Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Investasi Keuntungan bersih per tahun Total biaya tetap 1 – total biaya variabel penerimaan P.V. dari gross benefit P.V. dari gross cost Alat analisis yang digunakan selanjutnya adalah periode balik modal pay back periodPBP. Penggunaan PBP bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk kembalinya modal. PBP dihitung dengan rumus: Keterangan: jika PBP umur ekonomi, maka usaha layak dijalankan jika PBP umur ekonomi, maka usaha tidak layak. Selanjutnya dilakukan pula perhitungan break event point BEP. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui berapa minimal produk yang harus terjual setiap periodenya agar usaha impas. Hasil dari perhitungan BEP dapat digunakan untuk membandingkan apakah kinerja usaha ini telah melebihi BEP atau belum. Nilai BEP per tahun dapat dihitung melalui persamaan: Persentase untuk BEP dapat dihitung melalui persamaan: Kapasitas pada BEP per tahun suatu usaha dihitung dengan persamaan berikut. Alat analisis berikutnya adalah Gross BC yang dihitung dengan persamaan berikut. PBP = X 1 tahun BEP = Persentase BEP = Total biaya tetap penerimaan – biaya variabel X 100 Kapasitas BEP = Persentase BEP X jumlah produksi Gross BC = Σ Keuntungan usaha Umur ekonomis Selanjutnya dihitung pula Net BC rasio. Net BC ialah perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net costs. Periode pertama dari usaha biasanya akan menghasilkan gross cost lebih besar dari gross benefit, sehingga net benefit akan negatif. Hal ini disebut dengan net costs. Waktu selanjutnya, gross benefit umumnya lebih besar dari gross cost, sehingga net benefit akan positif. Usaha dinyatakan menguntungkan jika nilai Gross BC dan Net BC lebih besar dari 1. Net BC dapat dihitung dengan persamaan berikut. Alat analisis untuk menghitung profitabilitas usaha selanjutnya adalah ROI return on investment. ROI digunakan untuk mengukur sejauh mana usaha ini menghasilkan tingkat keuntungan dengan investasi yang ditanamkan. ROI dihitung dengan persamaan berikut. 3.4.2 Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Perumusan strategi pengembangan usaha dilakukan dengan bantuan matrik SWOT. Data mengenai faktor eksternal dan internal diperoleh dengan metode wawancara. Data ini selanjutnya dikonfirmasi kepada manager untuk mendapatkan kecocokan dan poin penting lain. Faktor internal yang digali dalam wawancara ini berisi seputar aspek pemasaran, perencanaan, keuangan, produksi, dan aspek sumber daya manusia. Informasi tentang faktor eksternal yang akan Net BC = ∑ P.V. net B positif Net benefit ∑ P.V. net B negatif Net costs ROI persen = : investasi dikumpulkan adalah mengenai pengaruh lingkungan industri yang terkait pelanggan, pesaing, dan pemasok Primozic, 1991 dalam Wahyudi, 1996. Aspek pelanggan juga meliputi kekuatan tawar-menawar pembeli. Aspek pesaing adalah mencakup pendatang baru, ancaman produk pengganti, dan persaingan dari perusahaan sejenis. Aspek pemasok disini juga mencakup kekuatan tawar- menawar dari pemasoksupplier. Informasi yang didapat dari wawancara tersebut kemudian digabungkan dengan hasil observasi maupun data sekunder yang telah dikumpulkan. Langkah berikutnya ialah mengklasifikasikan beragam informasi ini kedalam daftar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis SWOT dengan tahapan membuat kolom IFAS dan EFAS. Berikutnya adalah melihat posisi perusahaan dalam kuadran SWOT untuk menentukan orientasi strategi yang akan diambil. Tahap selanjutnya adalah membuat matrik SWOT. Semua poin dari faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang telah dihitung dalam kolom IFAS dan EFAS dimasukan dalam matrik ini. Kemudian menyilangkan SO, ST, WO, dan WT. Tiap-tiap faktor dalam sel S, W, O, dan T disilangkan, misal S1O1, S1O2, S1O3, dan seterusnya. Tahap berikutnya ialah pemilihan strategi prioritas. Strategi yang terbentuk dari persilangan SO, ST, WO, dan WT sangat banyak. Jika masing-masing sel S, W, O, dan T memiliki lima 5 faktor saja, maka akan terbentuk seratus 100 strategi yang mungkin dijalankan. Mencocokan faktor internal dengan eksternal merupakan bagian sulit untuk mengembangkan strategi-strategi dan memerlukan penilaian teliti. Banyak strategi yang dapat dihasilkan dan kemudian dikembangkan dari analisis SWOT. Hal ini karena perencana strategi dibekali kerangka kerja yang luas dan terstruktur. Pemilihan strategi prioritas dilakukan dengan metode FGD dengan responden. Seluruh strategi alternatif yang telah tersusun dari matrik SWOT, selanjutnya akan dipilih sebanyak sepuluh 10 buah strategi yang akan dijalankan perusahaan. Sepuluh 10 strategi ini diurutkan berdasarkan peringkat yang telah disepakati dalam FGD.

