Analisis Finansial Dan Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Karakteristik Responden/Sampel

Karakteristik Satuan Nilai

Umur Tahun 69

Tingkat Pendidikan Tahun 12

Jumlah Tanggungan Jiwa 2

Pengalaman Berusaha Tahun 42

Lampiran 2. Volume dan Biaya Rata-Rata Bahan Baku Bahan Baku Volume (Kg/Hari) Biaya (Rp/Kg) Total Biaya (Rp/Hari) Total Biaya per Tahun (Rp) Rata-Rata Rentang

Sabut

Kelapa 1.000 450 400 - 500 450.000 140.400.000

Lampiran 3. Biaya Rata-Rata Penunjang Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) Uraian Jumlah Biaya

(Rp/Hari)

Jumlah Biaya per Tahun (Rp)

Listrik PLN 75.000 23.400.000

Tali Plastik 30.000 9.360.000

Total Biaya 105.000 32.760.000

Lampiran 4. Biaya Tenaga Kerja Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) Uraian Jumlah

(Orang) Jumlah Biaya per Orang (Rp/Hari/Orang) Jumlah Biaya (Rp/Hari)

Total Biaya per Tahun

(Rp) Tenaga


(2)

Lampiran 5. Total Biaya Penyusutan Alat dan Bangunan Uraian

Harga Satuan

(Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Biaya Penyusutan per Tahun

(Rp) c. Mesin dan Peralatan

4. Mesin Pengurai 60.000.000 5 12.000.000

5. Alat Pengayak 20.000.000 5 4.000.000

6. Mesin Press Hidrolik 60.000.000 5 12.000.000 d. Bangunan

2. Pabrik dan Gudang 120.000.000 10 12.000.000

Total 260.000.000 40.000.000

Lampiran 6. Total Biaya Produksi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber

No. Uraian Jumlah (Rp) Persentase (%)

1. Bahan baku dan bahan penunjang 173.160.000 56,45

2. Tenaga Kerja 93.600.000 30,51

3. Penyusutan alat dan bangunan 40.000.000 13,04

Total 306.760.000 100

Lampiran 7. Total Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

No. Uraian Per Tahun

1. Produksi (Kg) 187.200

2. Harga Jual (Rp/Kg) 3.000

3. Penerimaan (Rp) 561.600.000

4. Biaya Produksi (Rp) 306.760.000


(3)

Lampiran 8. Nilai Analisis BEP, R/C, PBP, dan ROI Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

No. Analisis Finansial Nilai Kriteria

1. BEP:

BEP volume (Kg/Tahun) 102.253,33 Layak

BEP harga (Rp/Kg) 1.638,68 Layak

2. R/C 1,83 Layak

3 PBP (Bulan) 13 Layak


(4)

Lampiran 9. Bobot Faktor Internal Sebelum Normalisasi

IFE A B C D E F G H

A 1 3 3 2 1/2 1/2 2 2

B 1/3 1 1/2 1/3 1/3 1/3 2 2

C 1/3 2 1 1/2 1/3 1/2 2 1/2

D 1/2 3 2 1 1/3 1/2 2 1/2

E 2 3 3 3 1 2 3 2

F 2 3 2 2 1/2 1 3 2

G 1/2 1/2 1/2 1/2 1/3 1/3 1 1/3

H 1/2 1/2 2 2 1/2 1/2 3 1

TOTAL 7,17 16 14 11,33 3,83 5,67 18 10,33

Keterangan :

A = Ketersediaan bahan baku yang melimpah

B = Proses, sistem dan aliran produksi pengolahan yang sederhana C = Tenaga kerja lokal tersedia dan relatif murah

D = Keterampilan kerja yang diperlukan sederhana E = Pengalaman pengusaha

F = Lokasi pabrik jauh dari bahan baku G = Mutu produk sensitif terhadap pasar


(5)

Lampiran 10. Bobot Faktor Internal Setelah Normalisasi

IFE A B C D E F G H Bobot

A 0,13 0,19 0,21 0,18 0,14 0,09 0,11 0,19 0,16 B 0,05 0,06 0,04 0,03 0,08 0,06 0,11 0,19 0,08 C 0,05 0,12 0,08 0,04 0,08 0,09 0,11 0,05 0,08 D 0,07 0,19 0,14 0,09 0,08 0,09 0,11 0,05 0,10 E 0,28 0,19 0,21 0,26 0,26 0,35 0,17 0,19 0,24 F 0,28 0,19 0,14 0,18 0,14 0,17 0,17 0,19 0,18 G 0,07 0,03 0,04 0,04 0,08 0,06 0,05 0,04 0,05 H 0,07 0,03 0,14 0,18 0,14 0,09 0,17 0,1 0,11

TOTAL 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Keterangan :

A = Ketersediaan bahan baku yang melimpah

B = Proses, sistem dan aliran produksi pengolahan yang sederhana C = Tenaga kerja lokal tersedia dan relatif murah

D = Keterampilan kerja yang diperlukan sederhana E = Pengalaman pengusaha

F = Lokasi pabrik jauh dari bahan baku G = Mutu produk sensitif terhadap pasar


(6)

Lampiran 11. Bobot Faktor Eksternal Sebelum Normalisasi

EFE A B C D E

A 1 2 3 2 2

B 1/2 1 3 2 2

C 1/3 1/3 1 1/3 2

D 1/2 1/2 3 1 2

E 1/2 1/2 1/2 1/2 1

TOTAL 2,83 4,33 10,5 5,83 17,00

Keterangan:

A = Tidak adanya pesaing di daerah penelitian

B = Terdapatnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKMK. C = Isu penggunaan produk yang ramah lingkungan

D = Pasar masih dikuasai oleh produk berbahan baku sintetis

E = Kecenderungan meningkatnya persaingan internasional, dengan masuknya pendatang baru yang kuat


(7)

Lampiran 12. Bobot Faktor Eksternal Setelah Normalisasi

EFE A B C D E Bobot

A 0,35 0,46 0,29 0,34 0,22 0,33

B 0,18 0,23 0,29 0,34 0,22 0,25

C 0,11 0,07 0,09 0,06 0,22 0,11

D 0,18 0,12 0,29 0,17 0,22 0,20

E 0,18 0,12 0,04 0,09 0,12 0,11

TOTAL 1 1 1 1 1 1

Keterangan:

A = Tidak adanya pesaing di daerah penelitian

B = Terdapatnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKMK. C = Isu penggunaan produk yang ramah lingkungan

D = Pasar masih dikuasai oleh produk berbahan baku sintetis

E = Kecenderungan meningkatnya persaingan internasional, dengan masuknya pendatang baru yang kuat


(8)

DAFTAR PUSTAKA

David FR. 2006. Manajemen Strategi (Terjemahan), PT. Prenhallindo, Jakarta. Departemen Pertanian. 2013. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa

Level Nasional, Tahun 2000 – 2011

10 Desember 2013 pukul 12.00 WIB).

Departemen Pertanian. 2013. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa

Level Propinsi , Tahun 2012.

Desember 2013 pukul 12.00 WIB).

Hubeis M. 2011. Pemetaan Usaha Kecil Prospektif di Bogor. Program Magister Profesional Industri, Usaha Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana IPB. Kadariah, Karlina L., dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. UI Press.

Jakarta.

Kinnear, T. C. dan Taylor, J. R. 1991. Riset Pemasaran. Terjemahan. Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta.

Pusat Penelitian Perkebunan Marihat - Bandar Kuala. 1995. Kelapa (Cocos nucifera, L). Pusat Penelitian Perkebunan Marihat - Bandar Kuala. Pematang Siantar - Sumatera Utara.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2003. Hari Perkelapaan (Prosiding). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Pearce JA dan Robinson. 1997. Strategic Management Formulating

Implementation and Control. The Free Press. New York.

Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rumokoi, M.M. 1990. Potensi dan Prospek Pemanfaatan Limbah Kelapa di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian Edisi Juli 1990.

Saputrayadi A. 2004. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nangka di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor.


(9)

Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Soeharto, Iman. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional). Edisi Kedua, Cetakan Pertama. Penerbit Erlangga. Jakarta. Soekartawi. 1995. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasinya.

Rajawali Press: Jakarta.

Suhardiman, P. (1999). Bertanam Kelapa Hibrida. Cetakan Kesepuluh. Penebar Swadaya: Jakarta.

Umar, H. 2003. Metodologi Penelitian dan Aplikasi dalam Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Warisno. (1998). Budi Daya Kelapa Kopyor. Cetakan Pertama. Kanisus: Yogyakarta.


(10)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau sengaja yaitu di Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Daerah ini dipilih karena satu-satunya sentra usaha serat kelapa (coco fiber) di Kabupaten Deli Serdang dan daerah tersebut dapat dijangkau oleh peneliti.

Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode teknik purposive sampling (sengaja) dengan pertimbangan bahwa responden/sampel penelitian adalah pelaku baik individu atau lembaga yang dianggap mengerti permasalahan yang terjadi dan mempunyai kemampuan dalam pembuatan kebijakan.

