24
BAB III SEJARAH ARSITEKTUR DAN LUKISAN PRA- DINASTI
ṢAFAWIYAH
Dalam perspektif historis, terdapat tiga faktor fundamental kehidupan manusia yang menjadi sumber dan muara penciptaan seni, yakni bidang agama,
sosial, dan individual.
64
Dengan kata lain, karya-karya seni, apapun bentuk dan genrenya, yang dipertimbangkan dari sudut kreatif dan fungsional, akan
senantiasa berurusan dengan masalah manusia dan hubungannya dengan Tuhan, dalam hubungannya dengan manusia lain atau alam, dan dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri.
65
A. Seni dalam Sejarah Islam
Dalam sejarah peradaban Islam, seni yang berkembang tentunya dari kebudayaan sebelum Islam yang kemudian berakulturasi dengan nilai dan corak
Islam, sehingga muncul seni Islam yang merupakan manifestasi dari budaya Islam.
66
Syair ataupun persajakan merupakan seni paling awal yang berkembang dalam Islam. Sebelum Islam disampaikan, masyarakat Arab sudah terkenal dan
mapan dengan seni syairnya. Selanjutnya setelah kedatangan Islam, syair semakin berkembang dan menjadikan kedua sumber utama, al-
Qur’an dan Hadits, sebagai dasarnya, bahkan setelah wafatnya nabi Muhammad saw syair terus berkembang.
Berbeda dengan musik dan seni visual, karena pelarangan terhadap berhala dan
64
Amri Yahya, “Agama Sebagai Sumber Inspirasi Kreativitas dan Implikasinya: Hubungan Islam dan Seni” dalam Jurnal Humaniora, No. 12000 Yogyakarta: UNY Press, 2000,
h. 105.
65
Ibid.
66
Vernoit, “Artistic Expressions of Muslim Societies”, h. 250.
25 gambar, di masa Islam awal perkembangan keduanya tidak begitu signifikan
seperti syair.
67
Kemudian, yang termasuk seni Islam awal, di samping kesusasteraannya, adalah arsitektur dan seni lukis kaligrafi dan flora, sedangkan lukisan fauna
semakin populer setelah abad ke-12 M, meskipun abad sebelumnya sudah dibuat lukisan figuratif. Hal ini terkait pada abad ke-11 dan 12 M, ketika para ulama
fiqih sangat dominan menggantikan peranan golongan Mu’tazilah.
68
Sebelum abad ke-11 M , agama dan seni terbukti selalu berdampingan, para ulama dan seniman duduk berdialog bersama, yaitu pada masa kejayaan
Islam klasik – Daulah Umayyah dan Abbassiyah – Islam tidak sekedar
bersinggungan dengan seni rupa, sastra, teater, musik, dan arsitektur yang luar biasa indahnya, tetapi juga terjadi hubungan timbal balik di antara keduanya, di
mana agama bisa mewarnai napas kebudayaan dan hadirnya kebudayaan bisa memperkaya seperangkat hukum dan seluk beluk agama.
69
Kemudian, sebagaimana kebanyakan negara Islam muncul sebagai dinasti kekhalifahan atau kesultanan, seni Islam kerapkali muncul sebagai gaya style
dari dinasti yang sedang berkuasa.
70
Gaya tersebut akan menjadi sebuah corak khas yang membedakan sekaligus simbol keagungan suatu era kekuasaan. Di
dunia Islam, corak ini biasanya tertuang dalam arsitekturnya, khususnya pada arsitektur masjid. Dalam perkembangan selanjutnya, masjid hanya dijadikan
67
Ibid.
68
Abdul Hadi W. M., Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya, cet. ke-1 Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, h. 349.
69
Aguk Irawan MN, NU Online: Melacak Hubungan Agama dan Kesenian, Selasa, 16 Januari 2010. Diakses pada 20 Februari 2015.
70
Rebecca Naylor, “The Sasanian Inheritance”, dalam Palace and Mosque London: VA Publications, 2004, h. 24.
