Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

(1)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PENGOLAHAN GREY LITERATURE DAN KOLEKSI REPOSITORY PADA

PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

dalam bidang Studi Perpustakaan dan Informasi

Oleh:

HARLY CHRISTY M. SIAGIAN

050709040

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN & INFORMASI

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengolahan Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

Oleh : Harly Christy M. Siagian

NIM : 050709040

Pembimbing I : Drs. Belling Siregar, SS. M.Lib

Tanda Tangan : __________________________

Tanggal : __________________________

Pembimbing II : Drs. Syakirin Pangaribuan, SH

Tanda Tangan : _________________________


(3)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengolahan Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

Oleh : Harly Christy M. Siagian

NIM : 050709040

DEPARTEMEN STUDI PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Drs. Jonner Hasugian, M.Si

Tanda Tangan : _________________________

Tanggal : _________________________

FAKULTAS SASTRA

Dekan : Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D

Tanda Tangan : _________________________


(4)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinalitas dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, Juni 2009 Penulis

Harly Christy M. Siagian NIM: 050709040


(5)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

ABSTRAK

Siagian, Harly Christy M., 2009. Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengolahan Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan

Informasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan manajemen pengetahuan grey literature dan koleksi repository, mengetahui prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi repository, dan mengetahui pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara kepada pustakawan yang ada di perpustakaan, yaitu pustakawan bagian pengadaan, pustakawan bagian pengolahan dan pustakawan bagian repository. Data/informasi diperoleh dari pustakawan yang menjadi responden melalui wawancara dalam bentuk pertanyaan terstruktur secara tertulis.

Hasil penelitian diperoleh bahwa Perpustakaan USU memiliki jumlah koleksi grey literature tercetak sebanyak 19.566 judul dan 22.554 eksemplar yang terdiri dari karya ilmiah dosen dan peneliti, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian, prosiding seminar dan lokakarya, pidato pengukuhan guru besar dan pidato rektor. dan koleksi elektronik sebanyak 9.308 judul. Dalam kegiatan pengadaan koleksi grey literature dan repository telah diterapkan manajemen pengetahuan. Melalui penerapan manajemen pengetahuan itu dapat membantu dan memudahkan pustakawan bagian pengadaan bekerja dengan efektif dan efisien. Perpustakaan USU telah menyediakan petunjuk teknis atau standar prosedur operasional untuk membantu dan memudahkan pelaksanaan pekerjaan secara efektif dan efisien.

Dalam kegiatan pengolahan koleksi grey literature tercetak juga sudah menerapkan manajemen pengetahuan. Dengan penerapan manajemen pengetahuan ini kemampuan pustakawan dalam mengorganisasikan bahan pustaka sudah dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur sehingga pelaksanaan semua pekerjaan dapat berjalan dengan cepat dan tepat. Pengolahan koleksi repository juga sudah menerapkan manajemen pengetahuan. Hal ini dapat membantu pustakawan dalam pelaksanaan proses kerja dan penyebaran informasi sehingga koleksi repository tersebut menjadi lebih terorganisir secara efektif dan efisien.

Koleksi repository dapat diakses oleh pengguna bisa berupa abstrak dan teks penuh (fulltext). Pengguna harus terdaftar sebagai anggota pada Web perpustakaan agar dapat mengakses dokumen dalam bentuk teks penuh (fulltext), sedangkan yang tidak terdaftar hanya dapat mengakses abstraknya saja. Format file elektronik yang dilayankan terdiri dari format Hypertext Mark-up Language (HTML) dan Portable Document Format (PDF). Dalam penelusuran koleksi repository dapat dilakukan melalui judul, penulis, penerbit, kata kunci, bahasa, dan tahun sebagai titik akses.


(6)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PENGOLAHAN GREY LITERATURE DAN KOLEKSI REPOSITORY PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima masukan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Belling Siregar, SS, M.Lib, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan serta waktu dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syakirin Pangaribuan, SH selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Jonner Hasugian, M.Si selaku ketua Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.

4. Bapak Drs. Syaifuddin, M.Si selaku dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Dirmansyah selaku dosen penasehat akademik penulis.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang dengan tulus bersedia meregenerasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki. yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah dan menyelesaikan pendidikan di FS USU.

7. Seluruh staf pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini terutama kepada Kepala Divisi Pengadaan, Kepala Sub. Divisi Pengatalogan & Data Bibliografis, serta Kepala dan Staf Sub. Divisi Sistem Automasi.

8. Teristimewa untuk Ayahanda Drs.H.Siagian,M.Si dan Ibunda R.Saragih,S.Pd yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil serta kepercayaan yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.


(7)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Juga kepada ketiga adik penulis yaitu Mart, Calvin dan Rhodo atas bantuan dan dukungannya.

9. Teman-teman seperjuangan yang mendukung terlaksananya skripsi ini, Rosita, Bella, Bina, Ganda, Uli, Margaret, Endang, Juli, Sri, Henny, Evi, Newin, Janfrist, dan Wilman terima kasih atas kerjasama dan bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna seperti yang diharapkan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya yang singkat ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan memperkaya khasanah ilmu perpustakaan dan informasi Indonesia.

Medan, Juni 2009 Penulis,


(8)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup ... 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 6

2.1Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 6

2.2Tujuan, Fungsi dan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 7

2.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 7

2.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 8

2.2.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 9

2.3Manajemen Pengetahuan ... 10

2.3.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan ... 10

2.3.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan ... 12

2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Pengetahuan ... 14

2.3.4 Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 17

2.3.5 Aktivitas Manajemen Pengetahuan ... 18

2.3.6 Model Manajemen pengetahuan ... 20

2.4Koleksi Perpustakaan ... 30

2.5Repository dan Grey Literature ... 32

2.5.1 Repository ... 32

2.5.2 Grey Literature ... 35

2.5.2.1 Pengertian Koleksi Grey Literature ... 35

2.5.2.2 Jenis Dokumen Grey Literature ... 37

2.6Pemilihan Bahan Pustaka ... 38

2.7Pengadaan ... 40

2.8Inventarisasi ... 41

2.9Pengolahan Grey Literature ... 43

2.9.1 Katalogisasi Deskriptif ... 44

2.9.2 Katalogisasi Subjek/Klasifikasi ... 46

2.9.3 Pembuatan Kelengkapan Koleksi ... 48

2.9.4 Penyimpanan dan Penyusunan Koleksi ... 48

2.9.5 Pengolahan Dokumen Elektronik ... 49

2.9.5.1 Proses Digitalisasi Dokumen ... 49

2.9.5.2 Proses Penyimpanan ... 51


(9)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

BAB III METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Lokasi Penelitian ... 54

3.2 Populasi dan Sampel ... 54

3.2.1 Populasi ... 54

3.2.2 Sampel ... 55

3.3Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.4Jenis dan Sumber Data ... 55

