perkebunan di Indonesia, sehingga penelitian ini penting dilakukan dan dikembangkan.
Tujuan Penelitian
Menguji potensi 3 jenis media tumbuh entomopatogenik
Beauveria bassiana
Vuill terhadap hama ulat grayak
S.litura
F. Lepidoptera : Noctuidae
pada tanaman tembakau di rumah kasa.
Hipotesis Penelitian
1. Diduga
Beauveria Bassiana
Vuill. dari berbagai media tumbuh dapat
mengendalikan hama ulat grayak
S. litura
F. Lepidoptera : Noctuidae
pada tanaman tembakau di rumah kasa. 2.
Diduga waktu aplikasi
Beauveria Bassiana
Vuill. dapat mengendalikan
hama ulat grayak
S. litura
F. Lepidoptera : Noctuidae pada tanaman
tembakau di rumah kasa.
Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara
dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA Biologi
Spodoptera litura
F.
S. litura
di temukan di Eropa, Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan biasanya banyak terdapat pada daerah yang beriklim panas. Di daerah tropic yang
di temukan di Negara-negara seperti Indonesia, India, Arab, bagian selatan Yaman, Somalia, Ethopia, Sudan, Nigeria, Mali, Kamerun dan Madagaskar. Di
Indonesia hama ini terutama banyak di temukan pada pertanaman bawang merah di Brebes, Jawa Tengah Moeksan, 2014 dan Sulawesi Selatan khususnya
Jeneponto sebagai sentra produksi bawang merah.
S. litura
atau ulat grayak adalah serangga yang termasuk dalam phylum arthropoda ,kelas insekta, ordo lepidoptera, famili noctuidae, genus
Spodoptera
dan species
S.litura
UFIFAS Pest Alert, 2007.
S. litura
adalah ulat pemotong rumput, selain itu juga dikenal dengan nama ulat grayak atau ulat tentara.
S.litura
tersebut mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut : Telur dari
S.litura
diletakkan pada permukaan daun bagian bawah secara berkelompok,berkisar 25 -500 butir per kelompok, tertutup semacam beludru
berwarna coklat kekuningan Gambar 1.Masa inkubasi massa telur antara 2 -4 hari.
. Gambar 1. Telur
S. litura.
Sumber:Egg mass covered with hairy scales Photo: M. Shepard, G. R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their Natural
Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.orgUFIFAS Pest Alert. 2007
Universitas Sumatera Utara
Stadia larva berkisar antara 15-30 hari. Pada stadia larva mengalami 6 kali instar yaitu:
Gambar 2. Daur hidup larvaberdasarkan instarnya. Sumber :Ellis: 2004
Gambar 3. Larva instar 6
S. litura
. Sumber:Egg mass covered with hairy scales Photo: M. Shepard, G. R.Carner, and P.A.C Ooi, Insects and their
Natural Enemies Associated with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.orgUFIFAS Pest Alert. 2007
Ulat mempunyai warna yang bervariasi, tetapi ada ciri utama, yaitu adanya garis menyerupai kalung berwarna hitam yang melingkar pada ruas ketiga.
Warna pupacoklat kemerahan dengan panjang 12,5 -17,5 mm. Lama stadia pupa 8-10 hari. Dapat dilihat pada Gambar 3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3. Pupa
S. litura
Adult. Sumber : Photo: M. Shepard, Gerald R.Carner, and P.A.C Ooi 2010 Insects and their Natural Enemies Associated
with Vegetables and Soybean in Southeast Asia, Bugwood.org
Kepompongnya berwarna coklat tua dan terdapat di permukaan tanah.Kepompong kontak dengan tanah dan akan menuju imago pada waktu 1-7
hari setelah kepompong terbentuk. Pada stadia imago Gambar 4. sayap depan berwarna coklat atau
keperakan, sayap belakang S.litura berwarna keputihan dengan noda hitam. Panjang kupu betina 14 mm sedangkan jantan 17 mm UFIFAS Pest Alert, 2007.
Gambar 4. Ngengat
S. litura
Sumber: Natasha Wright, Florida Department of Agriculture and Consumer Services, Bugwood.org, ,2013.
Umur ngengat pendek, bertelur dalam 2-6 hari. Telur diletakkan dalam kelompok dan bentuknya bermacam-macam. Masing-masing kelompok
berisi telur lebih kurang 350 butir dan jumlah semua telur 2014-3000 butir.