Dalam penelitian ini sampel penelitian adalah UD. Pusaka Bakti sebagai satu-satunya perusahaan di Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang yang mengusahakan industri pengolahan sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengusaha serat kelapa (coco fiber) di Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang dengan wawancara langsung kepada responden menggunakan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas yang terkait dengan penelitian ini seperti Badan Pusat Staristik, Dinas Perindustrian dan


(11)

Penyuluh Pertanian Kabupaten Deli Serdang serta literatur-literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1 dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif yang menjelaskan proses produksi dari bahan baku menjadi serat kelapa (coco fiber)

Untuk identifikasi masalah 2 dianalisis dengan menggunakan analisis finansial, yaitu break even point (BEP), imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio), pay-back period (PBP), dan return on investment (ROI).

a. Titik Impas (Break Even Point)

Titik impas (break even point) digunakan untuk melihat batas minimal produksi yang harus diproduksi agar perusahaan bisa mendapatkan keuntungan. Titik impas (break even point) adalah suatu keadaan dimana total penghasilan yang didapatkan sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Rumus yang digunakan dalam menghitung BEP adalah sebagai berikut :

��������� = Total biaya produksi Harga Jual Dengan kriteria:

BEP volume > Volume penjualan, maka usaha tidak layak dan tidak menguntungkan,

BEP volume < Volume penjualan, maka usaha layak untuk dikerjakan. ���ℎ����= Total biaya produksi


(12)

Dengan kriteria:

BEP harga > Harga pasar, maka usaha tidak layak dan tidak menguntungkan,

BEP harga < Harga pasar, maka usaha layak untuk dikerjakan.

Adapun kurva break even point adalah sebagai berikut:

Harga (Rp)

Total Revenue (TR)

BEP Profit Total Cost (TC) Variable Cost (VC) lost

Fixed Cost (FC)

Q (kg)

Gambar 4. Kurva Break Even Point (BEP)

b. R/C (Revenue-Cost Ratio)

Analisis revenue-cost ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Rumusnya adalah:

�/� =Total Penerimaan Total Biaya

Dengan kriteria:

R/C > 1, maka usaha layak untuk diusahakan R/C < 1, maka usaha tidak layak untuk diusahakan


(13)

c. PBP(Pay-Back Period)

Pay-back period atau periode pengembalian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran suatu investasi (capital outlays) dengan menggunakan aliran kas masuk neto (proceeds) yang diperoleh. Aliran kas bersih adalah selisih penerimaan (revenue) terhadap pengeluaran per tahun. Periode pengembalian biasanya dinyatakan dalam jangka waktu per tahun. Dengan rumus:

���= Capital Outlays

Proceeds x 1 tahun

Layak tidaknya suatu usaha tergantung berapa lama periode pengembalian modal, semakin cepat kembali berarti usaha tersebut semakin menguntungkan (Soeharto, 1999).

d. ROI(Return On Investment)

Pengembalian atas investasi atau aset (return on investment-ROI) adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) per tahun terhadap dana investasi (modal). ROI merupakan suatu ukuran rasio untuk mengetahui tingkat pengembalian seluruh harta yang digunakan untuk melaksanakan usaha dalam menghasilkan laba. Rumusnya adalah sebagai berikut:

��� =Pendapatan Bersih (Net Income)

Dana Investasi (Modal) x 100%

Dengan kriteria:

ROI > tingkat suku bunga pinjaman bank yang berlaku, maka usaha layak untuk dilaksanakan


(14)

ROI ≤ tingkat suku bunga pinjaman bank yang berlaku, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan

Untuk identifikasi masalah 3 diuji dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana faktor internal perusahaan yaitu kekuatan dan kelemahan dalam menghadapi faktor eksternal perusahaan yaitu peluang dan ancaman. Berdasarkan gambaran tersebut, akan dapat dilihat bagaimana strategi pengembangan usaha agroindustri serat kelapa (coco fiber) di daerah penelitian. Matriks ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategis.

Adapun langkah-langkah dalam pembuatan matiks SWOT adalah:

1. Terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal. Dengan pertimbangan:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang tidak dapat di kendalikan oleh

perusahaan

2. Setelah diklasifikasi faktor-faktor yang intenal dan eksternalnya, kemudian disusun kuisioner untuk menentukan rating setiap faktor. Skor tersebut menentukan apakah faktor tersebut masuk ke dalam faktor internal menjadi kekuatan dan kelemahan atau faktor eksternal menjadi peluang dan ancaman. Faktor dibagi menjadi 4 kategori yaitu 1dan 2 nilai rendah dan 3 dan 4 nilai tinggi. Pada faktor internal: 1 dan 2 = kelemahan, 3 dan 4 = kekuatan, sedangkan pada faktor eksternal: 1 dan 2 = ancaman dan 3 dan 4 = peluang.


(15)

3. Setelah diperoleh rating tiap faktor, kemudian dilakukan pembobotan dalam tiap faktor. Pembobotan ini dilakukan untuk dengan cara teknik komparasi berpasangan (pairwise comparison) dengan memakai pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1991) pada model AHP (Analytical Hierarchy Process) yaitu membandingkan faktor yang satu dengan faktor lainnya dalam satu tingkat hirarki berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor.

Nilai dari masing-masing faktor tidak lepas dari skala banding berpasangan yang dikemukan oleh Saaty (1991) dengan tingkat perbandingan:

Tabel 3. Skala Banding Secara Berpasangan (Pairwise Comparison)

Kepentingan Defenisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibanding elemem lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian dengan kuat menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam kenyataan

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi menguatkan

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai di antara dua pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua komponen di antara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktifitas i

mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bilai dibanding dengan i


(16)

4. Setelah diperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari tiap responden dengan memakai teknik pembobotan yang dilakukan oleh Saaty (1991), kemudian dibuat matrik penilaian tiap responden yang akan menjadi bobot dari tiap faktor.

Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Strategi Faktor

Strategis A B C D ... Bobot

A 1

B 1

C 1

D 1

... 1

Total

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

5. Setelah diperoleh penilaian tiap faktor dari seluruh responden, kemudian dicari rata perbandingan dari seluruh responden yang disebut dengan rata-rata geometris. Nilai dan rata-rata-rata-rata geometris dicari dengan menggunakan rumus:

=

��

1

�2

�3

Ket :

1

= Nilai untuk responden 1

2 = Nilai untuk responden 2

3 = Nilai untuk responden 3


(17)

6. Setelah di ketahui nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata tersebut di normalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor strategis. Nilai inilah yang akan menjadi bobot faktor-faktor strategis.

7. Setelah diperoleh bobot tiap faktor strategis, dicari skor terbobot dengan cara mengalikan rating dari tiap faktor dengan bobot yang diperoleh dalam tiap faktor. Nilai dari skor terbobot ini digunakan untuk mengetahui bagaimana reaksi perusahaan terhadap faktor strategis eksternal dan faktor strategis internalnya. Dan disajikan dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE)

Tabel 5: Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Strategi

Internal Rating Bobot Skor = Rating x Bobot A. Kekuatan

1. 2.

………… Jumlah (A) B. Kelemahan

1. 2.

………… Jumlah (B)

Total (A+B) 1,0


(18)

Tabel 6: Matriks External Factor Evaluation (EFE)

Faktor Strategi Eksternal Rating Bobot Skor = Rating x Bobot A. Peluang

1. 2.

………… Jumlah (A) B. Ancaman

1. 2.

………… Jumlah (B)

Total (A+B) 1,0

Sumber: David, 2006

8. Hasil dari matriks IFE dan EFE akan digabungkan ke dalam matriks IE. Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai matriks IFE pada sumbu-x dan total nilai matriks EFE pada sumbu-y. Matriks IE digunakan untuk memposisikan perusahaan ke dalam matriks yang terdiri atas sembilan sel, yaitu: sel I, II, IV yang merupakan daerah pertumbuhan. Strategi intensif seperti market penetration, market development, dan product development atau strategi terintegrasi seperti backward integration, forward integration, dan horizontal integration sangat tepat digunakan pada daerah ini. Sel III, V, VII merupakan daerah bertahan, dimana penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang sangat umum dikembangkan, sedangkan sel VI, VIII, IX dapat menggunakan strategi harvest atau divestiture.

9. Setelah diketahui posisi perusahaan dalam matriks IE, akhirnya dilakukan analisis matriks SWOT berdasarkan posisi tersebut. Matriks SWOT


(19)

merupakan alat yang digunakan untuk mencocokkan faktor-faktor kunci internal dan eksternal.

Terdapat delapan langkah yang digunakan dalam penyusunan matriks SWOT, yaitu:

a. Menentukan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan, b. Menentukan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan, c. Menentukan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan, d. Menentukan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan,

e. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya (strategi S-O),

f. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya (strategi W-O),

g. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya (strategi S-T),

h. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya (strategi W-T).

Matriks SWOT yang dibuat akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman digabungkan dengan kekuatan dan kelemahan pada industri pengolahan serat kelapa, sehingga akan menghasilkan suatu rumusan strategi pengembangan usaha serat kelapa. Rumusan strategi ini akan menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu strategi kekuatan dan peluang (strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman (strategi S-T), serta strategi kelemahan dan ancaman (strategi W-T).


(20)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi

1. Usaha serat kelapa (coco fiber) adalah suatu kegiatan pengolahan limbah kelapa menjadi serat kelapa dengan maksud untuk menghasilkan pendapatan 2. Serat kelapa (coco fiber) adalah output dari pengolahan limbah kelapa.

3. Limbah kelapa adalah bahan baku pembuatan serat kelapa yang lebih dikenal dengan sebutan sabut kelapa

4. Proses produksi adalah proses pengolahan input produksi hingga menjadi serat kelapa (coco fiber).

5. Biaya produksi adalah biaya riil yang harus dikeluarkan oleh pengusaha serat kelapa (coco fiber) selama proses produksi berlangsung sampai siap (Rp). 6. Penerimaan adalah total produksi serat kelapa (coco fiber) yang dihasilkan

selama masa produksi yang dihitung dalam satuan Rp.

7. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usaha serat kelapa (coco fiber) dengan total biaya produksi yang dikeluarkan (Rp).

