5 dibutuhkan secara penuh dan jika ingin melihat sepenuhnya pengguna hanya
dapat melihat koleksi tercetak di perpustakaan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
mengetahui lebih mendetail mengenai pengolahan koleksi grey literature yang dimiliki dan mengetahui sejauhmana penerapan manajemen pengetahuan dalam
pengolahan grey literature pada Perpustakaan Universitas Negeri Medan. Untuk itu penulis menetapkan judul penelitian “Penerapan manajemen pengetahuan
dalam pengolahan grey literature pada Perpustakaan Universitas Negeri Medan.” Penetapan Perpustakaan Universitas Negeri Medan sebagai unit analisis
dikarenakan Perpustakaan Universitas Negeri Medan memiliki ketersediaan koleksi grey literature yang cukup besar dan tidak hanya tersedia dalam bentuk
tercetak saja tetapi juga dalam bentuk elektronik
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimanakah penerapan manajemen
pengetahuan dalam mengolah grey literature pada Perpustakaan Universitas Negeri Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature pada Perpustakaan Universitas
Negeri Medan.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1.
Perpustakaan Universitas Negeri Medan, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan manajemen pengetahuan untuk mengolah
grey literature. 2.
Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya dengan topik yang berhubungan.
3. Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan, serta pemahaman
tentang manajemen pengetahuan dan pengolahan grey literature.
1.5 Ruang Lingkup
Untuk memudahkan penyelesaian penelitian ini dan sebagai pedoman penulisan, penulis memberikan batasan pada penerapan konsep manajemen
pengetahuan di Perpustakaan Universitas Negeri Medan yang meliputi proses pengadaan, pengorganisasian dan penyimpanan, pengaksesan dan temu kembali
serta pemanfaatan pengetahuan dan hanya pengolahan koleksi ekplisit saja yaitu grey literature.
7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Manajemen Pengetahuan
Konsep manajemen pengetahuan berasal dan berkembang di dunia bisnis, diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian
perusahaan dalam rangka meraih keuntungan kompetitif dan meningkatkan laba. Manajemen pengetahuan digunakan untuk memperbaiki komunikasi diantara
manajemen puncak dan diantara para pekerja untuk memperbaiki proses kerja, menanamkan budaya berbagai pengetahuan dan untuk mempromosikan dan
mengimplementasikan sistem penghargaan berbasis kinerja. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep manajemen pengetahuan
semakin berkembang pula sesuai dengan bidangnya. Dalam bidang perpustakaan manajemen pengetahuan meliputi keseluruhan
siklus pengetahuan, yaitu mulai dari penciptaan, pengadaan dan pengolahan, penyebaran, akses dan pengunaan, dan dilanjutkan dengan penciptaan kembali
pengetahuan, dan seterusnya. Selama ini perpustakaan lebih banyak berfokus pada penyediaan akses dan penyebaran informasi. Disamping itu, perpustakaan selama
ini lebih memperhatikan pengetahuan yang sudah terekam di luar pikiran penciptanya. Padahal banyak pengetahuan yang masih dalam kepala orang dan
belum pernah direkam dalam sumber-sumber informasi yang umumnya dikelola oleh perpustakaan selama ini.
8 Untuk dapat berpartisipasi aktif dalam siklus pengetahuan, dan mengelola
pengetahuan yang explisit maupun implicit perpustakaan harus menjadi mitra bagi pengguna, menjadikan pengguna sebagai mitra, dan melayani mereka sebagai
anggota jaringan. Disamping itu, perpustakaan harus menyediakan fasilitas yang memudahkan terjadinya keseluruhan proses pengetahuan. Dengan demikian,
perpustakaan bisa membantu, para pengguna berkolaborasi menjadi manajer- manajer pengetahuan.
2.1.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan
Seperti yang diketahui bahwa pengetahuan knowledge itu cukup kompleks jika diuraikan secara multiaspek. Dalam berbagai tulisan yang ada,
manajemen pengetahuan adalah sebuah konsep baru di dunia bisnis utamanya, namun sekarang di banyak kegiatan organisasi, aplikasi manajemen pengetahuan
sering digunakan, langsung ataupun tidak langsung. Menurut Laudon 2002, 372 bahwa :
”Manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan
pengetahuan ke dalam proses bisnis. Manajemen pengetahuan adalah serangkaian proses yang dikembangkan dalam suatu organisasi untuk
menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut
”.
Sampai saat ini belum ada definisi tunggal yang disepakati secara internasional mengenai manjemen pengetahuan. Tiap ahli memiliki pengertian
dan penekanan pemahaman yang berbeda dalam mendefinisikan manajemen pengetahuan. Definisi itu juga semakin bervariasi dilihat dari cara pandang
terhadap pengetahuan itu dan cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan.
9 Widayana 2005, 5 mendefinisikan bahwa:
Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan
pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan
kompetensinya.
Manajamen pengetahuan juga berarti sebagai sebuah proses perencanaan dan pengontrolan kinerja aktivitas tentang pembentukan proses pengetahuan,
yakni proses yang membantu suatu organisasi atau lembaga dalam mendapatkan, memilih, menyebarluaskan distribusi, dan mentransfer informasi yang dianggap
penting dan informasi yang didapat dari beragam keahlian seseorang seperti informasi yang muncul pada saat diskusi untuk menyelesaikan masalah
organisasi, pembelajaran dinamis, perencanaan strategis, dan proses pengambilan keputusan. Yusuf 2012, 23
Banyak bidang ilmu yang mempelajari manajemen pengetahuan sehingga definisinya pun bervariasi. Dari kebanyakan pendapat yang dikemukakan
mengenai pengertian manajemen pengetahuan, pengertian manajemen pengetahuan yang dinilai paling mendekati bidang ilmu perpustakaan yaitu
pengertian dari Gartner Group yang dikutip oleh Srikantaiah 2000, 3 : Knowledge Management is a discipline that promotes an integrated
approach to identifying, capturing, evaluating, retrieving, and sharing all of an enterprise’s information assets. These assets may include
databases, documents, policies, procedures, and previously uncaptured expertise and experience in individual.
