17 terpisah menjadi kelompok Domba Hitam Kara Koyunlu dan Domba Putih Ak
Koyunlu.
36
Di akhir abad pertengahan, 1501 M, Dinasti Ṣafawi muncul dalam
panggung sejarah menurut Badri Yatim, 1500 – 1800 M.
37
Dalam Dunia Islam –
meski tidak berdiri secara bersamaan – Dinasti Ṣafawi semasa dengan dua
kerajaan besar Islam lainnya, yaitu Turki Utsmani dan Mughal di India. Karena ketiga kerajaan ini, peran politik Islam di kancah internasional menguat kembali.
38
Era ini adalah masa kebangkitan Islam pasca keruntuhan masa klasik di Baghdad pada 1258 Masehi.
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Ṣafawi
Munculnya dinasti ini berawal dari sebuah tarekat sufi yang termasyhur di Persia yang didirikan oleh Safi al-Din Ishaq.
39
Kelompok ini menjadi pusat perkumpulan sufi yang kemudian semakin hari kian kuat dan mendominasi. Hal
ini membuat khawatir pemerintah dan benar saja kelompok ini menjadi sebuah gerakan politik yang sangat kuat, yang akhirnya berhasil menguasai tampuk
kekuasaan. Perubahan gerakan tarekat sufi ini, hingga menjadi sebuah pemerintahan,
penulis membaginya ke dalam tiga fase, pertama, saat masih merupakan tarekat sufi lokal. Kedua, kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik, dan ketiga,
sebuah gerakan politik dalam bentuk pemerintahan resmi.
36
Ibid.
37
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, ed. ke-1 Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 129.
38
Ibid.
39
Adel Allouche, The Origins and Development of the Ottoman-Safavid Conflict 906- 9621500-1555 Berlin: Klaus Schwarz Verlag, 1983, h. 32.
18
1. Tarekat Sufi
Pada fase tarekat, gerakan Ṣafawiyah mempunyai dua corak, yaitu corak
Sunni pada masa kepemimpinan Safi al-Din dan Sadruddin Musa bin Safiuddin, dan corak Sh
i’ah pada masa kepemimpinan cucu Safi al-Din, Khawaja Ali dan Ibrahim.
40
Setelah gempuran bangsa Mongol, dunia Islam mengalami kemunduran di berbagai sektor, salah satunya yang paling penting adalah kemerosotan dalam
bidang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan kepercayaan terhadap hal-hal berbau mistis serta hidup menyendiri muncul kembali dan menjamur di mana-
mana. Di berbagai pelosok Iran sendiri, muncul banyak tarekat sufi. Dan tarekat Safi al-Din
41
tersebut merupakan pusat kaum sufi
42
yang terkenal dan memiliki pengaruh di Ardabil, Azerbaijan, yang di kemudian hari semakin meluas hingga
ke Asia Kecil, Syria, dan timur Anatolia.
43
Sebelumnya, awal terbentuknya tarekat ini yaitu ketika Safi al-Din kembali ke Ardabil pasca kematian gurunya. Sekembalinya dari sana, orang-orang
banyak yang datang kepadanya untuk menjadi muridnya. Akhirnya, ia pun membentuk tarekatnya sendiri,
Ṣafawiyah, yang diambil dari namanya.
40
Muhammad Syafii Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam: Persia Jakarta: Tazkia Publishing, 2012, h. 50.
41
Safi al-Din lahir pada 650 H1252 M di Ardabil. Ia merupakan putra kelima dari tujuh bersaudara. Ayahnya adalah Khawaja Kamal al Din Arabshah, yang kemudian meninggal enam
tahun kemudian. Masa pertumbuhannya lebih ia curahkan untuk berkelana menekuni kehidupan spiritual yang akhirnya mengantarkannya pada gurunya yang terakhir, Shaykh Zahid-i Gilani,
yang merupakan pemimpin dari sebuah tarekat sufi di Shiraz, Zahidiyyah, pada 7001301. Selanjutnya, di samping menjadi murid yang paling disayangi sang Guru, Safi al Din juga direstui
untuk menikahi putrinya. Dari pernikahan tersebut ia memiliki anak, yang kemudian dinikahkan dengan putra gurunya. Safi al Din wa
fat pada 73512 September, 1334. Iysa Ade Bello, “The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders”, dalam Islamic Studies, vol. 23,
no. 1, Islamabad: Islamic Research Institute International Islamic University, 1984, h. 3-4.
42
Di Iran disebut dengan Khaneqan. Lihat Rangkuman Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Islam Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Revolusi Islam, h. 325.
43
Bello, The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders, h. 4.
