Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

OLEH :

071000224 MANNA SIRAIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

071000224 MANNA SIRAIT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judu l :

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN FAAL PARU DI KILANG PADI KECAMATAN PORSEA

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM 071000224 MANNA SIRAIT

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 18 Februari 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji :

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Kalsum, M.Kes Umi Salmah, SKM. M.Kes NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002

Penguji II Penguji III

Dra. Lina Tarigan. Apt, MS Dr. Mhd. Makmur Sinaga. MS NIP. 19590806 198811 2 001 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP. 19531018 198203 2 001 Dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(4)

ABSTRAK

“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi

Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.

Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.

Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).

Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter


(5)

ABSTRACT

The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010

Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures

Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.

This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.

Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.

Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan

Faal Paru Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010” yang merupakan salah satu

prasyarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FKM dan sebagai dosen penguji II yang telah memberikan sumbangan pikiran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Ir. Kalsum, M.Kes sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Umi Salmah. SKM, M.Kes sebagai Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS sebagai Dosen Penguji III yang telah memberikan sumbangan dan pikiran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.


(7)

6. Bapak T. Tambunan dan Bapak O Sirait sebagai pemilik kilang padi yang telah menerima dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian pada Kilang Padi tersebut.

7. Seluruh pekerja Kilang Padi tempat penelitian tersebut.

8. Teristimewa penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada Ayahanda St.O Sirait dan Ibunda R Manurung. Tidak ada satu kata pun yang bisa mewakili rasa terima kasih penulis. Terima kasih untuk doa, dukungan, cinta dan perhatian yang tiada henti demi keberhasilan penulis. Serta keluarga besarku tersayang, kakak, abang dan adik.

9. Cinta kasih yang tulus, dan rasa sayang yang tidak pernah jemu pada Bang Josmar.S.

Terima kasih buat perhatian, dorongan, serta doa yang tiada henti demi keberhasilan penulis. 10.Teman-temanku khususnya Tetty Larisma, K’eva purba, K’evelina, Rosintan, K’fathul,

Lora, Siska, B’azhar, Momo, Artiti, Minda dan teman yang lain yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan yang sangat berarti hingga selesainya penulisan skripsi ini. 11.Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang

ikut membantu demi terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Februari 2010


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Manna Sirait

Tempat/Tanggal Lahir : Siraituruk/ 04 September 1983

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belun Kawin

Alamat Rumah : Jl. Mesjid Taufiq No. 63 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1990 – 1996 : SD Negeri No. 173646 Siraituruk 2. Tahun 1996 – 1999 : SMP Negeri 2 Porsea

3. Tahun 1999 – 2002 : SMU Khatolik Budi Murni 1 Medan 4. Tahun 2002 – 2005 : Akademi Keperawatan Imelda Medan 5. Tahun 2007 – 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan………... i

Abstrak……….. iia Abstract………. iib Kata Pengantar………. iii

Daftar Riwayat Hidup………….………. v

Daftar Isi……… vi

Daftar Tabel……….. viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Permasalahan ... ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... ... 4

1.3.4 Tujuan Khusus ... ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Sistem Pernapasan ... ... 7

2.1.1. Pengertian Pernapasan ... 7

2.1.2. Anatomi Paru ... ... 8

2.1.3. Fungsi Pernapasan ... 10

2.1.4. Mekanisme Kerja Sistem pernapasan ... 10

2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja ... 12

2.2.1. Tanda-Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan ... 12

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru ... 14

2.3. Spirometri... ... 17

2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru ... 18

2.3.2. Test Fungsi Paru .. ... 19

2.4. Partikel Debu ... ... 20

2.4.1. Definisi Debu ... ... 20

2.4.2. Sifat-Sifat Debu ... ... 21

2.4.3. Jenis Debu ... ... 23

2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan ... 24

2.4.5. Pengendalian Debu ... 25

2.4.6. Pencegahan dan Pengobatan ... 26

2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu ... 27

2.5. Padi... ... ... 28

2.5.1. Pengertian Padi .... ... 28

2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru ... 28


(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... ... 31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2. Waktu Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.3.1. Populasi Penelitian ... 31

3.3.2. Sampel Penelitian ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Data Primer ... ... 32

3.4.2. Data Sekunder .... ... 32

3.5. Definisi Operasional ... ... 32

3.6. Aspek Pengukuran Kadar Debu Lingkungan Kerja ... 33

3.7. Teknik Analisa Data ... ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN . ………. 35

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi ... 35

4.2. Karakteristik Pekerja ... ... 39

4.3. Hasil Pengukuran Spirometer... 41

4.4. Hasil Pengukuran Kadar Debu ... 41

4.5. Hasil Uji Analisa ... ... 42

BAB V PEMBAHASAN... ... 46

5.1. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 46

5.2. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 47

5.3. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian Alat Pelindung Diri di KilangPadi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 48

5.4. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 49

5.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010 ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1. Kesimpulan ... ... 53

6.2. Saran… ... ... 53

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi………38

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun 2010……… .39

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Spirometer (Faal Paru) Pada Pekerja Kilang Padi di Kecamatan Porsea Tahun2010……… .41

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Debu Di Lingkungan Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………..41

Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .42

Tabel 4.6. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa

Kerja di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………... .43

Tabel 4.7. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Pemakaian Alat Pelindung Diri di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44

Tabel 4.8. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat

Merokok di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010………. .44

Tabel 4.9. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat


(12)

ABSTRAK

“Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Di Kilang Padi

Kecamatan Porsea Tahun 2010”

Viii + 54 Halaman + 9 Daftar Tabel + Lampiran

Kilang padi merupakan salah satu sektor informal yang memproduksi padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pangan pokok. Faal paru adalah fungsi paru yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu. Faal paru normal bila pada pemeriksaan spirometri ditemukan nilai FVC predicted persen >80% dan nilai FEV1 >70%. Faal paru terganggu bila ada gangguan fungsi ventilasi paru-paru yang dilihat pada nilai FVC dan FEV1 yang dibagi atas restriktif, obstruktif dan campuran.

Penelitian yang dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja yaitu umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 35 orang.

Berdasarkan uji chi square, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan faal paru dengan (p = 0.022), terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan faal paru dengan (p = 0.036), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru dengan (p = 0.024), tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara riwayat merokok dengan faal paru dengan (p = 0.890), dan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan faal paru dengan (p = 0.017).

Disarankan kepada pekerja yang faal parunya terganggu untuk melakukan pemeriksaan lanjutan oleh dokter


(13)

ABSTRACT

The Relationship of Worker’s Characteristics with their Pulmonary Physiology in the Paddy Factory at Porsea district in year 2010

Viii + 54 pages +9 table list + Enclosures

Paddy factory is one of the informal sector which produces rice grain from plant resources which then will be marketed to the consumer. Pulmonary physiology is when the lung function are seen as normal or disturbed. Lung function is to be normal when the spirometry shows FVC > 80% and FEV1 > 70%. When there is disturbance in the lung function it will be either the lung ventilation function which can be seen in FVC value or the FEV1 value which will determine wheter it’s a restrictive, obstructive or both.

This research is done in the paddy factory at Porsea district and the purpose of this research is to know the relationship of the characteristic of the worker which will be based on their age, duration of time exposed, safety clothing and history of smoking with the pulmonary physiology disorder in paddy factory in Porsean in the year of 2010. This research is done using cross sectional design with total sample of 35 individuals.

Based on Chi Square test, result shows that the relationship was meaningful between the age of the workers and the plumonary physiology with p=0.022 and there is relationship between the duration of work or exposure to the pulmonary physiology with p=0.036, and there is relationship between the safety clothing to the pulmonary physiology with p=0.024, whilst there is no interaction exist with the history of smoking and the pulmonary physiology with p=0.890 and there is another interaction exist with the history of disease and pulmonary physiology by p=0.017.