10 Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa konsep manajamen
pengetahuan berkaitan dengan manajemen dokumen yang menjadi salah satu fungsi perpustakaan yaitu penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, pemanfaatan
dan penyebaran serta penemuan kembali pengetahuan dan informasi yang tepat sehingga mudah diakses kapan pun diperlukan oleh siapa saja sesuai dengan
kebutuhannya. Namun ada satu konsep baru yang menarik dalam manajemen pengetahuan yaitu experience in individual workers atau pengalaman kerja
seseorang. Konsep ini yang belum diadaptasi oleh perpustakaan sehingga menjadi bidang kerja yang tidak hanya mampu mengembangkan organisasi tetapi juga
bermanfaat bagi perpustakaan itu sendiri.
2.1.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan
Pada umumnya manfaat dari manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Webster Online Dictionary 2008, 2
manfaat manajemen pengetahuan adalah: 1.
They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This
explicit knowledge consists of all documents, accounting records, and data stored in computer memories. This information must be
widely and easily available for an organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent that it is able to do this.
2. They facilitate the collection, recording, organization, filtering,
analysis, retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded
procedures, practices, and skills. This “how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS
is of value to a business to the extent that it can codify these “best practices”, store them, and disseminate them through-out the
organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive employee turnover. It makes tacit knowledge explicit.
3. They can also perform an explicitly strategic function. Many feel
that in a fast changing business environment, there is only one
11 strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an
organization that is so alert and so agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible
with an adaptive system like a KMS which creates learning loops that automatically adjust the organizations knowledge base every
time it is used.
4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole
supply chain with the use of extranet based knowledge portals.
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian,
penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan implisit serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas.
Menurut Frappaolo dan Toms yang dikutip oleh Dewiyana 2009, 29, fungsi aplikasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:
1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara
penyedia dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan to match kebutuhan pencari pengetahuan dengan
sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien.
2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya
ke tempat penyimpanan repository eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Externalization dengan demikian adalah menyediakan
sharing pengetahuan.
3. Internalization: adalah “pengambilan” extraction pengetahuan dari
tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan
harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka, fungsi ini mencakup interpretasi
format ulang penyajian pengetahuan.
4. Cognition adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang
didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi
terdahulu.
5. Measurement, yaitu kegiatan knowledge management untuk
mengukur, memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini
mendukung empat fungsi lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.
12 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen
pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan eksternal
dan sebaliknya pengambilan pengetahuan dari penyimpanan eksternal yang disaring sesuai dengan kebutuhan dan mudah dipahami oleh pengguna.
2.1.3 Level Manajemen Pengetahuan
Level manajemen pengetahuan terdiri dari beberapa tingkatan yang digambarkan dengan piramida Gambar 2.1 dimana masing-masing tingkatan
menunjukkan proses yang saling terkait satu sama lain.
Gambar 2.1 : Piramida Manajemen Pengetahuan
Sumber: Diolah dari Outsell 2000, 10; Bawden 1996, 75; Partridge dan Hussain 1994, 2; Rosenberg 2001, 70 dalam Dewiyana 2009, 24
Wisdom
Knowledge
Information
Data
Knowledge analized and aplied
Information analized and aplied
Data analized and aplied
Disprate data Judgement and values
Experince and learning Heuristic and rules
Processing
13 Berdasarkan Gambar 2.1 terdapat empat level dalam manajemen
pengetahuan dengan rincian sebagai berikut: Level 1: Data tersebar ditransformasikan oleh processing pemrosesan data ke
informasi. Pada level ini biasanya disebut manajemen dokumen yaitu mengelolah isi informasi content management, mengorganisasikan dan
mendistribusikan informasi. Pemakai dapat melakukan akses dan temu kembali dokumen secara Online pada database.
Level 2: Data dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi informasi. Pemakai bisa menyumbangkan informasi ke sistem, menciptakan isi baru dan
mengembangkan database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen Online, men-download, melengkapinya dan kemudian
mengirimkannya ke tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian informasi dapat secara terus menerus di-update.
Level 3: Informasi dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk
mendukung kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun oleh organisasi melalui proses pemerolehan, pendistribusian, kolaborasi dan komunikasi
serta penciptaan pengetahuan baru. Level 4: Pengetahuan dianalisis dan diterapkan sehingga membuat orang
bijaksana. Pada level ini enterprise intelligence dikembangkan dengan membangun jaringan pakar, interaksi dengan database operasional, dan
performance support, dimana pengetahuan baru yang dihasilkan, ditambahkan pada sistem.
14 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara level
manajemen pengetahuan yang satu dengan level yang lain yaitu sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia pengetahuan dengan pencari pengetahuan.
2.1.4 Jenis Pengetahuan
Menurut yang dikemukan oleh Polanyi 1967 yang dikutip oleh Prasetya bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan tacit dan explicit.
1. Pengetahuan Implisit Tacit Knowledge
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang berada di dalam pikiran manusia yang tidak dinyatakan dalam bentuk tulisan, melainkan sesuatu yang
terdapat dalam benak orang-orang yang bekerja di dalam suatu organisasi. Pengetahuan implisit berupa wawasan insights, gerak hati intuitions, dan
firasat hunches yang sulit diungkapkan dan dibagi kepada orang lain. Pengetahuan implisit bersifat subyektif, intuisi, terkait erat dengan aktivitas dan
pengalaman individu serta idealisme, values, dan emosi. Menurut Nonaka, pengetahuan implisit memiliki dua dimensi. Yang
pertama adalah dimensi teknis dan yang kedua adalah dimensi kognitif, seperti dikutip berikut ini: “Technical dimensions encompasses the kind of informal
personal skills often offered as “know-how”. Cognitive dimensions consist of beliefs, ideals, values, and mental models” Nonaka yang dikutip oleh Prasetya,
2014. a. Dimensi teknis, yang lebih bersifat informal dan know-how dalam melakukan
sesuatu. Dimensi teknis yang mengandung prinsip-prinsip dan teknis
15 pengetahuan yang diperoleh karena pengalaman ini, relatif sulit didefinisikan
dan dijelaskan. b. Dimensi kognitif, terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, values, emosi
dan mental yang juga sulit dijelaskan. Dimensi ini akan membentuk cara seseorang menerima segala sesuatu yang ada di lingkungannya.