3.5Instrumen Penelitian ... 56

3.5.1 Wawancara ... 56

3.5.2 Kisi-Kisi Wawancara ... 58

3.5.3 Prosedur Pelaksanaan Wawancara ... 58

3.5.4 Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN ... 59

4.1 Pengadaan ... 59

4.1.1 Sumber Koleksi Grey Literature ... 59

4.1.2 Pemilihan ... 60

4.1.3 Orang-Orang yang Terlibat dalam Pemilihan ... 61

4.1.4 Prosedur Penerimaan ... 60

4.1.5 Prosedur Kerja Inventarisasi ... 64

4.1.6 Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 66

4.1.7 Keuntungan Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 66

4.2 Pengolahan Grey Literature ... 66

4.2.1 Pedoman Pengatalogan Deskriptif ... 67

4.2.2 Penentuan Tajuk Subjek ... 67

4.2.3 Pedoman pengklasifikasian ... 68

4.2.4 Pedoman Entri Data ... 68

4.2.5 Prosedur Pengolahan Koleksi Grey Literature ... 69

4.2.6 Titik Akses ... 73

4.2.7 Prosedur Pembuatan Kelengkapan Koleksi ... 73

4.2.8 Prosedur Kerja Penyimpanan Koleksi ... 74

4.2.9 Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 74

4.2.10 Keuntungan Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 74

4.3 Pengolahan Repository ... 75

4.3.1 Pedoman Pengolahan ... 75

4.3.2 Prosedur Pengolahan ... 76

4.3.3 Isi Dokumen yang Dilayankan ... 82

4.3.4 Format File ... 82

4.3.5 Langkah-Langkah Penelusuran ... 82

4.3.6 Titik Akses ... 83

4.3.7 Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 83

4.3.8 Keuntungan Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 83

BAB V KESIMPULAN & SARAN ... 85

5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 86


(10)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel – 1 : Perbedaan File Base Approach dan Database Approach ... 51

Tabel – 2 : Kisi – Kisi Wawancara ... 58

Tabel – 3 : Jumlah Koleksi Digital (USU Repository) ... 60


(11)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak dibicarakan perkembangan manajemen pengetahuan yang menurut para profesi informasi dan perpustakaan bukan lagi merupakan konsep baru. Berbagai definisi manajemen pengetahuan juga telah dikemukakan oleh sejumlah ahli sesuai dengan lingkungan kerja, institusi dan kebutuhannya masing-masing. Salah satunya adalah yang dikemukakan Natarajan dan Shekar dalam Mangkuprawira (2008 : 1) bahwa:

Manajemen Pengetahuan didefinisikan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi.

Manajemen pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan eksplisit yang sudah terdokumentasi/terformalisasi (dikodifikasi) dalam dokumen dan database, dan pengetahuan implisit/tacit yang berwujud dalam pendidikan dan keterampilan kerja. Pengetahuan tacit/implisit atau disebut juga pengetahuan yang tidak terstruktur tersimpan dalam pengalaman individu dan faktor-faktor tak berwujud, seperti kepercayaan pribadi, perspektif, dan sistem nilai. Pengetahuan tacit susah untuk diartikulasikan dengan bahasa formal, isinya mencakup pemahaman pribadi, intuisi, dan firasat. Contohnya gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/ kemahiran, dan sebagainya. Sebelum dikomunikasikan pengetahuan tacit harus diubah dalam bentuk kata-kata, model, atau angka-angka yang dapat dipahami.

Pengetahuan eksplisit atau sering disebut pengetahuan formal dapat disampaikan dalam bahasa, juga termasuk nomor dan kata, tanda matematika, spesifikasi, manual, dan lainnya. Contohnya manual, buku, laporan penelitian, artikel, dokumen, surat, file-file elektronik, dsb. Pengetahuan eksplisit juga siap disebar pada yang lainnya, selain itu pengetahuan eksplisit dapat dengan mudah diproses oleh komputer, alat elektronik, atau basis data penyimpanan.


(12)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Berdasarkan uraian pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit di atas maka dapat dinyatakan bahwa grey literature (literatur kelabu) merupakan salah satu contoh pengetahuan eksplisit. Grey literature (literatur kelabu) merupakan salah satu jenis koleksi di perpustakaan perguruan tinggi yang terdiri dari laporan ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, makalah seminar, terbitan pemerintah dan sebagainya. Menurut Cathy Outten (2003:1) bahwa:

Gray Literature or “Grey Literature” is literature (often of a scientific or technical nature) that is not available through the usual bibliographic sources such as databases or indexes. It can be both in print and, increasingly, electronic formats. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa grey literature (literatur kelabu) adalah tulisan (merupakan laporan teknis dan ilmiah) baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik yang tidak tersedia di dalam sumber bibliografi sebagai pangkalan data atau indeks.

Koleksi grey literature (literatur kelabu) dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan serta bermanfaat bagi pelaksana penelitian selanjutnya sehingga perlu dikelola dengan baik. Setiap perpustakaan mempunyai cara dan peraturan masing-masing dalam mengelola koleksi ini, namun prosedur antara yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Kegiatan pengolahan grey literature (literatur kelabu) itu sendiri dimulai dari proses penerimaan, inventarisasi, katalogisasi, klasifikasi, sampai koleksi grey literature tersebut siap disajikan kepada pengguna.

Dalam kegiatan pengolahan koleksi grey literature, perpustakaan dapat menerapkan manajemen pengetahuan, karena manajemen pengetahuan dipandang sebagai cara efektif dalam pengorganisasian dan penyediaan informasi dan pengetahuan bagi sivitas akademika. Bagi perpustakaan manajemen pengetahuan bukanlah hal yang baru dan aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktifitas keseharian di perpustakaan yang meliputi pengadaan dan perekaman, penyaringan, pengorganisasian, penyimpanan, penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan. Konsep manajemen pengetahuan dapat diintegrasikan dalam hal pemerolehan, pengorganisasian, pemeliharaan, dan pendistribusian pengetahuan yang menyangkut lembaga induknya sehingga dengan penerapan manajemen pengetahuan ini sejumlah dokumen yang tergolong grey literature dapat mengalir ke perpustakaan dan dapat segera dimuat pada situs web seperti yang telah dilakukan oleh sejumlah perpustakaan selama ini.


(13)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Sebagai salah satu perpustakaan perguruan tinggi, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara tidak luput dari keharusan untuk melengkapi koleksinya dengan koleksi grey literature (literatur kelabu). Hal ini erat hubungannya dengan fungsi perpustakaan perguruan tinggi sebagai pusat deposit terbitan Universitas Sumatera Utara baik berbentuk tercetak maupun elektronik. Melalui observasi awal, jumlah koleksi grey literature sebanyak 19.566 judul dan 22.554 eksemplar yang terdiri dari skripsi, tesis, disertasi, karya ilmiah dosen, laporan penelitian, terbitan pemerintah, pidato pengukuhan guru besar, pidato rector, prosiding. Koleksi grey literature ini terdapat dalam dua bentuk yaitu tercetak dan elektronik. Dalam kegiatan pengolahan grey literature dilaksanakan oleh 17 orang. Untuk pengolahan grey literature tercetak dilakukan sesuai dengan peraturan pengolahan buku (monograf). Setelah grey literature diterima langsung diberikan stempel/cap milik perpustakaan kemudian diinventarisasi, yaitu diberikan stempel inve ntaris, nomor inventaris, nomor barcode, memasukkan nomor barcode ke komput er, setelah itu barulah diklasifikasi dan dikatalog kemudian disimpan atau ditempatkan pada layanan deposit. Sedangkan untuk bentuk elektroniknya, grey literature tercetak dikonversi ke bentuk digital dan ditempatkan pada database perpustakaan yang dapat diakses melalui internet. Koleksi grey literature yang tercetak disimpan atau ditempatkan pada satu ruangan pada layanan deposit yang berada di lantai IV Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan grey literature yang elektronik ditempatkan pada USU Repository yang dapat diakses dalam bentuk teks penuh melalui situs web perpustakaan. Dalam pengolahan koleksi grey literature timbul pertanyaan apakah manajemen pengetahuan telah diterapkan dalam pengolahan koleksi tersebut?