Based on the outcome, the individuals with decreased lung function are to be examined further by medical practioner.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan yang cepat dalam masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi perkembangan ekonomi, menyebabkan perubahan orientasi kesehatan dari infeksi ke golongan penyakit degeneratif. Salah satu penyakit non-infeksi yang tergolong penyakit degeneratif yang merupakan masalah masa kini dan diperkirakan terlebih lagi dimasa depan, adalah penyakit akibat atau yang berhubungan dengan pernapasan, salah satu penyebab kematian akibat pekerjaan menurut data ILO tahun 1999 yang terbesar adalah gangguan pernapasan. Saluran pernapasan merupakan salah satu bagian yang paling mudah terpapar oleh bahan-bahan yang merugikan yang terdapat di lingkungan.

Suma’mur (1998), menyatakan ada 5 faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja, salah satunya adalah faktor kimia yaitu gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda padat. Penyakit paru akibat kerja adalah semua kelainan/penyakit paru yang disebabkan oleh partikel, uap, gas, debu atau kabut berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru jika terinhalasi selama bekerja adalah penyakit paru yang disebabkan oleh penyakit paru akibat kerja (Buchari, 2007).

Debu adalah salah satu komponen yang menurunkan kualitas udara. Akibat terpapar debu, kenikmatan kerja akan terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan fungsi paru. Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu di pengaruhi beberapa faktor, antara lain faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan, dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. Ketika bernapas, udara yang


(15)

mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu dapat menimbun di dalam jaringan paru-paru, karena tergantung besar ukuran debu tersebut. Debu – debu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan napas bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan dibagian tengah jalan napas. Partikel-partikel yang berukuran 1-3 mikron akan ditempatkan langsung dipermukaan jaringan dalam paru-paru (Antaruddin, 2003).

Alsegaff (1992), menyatakan bahwa debu yang terhirup termasuk debu padi dalam jumlah yang berlebihan oleh saluran pernapasan, menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan dan rasa tidak nyaman pada saat bekerja. Paparan yang tinggi dengan inhalasi dapat mengakibatkan gangguan pada paru yang bersifat temporer disertai dengan batuk, perasaan tidak nyaman, susah bernapas, napas pendek dan lama kelamaan dapat berakibat fatal.

Data dari Inggris, British Columbia dan Kanada menyebutkan bahwa 26% sampai 52% pekerja mengalami penyakit paru akibat kerja timbul dalam bentuk asma. Di Amerika Serikat terdapat 400.000 sampai 3 juta pekerja menderita penyakit paru akibat kerja. Di sebagian daerah Jepang bahkan dilaporkan 15% kasus asma adalah asma kerja. Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak, meskipun data yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan di Balai HIPERKES dan Keselamatan Kerja Sulawesi Selatan pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di 8 perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restrictive, 1% responden yang mengalami obstructive, dan 1% responden yang mengalami combination. Debu yang terhirup oleh tenaga kerja dapat menimbulkan kelainan fungsi atau kapasitas paru. Kelainan tersebut terjadi akibat rusaknya jaringan paru-paru yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja. (Irga, 2009).


(16)

Ross dan kawan – kawan pada tahun 1994 (dikutip dari Antaruddin) di Inggris mendapatkan dari kasus akibat kerja sebanyak 3267 kasus, urutan pertama adalah asma kerja (1941). Sementara oleh Sallie dan kawan – kawan (dikutip dari Antaruddin) mendapat penyebab utama dari asma akibat kerja, urutan ketiga adalah penggilingan biji- bijian termasuk kilang padi, setelah cat semprot dan laboratorium – laboratorium binatang.

Gangguan faal paru tidak hanya disebabkan oleh kadar debu yang tinggi saja, melainkan juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti umur, masa kerja, pemakaian alat pelindung diri, riwayat merokok dan riwayat penyakit.

Umur merupakan salah satu karakteristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan faal paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana volume ekspirasi paksa 1 menit (VEP1) berada dalam besaran sistomatik yakni 1-1,5 L dan kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Faridawati (1995) mengemukakan beberapa orang yang terpajan dengan debu dalam waktu lama dan konsentrasi yang sama akan menunjukkan akibat yang berbeda, hal ini disebabkan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan cara bernapas bagi masing-masing orang berbeda.

Kilang padi adalah suatu industri rumah tangga yang merubah padi menjadi beras dan menghasilkan debu pada saat proses produksinya. Kilang padi merupakan suatu lingkungan kerja yang berbahaya bagi tenaga kerja, karena pekerja bekerja 8 jam setiap harinya terpajan dengan debu padi. Debu kilang padi dapat mencemari udara dalam kilang maupun daerah sekitarnya yang kemungkinan besar menyebabkan gangguan pernapasan tidak hanya pada para pekerja kilang padi tetapi juga pada masyarakat yang bermukim di sekitar daerah kilang tersebut.


(17)

Pengamatan yang dilakukan oleh Antaruddin di daerah Aceh pada tahun 2003 terhadap pekerja kilang padi menunjukkan bahwa ketika menjelang tua, mereka mengalami batuk-batuk kronis seperti gejala-gejala penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Proses giling padi yang dimulai dari pembersihan, pemecahan kulit, penyosohan, pemutihan dan pengayakan terakhir cukup banyak menghasilkan debu, terutama debu dari bulu-bulu padi . Debu padi yang terhirup dan terisap oleh pekerja penggilingan padi dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru Forced Vital Capacity dan Forced Expiratory

Volume dalam satu detik (FVC dan FEV1). Pada stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru

yang menurunkan elastisitasnya sehingga mengurangi kapasitas/volume paru dalam menampung udara (Abidin Achmad, 2001).

Pada penelitian Antaruddin, pengaruh debu padi pada faal paru pekerja kilang padi yang merokok dan tidak merokok (2003), mendapatkan prevalensi kelainan paru pekerja kilang padi kebanyakan adalah kelainan campuran sebanyak 56,67%, diikuti oleh obstruksi sebesar 13,33%, dan restriksi sebesar 11,67%.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis pada kilang padi di kecamatan Porsea, terlihat bahwa lingkungan kerja pada kilang padi ini terutama pada ruang produksi banyak terdapat debu, dan yang paling banyak terdapat debu yaitu pada kilang padi 2, karena tidak memiliki ventilasi yang cukup, kilang padi 2 hanya memiliki satu buah ventilasi dengan ukuran 1m2 sedangkan kilang padi 1 memiliki dua buah ventilasi dengan ukuran 1,5 m2. Ruang produksi tersebut juga dijadikan sebagai gudang penyimpanan sebagian dari gabah yang akan digiling dan gabah yang telah selesai digiling. Debu yang ada pada ruang produksi penggilingan padi berasal dari proses produksi dengan bahan baku yaitu gabah, proses kerja penggilingan


(18)

padi dimulai dengan memasukkan gabah ke dalam mesin giling (elevator), kemudian masuk kedalam mesin pengelupasan kulit selanjutnya masuk ke dalam mesin yang memisahkan gabah dengan beras dan selanjutnya gabah akan di ayak dalam mesin ayakan padi, disinilah debu semakin meningkat dan terakhir beras yang sudah di ayak masuk ke dalam mesin pembersihan beras (nachi), selanjutnya beras akan keluar dari nachi dengan menggunakan pipa besar yang telah di hubungkan dengan nachi tersebut.