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Usaha

Usaha yang mengolah jahe menjadi minuman bandrek ini berdiri resmi bersertifikat sejak tahun 2008. Produk bermerek dagang Bandrek Lampung memperoleh sertifikat pangan industri rumah tangga PIRT dengan nomor 312187105207. Produk Bandrek Lampung sebenarnya telah mulai diproduksi sejak tahun 2004, namun belum memiliki sertifikat pangan. Saat masuk ke pasar pada tahun tersebut, Bandrek Lampung diproduksi oleh unit usaha di bawah naungan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian THP, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Unit usaha THP Unila didirikan berkat adanya program Inkubator Wirausaha Baru INWUB yang dikelola pihak Jurusan THP. Program tersebut masih berjalan hingga saat ini. Program INWUB dibuat untuk mendidik mahasiswa maupun alumni berwirausaha dengan bekal keterampilan yang diperoleh semasa kuliah. Banyak mahasiswa maupun alumni yang berpartisipasi dalam program tersebut. Mereka memanfaatkan laboratorium jurusan sebagai rumah produksi bagi produk mereka. Ada beragam produk olahan berbentuk makanan dan minuman yang dihasilkan dari program ini. Salah satu produk tersebut ialah Bandrek Lampung yang dikelola oleh Khaeroni. Produksi awal Bandrek Lampung dilakukan di laboratorium jurusan hingga tahun 2008. Dalam jangka waktu tersebut terdapat beberapa produk baru yang muncul, ada yang mati karena kurang baik pengelolaannya, ada pula yang masih berjalan contohnya produk bandrek ini. Keuntungan yang dihasilkan dari penjualan sebagian disisihkan untuk tambahan modal usaha sehingga produksi dapat ditingkatkan, sebagian lagi disimpan. Memasuki tahun 2008 terjadi permasalahan dengan kenaikan harga bahan, harga sewa laboratorium, dan beberapa masalah internal lain yang membuat jalannya usaha menjadi kurang ekonomis. Setelah melalui beragam pertimbangan dan saran dari pihak jurusan, akhirnya pengelola Bandrek Lampung bersama dengan beberapa pengelola produk lain memilih untuk mendirikan usaha secara mandiri. Produk yang mereka kelola kemudian menjadi milik pribadi karena merupakan hasil karya sendiri. Pemilik usaha Bandrek Lampung ini lalu mendaftarkan produknya ke Dinas Kesehatan untuk mendapat sertifikat pangan. Sertifikat ini penting untuk menaikkan nilai jual dan meyakinkan masyarakat bahwa produk ini aman. Pemilik juga mendirikan pabrik sendiri terpisah dari rumah untuk lokasi usaha. Pabrik yang berukuran tiga puluh meter persegi 30 m 2 ini kemudian diberi nama Unit Usaha THP Teknologi Khaeroni Punya Herbalist. Pemilik juga pernah membuat produk berupa marning dan Zanzabil saat masih berada di Unila. Hal ini dikarenakan saat itu harga bahan pokok sedang melonjak dan langka sehingga butuh diversifikasi agar usaha tidak bangkrut. Pemasaran produk pun belum seluas seperti sekarang. Setelah harga bahan kembali stabil, produksi bandrek dilanjutkan. Sejak tahun 2004, karyawan yang membantu dalam produksi adalah mahasiswa jurusan dan ada pula yang memang bekerja purna waktu. Kemudian ketika usaha ini masih awal berdiri, karyawan pun banyak yang direkrut dari kalangan alumni Unila. Ada yang bekerja secara penuh maupun paruh waktu. Mereka bekerja untuk menambah uang saku, menunggu mendapat pekerjaan lain, dan juga karena memang ingin belajar berbisnis. Sekarang kondisinya hanya ada satu orang bagian produksi, satu orang manager, dan satu orang distributor tetap. Warga sekitar lokasi pabrik terutama kaum ibu kadang kala dilibatkan jika produksi sedang naik. Penghargaan dari BPOM seperti sertifikat Bintang Pangan pada tahun 2011 sempat diraih berkat produk yang terjaga kualitasnya. Saat ini produksi baru sebatas sepuluh ribu 10.000 sachet per bulan karena kendala alat dan mobilitas pemilik. Pemilik juga sedang mengusahakan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia MUI agar nilai jual tawar produk naik dan jangkauan pemasaran bisa lebih luas.

4.2. Visi dan Misi Perusahaan

Industri rumah tangga ini telah memiliki visi dan misi sebagaimana usaha pada umumnya. Visi dan misi merupakan acuan yang jelas bagi masa depan usaha. Visi usaha ini yaitu “menciptakan usaha padat karya yang bermanfaat bagi masyarakat dan beretika produksi tinggi”. Sedangkan misi usaha ini yaitu: 1. Memperhatikan dan terus meningkatkan kualitas usaha. 2. Melakukan distribusi ke penjuru negeri.