Universitas Sumatera Utara
Telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Untuk sementara setelah menetas, ulat kecil masih tetap berkumpul. Baru beberapa hari kemudian mereka tersebar
mencari makanan UFIFAS Pest Alert, 2007.
Gejala Serangan
S. Litura
F.
Ulat merusak tanaman tembakau dengan cara membuat lubang pada daun tembakau, sehingga mutu daun menjadi berkurang. Ulat muda makan daun
dengan menyisakan epidermis,sehingga daun menjadi transparan Gambar 5. Ulat tua memakan seluruh bagian daun dan yang ditinggalkan hanya tulang
daunnya saja. Ulat merusak tanaman tembakau dengan cara membuat lubang pada daun tembakau, sehingga mutu daun menjadi berkurang. Siang hari
ulat bersembunyi dalam tanah dan menyerang tanaman pada malam hari. Mereka suka bersembunyi di tempat yang lembab. Warna ulat bermacam-
macam dan mempunyai ciri yang khas yaitu pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam, dibatasi garis kuning
pada samping dan punggungnya. Setelah cukup dewasa yaitu sekitar 2 minggu ulat mulai berkepompong di dalam tanah. Pupanya dibungkus dengan
tanah.
Gambar 5. Gejala serangan
S. litura
pada daun tanaman tembakau Virginia dilapangan. Sumber : foto pribadi
Universitas Sumatera Utara
Pengendalian
Spodoptera litura
F.
Beberapa pestisida nabati yang dapat dipilih untuk pengendalian hama tanaman Lukitaningsih, 2009 :Daun pepaya mengandung bahan aktif
papain, sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. Biji Jarak mengandung Reisin dan Alkaloit, efektif untuk mengendalikan ulat dan
hama penghisap dalam bentuk larutan, juga efektif untuk mengendalikan nematodacacing dalam bentuk serbuk.Pacar cina mengandung minyak atsiri,
alkaloid, saponin, flavonoin, dan tanin. Efektif untuk mengendalikan hama ulat.Umbi gadung mengandung diosgenin, steroid saponin, alkohol dan
fenol. Efektif untukmengendalikan ulat dan hama penghisap.Srikaya mengandung annonain dan resin. Efektif untuk mengendalikan ulat dan hama
pengisap. Pengendalian ulat grayak padatingkat petani kebanyakan
masihmenggunakan insektisida kimia. Pengendalian hama dengan insektisidakimia telah menimbulkan banyakmasalah lingkungan,
terutamarendahnya kepekaan serangga terhadapinsektisida kimia, munculnya hamasekunder yang lebih berbahayatercemarnya tanah dan air, dan
bahayakeracunan pada manusia yangmelakukan kontak langsung denganinsektisida kimia. Jenis-jenis insektisida yang biasa digunakan oleh
petani adalah Basudin 60EC, Dursban 20 EC, Nogos 50 EC dll. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, yakni dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, serta mematikan musuh-musuh alami, dan pencemaran lingkungan Budi
et al.,
2013 Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, virus, predator dan
cendawan patogen mempunyai harapan besar dimasa mendatang untuk
Universitas Sumatera Utara
menggantikan insektisida karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Cendawan patogen merupakan salah satu komponen
pengendalian yang dapat memberi peluang yang cukup baik. Hasil pengamatan uji patogenitas cendawan
Beauveria bassiana
di lapangan menunjukkan bahwa cendawan tersebut masih tetap efektif meskipun telah
disimpan di dalam lemari pendingin selama 4 bulan Yasin
et al
.,2014.
Cendawan Entomopatogen
Beuveria bassiana
Vuill.
