Isfahan SEJARAH ARSITEKTUR DAN LUKISAN PRA- DINASTI

33 membuat karya seni memiliki kekhasan masing-masing pada setiap zamannya. Seperti yang terjadi pada paparan sejarah seni di Persia hingga Dinasti Ṣafawi di atas, dasar yang lama tetap dipakai tapi kemudian diberi corak baru sesuai era yang sedang berkembang.

C. Isfahan

Merupakan sebuah keniscayaan untuk membahas tentang kota ini, karena kota ini termasuk ke dalam objek bahasan penulis, mengingat kota ini yang dijadikan sebagai ibukota Dinasti Ṣafawi sekaligus tempat untuk rencana pembangunan oleh Shah Abbas I. Kota ini terletak di sekitar sungai Zayandeh, 98 dan merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy – tempat berdirinya Syahrastan – dan Yahudiyyah, yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajird I atas anjuran istrinya yang beragama Yahudi. 99 Di kota ini juga pernah dibangun irigasi oleh raja Ardasyir, dari Dinasti Akhaemeniyah 550 –330 SM. 100 Pada masa Dinasti Sassaniyah 226-640 M, kota ini dikenal dengan nama Aspadana. 101 Sebelum kedatangan Islam, kota ini merupakan basis militer dan pertahanan yang sangat kuat. 102 Pengaruh Islam dikatakan mulai masuk ke Isfahan ketika khalifah Umar bin Khattab berkuasa, namun, mengenai kapan dan dibawa oleh siapa Islam 98 Farhad Arshad, Isfahan, dalam Encyclopedia.com: Encyclopedia of the Modern Middle East and North Africa, artikel diakses pada 31 Maret, 2015 dari http:www.encyclopedia.comdoc1G2-3424601359.html. 99 Lihat Ahmad al Santanawi dkk, Dairat al- Ma’ruf al Islamiyah, Jilid 2, h. 258-259. 100 Arshad, Isfahan. 101 Dilip Hiro, Dictionary of the Middle East New York: St. Martin Press, 1996, h. 131. 102 Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam: Persia ‘Dinasti Safawi ‘Kerajaan Islam Pertama Bangsa Persia’, h. 197. 34 mencapai kota ini terdapat dua pendapat. 103 Pendapat pertama, yaitu pada tahun 19 H 640 M di bawah pimpinan Abdullah Ibn Atban. Lalu menurut al- Thabari, Islam sampai di Isfahan pada tahun 21 H 642M, sedangkan aliran Bashrah menyebutkan pada tahun 23 H 644 M di bawah pimpinan Abu Musa al- Asy’ari. Pada perkembangan selanjutnya, Isfahan merupakan kota penting di Iran tengah sejak abad ke-8 M. 104 Kemudian pada pertengahan abad ke-11, kota ini menjadi ibukota Dinasi Seljuk tetapi kemudian status ibukotanya hilang setelah invasi Tamerlane pada 1387. 105 Pada masa Dinasti Ṣafawi, kota ini dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tanah dengan delapan buah pintu dan di dalamnya terdapat banyak bangunan, seperti istana, sekolah, masjid, menara, pasar, serta rumah yang indah, terukir rapi dengan warna-warna yang menarik. 106 Selanjutnya, pada tahun 1597, dengan motif politik dan ekonomi, Shah Abbas I memindahkan ibukota Dinasti Ṣafawi, yang sebelumnya di Qazvin, ke Isfahan. 107 Berbeda dengan penguasa pendahulunya yang masih cenderung eksklusif, terutama terhadap kepercayaan lain, melalui Isfahan, Shah Abbas I membuka negaranya ke dunia luar sehingga kota ini menjadi kaleidoskop berbagai ras, bahasa, budaya, dan agama. Meski begitu, masing-masing grup yang terkelompok secara ras tetap mempertahankan identitas asli mereka seperti tetap menggunakan bahasa ibu 103 Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, h. 284-285. 104 Kishwar Rizvi, “Architecture and the Representations of Kingship during the Reign of the Safavid Shah ‘Abbas I” dalam Lynette Mitchell dan Charles Melville, ed. Every Inch a King: Comparative Studies on Kings and Kingship in the Ancient and Medieval Worlds Leiden: Brill, 2013, h. 384. 105 Hiro, Dictionary of the Middle East, h. 131. 106 Rizvi, Architecture and the Representations of Kingship during the Reign of the Safavid Shah ‘Abbas I, h. 286. 107 Alice Taylor, Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century Persia, California: The J. Paul Getty Museum, 1996, h. 1. 35 mereka dalam kehidupan sehari-hari, membuat karya yang memuat atau melukiskan corak mereka seperti ke dalam buku-buku, manuskrip 108 maupun karya lukisan itu sendiri, motif pada kain, keramik, dan lain-lain. Tentu saja yang mereka lakukan itu membuat corak lukisan Dinasti Ṣafawi menjadi lebih beragam. Selanjutnya, bagian kehidupan sosial lain yang terjadi di kota ini yaitu tentang kehidupan para wanitanya dan bagaimana status mereka, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Ketika Shah Abbas I menganggap bahwa wanita dalam keluarganya memiliki potensi untuk menggulingkan tahtanya, 109 maka ia membuat sebuah aturan kehidupan yang tertutup bagi mereka. Anggapannya itu diduga sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Shah Abbas I berasal dari tradisi yang mendukung wanita yang berpendidikan dan memiliki kesadaran diri yang tinggi serta dia juga mendapati beberapa saudarinya yang juga turut ikut campur dalam urusan politik, bahkan terlibat dalam sebuah suksesi, dan Shah Abbas I menyadari kekuatan dan pengaruh mereka sehingga ia memutuskan untuk membatasinya. 110 Dalam bagian area Isfahan, tempatnya dibagi dua menjadi biruni, yaitu area publik bagi semua laki-laki, dan anderuni, yaitu lingkungan khusus yang terbuka bagi para wanita, Shah sendiri, dan para pelayan terpercaya. 111 Dalam ‘sangkar emas’ tersebut mereka dimanjakan dengan kebebasan memanggil para seniman ataupun para penulis hebat untuk membuat barang-barang yang sesuai dengan keinginan mereka, seperti karpet. 108 Ibid., h. 2. 109 Emma Loosley, “Ladies who Lounge: Class, Religion and Social Interaction in Seventeenth- Century Isfahan” dalam Gender History, vol. 23, no. 3 Oxford: Blackwell Publishing Ltd., 2011, h. 619. 110 Ibid, h. 615. 111 Ibid, 617. 36

BAB IV SENI PADA MASA SHAH ABBAS I