplasty disebut juga dengan pergantian keseluruhan bagian persendian

yang rusak dan merupakan pilihan akhir dari perawatan osteonekrosis. Hal ini dilakukan bila persendian sudah hancur, persendian akan digantikan dengan komponen tiruan.bahan.8,10 Bahan komponen tersebut dapat terbuat dari plastik,


(27)

metal, material keramik atau dibentuk dari jaringan tubuh seperti kulit, otot dan tulang muka.31 Berbagai tipe komponen tersedia dan pasien harus mendiskusikan secara spesifik kebutuhannya dengan dokter.8,10

Gambar 5. Area insisi arthroplasty (Craniomandibular rehab, Inc.

Jaw surgeries, 2007. <http://www.cranio rehab.com> (2 mei 2010)

Artroplasty merupakan pembedahan terbuka pada sendi rahang dimana

dilakukan inisisi pada area depan telinga. Insisi biasanya diperluas dari area “sideburn” kemudian kedepan daerah telinga sehingga mencakup telinga itu sendiri. Bagian yang diperluas dari telinga merupakan tempat insisi yang tersembunyi sampai terlihat. Lapisan tulang muka akan terlihat dan terefleksi serta memperlihatkan kapsul persendian tulang rahang. Kapsul ini dibuka dan akan terlihat meniskus, yang nerupakan struktur penyebab terjadinya gejala. Meniskus dipelajari dengan teliti, dicatat bagaimana posisinya, ketebalannya, kontur permukaannya dan fleksibilitasnya. Jika bagian ini sehat maka perbaikannya dilakukan dengan meletakkan kembali pada posisi yang normal kemudian dilakukan penjahitan. Jika bagian ini rusak maka akan dibuang dan digantikan dengan komponen tiruan.31


(28)

BAB 5 KESIMPULAN

Osteonekrosis adalah suatu kelainan akibat kehilangan suplai darah dari tulang yang terjadi secara sementara atau permanen. Faktor penyebab osteonekrosis bermacam-macam diantaranya trauma, radiasi dan penggunaan bifosfonat pada pasien kanker. Gejala klinisnya berupa rasa nyeri pada persendian. Osteonekrosis dapat diagnosa dengan berbagai cara, diantaranya adalah menggunakan X-Ray, MRI,

bone scan, CT scan dan biopsi.

Bifosfonat merupakan salah satu bahan kemoterapi pada pasien-pasien kanker untuk mengurangi rasa nyeri. Bifosfonat diberikan secara oral dan intravena serta pemakaiannya dalam jangka panjang. Bifosfonat terdiri dari 2 struktur subgrup yaitu yang berikatan dengan nitrogen dan yang tidak berikatan dengan nitrogen. Bifosfonat dapat berikatan dengan tulang dan menghambat aktifitas osteoklas, sehingga pemakaian jangka panjang dapat mengakibatkan osteonekrosis terutama pada rahang.

Perawatan osteonekrosis dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah dan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien. Perawatan dapat dilakukan secara konservatif dan pembedahan. Perawatan secara konservatif dengan cara memberikan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik, mengurangi beban pengunyahan pada rahang dan latihan gerak pada sendi.

Perawatan secara pembedahan dilakukan dengan core decompression dengan cara menghilangkan lapisan tulang paling dalam, osteotomi untuk membentuk


(29)

yang sehat pada tulang yang rusak dan arthroplasty yang menggantikan seluruh bagian tulang yang rusak dengan komponen tiruan.


(30)

DAFTAR PUSTAKA

1. Novartis Pharmaceutical Corporation. Expert panel recommendation for the

prevention, diagnosis and treatment of osteonecrosis of the jaw. ODAC meeting

briefing document 2005: 2-7.

2. Rugg iero S, Gralow J, marx RE, et al. Practical guidelines for the prevention,

diagnosis and treatment of osteonecrosis of the jaw in patiet with cancer. J Onc

Prac 2006;2:7-14.

3. American Dental Assosiation Council on Scientific Affairs. Dental management

of patients receiving oral bisphosphonate therapy. JADA 2006;13:1144-50.

4. Sehbai AS, Mirza MA, Ericson SG, et al. Osteonecrosis of the jaw associated

with bisphosphonate therapy: tips for the practicing oncologist. Comm Oncol

2007;4(1):w1-9.

5. Zak M, Spina AM, Spinazze RP, et al. Bisphosphonates and the dental patient:

part 2. Copendium 2007;28(9);510-6.