8. Strategi pengembangan dalam rangka peningkatan usaha serat kelapa (coco fiber) adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan produksi serat kelapa (coco fiber) untuk mencapai tujuan peningkatan pendapatan.

9. Faktor internal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi yang ada, dimana hal-hal tersebut berasal dari kondisi itu sendiri.


(21)

10. Faktor eksternal adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi suatu kondisi yang ada, dimana hal-hal tersebut berasal dari luar kondisi yang ada.

Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel penelitian adalah pengusaha yang melakukan pengolahan sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber)


(22)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Geografi Kabupaten Deli Serdang

Penelitian dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, yang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang berada pada 2º57’’ Lintang Utara, 3º16’’ Lintang Selatan dan 98º33’’ - 99º27’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 – 800 m di atas permukaan laut (dpl).

Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas ± 2.497,72 km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 394 Desa/Kelurahan Definitif. Wilayah Kabupaten Deli Serdang mempunyai batas-batas sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

Geografi Kecamatan Batang Kuis

Kecamatan Batang Kuis yang luas wilayah ± 40,34 km2 ini, terletak pada ketinggian 4 - 30 m di atas permukaan laut dan beriklim tropis. Adapun batas wilayah kecamatan Batang Kuis adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu. • Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan.


(23)

a. Demografi Kecamatan Batang Kuis

Kecamatan Batang Kuis memiliki penduduk sejumlah 60.125 Jiwa dan 10.872 Rumah Tangga (Kepala Keluarga/KK). Perincian jumlah rumah tangga dan jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui Tabel 7 sebagai berikut :

Tabel 7. Demografi Kecamatan Batang Kuis, 2013

No. NAMA DESA Luas Desa

(km2)

Jumlah Rumah Tangga

(KK)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1. TANJUNG SARI 7,34 2.027 12.596

2. BATANG KUIS PEKAN 0,75 1.115 5.779

3. SENA 6,4 1.593 7.079

4. BARU 4,32 1.001 6.047

5. TUMPATAN NIBUNG 3,7 1.100 6.898

6. PAYA GAMBAR 3,03 432 3.138

7. BINTANG MERIAH 0,65 899 6.073

8. MESJID 2,67 328 1.292

9. SIDODADI 9,5 850 3.822

10. SUGIHARJO 1,53 1.040 4.644

11. BAKARAN BATU 0,45 487 2.757

Total 40,34 10.872 60.125

Sumber: Kantor Camat Batang Kuis, 2013

Geografi Desa Tanjung Sari

Adapun UD. Pusaka Bakti sebagai responden/sampel penelitian berada pada Desa Tanjung Sari Kecamatan Batang Kuis. Desa Tanjung Sari Kecamatan Batang Kuis yang memiliki wilayah dengan luas wilayah ± 734 Ha ini, terletak pada ketinggian 30 m di atas permukaan laut dan beriklim tropis. Adapun batas wilayah Desa Tanjung Sari adalah sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paya Gambar Kec. Batang Kuis. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sena dan Desa Tumpatan Nibung


(24)

• Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Baru Kec. Batang Kuis.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bakaran Batu dan Desa Batang Kuis Pekan Kec. Batang Kuis.

a. Demografi Desa Tanjung Sari

Desa Tanjung Sari memiliki penduduk sejumlah 8.931 jiwa dan 2.208 rumah tangga. Perincian jumlah rumah tangga dan jumlah penduduk di setiap dusun dapat dilihat melalui Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Tanjung Sari, 2013

No. Dusun Jumlah Rumah Tangga Laki - Laki Perempuan

1. Dusun I 173 364 381

2. Dusun II 232 466 518

3. Dusun IIa 96 184 223

4. Dusun III 267 504 551

5. Dusun IV 218 453 400

6. Dusun V 215 445 474

7. Dusun VI 117 210 207

8. Dusun VII 127 252 229

9. Dusun VIII 415 815 831

10. Dusun IX 208 458 435

11. Dusun X 140 267 259

Jumlah 2.208 4.423 4.508

Sumber: Kantor Desa Tanjung Sari, 2013

b. Kondisi Sosial

Seperti umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia, mata pencaharian utama penduduk di Desa Tanjung Sari adalah di sektor pertanian yang kemudian di dukung oleh sektor –sektor lain, yaitu :

a. Bertani


(25)

c. Pensiunan

d. Perdagangan dan Jasa e. Buruh

f. Dan lain-lain

c. Potensi Lahan Desa Tanjung Sari

Potensi luas lahan yang dimiliki oleh Desa Tanjung Sari yang digunakan penduduk untuk lokasi persawahan maupun dataran kering dapat dilihat melalui Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9. Potensi Lahan di Desa Tanjung Sari, 2013

No. Tanah Berdasarkan Penggunaan Luas (Ha)

1. Sawah tadah hujan 50

2. Tegalan/kebun 22

3. Bangunan dan halaman 90

4. Perkebunan besar 572

Jumlah 734

Sumber: Kantor Desa Tanjung Sari, 2013

d. Potensi Industri Desa Tanjung Sari

Potensi industri yang ada di Desa Tanjung Sari menggambarkan pertumbuhan ekonomi penduduknya. Dimana bila ada industri pastinya akan menyerap inverstasi dari para investor dan tenaga kerja dari daerah tersebut.

Tabel 10. Potensi Industri di Desa Tanjung Sari, 2013

Jenis Industri Banyaknya (Unit)

Industri sedang 3

Industri kecil 4

Jumlah 7


(26)

Dari Tabel 10 terlihat bahwa di Desa Tanjung Sari terdapat 7 unit usaha. Salah satu usaha tersebut adalah usaha pengolahan sabut kelapa oleh UD. Pusaka Bakti, yang mana pekerjanya diambil dari penduduk Desa Tanjung Sari.

e. Sarana Perekonomian, Perdagangan dan Telekomunikasi Desa Tanjung Sari

Adanya sarana perekonomian, perdagangan dan telekomunikasi sebagai syarat pokok dalam pembangunan pertanian tentunya diharapkan tersedia di Desa Tanjung Sari. Adapun sarana perekonomian, perdagangan, dan telekomunikasi yang telah tersedia di Desa Tanjung Sari dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:

Tabel 11. Sarana Perekonomian, Perdagangan dan Telekomunikasi Desa Tanjung Sari, 2013

Jenis Sarana Jumlah (Unit)

Bank 1

Koperasi Serba Usaha 1

Koperasi Simpan Pinjam 1

Pasar Desa 1

Stasiun Bus/Angkot 1

Sumber: Kantor Desa Tanjung Sari, 2013

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa sarana perekonomian seperti Bank, Koperasi Usaha, dan Koperasi Simpan Pinjam sebagai sarana untuk transaksi uang (menyimpan dan transfer), peminjaman kredit usaha, dan lain -lain ada tersedia walaupun jumlahnya masih sedikit. Hanya tersedia 1 unit pada setiap lembaga perekonomian.


(27)

Adanya sarana perdagangan seperti Pasar Desa sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli (produsen dan konsumen) tentunya membantu pengusaha baik itu usaha sedang dan kecil, petani, pedagang yang ada di Desa Tanjung Sari maupun untuk menjual hasil produksinya atau dagangannya. Adanya pasar juga menarik pengusaha, petani, dan pedagang dari luar Desa Tanjung Sari untuk menjual produknya. Dan adanya sarana transportasi seperti Stasiun Bus/Angkot di Desa Tanjung Sari tentunya membantu mobilisasi warga di Desa Tanjung Sari.

Karakteristik Responden/Sampel

Responden/sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha atau pemilik dari UD. Pusaka Bakti. Adapun karakteristik responden/sampel dalam penelitian meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan pengalaman berusaha. Karakteristik responden/sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Karakteristik Responden/Sampel

Karakteristik Satuan Nilai

Umur Tahun 69

Tingkat Pendidikan Tahun 12

Jumlah Tanggungan Jiwa 2

Pengalaman Berusaha Tahun 42

Sumber: Data diolah dari lampiran 1

Dari Tabel 12 diketahui umur sampel berada pada umur yang tidak produktif lagi, dimana umur produktif pada negara berkembang seperti Indonesia berada pada rentang umur 15 - 59 tahun.


(28)

Tingkat pendidikan sampel di daerah penelitian adalah 12 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir sampel di daerah penelitian adalah SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau Sederajat.

Jumlah tanggungan sampel di daerah penelitian ada 2 jiwa yang berarti tanggungannya sedikit. Ini dikarenakan ada tanggungan sampel sudah berkeluarga, sehingga tidak mejadi tanggungan lagi.

Pengalaman berusaha sampel sudah mencapai 42 tahun dan hingga kini masih berproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan usaha serat kelapa di daerah penelitian sudah lama diusahakan.


(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Produksi Serat Kelapa (Coco Fiber)

a. Penguraian; Bahan baku yaitu sabut kelapa yang telah dikupas kemudian diurai ke dalam mesin pengurai. Pada proses ini sabut kelapa tersebut akan terurai menjadi coco fiber dan coco peat.

Gambar 5. Mesin Pengurai

b. Penjemuran; Coco fiber yang dihasilkan di stasiun penguraian dibawa ke tempat penjemuran secara. Coco fiber tersebut dikeringkan dengan menggunakan panas matahari. Proses penjemuran berlangsung sekitar 2-3 jam setiap harinya. Proses ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh coco fiber yang kering sehingga coco peat yang tersisa dapat terpisah dengan mudah dari coco fiber.