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih mendetail mengenai pengolahan koleksi grey literature yang dimiliki dan melihat penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Untuk itu penulis menetapkan judul penelitian “Penerapan

manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.”

Penetapan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara sebagai unit analisis dikarenakan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara memiliki ketersediaan koleksi grey literature yang cukup besar dan signifikan dibandingkan dengan perpustakaan


(14)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

perguruan tinggi lainnya ditambah lagi koleksi tersebut tidak hanya tersedia dalam bentuk tercetak saja tetapi juga dalam bentuk elektronik.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimanakah penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara?” Rumusan masalah di atas dirinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah pengolahan grey literature dan koleksi repository di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dilaksanakan?

2. Apakah manajemen pengetahuan diterapkan didalamnya?

3. Bagaimanakah prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi repository?

4. Apakah pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengolahan grey literature dan koleksi repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

2. Mengetahui penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository.

3. Mengetahui prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi repository. 4. Mengetahui pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan

koleksi repository.


(15)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan, serta pemahaman tentang manajemen pengetahuan dan pengolahan grey literature.

2. Peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya dengan topik yang berhubungan.

3. Perpustakaan USU, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan manajemen pengetahuan untuk mengolah grey literature.

1.5Ruang Lingkup

Untuk memudahkan penyelesaian penelitian ini dan sebagai pedoman penulisan, penulis memberikan batasan ruang lingkup penelitian yang mencakup:

1. Konsep manajemen pengetahuan yang luas dan kompleks, maka penelitian ini dibatasi hanya pada pengolahan pengetahuan eksplisit saja.

2. Koleksi grey literature dan pengolahannya pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.


(16)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1Perpustakaan Perguruan Tinggi

Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada lembaga pendidikan atau badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Yang termasuk perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan jurusan, fakultas, universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi.

Untuk memperjelas pengertian perpustakaan perguruan tinggi, penulis mengutip beberapa pendapat tentang pengertian perpustakaan perguruan tinggi.

Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004 : 3), dinyatakan bahwa “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya, berperan serta dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya.”

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 51), “Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu tercapainya tujuannya.”

Selain kedua pendapat di atas, Sutarno (2006 : 35) menyatakan bahwa “perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang mencakup universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan lain sebagainya yang tugas dan fungsi utamanya adalah menunjang proses pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi)”.


(17)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu tercapainya visi, misi dan tujuan perguruan tingginya.

2.2Tujuan, Fungsi dan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Pendirian perpustakaan perguruan tinggi sudah tentu dengan maksud atau tujuan tertentu yang sesuai dengan tujuan perguruan tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung. Menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 52), bahwa tujuan perpustakaan perguruan tinggi secara umum adalah:

1. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi.

2. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referens) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan pengajar.

3. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan.

4. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai. 5. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan

perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.

Selain pendapat di atas, Sjahrial-Pamuntjak (2000 : 4) mengemukakan bahwa: Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan membantu perguruan tinggi dalam

program pengajaran. Sebagai unsur penunjang tri dharma perguruan tinggi tersebut, perpustakaan merumuskan tujuannya sebagai berikut:

1. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa, dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi.

2. Mengadakan buku, jurnal dan merawat pustaka lainnya yang diperlukan untuk penelitian sejauh mana dana tersedia.

3. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika.

4. Menyediakan sarana bibliografi yang ada untuk menunjang pemakaian pustaka.

5. Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan pelatihan penggunaan pustaka.

6. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan.

Dari kedua uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi semua kebutuhan sivitas akademika akan


(18)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

informasi yang dibutuhkan dalam mendukung pencapaian prestasi pada lingkungan akademik maupun pada pengabdian masyarakat selanjutnya.

2.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi

Sebagai unsur penunjang perguruan tinggi dalam melaksanakan Tridharma perguruan tinggi yang diembannya, sudah tentu perpustakaan harus dapat melaksanakan fungsinya dengan baik agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 3) fungsi perpustakaan adalah:

a. Sebagai sarana simpan karya manusia b. Sebagai sumber informasi (fungsi informasi) c. Sebagai sarana rekreasi (fungsi rekreasi) d. Sebagai sarana pendidikan (fungsi pendidikan)

e. Sebagai sarana pengembangan kebudayaan (fungsi kultural)

Selain pendapat di atas, dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004 : 3), dinyatakan bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

1. Fungsi edukasi

Perpustakaan merupakan sumber belajar para sivitas akademika, oleh karena itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

2. Fungsi informasi

Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi.

3. Fungsi riset

Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.

4. Fungsi rekreasi

Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi pengguna perpustakaan.

5. Fungsi publikasi

Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi yakni sivitas akademika dan staf non akademik.


(19)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.

7. Fungsi interpretasi

Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah sebagai sumber informasi untuk mendukung kegiatan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar, materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran dan riset penelitian, serta sarana untuk menyimpan dan publikasi seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi.

2.2.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi

Untuk mencapai tujuan dan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tugas yang harus dilaksanakan. Rompas dalam Huda (2007 : 8) menyatakan bahwa tugas pokok perpustakaan dapat dibagi atas 4 kelompok berikut:

a. Mengumpulkan, mengadakan buku dan berbagai penerbitan tertulis dan terekam.

b. Mengolah berupa diklasifikasi, dikatalog, dan sebagainya bahan pustaka tersebut agar siap dipakai oleh orang yang akan memakainya.

c. Menyimpan, memelihara, dan merawat koleksi bahan pustaka. d. Memberi pelayanan dan informasi yang disediakan.

Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1999 : 5) tugas perpustakaan perguruan Tinggi adalah:

Menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, merawat pustaka serta mendayagunakan baik bagi sivitas akademika maupun masyarakat di luar kampus.

Adapun tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah:

1. Mengikuti perkembangan serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran.

2. Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam rangka studinya.

3. Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan berusaha menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi peneliti. 4. Kemutakhiran koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik


(20)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

5. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan pengguna mengakses

perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan lokal (intranet) maupun global (internet) dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi yang diperlukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah mengumpulkan, mengolah, memelihara dan merawat pustaka serta menyebarluaskan dan mendayagunakan pustaka dengan memberikan fasilitas dalam mengakses pustaka yang tersedia dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi pengguna.

2.3 Manajemen Pengetahuan

2.3.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan

Definisi manajemen pengetahuan masih beragam antar berbagai ahli. Dalam makalahnya “The ABC’s of Knowledge Management” Santosus dan Jon (2005 : 1) menyatakan“Unfortunately, there’s no universal definition of KM, just as there’s no

agreement as to what constitutes knowledge in the first place. For this reason, it’s best to think of KM in the broadest context”

Pendapat di atas menerangkan bahwa tidak ada definisi manajemen pengetahuan yang universal, sama halnya dengan tidak adanya kesepakatan seperti apa yang membuat pengetahuan menjadi hal utama. Karena itu manajemen pengetahuan sebaiknya dipikirkan pada konteks yang lebih luas. Secara sederhana, mereka mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai keseluruhan proses membangkitkan nilai organisasi dari modal intelektual organisasi dan aset berbasis pengetahuan.