Pengetahuan implisit individu ini sangat penting bagi sebuah organisasi. Berbeda dengan pengetahuan eksplisit, pengetahuan implisit adalah pengetahuan
tak bersrtuktur. Pengetahuan implisit hanya berada dikepala manusia dalam bentuk abstrak. Pengetahuan implisit berbentuk pengalaman, skill, pemahaman,
serta pengetahuan yang sulit diartikulasikan dan dituliskan dalam kata-kata, teks, maupun gambar yang berada di dalam benak seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka penulis memahami bahwa pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman,
keyakinan, asumsi, kebiasaan dan budaya atau proses pembelajaran yang terbentuk dalam pribadi maupun kelompok yang sifatnya sulit diidentifikasi,
disimpan, dipetakan dan sulit dibagi. 2.
Pengetahuan Eksplisit Explicit Knowledge Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah dinyatakan dalam
bentuk data, formula, spesifikasi produk, manual, prinsip-prinsip umum dan sebagainya. Pengetahuan eksplisit tertuang dalam media tercetak seperti buku,
koran, jurnal, laporan penelitian, majalah, dan media elektronik seperti internet, E- Book, online journal, dan lain-lain.
16 Menurut Awad dan Ghaziri yang dikutip oleh Prasetya 2014, 12
“pengetahuan eksplisit lebih mudah ditemukembali dan ditransfer kepada orang lain dibandingkan pengetahuan implisit. Hal ini disebabkan karena pengetahuan
implisit sulit untuk dibagi melalui ruang dan waktu.” Dari pengertian tersebut pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan implisit
yang telah didokumentasikan, telah diartikulasikan dalam bahasa yang formal sehingga lebih mudah diterima oleh orang lain. Sedangkan menurut Nonaka dan
Takeuchi 1995, 3, Explicit knowledge documented, computer readily accessible, as well as documented into formal knowledge resources that are often
well organized. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang siap diakses, telah didokumentasikan dalam sumber pengetahuan formal yang telah diorganisir
dengan baik. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
eksplisit adalah pengetahuan yang bersumber dari pengetahuan implisit tacit knowledge yang diartikulasikan, didokumentasikan, dikodifikasi, diorganisir,
dalam sebuah media tertentu misalnya dengan bantuan IT, sehingga dapat mudah diakses dan disebarkan ke pihak lain yang memerlukan. Hal ini juga dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 yaitu pertukaran pengetahuan dalam suatu organisasi. Kedua tipe ini pengetahuan tersebut tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan individual
dan pengetahuan organisasi, bahkan saling berinteraksi satu sama lain.
17
Gambar 2.2 : Pertukaran Pengetahuan dalam Organisasi Sumber : Nonaka yang dikutip oleh Dewiyana 2009, 26
2.1.5 Sumber Pengetahuan
Sumber-sumber pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: modal pengetahuan knowledge capital, modal sosial social capital dan modal
infrastruktur infrastructure capital Short 2000, 354-357. a
Modal pengetahuan knowledge capital Aset pengetahuan boleh jadi tersimpan, atau terletak pada pekerjaan rutin,
proses dan prosedur, peran jabatan dan pertanggungjawaban, dan struktur organisasi. Pengetahuan yang tersimpan dalam sistem ini digunakan secara
reguler untuk melaksanakan tugas atau langkah-langkah proses pekerjaan secara konsisten.
b Modal Sosial social capital
Nahapiet dan Ghosal yang dikutip oleh Honeycut 2000, memberikan definisi aset sosial sebagai sejumlah sumberdaya yang potensial dan aktual yang
18 tersimpan dalam, tersedia melalui, dan diperoleh dari jaringan antar hubungan
yang diproses oleh individu atau organisasi. Inti teori aset sosial adalah tersedianya jaringan antar hubungan yang menyediakan sumber untuk
menjalankan kegiatan sosial, menyediakan koleksi aset pengetahuan yang dimiliki kepada anggota mereka.
c Modal Infrastruktur Infrastructure Capital
Telah dimaklumi secara umum bahwa kekuatan layanan informasi tergantung pada ketersediaan infrastruktur informasi yang dapat memenuhi
meningkatnya permintaan akan pertukaran dan manipulasi informasi melalui jaringan kepada pengguna yang terpisah secara geografis McLean yang dikutip
oleh Honeycut, 2000. Infrastruktur kapital mencakup sumber-sumber pengetahuan suatu perusahaan, seperti jaringan LANWAN, file, server, network,
intranet, PC, dan aplikasinya. , semua infrastruktur teknologi informasi dapat dikatakan sebagai bagian dari infrastructure capital juga mencakup struktur
organisasi, pembukuan atau pemberkasan, peran pertanggungjawaban, dan lokasi kantor secara geografis yang menyediakan sarana fisik dalam berbagai pasar.
Sumberdaya ini secara rutin ditopang oleh perusahaan dengan tugas keseharian, baik administrasi maupun operasional. Secara ringkas, Prusak 1998 yang dikutip
oleh Koenig dan Srikantaiah menggambarkan sumber-sumber pengetahuan, social capital, dan infrastructure capital dalam tabel berikut:
19
Tabel 2.1 : Sumber-Sumber pengetahuan Knowledge Resources
Social Capital Infrastructure
Explicit Culture
Processes Tacit
Trust Resources
Formal Knowledge Behavior
Technology Informal
Human Capital Issues Matric
Sumber: Prusak 1998 seperti dikutip Koenig dan Srikantaiah 2000, 30 Dari Tabel 2.1 dipahami bahwa agen yang menggunakan aset pengetahuan
customer capital berada dalam semua ranah. Di dalam sumber-sumber pengetahuan mencakup customer, di infrastruktur juga mencakup customer, dan
dalam social capital mencakup antar hubungan, bukan hanya dengan organisasi, tetapi juga dengan customer dan supplier yang juga salah satu dari customer.
2.1.6 Penerapan Manajemen Pengetahuan
Menurut Bhatt yang dikutip oleh Dewiyana 2008, 12 menyatakan bahwa ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan. Ketiga
aspek tersebut adalah: 1.
People aspects, terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen, motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya
perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi seluruh pegawai share knowledge to
creating value through social interaction.
2. Process aspects, yaitu terdiri dari proses inovasi, continues
improvement, dan perubahan radikal seperti reengineering. 3.