Menurut Hughes 2014, sistematika
Beauveria bassiana
kingdom fungi, divisio ascomycota, subphylum pezizomycotina, class ascomycetes, subclass
hypocreomycetidae, order hypocreales, familyclavicipitaceae, genus beauveria, spesies
Beauveria bassiana
Vuill. Jamur
B. bassiana
juga dikenal sebagai penyakit
white muscardine
karenamiselium dan konidium spora yang dihasilkan berwarna putih, bentuknya oval,dan tumbuh secara zig zag pada konidiofornya
Soetopo Indrayani, 2007.Pada konidia
B. bassiana
akan tumbuh suatu tabung yang makin lamamakin panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu
benang itu mulai bercabang Gambar 6. Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhihifa utama atau hifa yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan
salingbersentuhan. Pada titik sentuh akan terjadi lisis dinding sel
anastomosissehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa. Miselium yang terbentukakan makin banyak dan membentuk suatu koloni Gandjar, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Morfologi dan bagian
Beauveria bassiana
. Sumber: Ahmad, 2008. Konidia jamur bersel satu, berbentuk oval agak bulat sampai dengan bulat
telur,berwarna hialin dengan diameter 2- 3 μm Dinata, 2012. Konidia
dihasilkandalam bentuk simpodial dari sel-sel induk yang terhenti pada ujungnya.Pertumbuhan konidia diinisiasi oleh sekumpulan konidia. Setelah itu,
sporatumbuh dengan ukuran yang lebih panjang karena akan berfungsi sebagai titiktumbuh. Pertumbuhan selanjutnya dimulai di bawah konidia berikutnya,
setiapsaat konidia dihasilkan pada ujung hifa dan dipakai terus, selanjutnya ujungnyaakan terus tumbuh. Dengan cara seperti ini, rangkaian konidia dihasilkan
olehkonidia-konidia muda rangkaian akropetal, dengan kepala konidia menjadi lebihpanjang. Ketika seluruh konidia dihasilkan, ujung konidia penghubung dari
sel-selkonidiogenus mempunyai
pertumbuhan zig-zag
dan mengikuti
pertumbuhan asal Barron,2011. Miselium jamur
B. bassiana
bersekat dan bewarna putih, didalam tubuhserangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 μm,
sedangdiluar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 μm. Hifa fertil terdapat padacabang, tersusun melingkar dan biasanya menggelembung atau
Universitas Sumatera Utara
menebal. Konidiamenempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang- cabangnya Utomo Pardede, 2014.
Hifa berukuran lebar 1−2 μm dan berkelompok dalam sekelompok sel-
selkonidiogen berukuran 3−6 μm x 3 μm. Selanjutnya, hifa bercabang-cabangdan menghasilkan sel-sel konidiogen kembali dengan bentuk sepertibotol, leher kecil,
dan panjang ranting dapat mencapai le bih dari 20 μm dan lebar1 μm.
Mekanisme Infeksi Jamur
Beauveria bassiana
Mekanisme infeksi dimulai infeksi langsung hifa atau spora
B. bassiana
kedalam kutikula melalui kulit luar serangga. Pertumbuhan hifa akan mengeluarkanenzim seperti protease, lipolitik, amilase, dan kitinase. Enzim-enzim
tersebutmampu menghidrolisis kompleks protein di dalam integument, yangmenyerang
dan menghancurkan
kutikula, sehingga
hifa tersebut
mampumenembus dan masuk serta berkembang di dalam tubuh serangga. Mekanismeinfeksi secara mekanik adalah infeksi melalui tekanan yang
disebabkan olehkonidium
B. bassiana
yang tumbuh. Secara mekanik infeksi jamur
B. bassiana
berawal dari penetrasi miselium pada kutikula lalu berkecambah dan membentukapresorium, kemudian menyerang epidermis dan hipodermis. Hifa
kemudianmenyerang jaringan dan hifa berkembang biak di dalam haemolymph Clarkson Charnley, 2013.
Pada perkembangannya di dalam tubuh serangga
B. bassiana
akanmengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinyaparalisis pada anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan
kehilangankoordinasi sistem gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama-kelamaan melemah, kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang
limahari terjadi kelumpuhan total dan kematian. Toksin juga menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kerusakanaringan, terutama pada saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan systempernafasan Wahyudi, 2008.
Serangga kemudian mati dan jamur
B. bassiana
akan terus melanjutkan pertumbuhan siklusnya dalam fase saprofitik. Setelah serangga inang
mati,
B.bassiana
akan mengeluarkan antibiotik, yaitu Oosporein yang menekan populasbakteri dalam perut serangga inang. Dengan demikian, pada akhirnya
seluruhtubuh serangga inang akan penuh oleh propagul
B. bassiana
. Pada bagian lunakdari tubuh serangga inang, jamur ini akan menembus keluar dan
menampakkanpertumbuhan hifa di bagian luar tubuh serangga inang yang biasa disebut “
whitebloom
”. Pertumbuhan hifa eksternal akan menghasilkan konidia yang bila telahmasak akan disebarkan ke lingkungan dan menginfeksi serangga
sasaran baruWahyudi, 2008.
Kandungan Media Tumbuh
Beauveria bassiana
Serbuk Kayu Rambung, Ubi Kayu dan Mahoni
Untuk menghasilkan entomopatogen fungi yang berkualitas maka diperlukan media yangoptimal artinya dapat menyediakan nutrisi yang diperlukan
jamur untukm pertumbuhan dan perkembangannya disamping kondisi lingkungan yangoptimal Bakrun
et al
., 2013. Menurut Chang Miles 2014.