Manajemen pengetahuan berakar pada banyak sekali disiplin ilmu, dengan demikian banyak sekali definisi mengenai manajemen pengetahuan. Definisi itu juga makinbervariasi dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Cara pandang terhadap pengetahuan juga menentukan definisi manajemen pengetahuan tersebut.

Beberapa dari definisi tersebut diantaranya seperti yang dikemukakan oleh

Widayana (2005 : 5) bahwa:

Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.


(21)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Definisi lain tentang manajemen pengetahuan dikemukakan pula oleh Turban dalam Aripradono (2008 : 5) bahwa “manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang membantu organisasi melakukan identifikasi, seleksi, organisasi, penyebaran dan transfer informasi penting dan keahlian yang merupakan bagian dari memori organisasi.”

Selain kedua pendapat di atas, Horwitch dan Armacost dalam Sangkala (2007:6) mendefinisikan:

Manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.

Untuk melengkapi pengertian-pengertian di atas, Indrajit dalam Mahardhika (2007 : 1) mengemukakan bahwa:

Manajemen pengetahuan merupakan suatu konsep yang berpijak pada kesadaran akan pentingnya mengelola aset pengetahuan, baik yang bersifat tacit (berada di masing-masing individu) maupun eksplisit (tersebar di berbagai dokumen) yang dimiliki perusahaan. Inti pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pengetahuan yang dimiliki atau terdapat pada perusahaan dikumpulkan, disimpan, diorganisasikan, disintesakan, disebarkan, dimanfaatkan, dan didayagunakan seoptimal mungkin bagi individu untuk meningkatkan kinerja bisnis.

Keempat uraian di atas memiliki kesamaan yaitu mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu sistem yang dibuat untuk membantu organisasi dalam melakukan penciptaan, pendokumentasian, pengumpulan, penyimpanan, penggolongan, pemanfaatan dan penyebaran serta pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat sehingga mudah digunakan kapan pun diperlukan oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.

2.3.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan

Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Webster Online Dictionary (2008 : 2) manfaat manajemen pengetahuan adalah:

1. They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This explicit knowledge consists of all documents, accounting records, and data stored in computer memories. This information must be widely and easily available for an organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent that it is able to do this.


(22)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

2. They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This “how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify these “best practices”, store them, and disseminate them through-out the organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive employee turnover. It makes tacit knowledge explicit.

3. They can also perform an explicitly strategic function. Many feel that in a fast changing business environment, there is only one strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible with an adaptive system like a KMS which creates learning loops that automatically adjust the organizations knowledge base every time it is used.

4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply chain with the use of extranet based knowledge portals.

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah: 1. Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan,

analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit. Pengetahuan eksplisit yang dimaksud terdiri dari seluruh dokumen dan data yang disimpan disimpan di komputer. Informasi ini harus secara menyeluruh dan dengan mudah tersedia untuk kelangsungan organisasi.

2. Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan implisit. Pengetahuan implisit yang dimaksud terdiri dari prosedur informal dan tidak terekam, latihan dan keahlian. Pengetahuan ini penting karena dapat menunjukkan kompetensi pegawai.

3. Dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Banyak yang merasakan bahwa dalam perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat, hanya ada satu manfaat strategis yang benar-benar dapat bertahan yaitu untuk membangun suatu organisasi agar selalu waspada, gesit dan dapat mengatasi segala perubahan. Ketangkasan ini hanya mungkin dilakukan dengan mengadaptasi suatu sistem seperti manajemen pengetahuan yang menciptakan lingkaran pembelajaran yang secara otomatis menyesuaikan dasar pengetahuan organisasi setiap kali digunakan.


(23)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

4. Ketiga manfaat yang disebutkan di atas dapat diperluas dengan menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah untuk memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Dan manfaat ini dapat diperluas dengan menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.

Menurut Frappaolo dan Toms dalam Dewiyana (2008 : 10), fungsi aplikasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:

1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia

dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match) kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien.

2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat

penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin.

Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan.

3. Internalization: adalah pengambilan” (extraction) pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka, fungsi ini mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan.

4. Cognition adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang

didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu.

5. Measurement, yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur,

memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan (repository) eksternal.

2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Pengetahuan

Konsep manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup yang luas meliputi teknologi informasi, dukungan dari pihak manajemen, budaya, strategi dan tujuan, struktur organisasi, motivasi dan manajemen sumber daya manusia.


(24)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Terdapat beberapa faktor atau kata kunci dalm rangka mengimplementasikan konsep manajemen pengetahuan dalam perpustakaan, yakni:

1. Creation

Sebagai media untuk melakukan transfer pengetahuan, perpustakaan tidak menciptakan pengetahuan. Namun perpustakaan memiliki andil dalam proses pemicu berkembangnya pengetahuan. Dengan adanya perpustakaan, pengetahuan dari pengguna perpustakaan akan bertambah.

Hal ini akan mendukung proses pengembangan pengetahuan. Sehingga bila dihubungkan dengan konsep creation, perpustakaan harus mampu menjadi pemicu (trigger) bagi perkembangan pengetahuan para penggunanya.

2. Utilization

Konsep utilization berhubungan dengan utilisasi dari sistem itu sendiri. Dalam hal ini, utilisasi sistem perpustakaan adalah bagaimana tingkat utilitas atau pemakaian dari perpustakaan. Seberapa tinggi tingkat utilitasnya, tergantung pada seberapa sering pengguna (user) memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Misalnya, dengan koleksi buku-buku yang lengkap.

3. Storing

Konsep storing adalah salah satu proses transfer pengetahuan. Dalam hal ini perpustakaan harus mampu menyediakan pelayanan yang memuaskan bagi pengunjung, seperti prosedur yang tidak rumit untuk pembuatan kartu anggota dan peminjaman, pelayanan yang cepat, keramahan dari petugas perpustakaan serta didukung oleh fasilitas yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengunjung.

4. Acquisition

Acquisition berarti kemahiran. Dalam hal ini, transfer pengetahuan yang

diberikan oleh perpustakaan harus mampu memberikan nilai tambah bagi pengunjungnya. Kemahiran dalam hal ini adalah tingkat pemahaman tentang suatu bidang ilmu yang makin bertambah, bertambahnya ketrampilan terutama dalam hal membaca dan menulis.

5. Distribution/sharing

Berdasarkan konsep ini, perpustakaan harus mampu berfungsi sebagai transfer pengetahuan. Artinya, bagaimana mentransfer pengetahuan yang ada dalam buku-buku ke dalam pemikiran penggunanya. Perpustakaan harus mampu memberikan kondisi dimana proses transfer pengetahuan dapat berjalan dengan sempurna.

6. Structure

Konsep struktur mengarah tentang bagaimana struktur transfer pengetahuan. Perpustakaan harus mampu mendesain struktur yang benar-benar mendukung tujuan utama, yaitu transfer pengetahuan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa agar business prosess tidak terlalu panjang dan tidak menghabiskan banyak waktu.

7. Technology

Teknologi adalah suatu alat (tool) yang digunakan dalam mengembangkan sistem perpustakaan. Perkembangan teknologi informasi akan memberikan kemudahan kepada pengguna perpustakaan dan sistem


(25)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

pelayanannya. Perpustakaan harus menggunakan keunggulan teknologi informasi jika tidak ingin tertinggal. Beberapa bagian penting dari teknologi informasi yang diperlukan meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan jaringan (network). Perangkat keras yang diperlukan dalam sistem perpustakaan antara lain, CPU, storage, media penghubung, kabel dan lain-lain. Perangkat lunak yang diperlukan adalah program untuk sistem perpustakaan. Namun tanpa membangun jaringan dengan dunia luar, perpustakaan ibarat ”katak dalam tempurung”.