6. Bilezikian JP, Raisz LG, Roden GA. Principles of bone biology. San Diego: Academic Press, 1996: 536.

7. Kissane JM. Anderson’s pathology. Vol two. St.Loius: The C.V Mosby Company, 1985: 1759-63.

8. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. Questions

and answer about osteonecrosis (avascular necrosis). Recognizing the national


(31)

9. Marina N, Darling J, Hudson MM, Bhatia S, Botromley S. Osteonecrosis. Children’s Oncology Group 2006: 1-5.

10.American Academy of orthopaedic Suegeons. Avascular necrosis fact book. Des Plaines: Health News Flash, 2002: 1-9.

11.Pickett FA. Bisphosphonate-associated osteonecrosis of the jaw: a loiterature

review and clinical practice guidelines. J Dent Hygiene 2006;80(3):1-11.

12.Anonymous. Bisphosphonate side effects: jaw osteonecrosi, 2007.

<http://www.youhavealawyer.com> (27 Maret 2008)

13.Burket’s. Oral medicine diagnosis and treatment. 4th ed. Ontario: Decken Inc., 2003: 223-4.

14.Paulino A. Osteoradionecrosis after childhood cancer. Children’s oncology group 2008: 2-3.

15.Anonymous. Osteoradionecrosis. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

16.Neville BW, Damm DD, Allen CM. Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelia: Sanders, 2002: 746-8.

17.Daud DJ, Simpson DA. Cranimaxillofacial trauma. Edinburgh: Churchill Livingstone Inc., 1995: 286.

18.Laskin DM, Greene CS, Hyllander WL. Temporomandibular disorders. Chicago: Quintessence Publishing Co., 2006: 159-62.

19.Fleisch H. Development of bisphosphonates. Breast Cancer Res 2002;4:30-34. 20.Shipman CM, Rogers MJ, Vanderkerken K, et al. Bisphosphonates mechanisms of


(32)

21.Robinson NA. Bisphosphonates-a word of caution. Ann Acad Med 2004;33:48-49.

22.Martin TJ, Grill V. Bisphosphonates-mechanisms of action. Aust Pres 2000;23:1-5

23.Woo SB, Hellstein JW, Kalmar JR. Systematic review: bisphosphontes and

osteonecrosis of the jaw. Ann Intern Med 2006;144:753-59.

24.Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St.Louis: Churchill Livingstone, 2007: 526.

25.Anonymous.Bisphosphonate. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

26.Russell LA. Bisphosphonates and osteonecrosis of the jaw. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

27.Anonymous. What are bisphosphonates and how do they work?, 2008. <http://www.craniorehab.com> (2 mei 2010)

28.Gong L. Bisphosphonate pathway. 2008

september 2008)

29.Peterson LR. Oral and maxillofacial surgery. 3rd ed. St. Louis: Mosby Inc., 1998 : 463

30.Yokoo S, Komori T, Furudoi S, et al. Orthognathic surgery for occlusal

reconstruction of old malunited jaw fracture. J Med Sci 2006;52(3):37-47.

31.Davidson T, culvert L. Arthroplasty. American Academy of orthopedic surgeons 2007: 1-6.


(33)

32.Craniomandibular rehab, Inc. Jaw surgeries, 2007. <http://www.craniorehab.com> (2 mei 2010)


(34)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citrara Dwika Yugita

Tempat/tgl lahir : Tanjung Gading, 16 Desember 1986 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam Nama orang tua

Ayah : H. Musliano Ibu : Hj. Wagiani

Alamat : Jl. Tuba IV No. 21 Medan Riwayat Pendidikan

1. 1990 – 1998 : SD Negeri 016397 Kec.Air Putih Asahan 2. 1998 – 2001 : SLTP Negeri 2 Kec.Air Putih Asahan 3. 2001 -2004 : SMU Negeri 5 Medan


(1)

yang sehat pada tulang yang rusak dan arthroplasty yang menggantikan seluruh bagian tulang yang rusak dengan komponen tiruan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Novartis Pharmaceutical Corporation. Expert panel recommendation for the prevention, diagnosis and treatment of osteonecrosis of the jaw. ODAC meeting briefing document 2005: 2-7.

2. Rugg iero S, Gralow J, marx RE, et al. Practical guidelines for the prevention, diagnosis and treatment of osteonecrosis of the jaw in patiet with cancer. J Onc Prac 2006;2:7-14.