Beauveria basiana
dalam pertumbuhan memerlukan nutrisi berupa senyawa karbon,nitrogen, vitamin dan mineral.
Jamur membutuhkan
selulosa, lignin,
karbohidrat, dan
serat Redaksi Trubus, 2013. Jamur kayu memiliki tigaenzim penting yaitu, selulase,
hemiselulase dan ligninase. Ketiga enzim ini digunakan untuk mendegradasi lignoselulosa yang terdiri dari selulosa,hemiselulosa, dan lignin sehingga menjadi
siap dikonsumsi oleh jamur Husen
et al.,
2014.
Universitas Sumatera Utara
Kayuadalah sumber karbon dan karbon dibutuhkan oleh jamur sebagai sumberenergi dan untuk membangun massa sel Haygreen Bowyer, 2011.
Secara umum, kayu mengandung selulosa, hemiselulosa,lignin, pentosan dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut terdapat pada dinding selkayu. Bagian yang
terbesar adalah selulosa. Menurut Haygreen 2014, kayu rambung
memilikikandungan selulosa sebesar 48.33 dan lignin sebesar 27.28 . Sedangkan menurut Abdurrahim
et al.
2014, kayu mahoni memiliki kandungan kimia berupaselulosa sebesar 47.5 , lignin 29.9 , dan pentosan 14.4
.Hemiselulosa adalah
bagian penyusun
dinding sel
yang mengandungkarbohidrat. Kadarnya bervariasi antara 6-40 . Unsur ini sulit
dicernamikroba , walaupun bisa hanya 45-90 . Selulosa dan hemiselulosa setelahdiuraikan berubah menjadi bahan yang lebih sederhana hingga bisa
dijadikannutrisi. Kedua unsur ini akhirnya berubah menjadi glukosa dan air serta produklain.
Selain hemiselulosa
lignin juga
tahan terhadap
penguraian mikrobasehingga proses pelapukan kayu menjadi lebih lambat. Oleh karena itu,
kayuyang mengandung lignin tinggi tidak disarankan untuk digunakan untuk perbanyakan jamur secara masal.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kasa, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Maret-April 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk batang ubi kayu, serbuk batang rambung, serbuk batang mahoni, alumunium foil, serangga
S. litura
terinfeksi
Beauveria bassiana
, larva
S. litura
instar 4, medium DOC PDA 02, tanaman tembakau varietas Virginia umur 1 bulan, media tanam steril dengan
komponen kompos: pasir: topsoil 2:1:2 v:v:v, pupuk tunggal N, P, K, Ca, Mg, S, daun tembakau sebagai pakan larva yang diperbanyak, kasa dan bahan
mendukung penelitian ini. Alat yang digunakan adalah pisau, cangkul, alat disekting, autoclave,
timbangan analitik, oven, mikroskop stereo, toples riring dan mikroskop compound dan alat yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL factorial dengan 2 faktor:
Faktor I :
Jenis media tumbuh
Beauveria bassiana
M = kontrol Medium DOC PDA 02
M1 = serbuk kayu rambung M2 = serbuk kayu mahoni
M3 = serbuk kayu ubi kayu
Universitas Sumatera Utara
Faktor II :
Waktu aplikasi
Beauveria bassiana
. S1 =
Beauveria bassiana
di aplikasian setelah
Spodoptera
. S2 =
Beauveria bassiana
di aplikasian sebelum
Spodoptera
. Sehingga diperoleh kombinasi sebanyak 8 perlakuan yaitu:
M0S1 M1S1
M2S1 M3S1
M0S2 M1S2
M2S2 M3S2
Diperoleh ulangan sebanyak 3, yaitu: t-1r-1
≤ 15
8-1r-1 ≤
15 7r-7
≤ 15
7r ≤
23 r
≤ 3,285
r ~
3 Sehinga di peroleh sebanyak 24 unit polibek percobaan
Data dianalisis dengan sidik ragam menggunakan model linier :
Yijk = µ + αi + βj + αβij + €ijk
Keterangan : Yijk
= nilai pengamatan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j µ
= nilai tengah umum αi
= pengaruh taraf ke-I dari faktor H βj
= pengaruh taraf ke-j dari faktor K αβij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor H dan taraf ke-j dari faktor K
€ijk = pengaruh galat percobaan taraf ke-I dari faktor H dan taraf ke-j dari faktor K pada ulangan yang ke-k.