8. Measurement

Diperlukan pengukuran untuk mengetahui apakah implementasi KM telah berlangsung dengan baik. Konsep ini mengarah kepada pengukuran secara kuantitatif. Dengan parameter yang jelas.

9. Organizational Design

Konsep ini mengarah kepada struktur organisasi perpustakaan. Struktur oraganisasi perpustakaan harus berorientasi pada kebutuhan. Artinya jangan sampai struktur dibuat terlalu birokratis dan terlalu banyak jabatan yang kurang perlu. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis jabatan (job analysis). Hal ini akan menghilangkan jabatan-jabatan yang kurang perlu. Dengan demikian, efektifitas dan efisiensi sistem organisasi dapat tercapai.

10. Culture

Perpustakaan harus memiliki kontribusi dalam menumbuhkembangkan budaya. Sesuai dengan kapasitasnya, perpustakaan harus mampu menumbuhkan nilai budaya membaca yang masih kurang di Indonesia.

Kemudian kesepuluh faktor di atas dibagi atas dua lapisan yaitu:

Manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup dua lapisan. Lapisan pertama adalah proses (process) meliputi utilization, storing, acquisition, distribution/sharing dan creation. Lapisan kedua meliputi structure, technology, measurement, organizational design, dan culture. Kedua lapisan tersebut terintegrasi membentuk ruang lingkup knowledge management. (Finerty dalam Muttaqien, 2006 : 9)

Selain pendapat di atas, Bennet dalam Fajar (2009 : 9), menyatakan bahwa terdapat 5 kategori ruang lingkup manajemen pengetahuan diantaranya adalah:

1. Teknologi: berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu memberdayakan, memfasilitasi dan menyebarluaskan inovasi keseluruh organisasi.

2. Isi (Content): berkaitan dengan nilai, relevansi dan keadaan informasi yang terkini

3. Proses: berkaitan dengan pengelompokan, pengumpulan, penyelarasan (synchronize), menganalisa dan penyebaran informasi.

4. Budaya (culture): berkaitan dengan komitmen, memberikan informasi ke orang lain (sharing), saling bertukar (exchange) dan membangun hubungan (relationship).

5. Pembelajaran (Learning): berkaitan dengan membangun kontekstual, membuat dan mengembangkan proses transfer ilmu.


(26)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Dari kedua pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan yaitu ruang lingkup manajemen pengetahuan terdiri atas proses, teknologi dan budaya. Perbedaannya adalah terdapat beberapa penambahan kategori yang meliputi struktur, ukuran, desain organisasi, isi (content), dan pembelajaran (learning).

2.3.4 Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan

Ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan di organisasi. Dewiyana (2008 : 12) menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut adalah:

1. People aspects, yaitu terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen, motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi seluruh pegawai (share knowledge to creating value through social interaction).

2. Process aspects, yaitu terdiri dari proses inovasi, continues improvement, dan perubahan radikal seperti reengineering.

3. Technology aspects, yaitu terdiri dari informasi dan decision support system, knowledge-based system, dan data mining system.

Pendapat di atas menguraikan bahwa ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan, yaitu orang, proses, dan teknologi. Ketiga aspek tersebut saling berhubungan, saling mempengaruhi dan saling melengkapi.

Menurut Sangkala (2007 : 201) terdapat sepuluh langkah strategi untuk menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain:

1. Analisis infrastruktur yang ada

2. Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis 3. Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan

4. Mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada 5. Mendesain tim manajemen pengetahuan

6. Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan 7. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan 8. Prototipe dan uji coba

9. Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan

10.Evaluasi kinerja, mengukur roi, dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.

Sedangkan menurut Brooking dalam Dewiyana (2008 : 15), ada empat langkah strategis aplikasi manajemen pengetahuan di perpustakaan, yaitu:

1. Identify knowledge, yaitu mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan

fungsinya yang sebenarnya.

2. Audit knowledge yaitu mengidentifikasi pengetahuan optimal yang


(27)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

3. Document knowledge, yaitu mendokumentasikan asset pengetahuan

menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan. 4. Disseminate knowledge, yaitu menyebarkan pengetahuan

Kedua pendapat di atas dapat mengindikasikan bahwa strategi penerapan manajemen pengetahuan terdiri dari mengidentifikasi, mengaudit dan mendokumentasikan asset pengetahuan yang ada, kemudian membangun infrastruktur komunikasi menggunakan metode dan alat-alat modern untuk penyebaran dan pengaksesan ke sumber informasi dan pengetahuan baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

2.3.5 Aktivitas Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan bagi perpustakaan sebenarnya bukan hal yang baru. karena aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktivitas keseharian di perpustakaan dan semua aktivitas manajemen pengetahuan identik dengan kegiatan rutin di perpustakaan yang meliputi pengadaan, penyaringan, pengorganisasian, penyimpanan, penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan.

Menurut definisi konsultan internasional terkemuka Accenture yang dikutip oleh Kaham (2008 : 1), manajemen pengetahuan adalah “suatu proses pengelolaan sistematis yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian informasi, pengetahuan, dan pengalaman untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.”

Sedangkan Sangkala (2007 : 95) menyatakan bahwa “aktivitas utama manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, akuisisi pengetahuan, transfer dan pengubahan pengetahuan, serta penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan.”

Selain itu Davenport et.al dalam Setiarso (2007 : 4) menjelaskan sasaran umum dari sistem knowledge management dalam praktek adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan knowledge : knowledge diciptakan begitu manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi;

2. Menangkap knowledge : knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal;

3. Menjaring knowledge : knowledge baru harus ditempatkan dalam konteks agar dapat ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kedalaman manusia (kualitas tacit) yang harus ditangkap bersamaan dengan fakta explicit;


(28)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

4. Menyimpan knowledge : knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya;

5. Mengolah knowledge : seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat.

6. Menyebarluaskan knowledge : knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat.

Dari ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa aktivitas manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, pengadaan dan perekaman pengetahuan, penyaringan pengetahuan, pengorganisasian pengetahuan, penyimpanan pengetahuan, penyebaran dan akses pengetahuan, dan pemanfaatan pengetahuan.

Dalam melaksanakan aktivitas manajemen pengetahuan di atas tentunya diperlukan pegawai yang mampu melaksanakan seluruh aktivitas tersebut. Kompetensi yang dianggap esensial untuk memasuki ruang lingkup manajemen pengetahuan sebagaimana yang dikemukakan oleh praktisi terkemuka dari Amerika dan Eropa pada Chief Knowledge Officers Summit tahun 2000 dalam Kamil (2005:20) adalah:

• Kemampuan untuk belajar.

• Memiliki prakarsa diri.

• Mampu bekerja sama dalam sebuah kelompok.

Intellectual linking: mampu bekerja dengan melihat fungsi dan kebutuhan

organisasi secara keseluruhan.

• Memiliki rasa rendah hati dalam artian memahami bahwa orang lain mungkin mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui dan kita mampu belajar dari kesalahan kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan fokus akan hasil akhir.