3. American Dental Assosiation Council on Scientific Affairs. Dental management of patients receiving oral bisphosphonate therapy. JADA 2006;13:1144-50.

4. Sehbai AS, Mirza MA, Ericson SG, et al. Osteonecrosis of the jaw associated with bisphosphonate therapy: tips for the practicing oncologist. Comm Oncol 2007;4(1):w1-9.

5. Zak M, Spina AM, Spinazze RP, et al. Bisphosphonates and the dental patient: part 2. Copendium 2007;28(9);510-6.

6. Bilezikian JP, Raisz LG, Roden GA. Principles of bone biology. San Diego: Academic Press, 1996: 536.

7. Kissane JM. Anderson’s pathology. Vol two. St.Loius: The C.V Mosby Company, 1985: 1759-63.

8. National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. Questions and answer about osteonecrosis (avascular necrosis). Recognizing the national bone and joint decade 2002-2011: 1-11.


(3)

9. Marina N, Darling J, Hudson MM, Bhatia S, Botromley S. Osteonecrosis. Children’s Oncology Group 2006: 1-5.

10. American Academy of orthopaedic Suegeons. Avascular necrosis fact book. Des Plaines: Health News Flash, 2002: 1-9.

11. Pickett FA. Bisphosphonate-associated osteonecrosis of the jaw: a loiterature review and clinical practice guidelines. J Dent Hygiene 2006;80(3):1-11.

12. Anonymous. Bisphosphonate side effects: jaw osteonecrosi, 2007. <http://www.youhavealawyer.com> (27 Maret 2008)

13. Burket’s. Oral medicine diagnosis and treatment. 4th ed. Ontario: Decken Inc., 2003: 223-4.

14. Paulino A. Osteoradionecrosis after childhood cancer. Children’s oncology group 2008: 2-3.

15. Anonymous. Osteoradionecrosis. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

16. Neville BW, Damm DD, Allen CM. Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelia: Sanders, 2002: 746-8.

17. Daud DJ, Simpson DA. Cranimaxillofacial trauma. Edinburgh: Churchill Livingstone Inc., 1995: 286.

18. Laskin DM, Greene CS, Hyllander WL. Temporomandibular disorders. Chicago: Quintessence Publishing Co., 2006: 159-62.

19. Fleisch H. Development of bisphosphonates. Breast Cancer Res 2002;4:30-34. 20. Shipman CM, Rogers MJ, Vanderkerken K, et al. Bisphosphonates mechanisms of


(4)

21. Robinson NA. Bisphosphonates-a word of caution. Ann Acad Med 2004;33:48-49.

22. Martin TJ, Grill V. Bisphosphonates-mechanisms of action. Aust Pres 2000;23:1-5

23. Woo SB, Hellstein JW, Kalmar JR. Systematic review: bisphosphontes and osteonecrosis of the jaw. Ann Intern Med 2006;144:753-59.

24. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial surgery. 2nd ed. St.Louis: Churchill Livingstone, 2007: 526.

25. Anonymous.Bisphosphonate. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

26. Russell LA. Bisphosphonates and osteonecrosis of the jaw. <http://www.survivorshipguidelines.org/> (15 mei 2008)

27. Anonymous. What are bisphosphonates and how do they work?, 2008. <http://www.craniorehab.com> (2 mei 2010)

28. Gong L. Bisphosphonate pathway. 2008

september 2008)

29. Peterson LR. Oral and maxillofacial surgery. 3rd ed. St. Louis: Mosby Inc., 1998 : 463

30. Yokoo S, Komori T, Furudoi S, et al. Orthognathic surgery for occlusal reconstruction of old malunited jaw fracture. J Med Sci 2006;52(3):37-47.

31. Davidson T, culvert L. Arthroplasty. American Academy of orthopedic surgeons 2007: 1-6.


(5)

32. Craniomandibular rehab, Inc. Jaw surgeries, 2007. <http://www.craniorehab.com> (2 mei 2010)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Citrara Dwika Yugita

Tempat/tgl lahir : Tanjung Gading, 16 Desember 1986 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam Nama orang tua

Ayah : H. Musliano Ibu : Hj. Wagiani

Alamat : Jl. Tuba IV No. 21 Medan Riwayat Pendidikan

1. 1990 – 1998 : SD Negeri 016397 Kec.Air Putih Asahan 2. 1998 – 2001 : SLTP Negeri 2 Kec.Air Putih Asahan 3. 2001 -2004 : SMU Negeri 5 Medan