Universitas Sumatera Utara
Data dianalisa statistic dengan program SPSS, jika hasil analisa menunjukkan nilai nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan 5Bangun,
1994.
Pelaksanaan Penelitian Di laboratorium
Isolasi
Beauveria bassiana Beauveriabassiana
diisolasi dengan cara mengambil
S. litura
yang terinfeksi
B. bassiana
dari lapangan yang berasal dari BPTD.
S. litura
yang diambil dicuci dengan air mengalir selama 15 menit,
S. litura
dipotong dan dimasukkan ke dalam beker glass 150 ml.
S.litura
yang telah bersih kemudian direndam dengan NaOCl 5 selama 1 menit kemudian dibilas dengan akuades
steril. Selanjutnya
S. litura
direndam dengan alkohol 95 selama 1 menit dan dibilas dengan akuades steril setelah itu
S. litura
direndam dengan akudes steril selama 15 menit sebanyak dua kali.
S. litura
yang telah disterilisasi permukaan kemudian ditanam dalam media DOC PDA 02 selama 2 hari untuk mendeteksi
kontaminan.
S. litura
yang bebas kontaminan, digunakan untuk eksplorasi cendawan
B. bassiana
dengan menggerus
S. litura
di dalam mortar. Air gerusan
S. litura
digoreskan pada media DOC PDA 02 dan diamati pertumbuhan cendawan
B. bassiana
selama 7haridan dilakukan permurnian isolatHarni
et al.,
2007.
Perbanyakan larva
Spodoptera litura
Larva
S. litura
diperbanyak dengan cara diriring di laboratorium. Disediakan stoples dengan ukuran ukuran 20x28 diameter x tinggi yang bagian
dasarnya dilapisi nefkind. Dicuci bersih daun tembakau yang akan dimasukan kedalam stoples dan di kering anginkan. Dimasukkan 20 larva
S. litura
instar 6 pakan yang diberikan di amati dan nefkin diganti dua hari sekali. Priode
Universitas Sumatera Utara
mendekati masa pupa bersihkan stoples, dimasukkan tanah sebanyak 400 g. Menuju priode pupa, pupa diletakan kedalam kurungan. Siapkan kapas yang
ditetesi madu yang diikatkan pada langit-langit kurungan. Ketika imago muncul dan melakukan kopulasi maka telur akan diletakkan pada kasa kurungan. Imago
dipindahkan dan telur kemudian dirawat hingga menetas sesuai dengan instar yang diaplikasikan.
Pembuatan media tumbuh
Beauveria bassiana
Media tumbuh
B. bassiana
terdiri atas 4 jenis yaitu: Media untuk perlakuan control DOC PDA 02. Medium serbuk kayu rambung, mahoni dan ubi kayu
1000 g serbuk kayu, 20 g gulkosa, 1g antibiotik chlorampenicol semua bahan dicampur dan dimasukan kedalam botol fleker ukuran 200 ml kemudian ditutup
mulut botol dengan alumunium foil dan di sterilisasi dengan otoclaf selama 15 menit pada suhu 121
o
C.
Inokulasian
Beauveria bassiana
pada media tumbuh
Dilakukan pengenceran spora
Beauveria bassiana
sampai konsentrasi 1 x 10
6
10 ml. Diinokulasikan spora
B. bassiana
kedalam media serbuk kayudan diinkubasi selama 3 minggu.
Sterilisasi media tumbuh tembakau
Media tanam tembakau terdiri dari kompos: pasir: topsoil 2:1:2 v:v:v media tumbuh kemudian dimasukan ke dalam plastik tahan panas dan disterilisai
dalam autoklaf.Tanah steril diaplikasikan pupuk tunggal dasar N, P, K, Ca, Mg, S. Media tanam dimasukkan ke dalam polibek dan diberi label sesuai perlakuan.
Penyiapan bibit tembakau di rumah kasa
Bibit yang digunakan adalah tanaman tembakau varietas Virginia yang berumur satu bulan yang berasal dari BPTD.
Universitas Sumatera Utara
Penanaman tembakau pada media tanam
Bibit tembakau disebar pada media yang telah disterilisasi dan disiram hingga kapasitas lapang.
Inokulasian
Beauveria basiana
pada media tanam tembakau
B. basiana
yang telah diformulasi dalam media serbuk kayu diinokulasi dengan dilakukan pengenceran terlebih dahulu untuk dilakukan tahap
penyemprotan
S. Litura
terhadap aplikasi yang berbeda pada media tanam tembakau.
