1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam literatur sejarah mengenai seni arsitektur, dijelaskan bahwa arsitektur juga memiliki daya tarik untuk memancing perkembangan ekonomi.
Namun sayangnya, sangat jarang para penguasa dalam sejarah yang memanfaatkannya seperti itu,
1
bahkan seperti Istana Topkapi di Istanbul dan Fatehpur Sikri di India pun, konteks ekonominya seakan-akan tidak pernah
muncul dalam rencana mahakarya tersebut.
2
Di hampir setiap pembahasan yang penulis baca, seni selalu diangkat sebagai fungsi simbolis, yakni sebagai sebuah keagungan dan kesakralan dari
suatu kekuasaan, yaitu dalam bentuk yang kita sebut kerajaan, kekaisaran, ataupun dinasti. Bahkan, meskipun karya itu merupakan sebuah tempat suci
– tempat ibadah
– karya tersebut juga tetap menjadi simbol keagungan bagi kekuasaannya.
3
Keagungan di sini dapat kita lihat dari aspek kekuatan, kehebatan dan kekayaannya. Seperti tempat-
tempat suci Syi’ah di Iran dan Iraq, keduanya melambangkan simbol kesucian sekaligus simbol kekayaan penguasanya.
4
Padahal, menurut Grabar, arsitektur juga dapat digunakan untuk tujuan ekonomi, tetapi dalam sejarah hanya sedikit yang memanfaatkannya seperti itu. Di
antara sedikitnya penguasa yang menggunakan seni sebagai pendorong
1
Oleg Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and Fortifications’,” dalam George Michell, ed., Architecture of the Islamic World: Its History and
Social Meaning London: Thames and Hudson LTD, 1978, h. 65.
2
Ernst J. Grube, “Introduction,” dalam George Michell, ed., Architecture of the Islamic World: Its History and Social Meaning London: Thames and Hudson LTD, 1978, h. 13.
3
Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and Fortifications
”, h. 65.
4
Ibid.
2 perkembangan ekonomi adalah
Dinasti Ṣafawi yang diduga sebagai salah satu yang memanfaatkan arsitektur untuk perdagangan.
5
Dalam tulisannya, Oleg Grabar tidak menyebutkan nama penguasanya, tetapi penulis berasumsi bahwa
masa yang dimaksud adalah era kekuasaan Shah Abbas I. Pada masa tersebut, seni dijadikan sebagai salah satu strategi untuk
memajukan negaranya. Shah Abbas I ingin menegaskan pemerintahan Dinasti Ṣafawi berjaya di mata internasional dengan membangun ibukota barunya,
Isfahan.
6
Kemudian, Ahmed menyebutkan bahwa gaya lukisan maupun desain ornamen pada era Shah Abbas I menjadi lebih realistik, sensualitas lebih
ditonjolkan, dan lebih banyak menggambarkan kehidupan sehari-hari.
7
Penulis memandang hal tersebut sebagai sebuah manifestasi dari kondisi sosial saat itu
sekaligus sebagai sebuah inovasi dalam perencanaan pembangunannnya. Jika seseorang ingin mempelajari aspek sejarah masa kebangkitan di Italia
haruslah mengetahui terlebih dahulu berbagai seni konstruksi yang ada pada akhir abad pertengahan, karena dalam seni rupa benar-benar telah menjelaskan
bagaimana seniman-seniman masa itu mengungkapkan tentang usaha yang keluar dari jiwa masa abad pertengahan dan melangkah ke arah modernisasi dan inovasi
dalam mengungkapkan suatu kandungan jiwa manusia melalui apa yang nampak di dalam gerakan dan raut muka.
8
5
Ibid.
6
Marika Sardar, “Shah ‘Abbas and the Arts of Isfahan”, dalam Heilbrunn Timeline of Art History New York: The Metropolitan Museum of Art, 2000, artikel diakses pada 16 Maret 2015
dari http:www.metmuseum.orgtoahhdshahhd_shah.htm.
7
Akbar S. Ahmed, Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society London: Routledge, 1988, h. 70.
8
Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah ,. Penerjemah Mu’in Umar dkk Departemen
Agama: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986, h. 37.
3 Seperti yang Ahmed kemukakan bahwa mungkin cara terbaik untuk
memahami Dinasti Ṣafawi adalah melalui lukisan mereka.
9
Maka untuk mempelajari sejarah masa kebangkitan Islam di Persia pada abad pertengahan,
penulis melakukan pendekatan sejarah seni,
10
yaitu melihat bagaimana perkembangan seni di masa
Dinasti Ṣafawi. Kemudian penulis akan lebih fokus pada bagaimana seni, khususnya arsitektur dan lukisan menjadi salah satu faktor
yang turut mempengaruhi perkembangan pemerintahan, terutama ekonomi Dinasti Ṣafawi.