19 Pada mulanya, gerakan tarekat sufi ini hanya bertujuan untuk memerangi
bid’ah dan penyelewengan agama. Seperti yang disebutkan di atas, sejak masa Safi al-Din pun, gerakan ini telah mempunyai pengaruh besar dan menarik banyak
massa. Tidak hanya itu, sosok Safi al-Din ini juga disegani oleh para tokoh politik. Meski demikian, ia tidak mempunyai keinginan untuk memiliki peran
dalam dunia politik. Tetapi itu tidak menyurutkan pengaruhnya, justru gerakan tarekat yang ia pimpin semakin hari semakin mendominasi. Bahkan, para menteri
Dinasti Mongol Ilkhan pun banyak yang bergabung dengan tarekat ini.
44
2. Gerakan Politik
Selanjutnya, tarekat ini menjadi semakin berkembang, yang mana hal ini menyebabkan lahirnya kefanatikan di antara para pengikutnya serta kehendak
ingin menguasai. Dengan begitu, tarekat ini pun memasuki fase kedua, berubah menjadi sebuah gerakan politik yang masif. Tahap tersebut terjadi ketika gerakan
berada di bawah kepemimpinan Djunayd 851 H1447 M – 864 H1460 M
45
, yang merupakan kakek dari Shah Ismail I.
46
Djunayd secara terang-terangan berusaha untuk meninggalkan prinsip- prinsip ajaran tarekat yang dibawa oleh para pendahulu sebelumnya dan
merevolusionerkan praktek Dinasti Ṣafawi. Ia mencoba keberuntungannya dalam
arena politik dan kemiliteran yang saat itu di Iran dan Iraq sedang terjadi kevakuman serta disintegrasi politik akibat kematian Shaykh Rukh, penguasa
Dinasti Timuriyah.
47
44
Ibid.
45
Encyclopaedia of Islam New Edition, vol. IV, cet. ke-3 Leiden: E. J. Brill, 1997, h. 34.
46
Arnold Toynbee, A Study of History: Introduction the Geneses of Cizilizations, vol. 1, cet. ke-7 London: Oxford University Press, 1956, h. 366.
47
Ibid.
20 Salah satu konflik yang terjadi adalah perebutan kekuasaan antara Kara
Koyunlu dan Ak Koyunlu. Sebagian Persia – sekarang barat Iran – ketika itu
sedang berada dalam kekuasaan raja Kara Koyunlu, Djahanshah.
48
Ia menyadari ancaman gerakan
Ṣafawiyah yang kian mendominasi ini, lalu ia memberikan peringatan kepada Djunayd agar membubarkan gerakannya dan meninggalkan
Ardabil. Jika tidak, maka kota tersebut akan diserang dan dibumihanguskan.
49
Meski telah diberi ancaman seperti itu, Djunayd tidak mengindahkannya, ia beserta pengikutnya yang juga sekaligus prajuritnyanya, melarikan diri dan
mencari perlindungan kepada penguasa Ak Koyunlu, Uzun Hasan, di Diyar Bakr.
50
Kedua belah pihak, antara Djunayd dan Uzun Hasan, sebenarnya memiliki pemahaman agama Islam yang sangat berbeda. Di mana gerakan
Ṣafawiyah memegang paham Shi’ah, sedangkan Ak Koyunlu merupakan Sunni. Akan tetapi
mereka mengesampingkan perbedaan tersebut dan justru semakin mempererat aliansi mereka dengan pernikahan antara Djunayd dengan saudara perempuan
Uzun Hasan, Khadijah Begum.
51
Adapun alasan tentang penerimaan hangat yang dilakukan oleh Uzun Hasan, diduga ada dua faktor, pertama, untuk mencegah kemungkinan serangan
gerakan Ṣafawiyah ke wilayahnya di masa yang akan datang, dan kedua, untuk
memperkuat posisinya sendiri dalam melawan Djahanshah, Kara Koyunlu.
52
48
Encyclopaedia of Islam New Edition, h. 34.
49
Ibid.
50
Ibid.
51
Allouche,The Origins and Development of the Ottoman-Safavid Conflict 906- 9621500-1555, h. 46.
52
Ibid. Lihat Persia in A.D. 1478-1490, h. 64.
21 Kemudian, terjadi beberapa peperangan antara pihak mereka dengan Kara
Koyunlu. Djunayd akhirnya terbunuh di sebuah peperangan di Shirwan.
53
Aliansi antara
Ṣafawiyah dengan Ak Koyunlu dilanjutkan oleh pengganti Djunayd, Haydar, dengan menikahi putri dari Uzun Hasan. Permusuhan dengan Kara
Koyunlu terus berlanjut dan semakin memanas. Pada 8721468 M,
54
pihak Kara Koyunlu mengadakan serangan ke Ak Koyunlu, namun dapat dihadapi dan
dikalahkan. Kara Koyunlu pun berhasil digulingkan. Tetapi pada 8481473 M,
55
Ak Koyunlu dikalahkan oleh Kekaisaran Ottoman. Tiga puluh empat tahun kemudian, 8821478 M, Uzun Hasan
meninggal, dan kematiannya menjadikan Ak Koyunlu semakin lemah. Pada masa selanjutnya, penerus Uzun Hasan memandang gerakan
Ṣafawiyah sebagai sebuah rival yang mengancam tahtanya. Oleh karena itu, ketika pasukan gerakan
Ṣafawiyah akan menyerang Sircassia dan Shirwan, pihak Ak Koyunlu justru membantu Shirwan dan berbalik menjatuhkan gerakan
Ṣafawiyah, dan hal ini menyebabkan Haydar terbunuh.