Introduksi
Spodoptera litura
pada tanaman tembakau
S. litura
sesuai instar diintroduksikan sebanyak 5 larva tanaman tembakau sesuai dengan masing-masing perlakuan.
Pemeliharaan Tanaman Pengendalian OPT
OPT lain diamati dan dikendalikan secara mekanis dengan cara pengutipan langsung dan memusnahkannya.
Penyiraman tanaman tembakau
Tanaman tembakau disiram sesuai keadaan lingkungan di rumah kasa. Jika hari sangat panas maka penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali sehari yaitu pagi
dan sore.
Panen
Panen dilakukan 1 bulan setelah
S. litura
diintroduksi ketanaman tembakau. Mengumpulkan larva terserang di bawa kelaboratorium dan diamati
skor kerusakannya.
Universitas Sumatera Utara
Peubah amatan Preverensi
Beauveria basiana
terhadap medium
Diamati dengan menghitung kerapatan spora yang dihasilkan setelah di biakkan kedalam berbagai jenis media. Dapat dihitung dengan rumus :
� =
� � � , �
�
cfu
Keterangan: C
: Kerapatan sporaml larutan t
: Jumlah total spora dalam kotak sampel yang diamati N
: Jumlah kotak sampel 5 kotak besar x 16 kotak kecil 0,25
: Faktor koreksi penggunaan kotak sampel skala kecil pada hemasitometer Gabriel Riyatno, 2014
Persentase mortalitas
Spodopteralitura.
Pengamatan terhadap mortalitas
S. litura
dilakukan setiap hari setelah aplikasi hingga hama tersebut mati.Persentase mortalitas
S. litura
dihitung dengan rumus :
� = �
� �
P = Persentase mortalitas
Spodoptera litura
n = Jumlah larva yang mati N= Jumlah awal dari larva yang diuji Laoh
et al.,
2003
Keparahan serangan
Perhitungan terhadap tingkat kerusakan tanaman tembakau dilakukan dengan menggunakan rumus:
�� = ∑ ��
�� �
Universitas Sumatera Utara
KS = keparahan serangan
n = jumlah akar ke-i yang diamati dalam setiap kategori serangan
v = nilai skor kategori serangan
N = jumlah akar yang diamati
Z = nilai skor dari kategori serangan tertinggi
Townsend Hueberger, 1976. Untuk penilaian tingkat kerusakan dilakukan dengan skoring berdasarkan
kriteria klasifikasi Unterstenhofer 1963 dengan sedikit modifikasi, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Scoring kerusakan tanaman akibat serangan
Spodoptera
spp.
Tingkat Kerusakan
Tanda Kerusakan yang Terlihat pada Daun Nilai
Sehat Kerusakan daun 5
Ringan Kerusakan daun 5-25
1 Agak berat
Kerusakan daun 25-50 2
Berat Kerusakan daun 50-75
3 Sangat berat
Kerusakan daun 75-100 4
Lethal time 50 LT50 jam
Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan dari perlakuan yang ada untuk mematikan 50
S. litura
uji. Pengamatan dilakukan setiap jam dan dimulai satu jam setelah aplikasi.
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN Preverensi
Beauveria basiana
Terhadap Medium
Hasil penelitian menunjukkan keempat medium mampu menumbuhkan cendawan
Beauveria bassiana
dengan konsentrasi spora yang berbeda – beda
setiap perlakuan. Berdasarkan tabel 1. preverensi medium dengan konsentrasi spora tertinggi terdapat pada medium serbuk kayu ubi yaitu sebesar 9.913,333 cfu
spora
B. bassiana
10 g medium aplikasi. Diikuti oleh serbuk kayu mahoni sebesar 6.319,333 cfu, kemudian serbuk kayu rambung sebesar 5. 321, 666 cfu
dan konsentrasi terendah terdapat pada medium DOC PDA 02 kontrol yaitu sebesar 4. 254,666 cfu spora 10 g medium aplikasi.