26 simbol pemerintahan Islam walaupun terletak berdampingan dengan pusat
kekuasaan.
71
Lalu, ketika masyarakat Islam semakin berkembang, muncul tipe-tipe bangunan baru, di luar bangunan masjid, dengan fungsi yang lebih spesifik,
seperti karavan untuk para pedagang caravansery,
72
sekolah, mausoleum dan bangunan lainnya.
73
Dan spesifikasi tersebut sangat berkaitan erat dengan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu yang men-support kegiatan
pembangunan itu.
74
Maka, hampir selalu disebutkan bahwa arsitektur dalam sejarahnya sering digunakan sebagai salah satu alat untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dan
keagungan glory. Salah satu pandangan pertama yang mengemukakan tentang hubungan arsitektur dengan negara adalah sejarawan dari Maghribi, Ibn Khaldun
1332-1406, ia menegaskan bahwa kota termasuk segala monumennya merefleksikan dinasti yang membangunnya.
75
1. Arsitektur Islam
Seperti yang dikemukakan sebelumnya tentang seni dalam Islam, Noer juga menjelaskan bahwa,
71
Aulia Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia Yogyakarta: Qudsi Media, 2013, h. 5.
72
Berasal dari kata Persia kārwān, sekelompok orang yang bepergian, dan sarāi, istana
atau hotel besar. Karavanserai adalah bangunan di tepi jalan yang menyediakan tempat penginapan dan tempat berteduh bagi orang-orang yang bepergian. Istilah karavanserai tampaknya digunakan
pertama kali pada abad ke-6 H12 M pada periode kekuasaan Dinasti Seljuk dan mungkin menunjukkan bentuk
khān yang lebih besar dan lengkap. Khān memiliki fungsi yang sama dengan karavanserai, hanya saja
khān lebih kecil dan terletak di daerah sekitar dusun. Kautsar Azhari Noer, “Arsitektur” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan
Peradaban Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002, h. 326.
73
Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 253.
74
Ibid.
75
Ibid.
27 Arsitektur Islam dipahami sebagai corak arsitektur yang
memancarkan pandangan hidup keislaman. Hubungan antara arsitektur dan Islam diwujudkan oleh kreativitas estetik dan teknik
yang bertolak dari ilham keagamaan. Arsitektur yang secara fungsional dipakai untuk keperluan keduniawian juga diberi
nuansa keislaman.
76
Arsitektur Islam bermula dari bangunan masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah saw di Madinah, Jazirah Arab, yang dikenal sebagai Masjid Quba.
Bangunan ini masih hanya sekedar bangunan kubus, berlantaikan tanah dan beratapkan pelepah kurma saja, dari sanalah beliau membangun peradaban, sesuai
dengan nama kotanya, Madinah.
77
Dalam bidang arsitektur, orang-orang Arab kurang memiliki corak yang bervariasi. Tetapi karena sifat mereka yang terbuka dan adaptif serta Islam sendiri
adalah agama yang luwes, arsitektur di dunia Islam menjadi lebih mudah berkembang. Sehingga kelengkapan atau ciri-ciri khusus arsitektural di dunia
Islampun muncul seperti, menara dan kubah yang berasal dari tradisi arsitektural Byzantium, kemudian hiasan, gaya, corak, dan penampilan dari setiap kurun
waktu, setiap daerah, lingkungan kehidupan dengan budaya serta latar belakang manusia yang menciptakannya.
78
Setelah nabi Muhammad saw wafat, tempat berkhotbah atau yang lebih sering disebut dengan minbarmimbar, dipandang sebagai keuntungan atau hadiah
yang dapat disamakan dengan takhta yang diterima oleh pemimpin umat, maka
76
Noer, “Arsitektur”, h. 305.
77
Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia, h. 2.
78
Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan, Bandung: Penerbit Angkasa, 1983, h. 3-4.