Technology aspects, yaitu terdiri dari informasi dan decision support system, knowledge-based system, dan data mining system.
20
Gambar 2.3 : Komponen Knowledge
Sumber: Bhatt, 2000 Dari Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa komponen sumber daya manusia
menjadi faktor penting penerapan manajemen pengetahuan untuk menghasilkan budaya belajar dalam suatu organisasi karena hampir sebagian besar pengetahuan
yang dimiliki seseorang jauh lebih berpotensi daripada teknologi yang disediakan oleh organisasi.
Pendapat lain dikemukakan Brooking yang dikutip oleh Dewiyana 2008, 15, ada empat langkah strategi aplikasi manajemen pengetahuan di perpustakaan,
yaitu: 1.
Identify knowledge, yaitu mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan fungsinya yang sebenarnya.
2. Audit knowledge yaitu mengidentifikasi pengetahuan optimal yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang optimal. 3.
Docment knowledge, yaitu mendokumentasikan asset pengetahuan menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan.
4. Disseminate knowledge, yaitu menyebarkan pengetahuan
21 Menurut Sangkala 2007, 201 ada sepuluh langkah strategi untuk
menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain: 1. Analisis infrastruktur yang ada
2. Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis 3. Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan
4. Mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada 5. Mendesain tim manajemen pengetahuan
6. Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan 7. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan
8. Prototipe dan uji coba 9. Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan
10. Evaluasi kinerja, mengukur roi, dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.
Langkah-langkah di atas merupakan suatu proses yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang utuh dari pendekatan knowledge
management dalam pengelolaan perpustakaan. Sedangkan menurut Bynton 1996, strategi aplikasi KM mencakup: a
making knowledge visible mudah digunakan: menentukan siapa mengetahui apa; klasifikasi keahlian; b building knowledge intensity
penciptaan pengetahuankhazanah lokal: training, mengembangkan kecakapan; manajemen
proses pengetahuan; dan jaringan; c developing a knowledge culture mendorong motivasi: nilai dan budaya, rewarding, sharing atau bertukar
pengetahuan, berbagi pemikiran dan pandangan, percaya satu sama lain; d building a knowledge infrastructure memungkinkan akses ke sumber-sumber
informasi dan pengetahuan, baik dari dalam maupun dari luar organisasi; menggunakan metode dan alat-alat modern. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 2.2 berikut ini:
22
Tabel 2.2 Strategi Konsep Manajemen Pengetahuan Making Knowledge Visible
Building Knowledge Intensity
Easy Usability: −
Who knows what −
Taxonomy of expertise −
Yellow pages −
Competence Local Creation:
− Training face to face contact
− Competence centers
− Community of practices
− Management to knowledge
processes −
Networking
Building Knowledge Infrastructure Developing a Knowledge Culture
Global Access: −
Common communication infrastructure
− Access to externalinternal
− InformationknowledgeSources
− Use of modern methods and tools
Motivation Enabler: −
Values and culture −
Rewarding −
Sharingexchange knowledge −
Shared mindset and vision −
Trust if each other Sumber : Bynton dalam Muralidhar 2000, 24
Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa strategi penerapan manajemen pengetahuan terdiri dari mengidentifikasi, mengaudit dan mendokumentasikan
asset pengetahuan yang ada, kemudian membangun infrastruktur komunikasi menggunakan metode dan alat-alat modern untuk penyebaran dan pengaksesan ke
sumber informasi dan pengetahuan baik dari dalam maupun dari luar organisasi.
2.1.7 Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Konteks Perpustakaan
Dalam konteks perpustakaan, manajemen pengetahuan dapat digolongkan sebagai proses penciptaan, pengadaan, penyaringan, pengorganisasian,
penyimpanan, penemuan kembali, pemanfaatan pengetahuan dan kembali ke penciptaan dan seterusnya. Dewiyana 2009, 35
23
2.1.7.1 Penciptaan Pengetahuan
Dalam penciptaan pengetahuan, dikenal yang namanya Spiral Of Knowledge, yaitu sebuah model yang menggambarkan bagaimana sebuah
pengetahuan berpindah dari yang berbentuk tacit menjadi eksplicit dan berpindah lagi menjadi tacit. Dalam proses ini, pengetahuan bukanlah sesuatu yang statis
dan memiliki akhir, melainkan suatu proses yang berkelanjutan dan dinamis antar pengetahuan tacit dan eksplicit. Pengetahuan terus-menerus diciptakan dalam
setiap kelompok, perusahaan atau organisasi dengan berinteraksi di antara orang- orang yang menghasilkan pengetahuan.
Pengetahuan dapat diciptakan melalui kombinasi dan pertukaran. Masih mungkin ada cara lain selain dua cara tersebut namun dua cara ini termasuk
mekanisme kunci dalam pembentukan pengetahuan bersama. Pengetahuan juga dapat tercipta dari pengetahuan yang melibatkan kegiatan penciptaan kombinasi-
kombinasi baru, baik dengan jalan mengkombinasikan elemen-elemen yang tadinya tidak saling berhubungan maupun dengan mengembangkan cara baru
dalam mengkombinasikan elemen-elemen yang sudah berhubungan. Menurut cara yang digunakan, terdapat 4 proses konversi knowledge
menurut Nonaka dalam Dewiyana 2009, 37 yaitu: 1.
Socialization, adalah konversi dari tacit knowledge ke tacit knowledge, terjadi ketika seorang individu berbagi tacit knowledge secara langsung
dengan orang lain, seperti melalui diskusi, seminar, percakapan dan sebagainya sehingga pengetahuan seseorang menjadi bagian dari
pengetahuan orang lain. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan dengan mendengarkan dan berpikir.
2. Externalization, adalah konversi dari tacit knowledge ke explicit
knowledge, terjadi ketika tacit knowledge diartikulasikan dalam bentuk karya tulis seperti buku, laporan penelitian, artikel dan sebagainya.
24 3.
Combination, adalah konversi dari explicit knowledge ke explicit knowledge. Hal ini terjadi ketika seorang individu menggabungkan
explicit knowledge yang berbeda ke dalam lingkaran explicit knowledge yang baru melalui analisis, pengelompokan, dan penyusunan kembali.