Dari hasil wawancara pada survei pendahuluan dengan pekerja kilang padi di kecamatan Porsea, sebagian dari mereka mengeluhkan sering mengalami batuk-batuk, bersin-bersin, dan bila batuk terasa sesak dada/nafas. Waktu bekerja pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan mereka bekerja sambil merokok. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2009.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010


(19)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan umur dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

2. Untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

3. Untuk mengetahui hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

4. Untuk mengetahui hubungan riwayat merokok dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

5. Untuk mengetahui hubungan riwayat penyakit dengan faal paru di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010.

6. Untuk mengetahui kadar debu padi di kilang padi kecamatan Porsea tahun 2010. 7. Untuk mengetahui faal paru pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kilang padi dalam upaya pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.

2. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumbangan ilmiah yang bermanfaat bagi pembaca atau penelitinya.

3. Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan pengetahuan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pernapasan 2.1.1. Pengertian Pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 1996).

Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang karbondioksida.

Sistem pernapasan secara umum terbagi atas :

1. Bagian Konduksi

Bagian konduksi terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian ini berfungsi untuk menyediakan saluran udara untuk mengalir ke dan dari paru-paru untuk membersihkan, membasahi, dan menghangatkan udara yang diinspirasi.

2. Bagian Respirasi

Bagian ini terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel


(21)

yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak (Alsagaff, 2002).

Terdapat tiga kelompok mekanisme pertahanan yaitu :

a. Arsitektur saluran nafas; bentuk, struktur, dan caliber saluran nafas yang berbeda-beda merupakan saringan mekanik terhadap udara yang dihirup, mulai dari hidung, nasofaring, laring, serta percabangan trakeobronkial. Iritasi mekanik atau kimiawi merangsang reseptor disaluran nafas, sehingga terjadi bronkokonstriksi serta bersin atau batuk yang mampu mengurangi penetrasi debu dan gas toksik kedalam saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).

b. Lapisan cairan serta silia yang melapisi saluran nafas, yang mampu menangkap partikel debu dan mengeluarkannya.

c. Mekanisme pertahanan spesifik, yaitu sistem imunitas di paru yang berperan terhadap partikel-partikel biokimiawi yang tertumpuk di saluran nafas (Tabrani Rab, 1996).

2.1.2. Anatomi Paru

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru,


(22)

karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

SISTEM SALURAN PERNAFASAN

Gambar : Anatomi Paru


(23)

2.1.3. Fungsi Sistem Pernapasan

Pertukaran karbon dioksida dan oksigen antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan dalamnya aliran udara timbale balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1995).

2.1.4 Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk-batuk atau spasme laring (penghentian bernapas). Kalau zat-zat ini menembus kedalam paru-paru, dapat terjadi bronchitis toksik, edema paru-paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada bronkhitis dan terlihat pada perokok tembakau. Partikel-partikel debu dan aerosol yang berdiameter lebih dari 15 µ m tersaring keluar pada saluran napas. Partikel 5-15 µ m tertangkap pada mukosa saluran yang lebih rendah dan kembali disapu ke laring oleh kerja mukosiliar, selanjutnya ditelan. Bila partikel ini mengatasi saluran nafas atau melepaskan zat-zat yang merangsang respon imun dapat timbul penyakit pernafasan seperti bronchitis (WHO, 1995).

Partikel-partikel berukuran 0,5 dan 5 µ m (debu yang ikut dengan pernafasan) dapat melewati sistem pembersihan mukosiliar dan masuk ke saluran nafas terminal serta alveoli. Dari sana debu ini akan dikumpulkan oleh sel-sel scavenger (makrofag) dan dihantarkan pulang kembali ke sistem mukosiliar atau ke sistem limfatik. Partikel berdiameter kurang dari 0,5 µ m mungkin akan mengambang dalam udara dan tidak diretensi. Partikel-partikel panjang dan serat yang diameternya dari 3 µ m dengan panjang 100 µ m dapat mencapai saluran nafas terminal,


(24)

namun tidak dibersihkan oleh makrofag ; akan tetapi partikel ini mungkin pula ditelan lebih dari satu makrofag dan dibungkus dengan bahan protein kaya besi sehingga terbentuk badan-badan besar “asbes” yang khas.

Sebab-sebab utama penyakit pernafasan adalah :

1. Mikroorganisme pathogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis

2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian makrofag yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan.

3. Partikel-partikel organik yang merangsang respon imun.

4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu respirasi berkadar tinggi yang menumpuk di sekitar saluran nafas terminal.

Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert), menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mucus, merendahkan ambang refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan gejala-gejala asmatik. Daerah perifer paru-paru terutama dirusak oleh debu fibrogenik. Umumnya partikel fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada kelenjar-kelenjar limfe hilus. Di sana, partikel-partikel tersebut merangsang reaksi jaringan, penebalan dan pembentukan jaringan parut pada kelenjar-kelenjar tersebut. Drainase limfatik menjadi tersebut, sehingga partikel-partikel pada paparan lebih lanjut akan menumpuk di dekat kelenjar-kelenjar yang berparut tersebut, dan secara progresif memperbesar daerah parut. Pembentukan jaringan parut dengan berbagai cara ini mengakibatkan pengerutan paru-paru, peregangan berlebihan pada jaringan paru-paru yang tersisa, ventilasi tidak merata dan tipe emfisema tertentu (Amin, 1992).


(25)

2.2. Penyakit Paru Akibat Kerja

Berbagai penyakit dapat timbul dalam lingkungan pekerjaan yang mengandung debu industri, terutama pada kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumoconiosis, silikosis, asbestosis, hemosiderosis, bisinosis, bronchitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja terbagi 3 bagian yaitu :

1. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian (Grain worker’s

disease), debu kayu.

2. Akibat debu anorganik (pneumoconiosis), misalnya debu silica (Silikosis), debu asbes (asbestosis), debu timah (Stannosis).

3. Penyakit paru kerja akibat gas iritan, 3 polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3).

Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya. Gejala biasanya timbul apabila penyakit sudah lanjut (WHO, 1995)

2.2.1. Tanda-Tanda Dan Gejala Gangguan Pernafasan

Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala-gejala yaitu :

1. Gejala Lokal a. Batuk

Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat penyakit pernafasan. Batuk bisa bersifat kering atau basah tergantung dari pada produksi sekrit.


(26)

b. Sesak

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara saat inspirasi ataupun pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebabkan oleh adanya penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/bronkus/trakea/larings.

c. Pengeluaran Dahak

Dahak orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari dalam saluran nafas, sedangkan dalam keadaan gangguan pernafasan sputum dihasilkan melebihi 100 ml per hari.

d. Batuk Darah

Adanya lesi saluran pernafasan dari hidung paru yang juga mengenai pembuluh darah.

e. Nyeri Dada

Nyeri dada terjadi dari berbagai penyebab, tetapi yang paling khas dari penyakit paru-paru adalah akibat radang pleura.

2. Gejala Umum

Gejala-gejala yang disebut di atas bersifat setempat. Beberapa penyakit memberi juga gejala umum, seperti suhu badan meninggi, pusing dan mabuk kepala, tidak suka makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan sebagainya (Danosantoso, 1998). Masalah pernafasan pada pekerja di tempat pengolahan telah dikenal selama 2 dekade ini. Gejala-gejala dada akut seperti batuk, sesak, dada terasa berat dan iritasi saluran nafas atas muncul pada saat kerja biasa (Alsagaff, 2002).


(27)

2.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Gangguan Paru

Gangguan saluran pernafasan akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain

1 Faktor debu itu sendiri

yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel, konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu.Tingkat kelarutan debu pada air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu ada dua (2) macam yaitu debu organik ( debu padi/ kulit padi), dan debu anorganik (debu yang berasal dari mesin penggilingan padi). (Faridawati, 1997).