28 penggunaan mimbar melambangkan hubungan dekat agama dan politik dalam
Islam.
79
Dengan demikian, tidak heran jika masjid kemudian menjadi simbol sebuah kekuasaan Islam. Oleh karena itu, semakin penting bagi kekuasaan,
perkembangan arsitektur beserta elemennya pun semakin pesat. Sehingga pembangunan fisik dengan semegah-megahnya dilakukan secara masif, terutama
untuk bangunan masjid, istana, dan pusara para tokoh.
2. Lukisan Islam
Seperti yang telah dipaparkan di atas, dalam arsitektur Islam juga terdapat ciri-cirinya, salah satunya adalah ornamen, yang biasanya berupa lukisan dan
ukiran pada dinding, kubah, maupun jendelanya. Di awal perkembangan seni Islam, napas agama terlihat pada penggunaan ornamen tulisan Arab untuk konten
dekorasi sebuah karya seni.
80
Hal ini mengingat pada yang menggerakkan seni arsitektur Islam adalah agama, di mana terdapat ikonoklasme atau anikonisme,
yaitu larangan agama untuk menggambar makhluk bernyawa dan larangan ini termanifestasi pada hiasan atau dekorasi dinding bangunan yang bersih dari
gambar makhluk bernyawa, sehingga konsekuensinya, dekorasi yang digemari adalah kaligrafi sebagai sarana untuk mengungkapkan ayat-ayat al-
Qur’an, bentuk-bentuk geometris geometrical patterns dan arabesk arabesque.
81
Lukisan Islam tertua dijumpai pada dinding istana Daulah Umayyah yang dibangun oleh khalifah al-Walid I pada tahun 712 M di Qusair Amrah, Syria,
79
Noer, “Arsitektur”, h. 311.
80
Tim Stanley, “Textiles and Burial”, dalam Palace and Mosque London: VA Publications, 2004, h. 34.
81
Ibid., h. 306.
29 yaitu lukisan alegoris dan gambar berbagai jenis tumbuhan serta hewan,
82
kemudian di langit-langit kubahnya dipenuhi dengan ikonografi kehidupan istana dengan gambar para musisi, peminum, akrobat, hadiah-hadiah mewah, perburuan,
olah raga gulat, dan orang sedang mandi.
83
Perkembangan selanjutnya yang penting yaitu lukisan di tembok bekas istana khalifah al-
Mu’tasim dari Daulah Abbassiyah di Samarra, Iraq, yang dibangun pada tahun 836-9 M, yaitu lukisan gadis-gadis yang sedang menari,
menyanyi dan bermain musik, yang mana menggambarkan meriahnya kehidupan seni pertunjukan di istana kekhalifahan Daulah Abbassiyah di Baghdad sejak
awal.
84
Kemudian, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ketika persentuhan dunia Islam dengan kebudayaan lain semakin meluas, akulturasi
dengan budaya baru itupun tidak dapat terelakkan. Seperti, setelah bangsa Mongol menginvasi Baghdad pada pertengahan abad ke-13, motif China diperkenalkan.
Salah satu hasil dari akulturasi tersebut telah mentransformasi motif makhluk mitos warisan Persia kuno menjadi seekor burung phoenix dalam corak China.
85
Salah satu contoh tersebut seringkali merupakan ekspresi suatu kelompok masyarakat untuk menunjukkan identitas dan keadaan mereka di tengah-tengah
masyarakat Muslim yang semakin heterogen. Hal serupa juga ditemukan pada karya-karya orang Georgia dan Armenia di tengah masyarakat Muslim Persia.
Perbedaan unik dari komunitas-komunitas seperti ini dimanfaatkan oleh Shah Abbas I untuk mendukung perkembangan dalam bidang seni.
82
Hadi, Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya, h. 350.
83
Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 272.
84
Ibid.
85
Stanley, “Textiles and Burial”, h. 34.
30
B. Seni Pra-Dinasti Ṣafawi