4. Internalization, adalah konversi dari explicit knowledge ke tacit
knowledge, yang terjadi ketika explicit knowledge dimanfaatkan bersama sharing melalui organisasi dan jaringan informasi untuk
memperluas, mengkerangkakan kembali reframe
dan mengembangkan tacit knowledge-nya.
2.1.7.2 Pengadaan Pengetahuan
Pengetahuan tidak hanya dapat diraih dari buku manual atau literatur, tetapi juga dapat diraih dengan metafora, intuisi, dan pengalaman Nonaka 1995, 11.
Pengadaaan pengetahuan merupakan istilah lain dari perekaman pengetahuan knowledge capture. Dapat dipahami bahwa proses pengadaan pengetahuan
merupakan kegiatan pengumpulan segala sumber daya pengetahuan yang telah diciptakan yang selanjutnya dapat disimpan dan diintegrasi dalam sistem
perpustakaan. Berikut ini merupakan proses pengadaan pengetahuan yang ditawarkan
Partridge dan Hussain, proses diawali dengan perencanaan, kemudian dilanjutkan dengan pengorganisasian, sampai kepada test kehandalannya.
25
Gambar 2.4 Proses Pengadaan Pengetahuan
Sumber : Partidge dan Hussain 1995,187 yang dikutip oleh Dewiyana 2009, 40
Code knowledge-base Plan knowledge-base
Identify Define
Develop partial Knowledge dictionaries Plan testing phase
Organize knowledge Identify type knowledge needed
Classify knowledge Select knowledge engineer and domain expert
Determine knowledge
Extractexplicit knowledge Select technique of knowledge acquisition
Conduct interview Conduct brainstorming
Consult resources Document knowledge
Formulate and represent knowledge
Select instrument Use instrument
Analyse result Represent knowledge
Implement knowledge-base
Test knowledge-base Prepare test scenarios
Verivy Validate
26
2.1.7.3 Penyaringan Pengetahuan
Penyaringan pengetahuan berarti memilih sumber pengetahuan yang tersedia melalui suatu proses penyaringan filtering process. Proses penyaringan
bertujuan untuk mempertimbangkan mana informasi yang tepat untuk digunakan dan mana yang harus diabaikan. Hal ini untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas sumber-sumber pegetahuan yang akan disimpan. Selain itu juga untuk menjamin agar sumber-sumber pengetahuan senantiasa relevan dengan kebutuhan
sehingga tetap diminati pemakainya. Faktor utama yang menentukan mana informasi yang akan dinilai, adalah
relevansi informasi bagi penerima. Relevansi juga berarti bahwa seseorang akan lebih memperhatikan ke informasi yang berhubungan dengan minatnya atau
kepada masalah yang sedang dihadapi Dewiyana 2009, 41. Peran perpustakaan dalam penyaringan pengetahuan adalah memilih dan
menggunakan pengetahuan yang sangat mendukung pencapaian tujuan perpustakaan.
2.1.7.4 Pengorganisasian dan Penyimpanan Pengetahuan
Kegiatan pengorganisasian lebih dekat dengan pengolahan explicit knowledge, atau knowledge yang terekam. Organisasi harus memastikan informasi
yang diakuisisi atau pengetahuan bersama yang mudah diakses orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan menyimpan informasi di lokasi yang terpusat untuk
memudahkan pengambilan.
27 Pada perpustakaan dikenal dengan istilah klasifikasi, yaitu kegiatan yang
berhubungan dengan representasi pengetahuan yaitu penomoran bahan pustaka dengan menggunakan berbagai skema klasifikasi seperti DDC, UDC, LC, dan di
lingkungan internet untuk koleksi berbentuk digital digunakan standar metadata Dublin Core.
Menurut Dewiyana 2009, 43: Kegiatan pengorganisasian selalu diikuti dengan kegiatan penyimpanan.
Jika kegiatan dilakukan di tingkat organisasi, pengetahuan disimpan dalam penyimpanan pengetahuan knowledge repository misalnya:
server, yang dapat diakses secara kolektif untuk pemanfaatan bersama. Adanya knowledge repository ini dan ketersediaan data di dalamnya
merupakan prasyarat terjadinya pertukaran dan penggabungan pengetahuan yang memungkinkan terciptanya pengetahuan baru.
Dapat disimpulkan bahwa proses pengorganisasian pengetahuan di perpustakaan selalu terkait dengan proses penyimpanannya. Hal ini berkaitan
dengan fasilitas penemuan kembali informasi yang dibutuhkan user. Teknologi informasi yang dapat digunakan dalam proses ini adalah Relational Database
Management System RDBMS, misalnya: database katalog seperti OPAC, WEBPAC dan lain-lain.
2.1.7.5 Penyebaran dan Akses Pengetahuan
Luasnya pengetahuan yang tersedia, penyedia informasi harus tetap dapat menyediakan informasi secara konstan dan tanpa batas dengan bantuan teknologi
informasi unruk penelusuran dan akses pengetahuan. Penyebaran pengetahuan bisa dilakukan dengan meningkatkan akses improve knowledge access dan
transfer pengetahuan organisasi, seperti melalui penciptaan jaringan pakar expert
28 networks di mana individu dengan keahlian yang diharapkan, terorganisasi secara
formal dalam suatu jaringan dan melakukan kontak satu sama lain, menggalang komunitas dengan minat yang sama creating a community of interest.
Dewiyana 2009, 44 Ada 4 langkah strategis aplikasi knowledge manegement di perpustakaan
tersebut menurut Brooking dalam Muralidhar 2000, 223 secara garis besar yaitu: 1.
Identify knowledge mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan fungsinya yang sebenarnya.
2. Audit knowledge mengidentifikasi pengetahuan optimal yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan yang optimal. 3.
Document knowledge mendokumentasikan aset pengetahuan menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan.
4. Disseminate knowledge menyebarkan pengetahuan.
Sebagaimana yang dijelaskan di atas merupakan langkah-langkah proses
saling terkait satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang utuh dari konsep manajemen pengetahuan dalam pengelolaan perpustakaan. Konsep tersebut
menekankan pada pentingnya pemberdayaan aset intelektual suatu organisasi baik eksplisit maupun implisit.