2 Masa kerja

Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam waktu tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu akan memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat yang mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernafasan. Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung akan kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada


(28)

kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas (Irga, 2009)

3 Umur

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

4 Alat pelindung diri

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009)


(29)

5 Riwayat merokok

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Antaruddin, 2003).

6 Riwayat penyakit

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.


(30)

2.3. Spirometri

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar volume dan kapasitas paru- paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (FEV1) . Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru- paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai FEV1 kurang dari 75% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar. (Alsagaf, dkk, 2005).


(31)

2.3.1. Kapasitas dan Volume Statis Paru

1. Volume statis paru-paru

- Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.

- Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.

- Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml. - Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke

dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.

- Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.


(32)

- Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.

- Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal.

- Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa sesuda h ekspirasi volume tidal normal.

2. Volume dinamis paru-paru

FVC (Forced Vital Capacity) merupakan volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik, normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah parameter dalam menentukan fungsi paru (http://Lung function.pdf.2009).

2.3.2. Test Fungsi Paru

Dasar test fungsi paru terdiri dari :

1 Penyakit paru obstuktif

Tidak dapat menghembuskan udara (Unable to get air out). FEV1/FVC <75% Semakin parah obstruksinya :

- FEV1 : 60-75% = mild - FEV1 : 40-59% = moderate - FEV1 : <40 = severe

Jalan napas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat dihembuskan pada satu detik pertama ekspirasi.


(33)

2 Penyakit paru restriktif

Tidak dapat menarik napas (unable to get air in)

- FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat - TLC berkurang → sebagai Gold Standart

FEV1 dan FVC menurun, karena jalan napas tetap terbuka, ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume udara yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal.

3 Mixed

Ekspirasi diperlama dengan peningkatan kurva perlahan mencapai plateau. Kapasitas vital berkurang signifikan dibandingkan gangguan obstruktif. Pola campuran ini, jika tidak terlalu parah, sulit dibedakan dengan pola obstruktif (http://Lung function.pdf.2009).

2.4. Partikel Debu 2.41. Definisi Debu

Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (Indoor and Out Door Pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.


(34)

Debu industri yang terdapat di udara dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Deposit Particulate Matter

Deposit particulate matter yaitu partikel debu yang hanya sementara di udara. Partikel ini akan segera mengendap karena daya tarik bumi.

2. Suspended Particulate Matter

Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. (Pudjiastuti, 2002)

Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik Secara fisik debu atau particulate dikategorikan sebagai pencemar yaitu dust udara aerosol. Debu terdiri dari 2 golongan, yaitu padat dan cair.

Debu yang terdiri atas partikel-partikel padat dapat menjadi 3 macam :

a. Dust

Dust terdiri dari berbagai ukuran mulai dari yang submikroskopik sampai yang besar. Debu yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhirup ke dalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron dan bersifat dapat terhirup ke dalam paru-paru

b. Fumes

Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasannya sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai


(35)

dengan oksidasi kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan timbal ( Plumbum).

c. Smoke

Smoke atau asap adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan berukuran sekitar 0,5 mikron

2.4.2. Sifat-sifat Debu

Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku atau hasil produksi (Depkes RI, 1990)

Sifat-sifat debu adalah sebagai berikut :

1. Sifat Pengendapan

Yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Permukaan cenderung selalu bersih

Permukaan debu yang cenderung selalu bersih disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.


(36)

3. Sifat Penggumpalan

Debu bersifat menggumpal karena permukaan debu yang selalu basah maka debu satu dengan yang lainnya cenderung menempel membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atas titik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.

4. Debu Listrik Statik

Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan.

5. Sifat Opsis

Opsis adalah partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.

Partikel debu melayang (Suspended Particulated Metter) adalah suatu kumpulan senyawa dan bentuk padatan maupun cair yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, kurang dari 1 mikron sampai maksimal 500 mikron. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai 10 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk melalui saluran pernafasan. Konsentrasi debu dengan ukuran 5 mikron akan dikeluarkan seluruhnya bila jumlah yang masuk ke saluran nafas kurang dari 10 partikel, sedangkan seluruhnya bila yang masuk 1.000 partikel maka 10% dari jumlah tersebut akan ditimbun di dalam jaringan paru (WHO, 1990).

Debu yang berukuran antara 5 – 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran nafas bagian atas; yang berukuran antara 3 – 5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran nafas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 – 3 mikron disebut debu respirabel


(37)

merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis sampai alveoli. Debu yang ukurannya kurang dari 1 mikron tidak mudah mengendap di alveoli, debu yang ukurannya antara 0,1 – 0,5 mikron berdifusi dengan gerak Brown keluar masuk alveoli; bila membentur alveoli ia dapat tertimbun disitu. Meskipun batas debu respirabel adalah 5 mikron, tetapi debu dengan ukuran 5 – 10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke dalam alveoli. Debu yang berukuran lebih dari 5 mikron akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari 10 partikel per milimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1.000 partikel per milimeter kubik udara, maka 10% dari jumlah itu akan ditimbun dalam paru (WHO, 1990).

2.4.3. Jenis debu

Menurut macamnya, debu diklasifikasikan atas 3 jenis yaitu :

1 Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya).

2 Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen)

3 Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3, dll).

Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium, tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain).


(38)

2.4.4. Pengaruh Partikel Debu Terhadap Pernapasan

Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :

1. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2. Partikel diameter 0,5 – 5,0 mikron terkumpul di paru – paru hingga alveoli, ini dapat menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma

3. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Keterangan :

* = Partikel debu > 5,0 * = Partikel debu < 0,5 * = Partikel debu 0,5 – 5,0

Gambar 2 : Pengaruh Partikel Debu Terhadap Manusia

Sumber : (Depkes RI Ditjen PPM dan PL, Dampak Pemanfaatan Batubara Terhadap Kesehatan. 2001)


(39)

2.4.5. Pengendalian Debu

Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia yang terkena dampak.

1 Pencegahan Terhadap Sumbernya

Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local Exhauster’ atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

2 Pencegahan Terhadap Transmisi

a. Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet Drilling). b. Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

3. Pencegahan terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung tangan.

2.4.6. Pencegahan Dan Pengobatan

Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada penetalaksanaan penyakit paru akibat debu industri. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau mengurangi laju penyakit. Perlu diketahui apakah pada suatu industri atau tempat kerja ada zat-zat yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan. Kadar debu pada tempat kerja diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki tehnik pengolahan bahan, misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang beterbangan. Bila kadar debu tetap tinggi pekerja diharuskan memaki alat pelindung. Bila seseorang telah menderita penyakit, memindahkan ketempat yang tidak terpapar mungkin dapat mengurangi laju penyakit.


(40)

Perokok hendaklah berhenti merokok terutama bila bekerja pada tempat-tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit bronkitis industri dan kanker paru, karena asap rokok cepat meninggikan risiko timbulnya penyakit. Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menerima pegawai yang atopik. Pekerja yang menderita asma kerja hendaklah dihindari dan paparan zat di tempat kerja. Tidak ada pengobatan spesifik dan efektif pada penyakit paru yang disebabkan oleh debu industri. Penyakit biasanya memberikan gejala bila kelainan telah lanjut. Pada silikosis dan asbestosis bila diagnosis telah ditegakkan penyakit dapat terus berlanjut menjadi fibrosis masif meskipun paparan dihilangkan ( Irga, 2009).