Tabel 1. Julmlah spora
B.bassiana
10 g medium serbuk kayu cfu Perlakuan
Julmlah spora
B.bassiana
10 g medium serbuk kayu cfu
kontrol Medium DOC PDA 02 4.254,666 d
Serbuk kayu rambung 5.321,666 c
Serbuk kayu mahoni 6.319,333 b
Serbuk kayu ubi kayu 9.913, 333 a
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5
Perbedaan konsentrasi spora ini diakibatkan adanya perbedaan kandungan nutrisi medium sehingga cendawan akan mengalami fruktuasi dalam
pembentukan spora dan kecepatan pembentukan spora serta daya virulensi cendawan
B. bassiana
. Berbagai medium yang digunakan memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan propagul
B. basiana
. Hal ini sesui dengan Carruthers Hural, 2011media yang sesuai adalah media yang
mengandung semua senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Cendawan
B. bassiana
dapat hidup pada serbuk kayu karena cendawan ini mempunyai kemampuan untuk hidup saprofitik pada
Universitas Sumatera Utara
sisa-sisa tanaman dan dapat masuk jaringan tanaman melalui jaringan vascular Bing Lewis, 2011.
Medium serbuk kayu ubi memiliki jumlah spora tertinggi Gambar 1. di karenakan media ini memiliki kandungan 6,7 amilosa dan 6,4 glukosa seta
selulosa. Senyawa ini sangat dibutuhkan cendawan dalam pembentukan propagulnya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Eggum 2012, serbuk kayuubi
mengandung nutrisi tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan cendawan
B. bassiana
karena setiap 100 g serbuk kayu mengandung 6,7 amilosa dan 6,4 glukosa seta selulosa.
Serbuk kayu mahoni juga dapat menumbuhkan propagul cendawan
B.basianna
setelah serbuk kayu ubi. Kayu mahoni memiliki kandungan nutrisi selulosa sebesar 47.5 , lignin 29.9 , dan pentosan 14.4 .Hemiselulosa adalah
bagian penyusun dinding sel yang mengandungkarbohidrat. Kadarnya bervariasi antara 6-40 . Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdurrahim
et al.
2014 kayu mahoni memiliki kandungan kimia berupaselulosa sebesar 47.5 , lignin 29.9 ,
dan pentosan 14.4 .Hemiselulosa adalah bagian penyusun dinding sel yang mengandungkarbohidrat. Kadarnya bervariasi antara 6-40 . Unsur ini sulit
dicernamikroba , walaupun bisa hanya 45-90 . Selulosa dan hemiselulosa setelahdiurai akan berubah menjadi bahan yang lebih sederhana hingga bisa
dijadikannutrisi. Kedua unsur ini akhirnya berubah menjadi glukosa dan air serta produk lain yang dibutuhkan
B. basianna
dalam pertumbuhanya. Serbuk kayu rambung terbukti dapat menumbuhkan propagul cendawan
B. basiana
karena mengandung senyawa selulosa sebesar 48.33 dan lignin sebesar 27.28 . Namun jenis kayu ini miskin gulkosa sehingga pertumbuhan propagul
Universitas Sumatera Utara
menjadi lebih lama. Hal ini sesui dengan Haygreen 2014, kayu rambung memilikikandungan selulosa sebesar 48.33 dan lignin sebesar 27.28
Gambar 1. Pertumbuhan propagul
B. bassiana
pada berbagai medium uji. a serbuk kayu rambung, b. serbuk kayu mahoni, c serbuk kayu ubi,
d. medium DOC PDA 02 dan e. mikroskopis
B. basiana
dibawah mikroskop perbesaran 10.000 x. Sumber : foto pribadi
Persentase mortalitas
Spodopteralitura.
terhadap berbagai medium
Pengamatan persentase kematian larva
S. litura
pada uji patogenisitas jamur
B. bassiana
dilakukan setiap 24 jam selama 7 hari setelah aplikasi. Hasil analisis ragam terhadap persentase kematian larva
S. litura
menunjukkan bahwa berbagai jenis medium
B. bassiana
berpengaruh nyata 4-7 Hsa terhadap persentase kematian larva
S. litura.
A B
C
D E
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap berbagai medium 1-7Hsa
Perlakuan Hari kematian
1 2
3 4
5 6
7 Medium
DOC PDA 02
0b 2,200d
50,145d 80,333d
Serbuk kayu
rambung 0b
3,189c 50,626c
83,143c Serbuk
kayu m
a h
o ni
0b 50,185
b 80,635b
90,250b
Serbuk kayu ubi k
a y
u 51,086
a 60,175a 90,206a
100a
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5
Berdasarkan analisis statistik medium serbuk kayu ubi kayu secara konstan memiliki nilai mortalitas tertinggi 4-7 Hsa. Tingginya nilai mortalitas ini
di karenakan kandungan nutrisi serbuk ubi kayu sangat sesuai sebagai media tumbuh B. bassiana. Nutrisi yang tercukupi menyebabkan pembentukan sprora
akan terjadi dengan seragam dan jumlah yang besar. Meningkatnya jumlah sprora akan mempengaruhi virulensi cendawan terhadap hama sehingga dapat
membunuh hama sasaran. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Budi
et al.