2.1.7.6 Pemanfaatan Kembali Pengentahuan
Pemanfaatan pengetahuan merupakan hal pokok dari proses manajemen pengetahuan, pemanfaatan pengetahuan merupakan penentu dari kaitan seluruh
proses manajemen pengetahuan. Berikut ini merupakan pendapat Levinson yang dikutip oleh Prasetya 2014, 24:
“Knowledge management is the process which generates the value from their intelectual Knowledge-Based Assets.Most often, generally
value from such assets involvels codifying what employees partner and customers know and sharing that information among to devise
best practices.”
29 Pemanfaatan pengetahuan ekplisit dengan cara akses dan sharing akan
melahirkan ide-ide baru yang menjadi awal terciptanya pengetahuan baru. Proses ini terjadi, hanya dimungkinkan terbukanya akses ke sumberdaya pengetahuan
kolektif. Akses pengetahuan adalah suatu proses pengambilan extraction pengetahuan dari knowledge repository. Beberapa hal yang berkaitan dengan
akses adalah : keanggotaan, ketersediaan data misalnya : full teks, abstrak, dan lainnya, dan layanan yang bersifat terbuka untuk siapa saja. Teknologi yang
dibutuhkan dalam proses ini adalah teknologi untuk knowledge sharing. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari
manajemen pengetahuan adalah proses penciptaan pengetahuan secara berkesinambungan dimana hasil penciptaan kemudian dimanfaatkan kembali
dalam proses penciptaan pengetahuan selanjutnya. Siklus pengetahuan yang dimulai dari penciptaan sampai pemanfaatan
kembali sehingga tercipta pengetahuan baru memyerupai spiral seperti gambar 2.5 berikut ini:
Gambar 2.5 : Knowledge Spiral
Sumber : Nonaka dalam Dewiyana 2009, 45
30 Jika gambar 2.5 di atas dikonversikan ke siklus pengetahuan yang terjadi di
perpustakaan maka gambarnya akan menjadi seperti gambar 2.6 berikut ini:
Gambar 2.6 : Pendekatan Manajemen Pengetahuan di Perpustakaan
Sumber : Main dalam Dewiyana 2009, 46
New Idea New Decision
Collaboration
Knowledge Seeker
Knowledge Creation
New Idea New Decision
Tacit
Knowledge Capital
Explicit
Knowledge Repository Conten
Management Knowledge
Acquisition Knowledge
filtering Knowledge
organization Knowledge
Dissemination
Knowledge Sharing
Knowledge Access
Infrastruktur
31
2.2 Grey Literature 2.2.1 Pengertian Grey Literature
Grey literature literatur abu-abu merupakan jenis koleksi yang terdiri dari laporan penelitian atau karya ilmiah, makalah seminar, dan terbitan pemerintah.
Grey literature tidak tersedia di deretan buku untuk dijual non-commercial printed materials; fisik luar cover, pencetakan dan penjilidan sederhana; dibuat
untuk keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas, misalnya prosiding, disertasi, bibliografi, laporan dan sebagainya. Banyak penulis atau para ahli
memberikan pendapat tentang grey literature. Reitz 2004, 68 dalam Dictionary for Library and Information Science
memberikan definisi grey literature sebagai: Printed works such as reports, preprints, internal documents, Ph.D.
dissertations, master’s theses, and conference proceedings, not readily available through regular market channels because they were never
commercially published or listed or were poorly distributed.
Sedangkan menurut Virginia Institut of Marine Science VIMS 2003, 1, grey literature adalah :
This term refers to papers, reports, technical notes or other documents produced and published by governmental agencies, academic
institutions and other groups that are not distributed or indexed by commercial publishers.
Dari ketiga pendapat tersebut terdapat kesamaan bahwa grey literature adalah koleksi tercetak maupun elektronik yang diterbitkan oleh lembaga
pemerintah, institusi akademik, pusat penelitian, yang meliputi makalah seminar, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, terbitan pemerintah, dan dokumen lain
yang merupakan hasil kajian karya ilmiah yang tidak didistribusikan secara
32 komersial dan tidak tersedia dipasaran tidak semua perpustakaan memiliki
karena jumlah cetakan yang sangat terbatas.
2.2.2. Jenis Dokumen Grey Literature
Secara umum, koleksi grey literature tidak dapat dipinjamkan kepada pengguna dan hanya boleh dibaca di tempat saja. Skripsi, tesis, disertasi, makalah
seminar, laporan penelitian, dan pidato pengukuhan adalah jenis koleksi grey literature yang terdapat di perpustakaan perguruan tinggi. Namun beberapa
contoh dokumen grey literature lainnya terdapat dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman 2004, 55 menyatakan bahwa:
Grey literature literatur abu-abu yang dimaksud adalah: 1. Skripsi, tesis, disertasi
2. Makalah seminar, symposium, konferensi, dsb 3. Laporan Penelitian dan Pengadian kepada masyarakat
4. Laporan lain-lain, Pidato Pengukuhan, dsb 5. Artikel yang Dipublikasikan oleh media masa.
6. Publikasi Internal Kampus 7. Majalah atau Buletin Kampus.
Pendapat lain dikemukakan Rompas yang dikutip oleh Huda 2007, 19
yang menyatakan bahwa: Karya tulis ilmiah, yang dapat berupa penelitian, survey dan evaluasi,
karya persyaratan akademisi dapat berupa skripsi, tesis dan disertasi; buku pedoman dan petunjuk yang dibuat mengiringi sebuah produk
barang baru berupa alat, metode atau suatu peraturan dan undang- undang, laporan-laporan penelitian, liputan peristiwa,
organisasiinstansi, perkembangan bidang ilmu tertentu dan sebagainya, bibliografi, katalog dan daftar. Dari segi informasi yang
terkandung, literatur kelabu merupakan informasi yang dipilih dan orisinil, objektif dan mutakhir.
33 Adapun bentuk dokumen Grey Literature terdiri dari tercetak dan
elektronik. Menurut Santosa 2014 ada tipe baru dalam Grey Literature yang merupakan bentuk elektronik yaitu
1. Informal communication minutes
2. E-prints and pre-prints
3. Blogs
4. Web-based video and audio YouTube, podcast
5. Google Scholar
6. Research profiles
7. Repositories
8. Catalogues
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa koleksi grey literature meliputi karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu
perguruan tinggi, lembaga pemerintah, pusat penelitian baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik berupa skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian,
majalah, bulletin kampus, terbitan pemerintah, laporan tahunan, pidato pengukuhan guru besar yang wajib disimpan di perpustakaan sesuai keputusan
rektor.