2.4.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Untuk Debu

Suma’mur (1998) menyatakan Nilai Ambang Batas (NAB adalah kadar yang pekerja sanggup menghadapinya dengan tidak menunjukkan penyakit atau kelainan dalam pekerjaan mereka sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. Debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja (nuisance dust) adalah debu-debu yang tidak berakibat fibrosis kepada paru-paru, melainkan bereffek sangat sedikit atau tidak sama sekali pada penghirupan normal. Dahulu debu-debu demikian disebut debu inert (lamban), tetapi ternyata tidak ada debu yang sama sekali tanpa reaksi selluler, sehingga istilah inert tidak dipakai lagi.

Reaksi jaringan paru-paru terhadap penghirupan debu-debu yang demikian adalah :

a. Susunan saluran udara tetap utuh. b. Tidak berbentuk jaringan parut.


(41)

c. Reaksi jaringan potensil dapat pulih kembali.

Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara dengan penetapan nilai ambang batas yaitu menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Lingkungan Kerja yaitu sebesar 3 mg/m3, dengan Surat Edaran No.SE.01/MEN/1997, bahwa NAB kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m³. NAB dari debu-debu yang hanya mengganggu kenikmatan kerja adalah 10 mg/m³ atau 30 dalam juta partikel perkaki kubik / 30 jppkk.

2.5. Padi

2.5.1. Pengertian Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis maupun sub-tropis. Padi tumbuh subur pada kondisi lahan 15º garis lintang utara dan 10º garis selatan katulistiwa. Untuk padi di sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar, kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk inilah sewaktu-waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah. Pada dasarnya padi adalah tanaman yang agak toleran (moderately tolerant) terhadap keasinan. Sifat toleran tanaman padi bervariasi selama periode tumbuh. Tanaman padi lebih dapat bertahan pada tingkat keasinan (salinitas) tertentu selama musim hujan dari pada musim kemarau (Dwi, 2006)


(42)

2.5.2. Hubungan Debu Padi Dengan Faal Paru

Debu kilang padi menurut asalnya terdiri dari 2 macam yaitu debu yang berasal dari biji

padi dan debu yang berasal dari biji beras. Debu yang berasal dari biji padi sudah terdapat di udara sebelum di sentuh oleh mesin sewaktu dituang kedalam corong penggilingan. Debu yang berasal dari biji beras partikel-partikelnya terbentuk dari proses penggilingan, lalu menyebar di udara sewaktu pindah tempat (http://kompas.com.2006).

Debu padi bersifat respirable dimana mempunyai ukuran yang dapat terhirup dan masuk ke dalam saluran pernapasan. Lambat laun debu yang masuk ke dalam saluran pernapasan tersebut akan mengganggu kesehatan karena dapat tertahan pada saluran pernapasan itu sendiri. Debu tersebut juga akan tertimbun mulai dari bronkhiolus terminalis atau saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli atau gelumbung-gelembung udara yang merupakan akhir dari saluran pernapasan (Suzaina, 2006).

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pertanian salah satu pertama yang dikenal dengan resiko gangguan (bahaya kerja) adalah penyakit akibat kerja. Mula-mula tahun 1555 oleh Olaus Magnus yang mengingatkan tentang bahaya menghirup debu biji-bijian salah satunya biji padi. Pada tahun 1569 Paracelcus menulis buku “Von der Bergsucht und Anderen

Bergkrankheiten”yang menggambarkan pekerjaan dalam tambang,cara mengolah bijih dan

tentang penyakit-penyakit yang diderita para oleh pekerja.sedangkan Bernardine Ramazzini(1633-1714)menulis buku “De Morbis Artificum Diatriba”yang menguraikan tentang berbagai penyakit dengan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.(Suma’mur P.K 1967).


(43)

Meskipun bahaya kesehatan paru pekerja disebabkan oleh debu biji-bijian dari hasil pertanian yaitu padi telah dikenal secara dini, tetapi penanggulangannya tidak diperhatikan secara baik. Pemeriksaan terhadap bahaya-bahaya kesehatan paru pada pertanian telah jauh ketinggalan dibanding bahaya-bahaya industri baja dan industri-industri lainnya. Masalah klinis pada pekerja-pekerja pertanian saat ini adalah masalah penyakit saluran pernapasan. (Antaruddin, 2003)

2.6. Kerangka Konsep

Karakteristik pekerja kilang padi : 1. Umur

2. Masa Kerja

3. Alat Pelindung Diri (APD) 4. Riwayat Merokok

5. Riwayat Penyakit

Faal Paru Debu Padi


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di kilang padi kecamatan Porsea dengan alasan sebagai berikut :

1. Adanya kemudahan dalam memperoleh izin dan dukungan dari pihak pemilik kilang untuk melakukan penelitian ini.

2. Belum pernah dilakukannya penelitian mengenai gangguan fungsi paru di kilang padi tersebut.

3. kilang padi 1 dan kilang padi 2 proses produksinya lebih banyak di banding dengan kilang padi yang lain.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Februari 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah dari sepuluh kilang padi di kecamatan Porsea, dengan jumlah pekerja 75 orang.


(45)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah dari sepuluh kilang padi penulis hanya meneliti dua kilang padi saja sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya, serta dilihat dari hasil produksinya bahwa kedua kilang padi tersebut hasil produksinya lebih banyak dibanding yang lain.

Jumlah tenaga kerja kilang padi I : 22 orang

Jumlah tenaga kerja kilang padi II : 13 orang

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 orang

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara :

1. Wawancara untuk mengetahui karateristik pekerja

2. Pengukuran kadar debu dengan alat Low Volume Air Sampler. Model SL-15p.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pemilik kilang padi mengenai jumlah tenaga kerja dan gambaran umum kilang padi, serta data hasil pengukuran faal paru.

3.5. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Debu padi adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh hasil kegiatan kerja pada penggilingan padi.


(46)

2. Umur adalah ulang tahun terakhir pekerja sampai saat penelitian dilakukan.

3. Masa kerja adalah waktu mulainya pekerja bekerja sampai saat penelitian dihitung dalam tahun.

4. Pemakaian alat pelindung diri adalah pemakaian alat pelindung (masker) selama pekerja bekerja, yang memenuhi persyaratan yaitu ringan, efisien dan yaman dipakai, tidak mengganggu gerakan yang diperlukan.

5. Riwayat merokok adalah kebiasaan pekerja merokok sehari-hari. 6. Riwayat penyakit adalah penyakit yang pernah di derita oleh pekerja.

7. Faal paru pekerja adalah fungsi paru pekerja yang dilihat dari keadaan normal dan terganggu

3.6. Aspek Pengukuran Kadar debu lingkungan kerja

Untuk mengetahui kadar debu di udara pada ruang produksi penggilingan padi dilakukan dengan alat pengukur kadar debu yaitu Low Volume Air Sampler, Model SL-15p (SIBATA). Dengan proses kerjanya sebagai berikut :

a. Alat terdiri atas komponen suction pump yang di hubungkan dengan pipa menuju rumah filter (corong) tempat dimana wadah filter berada. Pada suction pump terdapat display (tampilan layar) yang akan menunjukkan berapa besar kadar debu di udara, switch on/off, flio meter untuk memeriksa aliran udara.

b. Filter dipasang pada wadah (corong), filter yang akan dipasang telah ditimbang terlebih dahulu dan filter akan ditimbang lagi setelah pengukuran selesai dilakukan.

c. Wadah filter tersebut dilengkapi dengan penyangga yang diletakkan berdekatan dengan suction pump dengan arah corong ditujukan kepada pekerja.