• Kemampuan untuk menangani masalah kompleks.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen pengetahuan dibutuhkan suatu kompetensi yang terdiri dari adanya kemampuan untuk belajar, mampu bekerja sama, memiliki prakarsa diri dan intellectual linking, serta mampu untuk menangani masalah yang kompleks.

2.3.6 Model Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan kompleksnya bidang manajemen pengetahuan ini para ahli mencoba membangun model


(29)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam sistem pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System (KMS). Sebagian besar organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelola pengetahuannya, yaitu – Manusia (People), Proses (Process), dan Teknologi (Technology). Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi.

Salah satu model manajemen pengetahuan dikemukakan oleh Oluic-Vukovic dalam Elita (2005 : 11) yaitu:

yang menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan yaitu pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model ini melingkup i lebih lengkap lagi cakupan aktifitas yang dilibatkan dalam aliran pengetahuan organisasi.Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information Management dan KnowledgeManagement.

Selain model di atas, Liebowitz dalam Sulistyo-Basuki (2007 : 2) menyatakan bahwa:

Membuat model KM pengolahan informasi yang memusatkan pada proses yang berkaitan dengan perolehan, kodifikasi, distribusi dan pendayagunaan pengetahuan terutama pengetahuan eksplisit serta proses yang diasosiasikan dengan menerjemahkan pengetahuan implisit menjadi pengetahuan eksplisit.”

Menurut von Kroogh and Roos, Nonaka and Takeuchi, Choo, Wigg, Boisot, dan

Complex Adaptive System yang dikutip oleh Keramati dan Sarami (2008:4) terdapat 6 model manajemen pengetahuan, yaitu:

1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology

The von Krogh and Roos KM model takes an organizational epistemology approach and emphasizes that knowledge resides both in the minds of individuals and in the relations they form with other individuals.

2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model

The Nonaka and Takeuchi KM model focuses on knowledge spirals that explain the transformation of tacit knowledge into explicit knowledge and then back agains as the basis for individual, group, and organizational innovation and learning.


(30)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

3. The Choo sense-making KM Model

Choo has described a model of knowledge management that stresses sense making, knowledge creation and decision making concepts, bounded rationality. The Choo KM model focuses on how information elements are selected and subsequently fed into organizational actions.


(31)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Build Knowledge

Hold Knowledge

Pool Knowledge

Use Knowledge

Learn from personal experience Formal education & training Intelligence sources Media, books

In people In tangible forms KM system (intranet, dbase) Group of people

In work context

Embedded in work processes

In the sense-making stage; one attempts to make sense of the information streaming in from the external environment.

Knowledge creating may be viewed as the transformation of personal knowledge between individuals through dialogue, discourse, sharing, and storytelling.

Decision making is situated in rational decision-making models that are used to identify and evaluate alternatives by processing the information and knowledge collected to date.

4. The Wiig Model for Building and using knowledge

The Wiig KM model is based on the principle that in order for knowledge to be useful and valuable, it must be organized through a form of semantic network that is connected, congruent, and complete, and that has perspective and purpose.

5. The Boisot I-Space KM Model

The Boisot KM model is based on the key concept of an information good that differs from a physical asset. Boisot distinguishes information from data by emphasizing that information is what an observer will extract from data as a function of his or her expectations or prior knowledge.


(32)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Phase Name Description

1 Scanning Identifying threats and opportunities in generally available but often fuzzy data—i.e., weak signals. Scanning patterns such data into unique or idiosyncratic insights that then become the possession of individuals or small groups. Scanning may be very rapid when the data is well codified and abstract and very slow and random when the data is uncodified and context-specific

2 Codification The process of giving structure and coherence to such insights—i.e., codifying them. In this phase they are given a definite shape and much of the uncertainty initially associated with them is eliminated. Problem∫solving

initiated in the uncodifiedregionof the I∫Space is often

both risky and conflict∫laden.

3 Abstraction Generalizing the application of newly codified insights to a wider range of situations. This involves reducing them to their most essential features–i.e., conceptualizing them. Problem solving and abstraction often work in tandem

4 Diffusion Sharing the newly created insights with a target

population. Thediffusion of well codified and abstract data to a large population will be technically less problematic than that of data which is uncodifiedand context–specific. Only a sharing of context by sender and receiver can speed up the diffusion of uncodifieddata; the probability of a shared context is inversely achieving proportional to population size.

5 Absorption Applying the new codified insights to different situations in a “learning by doing”or a “learning by using”fashion. Over time, such codified insights come to acquire a penumbra of uncodifiedknowledge which helps to guide their application in particular circumstances.

6 Impacting The embedding of abstract knowledge in concrete

practices. The embedding can take place in artifacts, technical or organizational rules, or in behavioral practices. Absorption and impact often work in tandem.


(33)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Organizational intelligence

Shared purpose

Multi-dimensionality

Knowledge centricity

Optimum complexity

Selectivity

Permeable boundaries

Creativity Complexity Change

flow

The ICAS (intelligent complex adaptive systems) is a conceptual model developed to bring out the most important capabilities necessary to live and contribute in an unpredictable, dynamic, and complex society.

Keenam model di atas dapat diartikan sebagai berikut:

1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology

Model manajemen pengetahuan The von Krogh and Roos menggunakan pendekatan epistemology organisasi dan menekankan bahwa pengetahuan berada dalam pikiran individu dan dalam hubungan yang mereka bentuk dengan individu lainnya.

2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model

The Nonaka and Takeuchi menekankan pada spiral pengetahuan yang menjelaskan transformasi dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit dan kemudian kembali lagi sebagai dasar inovasi dan pengetahuan bagi individu, group, dan organisasi.

3. The Choo sense-making KM Model

Model manajemen pengetahuan ini menekankan pada sense-making (masuk akal), penciptaan pengetahuan dan konsep pengambilan keputusan, yang


(34)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

masuk akal. Model KM Choo fokus pada bagaimana unsur-unsur informasi dipilih dan sesudah itu dimasukkan dalam tindakan organisasi.

Pada tahap sense-making dibuat satu usaha untuk dapat dimengerti menyangkut arus informasi dari dalam lingkungan eksternal.

Penciptaan pengetahuan dapat dipandang sebagai perubahan bentuk dari pengetahuan pribadi antar individu melalui dialog, ceramah, sharing, dan berceritera.

Pengambilan keputusan diposisikan dalam model pengambilan keputusan yang masuk akal yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi dengan mengolah pengetahuan dan informasi yang dikumpulkan sampai saat ini.

4. The Wiig Model for Building and using knowledge

Model ini didasarkan pada prinsip bahwa agar pengetahuan menjadi berguna dan bernilai, pengetahuan itu harus diorganisir melalui suatu bentuk dari jaringan semantik yang berhubungan, sama dan sebangun, dan lengkap, serta memiliki prospek dan tujuan.

5. The Boisot I-Space KM Model

Model ini didasarkan pada konsep bahwa informasi berbeda dari aset fisik. Boisot membedakan informasi dari data dengan menekankan bahwa informasi adalah hasil ekstrak dari data yang merupakan pra-pengetahuan. 6. Complex Adaptive System Models of KM

ICAS (intelligent complex adaptive system) adalah suatu model konseptual yang dikembangkan untuk menunjukkan kemampuan terpenting untuk hidup dan menyumbang dalam suatu masyarakat yang tidak dapat diramalkan, dinamis, dan kompleks.