2.2.3 Pengolahan Grey Literature
Kegiatan pengolahan dilakukan dimulai dari bahan pustaka masuk ke perpustakaan sampai siap untuk digunakan oleh pengguna. Adapun kegiatan
pengolahan koleksi meliputi: pengadaan, inventarisasi, pengorganisasian dan penyimpanan koleksi, pengolahan dokumen elektronik serta pengaksesan dan
temu kembali dokumen tersebut. Kegiatan pengolahan bertujuan agar semua koleksi dapat ditemukan atau ditelusur dan dipergunakan dengan mudah oleh
pemakai.
34 Menurut Sutarno 2005: 104 “kegiatan pengolahan bahan pustaka
meliputi pekerjaan membuat identifikasi informasi, katalogisasi, klasifikasi, pembuatan kelengkapan koleksi, penyusunan koleksi, dan pengolahan dengan
komputer”. Sedangkan menurut Qalyubi yang dikutip oleh Iskandar 2011 yaitu “yang dimaksud dengan kegiatan pemrosesan atau pengolahan bahan pustaka
adalah suatu kegiatan yang meliputi kegiatan-kegiatan: inevntarisasi, klasifikasi, pembuatan catalog, penyelasaian dan penyusunan buku di rak”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengolahan bahan pustaka meliputi inventarisasi, katalogisasi,
klasifikasi pembuatan kelengkapan koleksi dan penyusunan koleksi ke rak. Hal ini sama halnya dengan pengolahan koleksi grey literature.
2.2.3.1 Pengadaan Koleksi Grey Literature
Pada prinsipnya pengadaan bahan pustaka di setiap perpustakaan merupakan salah satu bagian dari pekerjaan perpustakaan yang mempunyai tugas
mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang menghimpun informasi dalam segala macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur, tukar menukar
maupun pembelian. Dengan demikian pengadaan bahan pustaka baru bisa dikatakan suatu proses kerja untuk mengindentifikasi dan menghimpun bahan-
bahan yang sesuai untuk dijadikan koleksi di setiap perpustakaan. Menurut Sulistyo-Basuki 2001, 27 menyatakan bahwa:
Pengadaan bahan pustaka merupakan konsep yang mengacu kepada prosedur sesudah kegiatan pemilihan untuk memperoleh dokumen,
yang digunakan untuk menggembangkan dan membina koleksi atau himpunan dokemun yang diperukan untuk memenuhi kebutuhan
informasi serta mencapai sasaran unit informasi.
35 Menurut Darmono 2001, 43, Ada beberapa metode dalam pengadaan
bahan pustaka adalah sebagai berikut : 1.
Pembelian, untuk meringankan biaya pembelian, kita bisa melakukan pembelian di bursa buku-buku bekas atau menelusuri pameran-
pameran buku karena pameran buku biasanya memberikan diskon besar-besaran, kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan sebaik-
baiknya bagi pengelola perpustakaan.
2. Tukar-menukar, kita bisa melakukan kerja sama dengan perpustakaan
yang lain dengan tukar-menukar koleksi dengan cara peminjaman jangka panjang. Sehingga pemustaka bisa memanfaatkan koleksi dari
perpustakaan yang lain.
3. Hadiah, untuk mendapatkan buku secara cuma-cuma hadiah, maka
perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif bekerja sama dalam mencari unit kerja atau instansi atau LSM mana yang dapat
menghadiahkan buku-bukunya bagi keperluan perpustakaan. Pendekatan ini sangat diperlukan, karena dengan adanya permohonan
yang resmi dari pejabat perpustakaan akan memudahkan proses pustakawan dalam memperoleh buku-buku yang di perlukan
perpustakaan secara cuma-cuma.
4. Sumbangan, perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif mencari
perpustakaan yang akan mengadakan penyiangan koleksi, sehingga bisa membuat permohonan buku-buku hasil penyiangan tersebut bisa
disumbangkan dan dimanfaatkan oleh perpustakaan kita.
5. Kerjasama, kita bisa mendapatkan bahan pustaka dengan melakukan
kerjasama, misalnya dengan penerbit dan penulis dengan mendapatkan harga buku-buku yang serendah-rendahnya dengan
kualitas yang sama dengan buku yang bagus dan mahal.
6. Terbitan Sendiri, metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah
dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis
yang dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi perpustakaan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengadaan koleksi bahan pustaka dapat dilakukan dengan cara pembelian, hadiahsumbangan, tukar
menukar, kerjasama dan wajib simpan terbitan perpustakaan itu sendiri.
36 Sebagai pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang
dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi, setiap publikasi di lingkungan perguruan tinggi wajib diserahkan ke perpustakaan. Melalui pusat deposit ini, perpustakaan
memungkinkan untuk mendapat tambahan bahan pustaka yang bersifat grey literature. Dalam perpustakaan perguruan tinggi, kegiatan pengumpulan atau
pengadaan koleksi grey literature dilakukan melalui wajib simpan terbitan perguruan tinggi sesuai keputusan rektor. Siagian 2009, 48
2.2.3.2 Pengorganisasian dan Penyimpanan Koleksi Grey Literature
Kegiatan pengorganisasian dilakukan sejak koleksi Grey literature masuk ke perpustakaan sampai siap untuk dilayankan dan dimanfaatkan oleh pengguna.
Kegiatan ini bertujuan agar semua koleksi dapat ditemukan dan dipergunakan dengan mudah oleh pengguna. Dalam organisasi perpustakaan, pengorganisasian
lebih dikenal dengan proses klasifikasi, katalogisasi serta pembuatan metadata koleksi. Klasifikasi yaitu kegiatan penomoran koleksi dengan menggunakan
standar klasifikasi seperti DDC, UDC, LC dan penentuan subjek menggunakan LCSH. Sedangkan untuk koleksi elektronikdigital digunakan standar metadata
Dublin Core. Kegiatan pengorganisasian diikuti dengan kegiatan penyimpanan koleksi.