(47)

d. Filter akan menangkap semua debu melayang yang dapat mengganggu kenyamanan pekerja dan debu yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

Kadar debu total di udara di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)

V

(mg/l)

atau :

C = (W 2 – W1) – (B2 – B1)

V

x 103 (mg/m3)

dengan :

C adalah kadar debu total (mg/l) atau (mg/m3);

W2 adalah berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg);

W1 adalah berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg);

B2 adalah berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg);

B1 adalah berat filter blanko sebelum pengambilan contoh (mg);

V adalah volume udara pada waktu pengambilan contoh (l).

3.7. Tehnik Analisa Data

Data yang sudah terkumpul dianalisa dan diolah dengan menggunakan computer program SPSS, untuk melihat ada tidaknya hubungan karakteristik pekerja dengan faal paru dengan menggunakan uji chi square, kemudian dibuat kedalam bentuk tabulasi distribusi.


(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kilang Padi

Sektor informal merupakan suatu terminologi ekonomi yang mempunyai kegiatan ekonomi marginal, dimana usaha ini mempunyai ciri-ciri antara lain : sederhana (perorangan) dengan modal usaha kecil-kecilan, pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dengan tempat tinggal, tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang lebih besar, tidak mempunyai izin usaha, usaha dapat dibentuk dalam lingkungan rumah tangga, tidak tunduk pada undang-undang dan mempunyai tenaga kerja yang umumnya anggota keluarga (Sukidjo Notoadmojo, 1989).

Kilang padi merupakan salah satu usaha sektor informal yang memproses padi menjadi beras yang kemudian dipasarkan pada masyarakat sebagai bahan pokok. Dari beberapa kilang padi yang ada di kecamatan Porsea, penulis hanya memilih 2 kilang padi saja, karena dilihat dari hasil produksinya ke 2 kilang padi ini lebih banyak hasil produksinya dibanding kilang yang lain. Ke 2 kilang padi tersebut adalah : Kilang padi Mampe Tua berdiri pada tahun1992 oleh bapak M. Butar-butar, yang pada saat itu tidak ada kilang padi berdiri di daerah tersebut sehingga banyak petani yang menggiling padi hasil panennya ke daerah lain, karena hal tersebut Bapak M.Butar-butar berpikir untuk membangun kilang padi yang di berikan nama ”Mampe Tua”. Kilang padi ini memiliki luas 25 x 80 meter kemudian penambahan kilang dengan jumlah 18 x 78 meter, mesin giling satu buah, mempunyai tenaga kerja sebanyak 22 orang, dalam bekerja pekerja tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja dan hasil produksi


(49)

setiap harinya sekitar 17 ton perhari, di distribusi ke daerah Sibolga, Pematang Siantar dan di sekitar daerah kilang padi tersebut.

Pada tahun 1994, Bapak O.Sirait melihat bahwa kilang padi Mampe Tua begitu ramai sehingga beliau berniat untuk membangun kilang padi yang diberi nama ” Gomari” berdiri pada tahun1994, memiliki luas kilang padi 22 x 98 meter, mempunyai tenaga kerja sebanyak 13 orang, dalam bekerja pekerja tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja orang, dan hasil produksi setiap harinya sekitar 10 ton per hari, di distribusi ke daerah Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar dan daerah disekitar kilang padi tersebut.

Kilang ini dibangun selain untuk usaha keluarga, mencari uang juga untuk memenuhi kebutuhan petani untuk menggiling hasil panennya. Kedua kilang ini masing-masing memiliki 4 unit kerja yaitu unit produksi, unit distribusi, unit penjemuran dan unit pemyimpanan.

Unit-unit yang berada dalam kilang padi tersebut memiliki masing-masing fungsi yaitu unit penjemuran berfungsi untuk menjemur padi yang akan digiling menjadi beras, padi tersebut di jemur selama 2 hari untuk menghasilkan padi yang benar-benar kering dan siap untuk digiling, unit produksi berfungsi untuk menggiling (memproduksi) padi menjadi beras, unit distribusi dan pengangkutan berfungsi untuk mengadakan transaksi jual beli kepada konsumen dan penyaluran beras keseluruh daerah yang ada di Porsea, unit penyimpanan berfungsi untuk menyimpan padi yang akan digiling dan padi yang telah selesai digiling dalam bentuk beras yang telah dimasukkan ke dalam goni.

Proses kerja kilang padi ini di mulai dari proses penjemuran padi-padi yang telah diperoleh/dibeli dari hasil panen petani selama 2 hari, setelah kering padi-padi tersebut di masukkan ke dalam unit produksi untuk diolah dalam mesin penggilingan dan menghasilkan


(50)

beras. Dari hasil proses penggilingan, beras tersebut dimasukkan ke dalam goni. Beras tersebut sebagian disimpan di dalam unit penyimpanan dan sebagian lagi dimasukkan kedalam unit distribusi untuk dijual kepada masyarakat sekitar dan juga kepada konsumen

Aktifitas kerja yang dilakukan oleh pekerja kilang padi ini setiap harinya berawal dari pukul 08.00 WIB - 17.00 WIB dengan waktu istirahat satu jam yaitu pada pukul 12.00 WIB - 13.00 WIB. Setiap pekerja bekerja selama 6 hari. Kadang mereka bekerja juga pada hari Minggu jika banyak pesanan dari masyarakat dan konsumen langganan.


(51)

Secara matriks perbedaan antara kilang padi 1 dan kilang padi 2 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1. Gambaran Kilang Padi

No Kilang Padi 1 Kilang Padi 2

1. Berdiri pada tahun 1992 oleh Bapak M. Butar-butar, dimana kilang padi tersebut diberi nama sesuai dengan nama anaknya ”Mampe Tua”

Berdiri pada tahun 1994 oleh Bapak O. Sirait, dimana kilang padi tersebut diberi nama sesuai dengan nama anak-anaknya disingkat dengan ”Gomari” 2. Luas kilang padi ini adalah 25 x 80 meter

kemudian penambahan kilang dengan jumlah 18 x 78 meter.

Luas kilang padi ini adalah 22 x 98 meter.

3. Mempunyai pekerja sebanyak 22 orang. Dalam bekerja pekerjanya tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja.

Mempunyai pekerja sebanyak 13 orang. Dalam bekerja pekerjanya tidak dikhususkan dibagian proses mana pekerjanya harus bekerja.

4. Hasil produksi setiap harinya sekitar 17 ton per hari, dan didistibusi ke daerah Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar dan disekitar daerah kilang padi tersebut.

Hasil produksi setiap harinya sekitar 10 ton per hari, dan didistibusi ke daerah Sibolga, Tarutung, Pematang Siantar dan disekitar daerah kilang padi tersebut.

5. Memiliki 1 buah mesin penggilingan padi, 2 buah ventilasi, 2 unit penjemuran, 1 unit produksi, 2 unit distribusi dan pengangkutan, dan 2 unit penyimpanan

Memiliki 1 buah mesin penggilingan padi, 1 buah ventilasi, 1 unit penjemuran, 1 unit produksi, 1 unit distribusi dan pengangkutan, dan 1 unit penyimpanan

6. Hasil Pengukuran debu yang dilakukan diperoleh hasil: 3,04 mg/m3 (melebihi Nilai Ambang Batas yaitu 3,0 mg/m3)

Hasil Pengukuran debu yang dilakukan diperoleh hasil : 3,04 mg/m3 (melebihi Nilai Ambang Batas


(52)

yaitu 3,0 mg/m3) 7. Dari hasil pengukuran spirometri yang

dilakukan diperoleh hasil : dari 22 pekerja yang faal parunya terganggu ada sekitar 6 orang.