(30)

c. Pengayakan; Coco fiber yang dibawa dari stasiun penjemuran masih mengandung coco peat. Proses ini bertujuan untuk memisahkan coco peat dari coco fiber sehingga diperoleh coco fiber yang murni. Proses pengayakan menggunakan alat pengayak yang digerakkan dengan dynamo motor. Alat pengayak mampu mengayak 200 kg coco fiber dalam waktu satu jam.

Gambar 6. Alat Pengayak

d. Pengepresan; Coco fiber yang telah diayak dibawa ke stasiun pengepresan. Coco fiber dimasukkan ke dalam mesin press sampai coco fiber menyentuh besi press. Kemudian pintu mesin press ditutup dan mesin dihidupkan. Mesin press memanfaatkan tenaga hidrolik. Proses pengepresan dilakukan sampai coco fiber padat.


(31)

Gambar 7. Mesin Press Hidrolik

e. Pengepakan/Pengemasan (Packing); Coco fiber hasil dari stasiun pengepresan kemudian dikemas secara manual dengan menggunakan tali untuk mendapatkan bale-bale coco fiber. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan coco fiber berbentuk bale dengan ukuran 42 x 52 x 80 cm dan berat 100 kg.


(32)

Gambar 8. Produk Serat Kelapa(Coco Fiber)

Adapun aliran proses produksi sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber), secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 9:

Sabut Kelapa

Bale

Coco fiber Coco peat

Coco fiber

Mesin Penguraian

Stasiun Penjemuran

Coco peat

Coco fiber

Alat Pengayak

Mesin Press Hidrolik


(33)

Biaya Produksi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) a. Biaya Bahan Baku

Bahan baku untuk usaha serat kelapa adalah sabut kelapa. Di daerah penelitian, bahan baku diperoleh dari Pantai Labu, Langkat, Deli Serdang, Medan, dan Perbaungan. Pengusaha tidak mencari bahan baku lagi, melainkan datang langsung ke pabrik karena sudah memiliki langganan. Sehingga dalam memperoleh bahan baku, tidak terdapat biaya pengangkutan dari lokasi ke pabrik. Biaya bahan baku diperoleh atas kesepakan antara penjual dan pengusaha.

Harga sabut kelapa yaitu antara Rp 400 - Rp 500 / kg. Volume dan biaya bahan baku yang dibutuhkan dalam usaha serat kelapa (coco fiber) dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13. Volume dan Biaya Rata-Rata Bahan Baku Usaha Serat Kelapa (CocoFiber) per Tahun Di Desa Tanjung Sari, Tahun 2013

Bahan Baku

Volume (Kg/Hari)

Biaya (Rp/Kg)

Total Biaya (Rp/Hari)

Total Biaya per Tahun

(Rp) Rata-Rata Rentang

Sabut

Kelapa 1.000 450 400 – 500 450.000 140.400.000 Sumber: Lampiran 2

Dari Tabel 13, dapat diketahui bahwa volume sabut kelapa dalam setiap kali produksi adalah 1 Ton (1000 Kg). Produksi dilakukan tiap hari kerja yaitu selama 6 hari dalam 1 minggu. Jadi selama 1 tahun produksi (312 hari) adalah Rp 140.400.000,-


(34)

b. Bahan Penunjang

Bahan penunjang usaha serat kelapa (coco fiber) terdiri dari listrik dan tali plastik. Dalam proses produksinya, mesin yang digunakan menggunakan tenaga listrik dan pengemasan menggunakan tali plastik.

Tabel 14. Biaya Rata-Rata Penunjang Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) di Desa Tanjung Sari, Tahun 2013

Uraian Jumlah Biaya (Rp/Hari)

Jumlah Biaya per Tahun (Rp)

Listrik PLN 75.000 23.400.000

Tali Plastik 30.000 9.360.000

Total Biaya 105.000 32.760.000

Sumber: Lampiran 3

Dari Tabel 14 diketahui bahwa, biaya listrik per hari yaitu Rp 75.000, sedangkan pada biaya tali plastik per hari sebesar Rp 30.000. Dengan biaya seluruhnya adalah Rp 105.000 setiap kali produksi.

Jadi selama 1 tahun produksi (312 hari) jumlah biaya listrik sebesar Rp 23.400.000,- dan tali plastik sebesar Rp 9.360.000. Sehingga total biaya penunjang selama 1 tahun adalah Rp 32.760.000,-

c. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha serat kelapa (coco fiber) berasal dari tenaga kerja luar keluarga, dengan jumlah tenaga kerja 6 orang. Dengan rincian pekerjaan sebagai berikut:


(35)

Tabel 15. Jumlah Tenaga Kerja

Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

Penguraian 3

Pengayakan 2

Pengepressan 1

Total 6

Sumber: Data Primer Hasil Wawancara

Tenaga kerja usaha serat kelapa (coco fiber) memiliki jam kerja ± 8 jam dengan waktu istirahat sebanyak 1 kali. Pekerjaan dimulai dari jam 8 dan berhenti pada jam 5 dengan istirahat 1 kali, 1 jam pada jam 12 siang. Dengan upah tenaga kerja disamaratakan per pekerja sebesar Rp 50.000,- per hari. Total biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 16 berikut:

Tabel 16. Biaya Tenaga Kerja Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) per Tahun Di Desa Tanjung Sari, Tahun 2013

Uraian Jumlah (Orang)

Jumlah Biaya per Orang (Rp/Hari/Orang)

Jumlah Biaya (Rp/Hari)

Total Biaya per Tahun

(Rp) Tenaga

Kerja 6 50.000 300.000 93.600.000

Sumber: Lampiran 4

Dari Tabel 16 diketahui bahwa jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pengusaha selama 1 hari kerja adalah Rp 300.000,-. Sehingga selama 1 tahun (312 hari) total biaya tenaga kerja adalah Rp 93.600.000,-.

d. Biaya Penyusutan Alat dan Bangunan

Peralatan yang digunakan dalam usaha serat kelapa (coco fiber) yaitu mesin pengurai, alat pengayak, dan mesin press hidrolik. Dan bangunan yaitu berupa


(36)

pabrik dan gudang. Setiap peralatan yang digunakan dan bangunan dalam usaha serat kelapa (coco fiber) memiliki umur ekonomis. Umur ekonomis dari peralatan yang digunakan dan bangunan oleh pemilik usaha serat kelapa (coco fiber) ini terhitung berapa lama pemakaian alat-alat tersebut hingga saat ini. Hal ini yang menyebabkan bervariasinya umur ekonomis setiap peralatan yang digunakan. Rumus untuk biaya penyusutan adalah:

���������������= ������������� ����������������

Alat-alat dan bangunan tersebut memiliki biaya penyusutan, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 17 berikut :

Tabel 17. Total Biaya Penyusutan Alat dan Bangunan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) per Tahun, Tahun 2013

Uraian

Harga Satuan

(Rp)

Umur Ekonomis

(Tahun)

Biaya Penyusutan per Tahun

(Rp) a. Mesin dan Peralatan

1. Mesin Pengurai 60.000.000 5 12.000.000

2. Alat Pengayak 20.000.000 5 4.000.000

3. Mesin Press Hidrolik 60.000.000 5 12.000.000 b. Bangunan

1. Pabrik dan Gudang 120.000.000 10 12.000.000

Total 260.000.000 40.000.000

Sumber: Lampiran 5

e. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya penunjang, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan alat dan bangunan. Secara terperinci, total biaya produksi usaha serat kelapa (coco fiber) dapat dilihat pada Tabel 18 berikut:


(37)

Tabel 18. Total Biaya Produksi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber), Tahun 2013

No. Uraian Jumlah (Rp) Persentase (%)

1. Bahan baku dan bahan penunjang 173.160.000 56,45

2. Tenaga Kerja 93.600.000 30,51

3. Penyusutan alat dan bangunan 40.000.000 13,04

Total 306.760.000 100

Sumber: Lampiran 6

Dari Tabel 18 dapat dikemukakan bahwa biaya bahan baku dan bahan penunjang yaitu sebesar Rp 173.160.000 dengan persentase 56,45%, sedangkan pada biaya tenaga kerja sebesar Rp 93.600.000 dengan persentase 30,51%. Biaya penyusutan alat dan bangunan adalah sebesar Rp 40.000.000 dengan persentase 13,04%. Dengan demikian, total biaya produksi serat kelapa (coco fiber), adalah Rp 306.760.000. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya bahan baku dan biaya penunjang, selanjutnya urutan yang kedua adalah biaya tenaga kerja.

Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya-biaya produksi. Biaya-biaya produksi dalam penelitian ini adalah bahan baku, bahan penunjang, tenaga kerja, penyusutan alat dan bangunan. Penerimaan adalah jumlah berat serat kelapa (coco fiber) dikali dengan harga jual serat kelapa (coco fiber). Pendapatan usaha serat kelapa (coco fiber) dapat dilihat pada Tabel 19 berikut:


(38)

Tabel 19. Total Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) Tahun 2013

No. Uraian Per Tahun

1. Produksi (Kg) 187.200

2. Harga Jual (Rp/Kg) 3.000

3. Penerimaan (Rp) 561.600.000

4. Biaya Produksi (Rp) 306.760.000

5. Pendapatan (Rp) 254.840.000

Sumber: Lampiran 7

Analisis Kelayakan Finansial

Setelah diperoleh komponen dan nilai biaya, penerimaan dan pendapatan usaha serat kelapa (coco fiber), maka usaha serat kelapa (coco fiber) dapat dinilai kelayakan finansialnya. Adapan alat ukur analisis finansial yang digunakan adalah BEP (break even point), R/C (revenue-cost ratio), PBP (pay-back period), dan ROI (return on investment). Dengan keterangan nilai BEP, R/C, PBP, dan ROI ditampilkan pada Tabel 20 berikut:

Tabel 20. Nilai Analisis BEP, R/C, PBP, dan ROI Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) Tahun 2013

No. Analisis Finansial Nilai Kriteria

1. BEP:

BEP volume (Kg/Tahun) 102.253,33 Layak

BEP harga (Rp/Kg) 1.638,68 Layak

2. R/C 1,83 Layak

3 PBP (Bulan) 13 Layak

4 ROI (%) 98 Layak


(39)

Dari Tabel 20, dapat dikemukakan bahwa masing-masing analisis yaitu BEP (BEP volume dan BEP harga) dan R/C memberi kriteria layak pada usaha serat kelapa (coco fiber). Pada BEP volume memiliki nilai sebesar 102.253,33 Kg/Tahun yang berarti usaha serat kelapa (coco fiber) berada pada titik impas jika volume produksi sebesar 102.253,33 Kg/Tahun atau 327,74 Kg/Hari (1 Tahun = 312 hari). Dimana diketahui volume penjualan sebesar 187.200 Kg/Tahun atau 600 Kg/Hari (1 Tahun = 312 hari). Sehingga BEP volume > volume penjualan, yang berarti usaha layak untuk dikerjakan. Dan, pada BEP harga memiliki nilai sebesar Rp 1.638,68/Kg yang berarti usaha serat kelapa (coco fiber) berada pada titik impas jika harga jual sebesar Rp 1.638,68/Kg. Dimana diketahui bahwa harga jual sebesar Rp 3.000/Kg, sehingga BEP harga < harga jual yang berarti usaha layak untuk dikerjakan.

Pada R/C (revenue-cost ratio) memberi nilai sebesar 1,83 yang berarti usaha serat kelapa (coco fiber) layak untuk dikerjakan. Dimana, kriteria penilaian adalah jika nilai R/C > 1 maka usaha layak untuk dikerjakan.

Pada PBP (pay-back period) dapat dikemukakan bahwa lama waktu pengembalian investasi atau modal usaha serat kelapa (coco fiber) adalah 13 bulan. Jadi, usaha serat kelapa (coco fiber) kembali modal bulan ke 13. Adapun modal usaha serat kelapa ini adalah mesin dan peralatan (mesin penguraian, alat pengayak, mesin press hidrolik) dan bangunan (pabrik dan gudang).

Pada ROI (return on investment) memberi nilai sebesar 98% yang berarti usaha serat kelapa (coco fiber) layak untuk dilaksanakan. Dimana, kriteria penilaian adalah jika nilai ROI > tingkat suku bunga pinjaman bank yang berlaku, maka


(40)

usaha layak untuk dilaksanakan. Adapun yang menjadi acuan suku bunga pinjaman bank yang digunakan adalah Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Bank Sumut untuk Kredit Mikro yaitu sebesar 14,60%.

Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

a. Analisis Faktor Internal dan Eksternal Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) 1. Analisis Matrik IFE (Internal Factor Evaluation Matrix)

Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan usaha serat kelapa (coco fiber) terdiri dari kekuatan dan kelemahan.

a) Kekuatan

Yang menjadi kekuatan pada usaha serat kelapa (coco fiber) adalah: 1) Ketersediaan bahan baku yang melimpah

Sumatera Utara sebagai salah satu lokasi penyebaran utama perkebunan kelapa di Indonesia, tentunya bahan baku yang tersedia melimpah. Adapun pada daerah penelitian, perusahaan tidak mencari lagi sumber bahan baku melainkan ada langganan yang selalu memasok bahan baku. Bahan baku usaha serat kelapa ini sendiri adalah sabut kelapa yang notabene bagi banyak orang adalah limbah.

2) Proses, sistem dan aliran produksi pengolahan yang sederhana

Dikatakan sederhana karena prosesnya yang hanya mengolah sabut kelapa menjadi serat kelapa. Serat kelapa diperoleh dengan sistem mengurangi kadar air dan serbuk kelapa yang terdapat pada sabut kelapa. Aliran produksi mulai dari penggilingan, penjemuran, pengayakan, hingga pengepressan dikerjakan dengan alat yang pengoperasiannya juga sederhana.


(41)

3) Tenaga kerja lokal tersedia dan relatif murah

Adapun pekerja di daerah penelitian adalah penduduk sekitar, dimana sistem pengupahannya adalah harian 8 jam kerja dengan upah Rp 50.000,-/hari.

4) Keterampilan kerja yang diperlukan sederhana

Sistem produksi yang sederhana mengakibatkan keterampilan kerja yang diperlukan sederhana. Sehingga pengusaha dapat dengan mudah mengganti pekerja yang dianggap tidak produktif atau yang memberhentikan diri dengan penduduk sekitar.

5) Pengalaman pengusaha

Pengalaman selama 42 tahun menunjukkan kemampuan pengusaha dalam mengembangkan dan mempertahankan usahanya.

b) Kelemahan

Yang menjadi kelemahan pada usaha serat kelapa (coco fiber) adalah: 1) Lokasi pabrik jauh dari bahan baku

Walaupun bahan baku selalu tersedia, akan tetapi lokasi bahan baku yang tersebar dan jauh dari lokasi pabrik membuat harga bahan baku relatif mahal. Adapun sumber bahan baku diperoleh dari beberapa wilayah yaitu: Pantai Labu, Langkat, Deli Serdang, Medan dan Perbaungan. Bisa dikatakan di daerah penelitian tidak tersedia bahan baku.

2) Mutu produk sensitif terhadap pasar

Dikarenakan serat kelapa menjadi bahan baku bagi industri lain, maka serat kelapa pun terikat akan mutu produk yang ditetapkan pasar. Adapun kriteria mutu


(42)

produk serat kelapa adalah: Kadar air < 10 %, Kandungan gabus: < 5 %, Panjang serat ( 2- 10 cm) 30 %, Panjang serat (10 - 25 cm) 70 %, Ukuran Bale 70 x 70 x 50 cm, Bobot/Bale: 50 Kg/Bale. Dengan adanya mutu tersebut perusahaan tidak bisa menentukan harga sendiri karena disesuaikan dengan pasar.

3) Manajemen dan perencanaan industri masih lemah

Ini terlihat dari selama 42 tahun berusaha, skala usaha UD. Pusaka Bakti hanya berada pada usaha industri kecil menengah dan tidak adanya perluasan usaha.

Tabel 21. Matriks IFE Faktor Strategi

Internal Rating Bobot Skor

Kekuatan

1. Ketersediaan bahan baku yang melimpah

2. Proses, sistem dan aliran produksi pengolahan yang sederhana

3. Tenaga kerja lokal tersedia dan relatif murah

4. Keterampilan kerja yang diperlukan sederhana

5.Pengalaman pengusaha

4 4 3 3 4 0,16 0,08 0,08 0,10 0,24 0,64 0,32 0,24 0,30 0,96 Kelemahan

1. Lokasi pabrik jauh dari bahan baku 2.Mutu produk sensitif terhadap

pasar

3. Manajemen dan perencanaan industri masih lemah 2 2 1 0,18 0,05 0,11 0,36 0,10 0,11

Total 1,0 3,03

Sumber: Lampiran 10

Berdasarkan Tabel 21, analisis matriks IFE menghasilkan total skor seluruh faktor internal sebesar 3,03. Total total skor ini mengindikasikan kemampuan industri yang kuat secara internal. Seperti yang dijelaskan oleh David (2006), terlepas dari berapa banyak faktor yang dimasukkan ke dalam Matriks Evaluasi Faktor


(43)

internal, sedangkan skor bobot total di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Kekuatan utama dari usaha serat kelapa (coco fiber) adalah pengalaman pengusaha dengan skor tertinggi sebesar 0,96. Hal ini menunjukkan kekuatan utama dari usaha serat kelapa (coco fiber) karena pengalaman pengusaha yang sudah lama berkecimpung di usaha ini yaitu selama 42 tahun. Sedangkan kelemahan utama dari usaha serat kelapa (coco fiber) adalah mutu produk sensitif terhadap pasar dengan skor 1,0.

2. Analisis Matrik EFE (External Factor Evaluation Matrix)

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan usaha serat kelapa (coco fiber) terdiri dari peluang dan ancaman.

a) Peluang

Yang menjadi peluang pada usaha serat kelapa (coco fiber) adalah:

1) Tidak adanya pesaing di daerah penelitian

Dengan tidak adanya pesaing, maka bahan baku sekitar perusahaan akan dijual pada perusahaan itu saja. Pada tingkat lokal, serat kelapa (coco fiber) harga jual dapat dikendalikan oleh perusahaan. Salah satu faktor yang mungkin menjadikan tidak adanya pesaing di daerah penelitian adalah dibutuhkannya modal yang relatif besar untuk membangun pabrik dan membeli peralatan.

2) Terdapatnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKMK.

Dengan adanya berbagai peraturan pemerintah tentang Kredit Uraha Rakyat (KUR) untuk UMKMK, seperti Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna


(44)

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK, Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat, dan Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, pengusaha tidak perlu pusing untuk mendapat pinjaman modal untuk perencanaan perluasan usaha.

3) Isu penggunaan produk yang ramah lingkungan

Serat kelapa yang berasal dari bahan alami tentunya meningkatkan permintaan akan produk olahan berbahan alami seperti serat kelapa (coco fiber).

b) Ancaman

1) Pasar masih dikuasai oleh produk berbahan baku sintetis

Walaupun adanya isu akan produk ramah lingkungan, nyatanya pasar masih dikuasai dengan produk berbahan baku sintetis. Keset kaki dari serat kelapa masih dianggap mutunya kalah jauh dari keset berbahan baku sintetis (karet),

2) Kecenderungan meningkatnya persaingan internasional, dengan masuknya pendatang baru yang kuat.