Koleksi yang sudah selesai diolah, disimpan dan ditempatkan ke rak penyimpanan koleksi yang biasa disebut dengan shelving. Sedangkan koleksi digitalelektronik
disimpan dalam repository melalui website perpustakaan.
37
2.2.3.3 Pengaksesan dan Temu Kembali
Kecepatan perubahan dan penambahan informasi menyebabkan dibutuhkannya suatu sistem yang dapat mengakses dan menyediakan berbagai
informasi tersebut. Dengan munculnya keragaman kebutuhan manusia dan keterbatasan komputer yang hanya bisa bekerja jika langkah-langkah kerja itu
teratur atau terpola sebelumnya. Maka persoalan keragaman kebutuhan ini menimbulkan persoalan relevansi. Sistem temu kembali hanya bisa bekerja
dengan efektif jika pemakai melakukan tindakan-tindakan yang terpola juga. Jika pemakai sistem bertingkah laku serampangan, sistem komputer akan bingung juga
akhirnya. Dalam konteks ini, temu kembali informasi berkaitan dengan representasi,
penyimpanan, dan akses terhadap dokumen representasi dokumen. Dokumen yang ditemukan tidak dapat dipastikan apakah relevan dengan kebutuhan informasi
pengguna yang dinyatakan dalam query. Pengguna Sistem Temu Kembali informasi sangat bervariasi dengan kebutuhan informasi yang berbeda-beda. Oleh
karena itu strategi penelusuran sangat penting dirumuskan bagi seorang penelusur sebelum melakukan penelusuran, terutama agar penelusuran berjalan efektif. Hasil
dari penelusuran informasi itu tidak selamanya cocok dengan kebutuhan pemakai, ada kalanya menyimpang dikarenakan kurang tepatnya dalam merumuskan
pertanyaan penelusuran search statement.
38 Hasugian 2003 menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi pada
dasarnya adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil retrieval suatu dokumen dari suatu simpanan file, sebagai jawaban atas
permintaan informasi. Sedangkan Salton yang dikutip oleh Janusaptari 2006, 2 menyatakan
bahwa temu kembali informasi merupakan: Suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali
informasi tersebut. Secara konsep bahwa ada beberapa dokumen atau kumpulan record yang berisi informasi yang diorganisasikan ke dalam
sebuah media penyimpanan untuk tujuan mempermudah ditemukan kembali. Dokumen yang tersimpan tersebut dapat berupa kumpulan
record informasi bibliografi maupun data lainnya. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa temu kembali
informasi adalah proses pencarian dokumen dengan mengguanakan istilah query yang berhubungan agar dokumen yang muncul sesuai dengan subjek yang
dibutuhkan pengguna.
2.2.4 Pengolahan Dokumen Elektronik
Banyak teknik dalam mengolah dokumen elektronik. Pengolahan dokumen elektronik memerlukan teknik khusus yang memiliki perbedaan dengan
pengelolaan dokumen tercetak. Pengolahan dokumen elektronik yang baik dan terstruktur adalah bekal penting dalam pembangunan sistem perpustakaan digital
digital library. Salah satu proses pengolahan dokumen elektronik adalah proses digitalisasi dokumen. Proses digitalisasi adalah proses pengalihan dokumen
tercetak menjadi dokumen elektronik. Proses digitalisasi dapat dilakukan terhadap berbagai macam bahan pustaka termasuk grey literature.
39 Menurut Pendit 2007, 244 Proses digitalisasi tersebut meliputi 3
kegiatan utama yaitu: 1.
Scanning, yaitu proses memindai men-scan dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital.
Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Dalam bagan tersebut tampak bahwa alat yang digunakan untuk
memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan
kemampuan perpustakaan.
2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer
dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal
apa saja yang perlu diedit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan.
Proses OCR Optical Character Recognition dikategorikan pula ke dalam proses editing. OCR adalah sebuah proses yang
mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan
sebuah berkas PDF dalam bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk
mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR. Proses OCR hanya dilakukan untuk halaman abstrak saja karena 2 dua alasan:
Pertama, halaman abstrak perlu dikonversi menjadi teks, karena setiap kata di dalam abstrak akan diindeks menjadi kata kunci oleh
software temu-kembali. Proses pengindeksan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap dokumen dalam bentuk teks. Alasan kedua,
proses OCR tidak dilakukan terhadap seluruh halaman karya akhir karena proses ini memakan waktu dan tenaga yang cukup banyak,
sehingga proses digitalisasi ini tidak efisien. Memang benar bahwa ukuran berkas yang dihasilkan dari proses OCR ini akan lebih kecil
dari ukuran berkas dalam bentuk gambar, namun, dengan teknologi hardisk yang semakin maju – ukuran hardisk saat ini semakin
besar dan harganya semakin murah – maka alasan melakukan proses OCR untuk memperkecil ukuran berkas menjadi tidak
relevan lagi disini.
3. Uploading, adalah proses pengisian input metadata dan meng-
upload berkas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang di- upload adalah berkas PDF yang berisi fulltext karya akhir dari
mulai halaman judul hingga lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan
password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan kaki, dan lain- lain. Sedangkan metadata yang diisi meliputi nama pengarang,
judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain.
40 Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa proses digitalisasi
terdiri atas 3 tahap yaitu scanning , editing dan uploading. Proses ini dilakukan dalam digitalisasi koleksi Grey literature tercetak menjadi koleksi elektronik.
Koleksi yang akan di digitalisasi diubah dari bentuk tercetak ke bentuk eletronik kemudian diedit dan diolah menjadi berkas digital didalam komputer dengan cara
memberikan watermark, footer, hyperlink sesuai dengan standar perpustakaan tersebut dan kemudian di upload dan mengisi metadata dokumen tersebut.
41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari
penelitian yang dijabarkan pada Bab I, maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistic yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistik Basrowi dan suwandi 2008,
22.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Universitas Negeri Medan yang berlokasi di Jalan Willem Iskandar, Pasar V - Kotak Pos No. 1589 Medan 20221.
Penetapan Perpustakaan Universitas Negeri Medan sebagai unit analisis dikarenakan Perpustakaan Universitas Negeri Medan memiliki ketersediaan
koleksi grey literature yang cukup besar dan tidak hanya tersedia dalam bentuk tercetak saja tetapi juga dalam bentuk elektronik.
3.3 Proses Penelitian