2013 variasi virulensi jamur entomopatogen
B. bassiana
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dalam yaitu asal isolat, maupun faktor luar seperti macam
medium untuk perbanyakan jamur, teknik perbanyakan dan faktor lingkungan. Serbuk kayu mahoni, serbuk kayu rambung dan medium DOC PDA 02
memiliki secara konstan memiliki nilai mortalitas lebih kecil jika dibanding media serbuk kayu ubi kayu. Hal ini di karenakan kandungan nutrisi serbuk kayu
rambung dan mahoni tinggi kandungan lignin dan tannin sehingga sulit untuk
Universitas Sumatera Utara
mengalami fermentasi
oleh cendawan.
Hal ini
sesui dengan
pernyataanAbdurrahim
et al.
2014 kayu mahoni memiliki kandungan nutrisi selulosa sebesar 47.5 , lignin 29.9 , dan pentosan 14.4 . Sedangkan kayu
rambung mengandung selulosa sebesar 48.33 dan lignin sebesar 27.28 Haygreen, 2014.
Persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi cendawan
B.bassiana
Berdasarkan analisis statistik Tabel 3 waktu aplikasi cendawan
B.bassiana
tidak berpengaruh nyata terhadap mortalitas
S.litura
hal ini dikarenakan cendawan ini hanya akan bereaksi jika spora kontak dengan
intergumen serangga. Spora akan berkecambah dan memparasit serangga yang kontak langsung dengan spora cendawan Gambar 2.
Tabel 3. Persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi cendawan
B.bassiana
1-7 Hsa perlakuan
Persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi cendawan
B.bassiana
1-7 Hsa 1
2 3
4 5
6 7
S1 13,043
28,925 67,861 89,203
S2 12,500
28,950 67,946 87,661
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5
Hal ini sesuai dengan Rustama
et al.
2008 semakin banyak konidia yang melekat pada kutikula larva serangga, maka semakin banyak pula konidia yang
melakukan penetrasi terhadap kutikula hal ini juga dipengaruhi oleh kedan lingkungan ketika dilakuan pengaplikasian cendawan, kedaan inang dan virulensi
cendawan. Semakin banyak larva yang mati, maka akan meningkatkan persentase tingkat kematian tanpa dipengaruhi waktu aplikasi. Waktua plikasi
yang tidak berpengaruh nyata ini diduga karena, pada saat penelitian rerata suhu rumah kasa 25 °C dan kelembaban ruang 58,75 , sedangkan untuk
Universitas Sumatera Utara
perkembangan maksimum jamur
B. bassiana
tercapai pada suhu 23-25 °C dan kelembaban 92 .
Gambar 2. Serangan
B. bassiana
pada larva instar 4 S. litura. a larva mumifikasi b.pengamatan intergumen larva terserang. Sumber : foto pribadi .
Iteraksi persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan
B.bassiana
Berdasarkan analisa statistik iteraksi persentase mortalitas
Spodoptera litura
terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan
B.bassiana
1-7 Hsa tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan perlakuan waktu aplikasi
cendawan entomopatogen tidak berpengaru terhadap adanya kemampuan parasit dari
B.bassiana
. Tabel 4. Iteraksi persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan
B.bassiana
1-7 Hsa
Perlakuan Iteraksi persentase mortalitas
Spodoptera litura.
terhadap waktu aplikasi dan berbagai medium cendawan
B.bassiana
1-7 Hsa 1
2 3
4 5
6 7
M0S1 1,11
3,187 50,577
80,667 M0S2
1,142 3,192
50,677 80,000
M1S1 2,263
50,070 86,077
M1S2 2,137
50,220 80,210
M2S1 50,140
80,417 90,067
M2S2 50,230
80,853 90,433
M3S1 52,173
60,110 90,380
100 M3S2
50,000 60,241
90,033 100
Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan 5
A B
Universitas Sumatera Utara
Cendawan entomopatogen dapat menginfeksi serangga melaui intergumen serangga yang langsung kontak dengan cendawan, hal ini akan membuat
cendawan menjadi virulen terhadap seragga sehingga waktu aplikasi tidak menunjukan pengaruh terhadap perlakuan. Hal ini sesui dengan terhadap larva
S. litura