Dalam urusan perdagangan internasional dan mutu produk, baik pada UD. Pusaka Bakti maupun nasional masih kalah dengan negara Filipina. Serat kelapa yang seharusnya berorientasi ekspor memiliki tantangan dari Filipina yang memliki manajemen industri yang sangat baik, dimulai dari manajemen prosesnya yang


(45)

menerapkan sistem proses produksi kualitas tinggi seperti penerapan GMP (Good Manufacturing Process) dan penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang menunjang kualitas dan nilai kesehatan dari produk yang diciptakannya.

Dengan kata lain, walaupun di daerah penelitian tidak terdapat pesaing namun dalam urusan perdagangan internasional atau ekspor, UD. Pusaka Bakti masih kalah bersaing dengan negara Filipina.

Tabel 22. Matriks EFE Faktor Strategi

Eksternal Rating Bobot Skor

Peluang

1.Tidak adanya pesaing di daerah penelitian

2. Terdapatnya Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKMK.

3. Isu penggunaan produk yang ramah lingkungan 4 4 3 0,33 0,25 0,11 1,32 1,00 0,33 Ancaman

1.Pasar masih dikuasai oleh produk berbahan baku sintetis

2. Kecenderungan meningkatnya persaingan internasional, dengan masuknya pendatang baru yang kuat.

1 2 0,20 0,11 0,20 0,22

Total 1,0 3,07

Sumber: Diolah dari lampiran 12

Berdasarkan Tabel 22, analisis matriks EFE yang dilakukan menghasilkan total skor sebesar 3,07. Total skor EFE ini mengindikasikan bahwa kemampuan usaha serat kelapa (coco fiber) pada umumnya dalam merespon lingkungan eksternalnya di atas rata-rata. Peluang utama dalam lingkungan eskternal usaha serat kelapa (coco fiber) ditunjukkan oleh faktor peluang tidak adanya pesaing di daerah penelitian dengan skor terbesar yaitu 1,32. Sedangkan ancaman utama bagi usaha


(46)

serat kelapa (coco fiber) adalah pasar masih dikuasai oleh produk berbahan baku sintetis dengan skor terkecil yaitu sebesar 0,20. Hal ini menjadi ancaman utama dikarenakan konsumen lebih memilih produk berbahan baku sintetis yang dinilai lebih tahan lama dan lebih banyak variasi produk.

b. Analisis Matriks Internal-External (Matriks I-E)

Analisis matriks Internal-Eksternal (matriks I-E) digunakan untuk mengetahui posisi usaha serat kelapa (coco fiber) pada umumnya. Matriks I-E didasarkan pada total skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE. Gabungan kedua matriks IFE dan EFE akan menghasilkan matriks Internal-Eksternal (IE) yang berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Merujuk pada Tabel 21 dan Tabel 22, diperoleh nilai matriks IFE sebesar 3,03, sedangkan nilai matriks EFE sebesar 3,07. Melalui total skor dalam matriks IFE dan EFE, maka dapat digambarkan posisi usaha serat kelapa (coco fiber) pada umumnya dalam matriks I-E seperti pada Gambar 10.

Gambar 10. Posisi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)dalam Matriks Internal-Eksternal


(47)

Berdasarkan pada matriks Internal-Eksternal, usaha serat kelapa (coco fiber) pada umumnya berada pada posisi sel I yaitu pada daerah pertumbuhan. Posisi ini akan menentukan strategi pemasaran yang dapat diterapkan. Menurut David (2006), strategi yang sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah strategi intensif seperti market penetration, market development, dan product development atau strategi terintegrasi seperti backward integration, forward integration, dan horizontal integration.

Menurut Umar (2003), strategi penetrasi pasar adalah strategi yang berusaha meningkatkan market share suatu produk atau jasa melalui usaha pemasaran yang lebih besar, diantaranya dengan menambah jumlah tenaga penjual dan biaya untuk promosi penjualan. Sedangkan strategi pengembangan produk yaitu strategi yang bertujuan agar industri dapat meningkatkan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk-produk yang ada sekarang.

c. Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)

Berdasarkan pada kondisi usaha serat kelapa (coco fiber) saat ini yang digambarkan pada matriks I-E seperti Gambar 10, yaitu pada posisi sel I daerah pertumbuhan, dapat dibuat strategi pengembangan usaha serat kelapa (coco fiber) dengan menggunakan analisis SWOT sebagai berikut:


(48)

IFE

EFE

Kekuatan (Strenghts) 1.Ketersediaan bahan baku

yang melimpah

2.Proses, sistem dan aliran produksi pengolahan yang sederhana

3.Tenaga kerja lokal tersedia dan relatif murah 4.Keterampilan kerja yang

diperlukan sederhana 5.Pengalaman pengusaha

Kelemahan (Weakness) 1. Lokasi pabrik jauh dari

bahan baku

2. Mutu produk sensitif terhadap pasar

3. Manajemen dan perencanaan industri masih lemah

Peluang (Opportunities) 1.Tidak adanya pesaing di

daerah penelitian 2.Terdapatnya Kredit

Usaha Rakyat (KUR) untuk UMKMK.

3.Isu penggunaan produk yang ramah lingkungan

Strategi S – O

1.Menekan harga bahan baku untuk memperkecil biaya(S1, O1)

2.Memaksimalkan

penggunaan bahan baku yang melimpah, melalui proses produksi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang lebih bervariasi (S1, S2, S3, O3)

Strategi W – O 1.Membuat business plan

mulai dari lokasi, permodalan, variasi produk (produksi) hingga pemasaran untuk menarik minat konsumen. (W1, W3, O2, O3)

Ancaman (Threats) 1.Pasar masih dikuasai

oleh produk berbahan baku sintetis 2.Kecenderungan meningkatnya persaingan internasional, dengan masuknya pendatang baru yang kuat.

Strategi S – T 1. Mengusahakan

pengembangan dan pelatihan manajemen sehingga lebih teratur dan pekerjanya memiliki etos kerja tinggi (S2, S3, S4, S5, T2)

2. Memodifikasi produk agar dapat bersaing dengan produk lain dan pendatang baru (S1, S2, S4, S5, T1, T2)

Strategi W – T 1.Memperbaiki manejemen

waktu dan kerja, rotasi kegiatan, dan

penyimpanan (W4, T2)

Gambar 11. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)


(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proses produksi pengolahan sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber) di daerah penelitian adalah melalui tahapan penguraian, penjemuran, pengayakan, pengepressan, dan pengemasan.

2. Pendapatan yang diterima pengusaha serat kelapa (coco fiber) di daerah penelitian tinggi yaitu Rp 254.840.000 per tahun atau Rp 21.236.666,67 per bulan.

3. Usaha serat kelapa (coco fiber) layak untuk diusahakan di daerah penelitian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi serat kelapa (coco fiber) yaitu 187.200 kg/tahun berada di atas BEP produksi yaitu 102.253,33 kg/tahun dan harga jual serat kelapa (coco fiber) yaitu Rp 3.000/kg juga berada di atas BEP harga yaitu Rp 1.638,68, nilai R/C Ratio > 1 yaitu sebesar 1,83, periode pengembalian modal (PBP) selama 13 bulan, dan ROI sebesar 98% lebih besar dari suku bunga dasar kredit bank sebesar 14,60%.

4. Hasil analisis matrik Internal-Eksternal (IE) usaha serat kelapa (coco fiber) berada pada posisi sel I yaitu pada daerah pertumbuhan. Strategi yang sebaiknya diterapkan pada posisi ini adalah strategi intensif seperti market penetration, market development, dan product development atau strategi terintegrasi seperti backward integration, forward integration, dan horizontal integration.


(50)

5. Strategi pengembangan usaha serat kelapa (coco fiber) di daerah penelitian berdasarkan analisis matriks SWOT yang telah digunakan yaitu menekan harga bahan baku untuk memperkecil biaya, memaksimalkan penggunaan bahan baku yang melimpah, melalui proses produksi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang lebih bervariasi, mengusahakan pengembangan dan pelatihan manajemen sehingga lebih teratur dan pekerjanya memiliki etos kerja tinggi, memodifikasi produk agar dapat bersaing dengan produk lain dan pendatang baru, membuat business plan mulai dari lokasi, permodalan, variasi produk (produksi) hingga pemasaran untuk menarik minat konsumen, memperbaiki manejemen waktu dan kerja, rotasi kegiatan, dan penyimpanan.

Saran

1. Kepada Pengusaha

Diharapkan kepada pengusaha serat kelapa (coco fiber) di daerah penelitian untuk mampu memperbaiki mutu produk dan membuat variasi produk agar menarik minat konsumen dan investor sehingga pada akhirnya akan menaikkan pendapatan pengusaha.

2. Kepada Pemerintah

Diharapkan pemerintah dan lembaga-lembaga pertanian, khususnya Dinas Pertanian Deli Serdang lebih peduli pada produk pertanian yang memberi nilai tambah seperti pengolahan sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber) ini dengan menyediakan dan mempertahankan perkebunan kelapa.


(51)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

a. Kelapa

Tanaman kelapa diperkirakan berasal dari Amerika Selatan. Tanaman kelapa telah dibudidayakan di sekitar Lembah Andes di Kolumbia, Amerika Selatan sejak ribuaSn tahun Sebelum Masehi. Catatan lain menyatakan bahwa tanaman kelapa berasal dari kawasan Asia Selatan atau Malaysia, atau mungkin Pasifik Barat. Selanjutnya, tanaman kelapa menyebar dari pantai yang satu ke pantai yang lain. Cara penyebaran buah kelapa bisa melalui aliran sungai atau lautan, atau dibawa oleh para awak kapal yang sedang berlabuh dari pantai yang satu ke pantai yang lain (Warisno, 1998).