Dari hasil pengukuran spirometri yang dilakukan diperoleh hasil : dari 13 pekerja yang faal parunya terganggu ada sebanyak 11 orang

4.2. Karakteristik Pekerja

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Dari tabel 4.2 diatas karakteristik pekerja kilang padi di kecamatan Porsea tahun 2010 berdasarkan umur pekerja kilang padi yang terbanyak berumur <20-39 tahun sebanyak 23 orang

No Karakteristik Pekerja Jumlah (Orang) Persen (%)

1. Umur (Tahun) <20 -39 40-59 >60 23 9 3 65.7 25.7 8.6

2. Masa Kerja (Tahun) <5 5-9 9- >10 14 12 9 40.0 34.3 25.7 3. Alat Pelindung Diri

Memakai APD Tidak Memakai APD

12 23

34.3 65.7 4. Riwayat Merokok

Merokok Tidak Merokok 30 5 85.7 14.3 5. Riwayat Penyakit

Ada Riwayat Penyakit Terdahulu Tidak Ada Riwayat Penyakit Terdahulu

7 28

20.0 80.0


(53)

(65.7%), berumur 40-59 tahun sebanyak 9 orang (25.7%), berumur dan yang paling sedikit berumur >60 tahun sebanyak 3 orang (8.6%).

Berdasarkan tabel diatas masa kerja terbanyak berada pada masa kerja <5 tahun sebanyak 14 orang (40%), di ikuti masa kerja 5-9 tahun yaitu sebanyak 12 orang (34.3%), dan masa kerja yang terendah adalah berada pada masa kerja >10 tahun yaitu 9 orang (25.7%).

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja kilang padi lebih banyak yang tidak memakai alat pelindung diri yaitu sebanyak 23 orang (65.7%), dan yang tidak memakai alat pelindung diri hanya sebanyak 12 orang (34.3%).

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja kilang padi lebih banyak yang merokok yaitu sebanyak 30 orang (85.7%), dan yang tidak merokok hanya sebanyak 5 orang (14.3%).

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pekerja kilang padi lebih banyak tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu yaitu sebanyak 28 orang (80.0%), dan yang mempunyai riwayat penyakit terdahulu hanya sebanyak 7 orang (20.0%).


(54)

4.3. Hasil Pengukuran Spirometer (Faal Paru)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Spirometer (Faal Paru) Pada Pekerja Kilang Padi Di Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Berdasarkan tabel 4.3 diatas hasil pengukuran spirometer (faal paru) pekerja kilang padi yang terbanyak adalah normal yaitu sebanyak 18 orang (51.4%), di ikuti faal paru restriktif sedang sebanyak 10 orang (28.6%), dan yang paling sedikit yaitu faal paru restriktif ringan sebanyak 7 orang (20.0%).

4.4. Hasil Pengukuran Kadar Debu

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hasil Pengukuran Kadar Debu Di Lingkungan Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

No Nama Kilang Padi Hasil Pengukuran (NAB)

Nilai Normal Keterangan

1. Kilang Padi Mampe Tua 3,04 3,0 mg/m3 Melewati NAB

2. Kilang Padi Gomari 3.12 3,0 mg/m3 Melewati

NAB

Tabel 4.4. diatas menunjukkan bahwa kedua kilang padi tersebut menunjukkan hasil telah melebihi Nilai Ambang Batas.

No Faal Paru Jumlah (Orang) Persen (%)

1. Normal 18 51.4

2. Restriktif Ringan 7 20.0

3. Restriktif Sedang 10 28.6


(55)

4.5. Hasil Uji Analisa

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil pengukuran spiromerter (faal paru) dianalisa dengan menggunakan uji chi square.

Tabel 4.5. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Umur (Tahun)

Faal Paru

(p)

Normal % Rest.

Ringan %

Rest.

Sedang % Tot % 1 <20-39 16 45.7 4 11.4 3 8.6 23 65.7

0.022

2 40-59 1 2.9 2 5.7 6 17.1 9 25.7

3 >60 1 2.9 1 2.9 1 2.9 3 8.6

Jumlah 18 51.4 7 20.0 10 28.6 35 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 23 orang pekerja yang berumur <20-39 tahun terdapat 16 faal paru normal, 4 orang mengalami restriktif ringan dan 3 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 9 orang pekerja yang berumur 40-59 tahun terdapat 1 orang faal paru normal, 2 orang mengalami restriktif ringan dan 6 orang yang mengalami restriktif sedang. Dan dari 3 orang pekerja yang berumur >60 tahun terdapat 1 orang yang faal paru normal dan 1 orang yang mengalami restriktif ringan dan 1 orang yang mengalami restriktif sedang.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan α : 0.05 didapatkan bahwa Ho ditolak, berarti ada hubungan antara umur pekerja dengan gangguan faal paru


(56)

Tabel 4.6. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Masa Kerja Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

No

Masa Kerja (Tahun)

Faal Paru

(p)

Normal % Rest.

Ringan %

Rest. Sedang

%

Tot %

1. <5 9 25.7 2 5.7 3 8.6 14 40.0

0.036

2. 5-9 7 20.0 4 11.4 1 2.9 12 34.3

3. 9 - >10 2 5.7 1 2.9 6 17.1 9 25.7

Jumlah 18 51.4 7 20.0 10 28.6 35 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 14 orang pekerja yang masa kerjanya <5 tahun terdapat 9 orang yang faal parunya normal, 2 orang yang mengalami restriktif ringan dan 3 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 12 orang pekerja yang masa kerjanya 5-10 tahun terdapat 7 orang faal parunya normal, 4 orang mengalami restriktif ringan dan 1 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 9 orang pekerja yang masa kerjanya >10 tahun terdapat 2 orang faal parunya normal, 1 orang yang mengalami restriktif ringan dan 6 orang yang mengalami restriktif sedang.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan α : 0.05 didapatkan bahwa Ho ditolak,


(57)

Tabel 4.7. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Alat Pelindung Diri Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N

o APD

Faal Paru

(p)

Normal % Rest.

Ringan %

Rest.

Sedang % Tot %

1. Pakai 10 28.6 1 2.9 1 2.9 12 34.3

0.024 2. Tidak

Pakai 8 22.9 6 17.1 9 25.7 23 65.7

Jumlah 18 51.4 7 20.0 10 28.6 35 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 12 orang pekerja yang memakai alat pelindung diri terdapat 10 faal paru normal, 1 orang mengalami restriktif ringan dan 1 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 23 orang pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri terdapat 8 orang yang faal parunya normal, 6 orang mengalami restriktif ringan dan 9 orang yang mengalami restriktif sedang.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan α : 0.05 didapatkan bahwa Ho ditolak,


(58)

Tabel 4.8. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Merokok Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Riwayat Merokok

Faal Paru

(p)

Normal % Rest.

Ringan %

Rest.

Sedang %

Tot %

1. Merokok 15 42.9 6 17.1 9 25.7 30 85.7

0.890 2. Tidak

Merokok 3 8.6 1 2.9 1 2.9 5 14.3

Jumlah 18 51.4 7 20.0 10 28.6 35 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 30 orang pekerja yang mempunyai riwayat merokok terdapat 15 orang yang faal parunya normal, 6 orang mengalami restriktif ringan, dan 9 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 5 orang pekerja yang tidak mempunyai riwayat merokok terdapat 3 orang yang faal parunya normal, 1 orang yang mengalami restriktif ringan dan 1 orang yang mengalami restriktif sedang.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan α : 0.05 didapatkan bahwa Ho diterima,


(59)

Tabel 4.9. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Riwayat Penyakit Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

N o

Riwayat Penyakit

Faal Paru

(p)

Normal % Rest.

Ringan %

Rest.