Karakter dibutuhkan untuk sukses dan bertahan: 1. Organizational intelligence

2. Shared purpose 3. Selectivity

4. Optimum complexity 5. Permeable boundaries 6. Knowledge centricity


(35)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

7. Flow

8. Multidimensionality

Ketika diterapkan pada organisasi, Wigg memperluas pandangan kecerdasan/inteligen ini dan mempertimbangkan kemampuan seseorang untuk berpikir, memberi alasan, memahami, dan bertindak. Ia menganggap kecerdasan/inteligen yang dipergunakan dalam organisasi yang meliputi kemampuan untuk menginovasi, memperoleh pengetahuan, dan menerapkan pengetahuan itu pada situasi yang relevan. (Dari suatu sudut pandang organisasi, pekerja dan organisasi mereka dapat memperlihatkan perilaku cerdas)

Proses pengelolaan pengetahuan (Knowledge Management System Process) dalam organisasi terdiri dari 7 proses (Asro, 2008 : 4), yaitu:

1. Penetapan Sasaran Pengetahuan.

Tujuan proses ini adalah menentukan jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan oleh suatu organisasi. Jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan tersebut dapat diketahui dengan melihat: 1) Sasaran dan strategi

organisasi; 2) Kelemahan organisasi; 3) Key sucess factor organisasi; 4) Value chain organisasi. Penjelasannya adalah sbb: Pada dasarnya setiap

organisasi (baik itu berupa perusahaan, unit kerja dalam perusahaan maupun organisasi sosial) memiliki sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut, organisasi menyusun suatu strategi. Agar strategi bisa berjalan, organisasi membutuhkan berbagai sumber daya termasuk sumber daya pengetahuan. Jadi, pengetahuan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi dapat diperoleh dengan melihat sasaran dan strategi organisasi tersebut. Selain itu, pengetahuan yang diperlukan oleh organisasi juga dapat diketahui dengan melihat apa yang menjadi kelemahan organisasi tersebut dibandingkan dengan pesaingnya, hal ini disebabkan pengetahuan yang seharusnya diperlukan tetapi tidak dimiliki organisasi akan menjadi kelemahan organisasi tersebut. Selain itu, identifikasi pengetahuan yang diperlukan oleh organisasi dapat juga dilakukan dengan melihat faktor kunci sukses (key success factor – KSF) dari organisasi tersebut. KSF merupakan faktor-faktor yang harus dimiliki suatu organisasi agar bisa menjadi pemain yang diperhitungkan. Jadi dengan mengetahui KSF, dapat diidentifikasi ragam pengetahuan yang diperlukan. Pendekatan lainnya untuk mengetahui pengetahuan yang diperlukan organisasi adalah dengan memanfaatkan diagram rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh Michael Porter. Dalam rantai nilai, terdapat 5 kegiatan utama (primary activities) dan 4 kegiatan pendukung (support activities). Masing-masing kegiatan memiliki indikator kinerja. Kinerja tersebut bisa dicapai jika organisasi tersebut memiliki pengetahuan yang yang diperlukan, sebaliknya jika kinerja tidak


(36)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

tercapai, maka kemungkinan organisasi belum memiliki pengetahuan yang diperlukan.

2. Evaluasi Pengetahuan.

Proses ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan sekaligus mengukur tingkat pengetahuan yang dimiliki tersebut. Hasil evaluasi pengetahuan kemudian dibandingkan dengan pengetahuan yang seharusnya dimiliki organisasi yang diperoleh dari proses sebelumnya (penetapan sasaran pengetahuan), sehingga dapat diketahui apakah organisasi tersebut sudah memiliki pengetahuan yang memadai atau tidak. Evaluasi pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat dilakukan dengan melihat: 1) Kekuatan dan kelemahan organisasi; dan 2)

Value chain organisasi. Kekuatan organisasi menunjukan bahwa ragam

pengetahuan yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya, sebaliknya kelemahan akan menunjukan bahwa pengetahuannya masih dibawah pesaingnya. Pada diagram rantai nilai (value chain), setiap kegiatan (baik kegiatan primer maupun kegiatan pendukung) memiliki indikator yang merupakan ukuran keberhasilan yang ditetapkan. Jika kinerja tercapai berarti pengetahuan yang dimiliki organisasi sudah memadai, sebaliknya jika tidak tercapai, maka berarti pengetahuan organisasi masih belum memadai dibandingkan dengan yang dibutuhkan.

3. Akusisi Pengetahuan.

Melalui penetapan sasaran pengetahuan dan evaluasi pengetahuan, dapat diketahui jenis dan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan pengetahuan yang belum dimiliki namun sangat diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi (kesenjangan pengetahuan). Akusisi pengetahuan merupakan kegiatan untuk memperkecil/menghilangkan kesenjangan ini. Proses akusisi pengetahuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain pelatihan, riset, kerja sama dengan organisasi lain, perekrutan tenaga profesional, konsultasi, seminar/workshop, dsbnya.

4. Pengembangan Pengetahuan.

Perlu diketahui, bahwa tidak semua pengetahuan yang diperlukan organisasi tersedia di lingkungan eksternal. Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan yang menjadi pemimpin pasar, atau pada perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang sangat turbulen. Jika hal ini terjadi, maka organisasi harus mengembangkan sendiri pengetahuan yang diperlukannya tersebut.

5. Distribusi Pengetahuan.

Seorang karyawan yang baru pulang dari mengikuti pelatihan atau workshop misalnya, seringkali hanya menyimpan saja pengetahuan yang baru dimilikinya tersebut untuk dirinya sendiri dan tidak membaginya dengan karyawan lainnya, sehingga di organisasi tersebut hanya dia sendiri yang mngetahui pengetahuan baru tersebut. Dibanyak organisasi, kejadian ini sering kali ditemukan, jadi tidak heran jika banyak organisasi yang memiliki anggaran pelatihan yang besar tetapi tidak mampu menunjukan kinerja yang baik. Dalam proses distribusi pengetahuan, diharapkan setiap karyawan dapat berbagi pengetahuan baru yang dimilikinya. Dengan distribusi pengetahuan diharapkan agar pengetahuan yang dimiliki oleh seorang karyawan dapat disebarkan ke sebanyak mungkin karyawan lainnya di


(37)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

organisasi. Distribusi pengetahuan tidak hanya terjadi antara individu karyawan, tetapi bisa juga antara unit kerja. Banyak organisasi yang memiliki keunggulan pada salah satu unit kerjanya. Unit kerja yang unggul tersebut dapat menularkan keunggulannya melalui penyebaran pengetahuan dan pengalamannya ke unit kerja lainnya.

6. Pemanfaatan Pengetahuan.

Pengetahuan yang baru diperoleh baik melalui proses akusisi (eksternal) maupun melalui proses pengembangan dan distribusi (internal) baru akan bermakna jika pengetahuan baru tersebut dimanfaatkan atau diaktualisasikan dalam kegiatan sehari-hari di organisasi. Proses pemanfaatan pengetahuan ini dilakukan melalui asimilasi/kombinasi pengetahuan baru dengan pengetahuan/pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya dalam bentuk cara pandang baru, cara kerja baru atau kebijakan baru.