Selanjutnya, sejauh yang penulis telusuri tentang seni di masa Dinasti Ṣafawi, hampir semua penguasa dinasti ini cenderung menyukai seni, khususnya
lukisan. Tetapi di setiap masa kepemimpinannya ekspresi apresiatif terhadap seni tersebut berbeda-beda. Dengan melihat perbedaan tersebut akan dapat diketahui
dari pengembangan seni yang dilakukan dan apakah memberikan pengaruh terhadap perkembangan pemerintahannya.
Perkembangan seni arsitektur sebenarnya dimulai sekitar 1598 oleh Shah Tahmasp I,
11
namun secara ekonomis tidak sepesat masa Shah Abbas I, hal ini boleh jadi dikarenakan salah satu kebijakannya yang melarang para pedagang
ataupun misionaris utusan asing datang ke negerinya.
12
Klimaks perkembangan
9
Akbar S. Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam Di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. Penerjemah Amru Nst Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002, h. 127.
10
Kishwar Rizvi, “Art” dalam Jamal J. Elias, ed., Key Themes for the Study of Islam Oxford: Oneworld Publications, 2010, h. 16 dan 20.
11
Andrew Petersen, Dictionary of Islamic Architecture London: Routledge, 1996, h. 247.
12
Roger M. Savory, The Land of The Lion of The Sun: The Flowering of Iranian Civilization dalam Bernard Lewis, ed. The World of Islam: Faith, People, Culture London:
Thames and Hudson, 1976, h. 266.
4 seni arsitektur terjadi masa Shah Abbas I, yang ditandai dengan mahakarya
arsitekturnya, yaitu pembangunan ibukota Isfahan.
13
Ia menstimulir para senimannya untuk membuat sebuah gaya seni yang akan menjadi khas Persia, yang dimanifestasikan melalui berbagai obyek benda,
mulai dari ubin mural dan dekorasi dinding istananya, masjid, karpet-karpet tempat ziarah, tekstil dan manuskrip ilustratif.
14
Dalam hal ini pun sebagian sejarawan memiliki kecurigaan bahwa hal itu sebagai kedok untuk kepentingan
politik dan ekonomi saja. Dengan begitu seni juga memiliki peranan penting bagi kemajuan
pemerintahannya. Bahkan jika para pelancong diminta keterangan tentang siapa yang membangun penginapan bagi kafilah, yang sebelumnya hancur, jawaban
mereka pasti Shah Abbas I.
15
Selanjutnya, meski pembangunan untuk pendorong perekonomian dilakukan juga oleh Shah Abbas II, tetapi tidak semasif era Shah
Abbas I, karena di masa Shah Abbas II mulai mengalami kemunduran. Adapun kegiatan artistik yang berkembang masa penguasa kelima dinasti
ini lebih menonjol pada arsitektur dan lukisan, baik lukisan pada dinding bangunan, manuskrip maupun pada karpet, maupun keramik. Kemudian seni lain
yang berkembang adalah seni menenun, membuat keramik, dan musik. Menurut beberapa sumber, musik mengalami kemunduran, kecuali pada masa Shah Abbas
I.
13
Antony Hutt, “Key Monuments of Islamic Architecture: Iran,” dalam George Michell, ed., Architecture of the Islamic World: Its History and Social Meaning, h. 253.
14
Sheila R. Canby, Shah Abbas The Remaking of Iran London: The British Museums, 2009, h. 13.
15
Savory, “The Land of The Lion of The Sun: The Flowering of Iranian Civilization,” h. 247.
5 Sebelum menelisik lebih jauh, untuk penyebutan wilayahnya dalam skripsi
ini, penulis akan menggunakan nama Persia ﺲﺮﺎﻓ, karena periode waktu yang
dibahas masih termasuk abad pertengahan akhir pertengahan dan saat itu wilayah tersebut masih dikenal dengan nama Persia.
16
Secara khusus lagi, ketika masa Dinasti Pahlevi, nama Persia, merupakan sebuah nama untuk identitas
negeri, bangsa, bahasa, budaya, dan peradaban,
17
yang secara resmi diganti dengan Iran. Bahasan penulis termasuk ke dalam ranah budaya, sehingga
penyebutan Persia dirasa lebih cocok. Dan penulis lebih berfokus pada budaya di Isfahan, tetapi juga akan menyebut sebagian kecil di kota-kota lain.
Dan berdasarkan latar belakang di atas, muncul banyak pertanyaan, seperti bagaimana sejarah perkembangan seni di dunia Islam, terutama tentang arsitektur
dan lukisannya? Bagaimana sejarah Dinasti Ṣafawi? Bagaimana seni dapat
membantu perkembangan ekonominya? Apa saja yang dilakukan Shah Abbas dalam memanfaatkan seni? Mengapa hanya pada masa Shah Abbas I seni lebih
dapat memengaruhi ekonomi? Dan bagaimanakah sejarah seni, khususnya arsitektur dan lukisannya, baik sebelum maupun pada masa Dinasti Ṣafawi?
B. Batasan dan Rumusan Permasalahan