Cara membudidayakan kelapa yang tertua banyak ditemukan di daerah Philipina dan Srilangka. Di daerah tersebut tanaman kelapa dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Ada sementara ahli berpendapat bahwa tanaman kelapa berasal dari Philipina. Philipina juga merupakan salah satu perintis dalam teknologi pengolahan berbagai macam produk kelapa (Warisno, 1998).

Kelapa termasuk tumbuhan berkeping satu (monocotyledoneae), berakar serabut, dan termasuk golongan palem (palmae). Kelapa (Cocos nucifera L), di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikenal dengan sebutan kelopo atau krambil. Di Belanda masyarakat mengenalnya sebagai kokosnot atau klapper, sedangkan bangsa Perancis menyebutnya cocotier (Warisno, 1998).


(52)

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, maka kelapa bisa digolongkan sebagai : Divisio : Spermatophyta,

Klas : Monocotyledoneae, Ordo : Palmales,

Familia : Palmae, Genus : Cocos,

Spesies : Cocos nucifera (Suhardiman, 1994).

b. Serat Kelapa (Coco Fiber)

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (2003), usaha kelapa memiliki keunggulan komparatif yang dapat dicapai dengan cara berproduksi yang efisien melalui penerapan teknologi anjuran di bidang budidaya dan penerapan diversifikasi usahatani, baik horizontal maupun vertikal. Diversifikasi usahatani secara horizontal berarti perubahan pola usahatani kelapa yang tadinya monokultur menjadi pola usahatani campuran dengan menanam tanaman sela, seperti kakao, lada, kopi robusta, panili, kapulaga, nenas dan pisang. Sementara itu diversifikasi vertikal dalam usahatani berarti menganekaragamkan produk secara efisien, antara lain :

1. Daging buah dapat dibuat kopra, minyak klentik, minyak mentah, minyak dimurnikan, produk lemak dan turunannya, santan awet, santan serbuk, protein kelapa, desiccated coconut, yoghurt berbasis kelapa, minuman dan skim kelapa,

2. Air kelapa dapat dibuat nata de coco, cuka air kelapa, kecap air kelapa dan minuman penyegar,


(53)

3. Nira kelapa dapat dibuat gula merah cetak, gula semut, cuka nira, sirup nira dan minuman ringan,

4. Tempurung atau batok kelapa dapat dibuat arang, arang aktif dan tepung 5. lempung,

6. Sabut kelapa dapat dibuat coir fiber dan coir dust, 7. Batang kelapa dapat dibuat furniture dan kerajinan.

Serat kelapa (coco fiber) merupakan produk yang berasal dari proses pemisahan serat dari bagian kulit buah. Bagian kulit buah merupakan bagian terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari total bobot. Ekstrak sabut kelapa ini merupakan hasil samping dari suatu industri pengolahan kelapa. Serat kelapa ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat kelapa putih (white coir fiber) dan serat kelapa coklat (brown coir fiber) (Pusat Penelitian Perkebunan Marihat – Bandar Kuala, 1995).

a. Serat Kelapa Putih (white coir fiber)

Serat kelapa putih yang sering disebut juga yarn fiber, mat fiber atau retted fiber merupakan jenis serat berwarna kuning cerah dan diperoleh dengan cara merendam sabut segar, biasanya dalam air garam selama 6 – 12 bulan. Serat kelapa putih (white coir fiber) hampir seluruhnya dipintal menjadi yarn fiber yang selanjutnya digunakan untuk bahan karpet, pelapis dinding, tali dan lain-lain.

b. Serat Kelapa Coklat (brown coir fiber)

Jenis serat ini diperoleh dari ekstraksi sabut kering (brown husk) secara mekanik, baik secara basah maupun kering. Serat kelapa coklat mempunyai kegunaan yang


(54)

lebih luas bila dibandingkan serat kelapa putih (white coirfiber). Serat kelapa ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bristle fiber dan mattres fiber.

Bristle fiber secara tradisional banyak digunakan untuk bahan perlengkapan rumah tangga, seperti sikat, sapu dan lain-lain. Sementara itu matres fiber secara tradisional sering digunakan untuk keset, matras olahraga, bahan penyekat dan lain-lain. Bristle fiber dan matres fiber dapat dicampur dengan lateks dan bahan kimiawi yang lain untuk membuat serat kelapa berkaret (rubberized coir) yang banyak digunakan untuk perlengkapan rumah tangga, penyaring, penyekat dan lain-lain.

Landasan Teori

a. Analisis Finansial

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain karena disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya kualitas produksi kurang baik bila usaha tani tersebut dilaksanakan dengan kurang baik (Soekartawi, 1995).

Analisis finansial yaitu suatu analisis terhadap suatu proyek dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanamkan modalnya dalam suatu proyek, terutama menyangkut pada perbandingan antara pengeluaran uang dengan keuntungan pendapatan (revenue earning) proyek (Kadariah dkk, 1999)


(55)

Dalam analisis finansial suatu usaha yang penting ialah usaha tersebut memberikan manfaat (benefit) yang lebih besar daripada biayanya kepada pengusaha. Oleh karena itu, yang perlu dibandingkan ialah arus manfaat (benefit) dari usaha tersebut dengan arus biayanya (Kadariah dkk, 1999)

Kriteria investasi (investment criteria) yang digunakan dalam kelayakan finansial usaha serat kelapa (coco fiber) ialah meliputi analisis break even point (BEP), imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio), pay-back period (PBP), dan return on investment (ROI). Analisis break even point digunakan untuk melihat batas minimal produksi yang harus diproduksi agar perusahaan bisa mendapatkan keuntungan. Imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio) dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh nilai rupiah biaya yang digunakan dalam usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Pay-back period dimaksudkan untuk mengetahui perkiraan waktu pengembalian modal atau investasi yang ditanamkan untuk kegiatan usaha (Djamin, 1984). Return on investment dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Rangkuti, 1997).

b. Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi. Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan mutu sumber daya manusia, fisik, finansial dan juga dapat memperkirakan kelemahan dan kekuatan struktur organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce and Robinson, 1997).


(56)

Ada beberapa unsur yang perlu untuk dianalisis dalam lingkungan internal organisasi menurut Pearce and Robinson (1997) dan Saputrayadi (2004), yaitu: 1. Struktur organisasi perusahaan yang merupakan pola hubungan, bentuk formal

peraturan dan hubungan antar orang dalam perusahaan.

2. Budaya perusahaan merupakan sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai yang dipahami, serta dilaksanakan oleh setiap anggota perusahaan yang akan membentuk suatu perilaku.

3. Sumber daya perusahaan, diantaranya SDM, sumber daya produksi, sumber daya keuangan, pemasaran, penelitian dan pengembangan.

Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) menyebutkan ada beberapa faktor internal yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu:

1. Manajemen 2. Pemasaran

3. Sumber Daya Manusia 4. Produksi dan operasi 5. Keuangan

c. Analisis Lingkungan Eksternal

Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari. Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang berkaitan langsung dengan perusahaan yang dapat mempengaruhi kemampuan


(57)

perusahaan untuk melayani pasar. Lingkungan makro terdiri dari pesaing, pemasok, pendatang baru, produk substitusi dan konsumen.

Ada beberapa faktor eksternal menurut David (2006) dan Hubeis (2011) yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu:

1. Ekonomi

2. Kebijakan Pemerintah dan Politik 3. Teknologi

4. Pesaing

5. Ancaman pendatang baru

6. Kekuatan tawar menawar konsumen 7. Kekuatan tawar menawar pemasok 8. Ancaman produk substitusi

d. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Saaty (1991), metode Analyitical Hierarchy Process (AHP) adalah cara menganalisis situasi yang rumit dan tidak terstruktur, mengatur bagian-bagian kedalaman suatu hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, mensintesis berbagai kriteria yang ada guna menetapkan alternatif atau pilihan yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi serta bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan


(58)

variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).

Menurut Marimin (2004), secara grafis persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan soal atau sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

e. Analisis Matriks Internal Eksternal (IE)

Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi perusahaan. Menurut David (2006) kesembilan sel tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu:

1. Growth Strategy merupakan pertumbuhan dan pembangunan perusahaan itu sendiri (sel I, II dan IV). Strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) dan integrasi.

2. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah (menjaga dan mempertahankan) strategi yang sudah ditetapkan (sel III, V dan VII). Strategi yang cocok adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.


(59)

3. Retrenchment Strategy adalah usaha memperkecil (penciutan) atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (sel VI, VIII dan IX).

Gambar 1. Matriks Internal Eksternal (IE)

f. Analisis SWOT (Strengths – Weaknesses – Opportunities - Threats)

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusanstratgeis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganlisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang, kelemahan dan Ancaman) (Rangkuti, 1997).


(60)

Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) merupakan matching tool yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah: Strategi SO ( Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST ( Strength-Threat), dan strategi WT (Weakness-Threat).

1. Strategi SO, Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang dengan sebesar-besarnya.

2. Strategi ST, Strategi ini dilakukan untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada.

3. Strategi WO, Strategi ini dilaksanakan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT, Strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta untuk menghindari ancaman.

IFE EFE

Strength (S) Weakness (W)

Opportunity (O) Strategi S-O Strategi W-O

Threat (T) Strategi S-T Strategi W-T


(61)

Kerangka Pemikiran

Serat kelapa (coco fiber) memiliki potensi untuk dikembangkan karena sebagai bahan baku untuk barang-barang industri lainnya. Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, kasur, bantal, jok dan dashboard kendaraan.