56
Tidak hanya itu, pihak Ak Koyunlu kemudian memenjarakan putera-putera penerus gerakan
Ṣafawiyah , salah satunya Isma’il, tetapi ia berhasil diselamatkan.
3. Pemerintahan Resmi
Fase ini terjadi ketika Isma’il akhirnya menjadi penerus gerakan Ṣafawiyah. Ia lalu mempersiapkan prajuritnya untuk menyerang Tabriz, ibukota
Ak Koyunlu. Pada musim panas tahun 1501, ia berhasil memasuki Tabriz.
57
Lalu,
53
Encyclopaedia of Islam New Edition, h. 34.
54
Ibid.
55
Ibid.
56
Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam Persia: Dinasti Safawi ‘Kerajaan Islam Pertama Bangsa Persia’, h. 51.
57
Ibid.
22 sebelum menjadi Shah
– Isma’il juga mengusir penguasa terkahir Ak Koyunlu, Murad. Dan Ak koyunlu pun mengalami keruntuhan.
Setelah menyingkirkan Ak Koyunlu, Isma ’il menyatakan dirinya sebagai
penguasa pertama Dinasti Ṣafawi dengan mengambil gelar Shah,
58
dan mendeklarasikan Shi’ah Dua Belas Imam sebagai mazhab resmi negaranya.
59
Browne mengatakan, kita akan membicarakannya sebagai Shah, namun oleh para sejarawan Persia, ia sering disebut sebagai Kháqán-i-Iskandar-shán the Prince
like unto Alxander in state atau setara dengan sebutan sang Pangeran bagi Alexander dalam pemerintahan, sedangkan puteranya yang kemudian menjadi
penerusnya, Shah Tahmasp, disebut Sháh-i-Dín-panáh the King who is the Refuge of Religion atau sang Raja yang menjadi Tempat Perlindungan bagi
Agama.
60
Dengan begitu, Dinasti Ṣafawipun mencapai fase ketiga, yaitu menjadi
sebuah pemerintahan resmi. Seperti pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa perjalanan gerakan ini menjadi sebuah dinasti memerlukan waktu sekitar, kurang
lebih 200 tahun. Yaitu, sejak Safi al-Din mendirikan tarekat ini pada 1300-an
61
hingga Isma’il memproklamirkan kekuasaannya pada 1501. Dinasti ini dipimpin oleh sebelas penguasa, yaitu:
Pemimpin Tarekat Ṣafawiyah
62
Penguasa Dinasti Ṣafawi
Safi al Din 7001301
– 7351334 Ismail I
1501 – 1524
Sadr al Din Musa 7351334
– 7941392 Tahmasp I
1524 – 1576
58
H. R. Roemer, “The Safavid Period”, dalam Peter Jackson dan Laurence Lockhart, ed., The Cambridge History of Iran: The Timurid and Safavid Periods, vol. 6 United Kingdom:
Cambridge University Press, 1986, h. 189.
59
Lorentz, Asian Historical Dictionaries no. 16: Historical Dictionary of Iran, h. 194- 195.
60
Edward G. Browne, A Literary History of Persia, Vol. 4: Modern Times 1500-1924, cet. ke-5 London: The Syndics of the Cambridge University Press, 1959
61
P.M. Holt, The Cambridge History of Islam, vol. IV London: Cambridge University Press, 1977, h. 399.
62
Bello, The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders, h. 3-9.
23 Khwaja Ali
7941392 – 8301427
Ismail II 1576
– 1578 Shaykh Ibrahim
Shaykh Shah 8301427
– 8511447 Muhammad
Khudabende 1578
– 1587 Junayd
8511447 – 8641460
Abbas I 1587
– 1629 Haydar Ali
8641460 – 8931488
Safi I 1629
– 1642 Sultan Ali
63
8931488 – 9051500
Abbas II 1642
– 1667 Ismail Ismail I
9051500 – 9061501
Sulaiman 1667
– 1694 Husain
1694 – 1722
Tahmasp II 1722
– 1731 Abbas III
1731 – 1736
63
Ibid,. Sultan Ali memang diaksesi sebagai pemimpin tarekat, pengganti ayahnya, Haydar, akan tetapi kemudian ia dan kedua saudaranya, Isma’il dan Ibrahim, dipenjarakan oleh
Ya’qub – Raja Ak Koyunlu saat itu – karena melihat gerakan sufi ini semakin berpengaruh, sehingga ia khawatir akan mengancam kekuasaannya. Sultan Ali dan kedua saudaranya ditahan
selama empat setengah tahun Februari 1489 – Agustus 1493.
24
BAB III SEJARAH ARSITEKTUR DAN LUKISAN PRA- DINASTI