Sedang % Tot %

1 Ada 1 2.9 1 2.9 5 14.3 7 20.0

0.017 2 Tidak

Ada 17 48.6 6 17.1 5 14.3 28 80.0

Jumlah 18 51.4 7 20.0 10 28.6 35 100.0

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 7 orang pekerja yang mempunyai riwayat penyakit terdapat 1 orang yang faal parunya normal, 1 orang mengalami restiktif ringan dan 5 orang yang mengalami restriktif sedang. Dari 28 orang pekerja yang tidak ada riwayat penyakit terdapat 17 orang yang faal parunya normal, 6 orang mengalami restriktif ringan dan 5 orang yang mengalami restriktif sedang.

Dari hasil uji statistik yang dilakukan dengan α : 0.05 didapatkan bahwa Ho ditolak,


(60)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Faal Paru Berdasarkan Umur Di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010.

Dari hasil uji chi square diperoleh p = 0.022 (p < 0.05 ), secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara umur pekerja dengan faal paru. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertambahan umur menyebabkan penurunan fungsi dari pada organ tubuh pekerja termasuk faal paru, sehingga semakin bertambah umur seseorang maka aktivitas refleks saluran napas akan berkurang dan mengakibatkan menurunnya kemampuan daya tahan saluran napas.

Hal ini karena dari 35 pekerja, 30 orang (85.7%) mempunyai kebiasaan merokok. Dari 30 orang tersebut kelompok umur <20-39 tahun merupakan kelompok yang terbanyak mempunyai kebiasaan merokok yaitu 23 orang (65.7%). Pada umur 20-39 tahun merupakan usia yang produktif, dimana pekerja memiliki mobilitas yang tinggi.

WHO (1995) menyatakan bahwa penderita yang mengalami gangguan paru ditemukan paling banyak pada kelompok umur produktif (15-44 tahun). Hal initerjadi karena pada usia produktif mempunyai mobilitas yang tinggi sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman lebih besar dan ditambah kebiasaan pekerja yang mempunyai faktor resiko untuk mengalami gangguan pernapasan seperti; merokok, minum alkohol, begadang dan yang lainnya.

Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh. Menurut hasil


(1)

Riwayat Merokok

30 85.7 85.7 85.7

5 14.3 14.3 100.0

35 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Riwayat Penyakit

7 20.0 20.0 20.0

28 80.0 80.0 100.0

35 100.0 100.0

Ya Tidak ada riwayat penyakit Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Crosstabs

Case Processing Summary

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

Umur Responden * Gangguan faal paru Masa Kerja * Gangguan faal paru Alat Pelindung Diri * Gangguan faal paru Riwayat Merokok * Gangguan faal paru Riwayat Penyakit * Gangguan faal paru

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total


(2)

Umur Responden * Gangguan faal paru

Crosstab

16 4 3 23

11.8 4.6 6.6 23.0

69.6% 17.4% 13.0% 100.0%

88.9% 57.1% 30.0% 65.7%

45.7% 11.4% 8.6% 65.7%

1 2 6 9

4.6 1.8 2.6 9.0

11.1% 22.2% 66.7% 100.0%

5.6% 28.6% 60.0% 25.7%

2.9% 5.7% 17.1% 25.7%

1 1 1 3

1.5 .6 .9 3.0

33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

5.6% 14.3% 10.0% 8.6%

2.9% 2.9% 2.9% 8.6%

18 7 10 35

18.0 7.0 10.0 35.0

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Umur Responden % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Umur Responden % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Umur Responden % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Umur Responden % within Gangguan faal paru

% of Total 1

2

3 Umur Responden

Total

Normal

Restriksi ringan

Restriksi sedang Gangguan faal paru

Total

Chi-Square Tests

11.410a 4 .022

11.831 4 .019

6.334 1 .012

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The a.


(3)

Masa Kerja * Gangguan faal paru

Crosstab

9 2 3 14

7.2 2.8 4.0 14.0

64.3% 14.3% 21.4% 100.0%

50.0% 28.6% 30.0% 40.0%

25.7% 5.7% 8.6% 40.0%

7 4 1 12

6.2 2.4 3.4 12.0

58.3% 33.3% 8.3% 100.0%

38.9% 57.1% 10.0% 34.3%

20.0% 11.4% 2.9% 34.3%

2 1 6 9

4.6 1.8 2.6 9.0

22.2% 11.1% 66.7% 100.0%

11.1% 14.3% 60.0% 25.7%

5.7% 2.9% 17.1% 25.7%

18 7 10 35

18.0 7.0 10.0 35.0

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Masa Kerja % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Masa Kerja % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Masa Kerja % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Masa Kerja % within Gangguan faal paru

% of Total 1

2

3 Masa Kerja

Total

Normal

Restriksi ringan

Restriksi sedang Gangguan faal paru

Total

Chi-Square Tests

10.246a 4 .036

9.966 4 .041

4.573 1 .032

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

7 cells (77.8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.80.


(4)

Alat Pelindung Diri * Gangguan faal paru

Crosstab

10 1 1 12

6.2 2.4 3.4 12.0

83.3% 8.3% 8.3% 100.0%

55.6% 14.3% 10.0% 34.3%

28.6% 2.9% 2.9% 34.3%

8 6 9 23

11.8 4.6 6.6 23.0

34.8% 26.1% 39.1% 100.0%

44.4% 85.7% 90.0% 65.7%

22.9% 17.1% 25.7% 65.7%

18 7 10 35

18.0 7.0 10.0 35.0

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Alat Pelindung Diri % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Alat Pelindung Diri % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count % within Alat Pelindung Diri % within Gangguan faal paru

% of Total Ya

Tidak Alat Pelindung

Diri

Total

Normal

Restriksi ringan

Restriksi sedang Gangguan faal paru

Total

Chi-Square Tests

7.475a 2 .024

8.030 2 .018

6.450 1 .011

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.


(5)

Riwayat Merokok * Gangguan faal paru

Crosstab

15 6 9 30

15.4 6.0 8.6 30.0

50.0% 20.0% 30.0% 100.0%

83.3% 85.7% 90.0% 85.7%

42.9% 17.1% 25.7% 85.7%

3 1 1 5

2.6 1.0 1.4 5.0

60.0% 20.0% 20.0% 100.0%

16.7% 14.3% 10.0% 14.3%

8.6% 2.9% 2.9% 14.3%

18 7 10 35

18.0 7.0 10.0 35.0

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

Count

Expected Count

% within Riwayat Merokok % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Merokok % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Merokok % within Gangguan faal paru

% of Total Ya

Tidak Riwayat Merokok

Total

Normal

Restriksi ringan

Restriksi sedang Gangguan faal paru

Total

Chi-Square Tests

.233a 2 .890

.245 2 .885

.223 1 .637

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.


(6)

Riwayat Penyakit * Gangguan faal paru

Crosstab

1 1 5 7

3.6 1.4 2.0 7.0

14.3% 14.3% 71.4% 100.0%

5.6% 14.3% 50.0% 20.0%

2.9% 2.9% 14.3% 20.0%

17 6 5 28

14.4 5.6 8.0 28.0

60.7% 21.4% 17.9% 100.0%

94.4% 85.7% 50.0% 80.0%

48.6% 17.1% 14.3% 80.0%

18 7 10 35

18.0 7.0 10.0 35.0

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

51.4% 20.0% 28.6% 100.0%

Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit % within Gangguan faal paru

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit % within Gangguan faal paru

% of Total Ya

Tidak ada riwayat penyakit Riwayat

Penyakit

Total

Normal

Restriksi ringan

Restriksi sedang Gangguan faal paru

Total

Chi-Square Tests

8.115a 2 .017

7.699 2 .021

7.275 1 .007

35 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.40.