Usaha serat kelapa (coco fiber) adalah usaha pengolahan sabut kelapa yang bagi sebagian orang dianggap limbah untuk diproduksi menjadi serat kelapa (coco fiber). Dalam proses produksinya tentunya membutuhkan input produksi yaitu bahan baku, tenaga kerja dan peralatan. Input produksi tersebut akan menjadi biaya produksi dalam usaha serat kelapa (coco fiber). Jumlah produksi akan menjadi penerimaan bagi perusahaan setelah dikalikan dengan harga jual produk.

Pendapatan yang diterima pengusaha merupakan jumlah penerimaan dari usaha serat kelapa (coco fiber) yang dikurangi oleh total biaya produksi. Usaha pengolahan sabut kelapa menjadi serat kelapa (coco fiber) ini nantinya akan dianalisis dengan alat analisis finansial BEP (break even point), imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio), PBP (pay-back period) dan ROI (return on investment)untuk mengetahui apakah usaha ini layak atau tidak.

Dalam menjalankan usaha serat kelapa (coco fiber), terdapat juga faktor internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal perusahaan (peluang


(62)

dan ancaman) yang dianalisis dengan satu model analisis yaitu model matriks SWOT untuk menciptakan strategi pengembangan usaha serat kelapa (coco fiber).

Secara skematis, kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

= Menyatakan hubungan

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

USAHA SERAT KELAPA PRODUKSI PENERIMAA N PENDAPATA N Harga Jual Biaya P d k

Layak Tidak Layak Input Produksi :

1. Bahan baku 2. Tenaga kerja

3. Peralatan

Analisis Finansial

•BEP (Break Even Point)

•R/C (Revenue-Cost Ratio)

•PBP (Pay Back Period)

•ROI (Return on Investment)

Faktor Eksternal :

- Ancaman P l

Faktor Internal :

- Kekuatan - Kelemahan

Analisis Strategi (Matriks SWOT)

Strategi


(63)

Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

1. Usaha serat kelapa (coco fiber) di Kecamatan Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang layak secara finansial.


(64)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa dijuluki sebagai pohon kehidupan dikarenakan kaya akan manfaat baik untuk pangan, sumber energi, bahan baku berbagai industri kesehatan dan kecantikan, maupun untuk keperluan rumah tangga dan barang kerajinan. Mulai dari akar, batang, buah, bunga, dan daun dapat dimanfaatkan. Bunga kelapa menghasilkan nira kelapa yang dapat menghasilkan gula merah (gula kelapa); Daging buah kelapa dapat menghasilkan kopra, minyak kelapa, santan, dan kelapa parut kering (desiccated coconut); Sabut kelapa dapat menghasilkan coir fiber, keset, sapu, matras, dan bahan pembuat spring bed; Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan menjadi arang tempurung, karbon aktif, dan kerajinan tangan; Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan cuka, nata de coco, kecap, dan minuman berenergi; Batang kelapa dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan kerangka atau atap; Daun kelapa dapat menghasilkan lidi untuk sapu serta barang anyaman sebagai dekorasi; Akar kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan obat-obatan.

Berdasarkan data Departemen Pertanian, 2013 luas areal perkebunan kelapa di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2011 berkisar antara 3,69 – 3,91 juta Ha dengan produksi antara 3,04 – 3,25 juta Ton. Ini berarti produktivitas perkebunan kelapa di Indonesia masih rendah yaitu berkisar 0,8 Ton/Ha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.


(65)

Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Indonesia Tahun 2000 - 2011

Tahun Luas areal (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kg/Ha)

2000 3.696.017,00 3.047.558,00 824,55

2001 3.897.467,00 3.163.018,00 811,56

2002 3.884.950,00 3.098.496,00 797,56

2003 3.913.130,00 3.254.853,00 831,78

2004 3.797.004,00 3.054.511,00 804,45

2005 3.803.614,00 3.096.845,00 814,18

2006 3.788.892,00 3.131.158,00 826,40

2007 3.787.989,00 3.193.266,00 842,99

2008 3.783.074,00 3.239.673,00 856,36

2009 3.799.124,00 3.257.970,00 857,56

2010 3.739.350,00 3.166.666,00 846,84

2011 3.767.704,00 3.174.379,00 842,52

Sumber: Departemen Pertanian, 2013

Dimana penyebaran lokasi utama perkebunan kelapa Indonesia pada tahun 2012 adalah Riau, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Penyebaran Lokasi Utama Perkebunan Kelapa Indonesia Tahun 2012

Provinsi Luas areal

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kg/Ha)

Riau 521,038.00 483,397.00 927,76

Jawa Timur 297,681.00 270,263.00 907,89

Sulawesi Utara 279,539.00 285,056.00 1019,73

Jawa Tengah 237,972.00 182,298.00 766,05

Maluku Utara 226,496.00 256,487.00 1132,41 Sulawesi Tengah 206,584.00 177,758.00 860,46

Jawa Barat 182,974.00 106,575.00 582,46

Sumatera Utara 113,229.00 95,824.00 846,28 Sumber: Departemen Pertanian, 2013

Berdasarkan pada Tabel 1, produksi kelapa di Indonesia cukup besar, dikarenakan areal tanam yang luas. Namun kelapa tersebut pada umumnya dimanfaatkan petani untuk dibuat kopra yang selanjutnya dijual ke pabrik penggilingan minyak.


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjaun Pustaka ... 6

a.Kelapa ... 6

b.Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 7

Landasan Teori ... 9

a.Analisis Finansial ... 9

b.Analisis Lingkungan Internal ... 10

c.Analisis Lingkungan Eksternal ... 11

d.Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 12

e.Analisis Matriks Internal Eksternal (IE) ... 13

f. Analisis SWOT (Strengths - Weakness - Opportunities - Threats) ... 14

Kerangka Pemikiran ... 16


(2)

Geografi Kecamatan Batang Kuis... 31

Geografi Desa Tanjung Sari ... 32

a.Demografi Desa Tanjung Sari ... 33

b.Kondisi Sosial ... 33

c.Potensi Lahan Desa Tanjung Sari ... 34

d.Potensi Industri Desa Tanjung Sari ... 34

e.Sarana Perekonomian, Perdagangan dan Telekomunikasi Desa Tanjung Sari ... 35

Karakteristik Responden/Sampel ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Produksi Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 38

a.Penguraian ... 38

b.Penjemuran ... 38

c.Pengayakan ... 39

d.Pengepressan ... 39

e.Pengemasan/Pengepakan (Packing) ... 40

Biaya Produksi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 42

a.Biaya Bahan Baku ... 42

b.Bahan Penunjang ... 43

c.Biaya Tenaga Kerja ... 43

d.Biaya Penyusutan Alat dan Bangunan ... 44

e.Total Biaya Produksi ... 45

Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 46

Analisis Kelayakan Finansial ... 47

Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 49

a.Analisis Faktor Internal dan Eksternal Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 49

b.Analisis Matriks Internal - External (Matriks I-E) ... 55

c.Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 58

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(3)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Indonesia

Tahun 2000 – 2011 ... 2

2. Penyebaran Lokasi Utama Perkebunan Kelapa Indonesia Tahun 2012 ... 2

3. Skala Banding Secara Berpasangan (Pairwise Comparison) ... 24

4. Penilaian Bobot Faktor Strategi ... 25

5. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 26

6. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 27

7. Demografi Kecamatan Batang Kuis, 2013 ... 32

8. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Tanjung Sari, 2013 ... 33

9. Potensi Lahan di Desa Tanjung Sari, 2013 ... 34

10. Potensi Industri di Desa Tanjung Sari, 2013... 34

11. Sarana Perekonomian, Perdagangan dan Telekomunikasi Desa Tanjung Sari, 2013 ... 35

12. Karakteristik Responden/Sampel ... 36

13. Volume dan Biaya Rata-Rata Bahan Baku Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) per Tahun di Desa Tanjung Sari, Tahun 2013 ... 42

14. Biaya Rata-Rata Penunjang Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) di Desa Tanjung Sari, Tahun 2013 ... 43


(4)

Tahun 2013 ... 46 19. Total Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber), Tahun 2013 .. 47 20. Nilai Analisis BEP dan R/C Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber),

Tahun 2013 ... 47 21. Matriks IFE ... 51 22. Matriks EFE ... 54


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Matriks Internal Eksternal (IE) ... 14

2. Matriks SWOT... 15

3. Skema Kerangka Pemikiran ... 17

4. Kurva Break Even Point (BEP) ... 21

5. Mesin Pengurai ... 38

6. Alat Pengayak ... 39

7. Mesin Press Hidrolik ... 40

8. Produk Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 41

9. Aliran Proses Produksi Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 41

10. Posisi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) dalam Matriks Internal-Eksternal ... 55

11. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 57


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Karakteristik Responden/Sampel... 60

2. Volume dan Biaya Rata-Rata Bahan Baku ... 60

3. Biaya Rata-Rata Penunjang Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber)... 60

4. Biaya Tenaga Kerja Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 60

5. Total Biaya Penyusutan Alat dan Bangunan ... 61

6. Total Biaya Produksi Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber ... 61

7. Total Pendapatan Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 61

8. Nilai Analisis BEP dan R/C Usaha Serat Kelapa (Coco Fiber) ... 62

9. Bobot Faktor Internal Sebelum Normalisasi ... 63

10. Bobot Faktor Internal Setelah Normalisasi... 64

11. Bobot Faktor Eksternal Sebelum Normalisasi ... 65