7. Pemeliharaan Pengetahuan.

Pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi baik melalui akusisi maupun pengembangan harus dipelihara sehingga tidak hilang dan terlupakan. Pengetahuan bisa hilang karena adanya perubahan personil yang memiliki pengetahuan, misalnya karena promosi, mutasi, pensiun, mengundurkan diri atau karena meninggal dunia. Pengetahuan yang ada juga bisa terlupakan jika tidak ada lagi kegiatan organisasi yang membutuhkan pengetahuan tersebut. Proses penyimpanan pengetahuan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan organisasi selalu terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses, misalnya dalam bentuk electronic file, tata kerja, working file, dsbnya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa proses pengelolaan pengetahuan dalam organisasi terdiri dari 7 proses yaitu penetapan sasaran pengetahuan, evaluasi pengetahuan, akusisi pengetahuan, pengembangan pengetahuan, distribusi pengetahuan, pemanfaatan pengetahuan, dan pemeliharaan pengetahuan.

2.4 Koleksi Perpustakaan

Koleksi merupakan salah satu unsur pokok yang dimiliki oleh perpustakaan dalam mendukung berjalannya kegiatan pelayanan dan pemanfaatan koleksi karena koleksi dapat dijadikan daya tarik suatu perpustakaan agar selalu dimanfaatkan secara maksimal. Koleksi yang dimiliki pun harus sesuai dengan kebutuhan pengguna dalam melaksanakan program kegiatan perguruan tinggi tempat perpustakaan tersebut bernaung.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 580) dikemukakan bahwa “koleksi adalah kumpulan yang berhubungan dengan studi penelitian”. Sedangkan


(38)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

menurut Siregar (2002 : 2) “koleksi adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi”.

Selain kedua pendapat di atas, Sutarno (2006 : 70) mengemukakan bahwa “koleksi perpustakaan mencakup bahan pustaka tercetak seperti buku, majalah, surat kabar, bahan pustaka terekam dan elektronik seperti kaset, video, piringan (disk), film strip dan koleksi bentuk tertentu, seperti lukisan, alat peraga, globe, foto, dan sebagainya”.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan adalah kumpulan bahan pustaka baik berbentuk tercetak, terekam dan elektronik yang diolah, disimpan dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan seluruh sivitas akademika akan informasi.

Koleksi yang disediakan oleh suatu perpustakaan terdiri atas beberapa jenis dan jenis-jenis koleksi yang disediakan tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Menurut Sumardji (1988 : 13) koleksi perpustakaan terdiri atas:

1. Berdasarkan cara menghasilkannya, koleksi perpustakaan terdiri dari:

• Koleksi berupa naskah yang ditulis dengan tulisan tangan asli, misalnya manuskrip;

• Koleksi berupa karya cetakan, misalnya buku-buku, majalah-majalah, surat kabar;

• Koleksi berupa karya alihan dari karya tulisan tangan asli maupun karya cetakan ke karya grafis dengan alat elektronik ataupun fotografi, misalnya film, slide, piringan hitam, tape, dan lain-lain;

2. Berdasarkan bentuknya, koleksi perpustakaan terdiri dari:

• Buku, seperti buku teks, fiksi maupun non-fiksi, dan buku referensi seperti kamus, ensiklopedia, almanak, buku pegangan, bibliografi, indek, abstrak, peta, dan sebagainya;

• Penerbitan pemerintah, seperti Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Himpunan Peraturan-peraturan Pemerintah, dan sebagainya;

• Laporan penelitian, paper, skripsi, thesis, disertasi;

• Majalah, baik yang umum maupun yang khusus;

• Surat kabar;

• Karya alihan tulisan-tulisan ataupun cetakan-cetakan yang telah dibuat menjadi film, slide, piringan hitam, tape, dan sebagainya;

• Manuskrip; dan lain sebagainya

Sedangkan dalam buku Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi (1979 : 38) yang termasuk komponen koleksi perpustakaan perguruan tinggi adalah:


(39)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

a. Buku teks, baik untuk mahasiswa maupun untuk dosen, baik yang diwajibkan maupun yang dianjurkan untuk mata kuliah tertentu.

b. Buku referens, termasuk buku referensi umum, referensi bidang studi khusus, alat-alat bibliografi seperti indeks, abstrak, laporan tahunan, kamus, ensiklopedia, katalog, buku pegangan, dan lain-lain

c. Pengembangan ilmu, yang melengkapi dan memperkaya pengetahuan pemakai selain dari bidang studi dasar

d. Terbitan berkala seperti majalah, surat kabar, dan lain-lain

e. Terbitan perguruan tinggi yaitu terbitan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi, baik perguruan tinggi dimana perpustakaan tersebut bernaung maupun penerbit perguruan tinggi lainnya

f. Terbitan pemerintah yaitu terbitan resmi baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut kebutuhan perguruan tinggi yang bersangkutan

g. Koleksi khusus, yang berhubungan dengan minat khusus perpustakaan, seperti koleksi tentang kebudayaan daerah tertentu, subjek tertentu dan lain sebagainya

h. Koleksi bukan buku, yaitu merupakan koleksi audio visual seperti film, tape, kaset, video tape, piringan hitam, dan sejenisnya.

Dari kedua pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan terdiri dari:

1. Buku, seperti buku teks, fiksi maupun non-fiksi, dan buku referensi seperti kamus, ensiklopedia, almanak, buku pegangan, bibliografi, indek, abstrak, peta, dan sebagainya.

2. Terbitan pemerintah, seperti Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Himpunan Peraturan-peraturan Pemerintah, dan sebagainya

3. Terbitan berkala, seperti majalah, surat kabar, dan lain-lain.

4. Terbitan perguruan tinggi, seperti skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, dan sebagainya.

5. Koleksi bukan buku, seperti film, slide, piringan hitam, tape, video kaset, dan sejenisnya.

2.5 Repository dan Grey Literature 2.5.1 Repository

Repository merupakan suatu tempat atau ruang dimana sesuatu disimpan. Istilah repository digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan beberapa bentuk penyimpanan data dan koleksi digital.


(40)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

The word Repository can refer to a central place where data can be stored or maintained, the term Repository can also refer to a certain place which is specifically used to store digital data, it can refer to a site where e-prints are situated. Repository also means a place where many multiple databases or files are located which is later used for distribution over a specific network. It can also refer to a computer location which is directly accessible to the user without him searching or logging on to the entire network. In short Repository means a place where anything is stored which can later be used again.

Pendapat di atas dapat diartikan bahwa istilah repository dapat mengacu pada suatu pusat tempat dimana data dapat disimpan atau dirawat, suatu tempat tertentu yang secara rinci digunakan untuk menyimpan data digital, suatu lokasi dimana e-prints ditempatkan. Repository juga berarti suatu tempat dimana berbagai file atau database ditempatkan yang kemudian digunakan untuk didistribusikan melalui suatu jaringan spesifik. Repository dapat juga mengacu pada penempatan komputer yang secara langsung dapat diakses pemakai tanpa dia mencari atau masuk dalam keseluruhan jaringan. Singkatnya repository berarti suatu tempat dimana segala sesuatunya dapat disimpan dan digunakan kembali.

Selain pendapat di atas, dalam Freedom Foundation USA (2007 : 1) dinyatakan bahwa repository adalah:

A repository is a place where

future retrieval. A repository can be: • A place where data are stored

• A place where specifically digital data are stored

• A site where

• A place where multiple

network,

• A computer location that is directly accessible to the user without having to travel across a network.

• A place to store specimens, includi

• A place where anything is stored for probable reuse

Uraian di atas dapat diartikan bahwa repository adalah suatu tempat dimana data atau spesimen disimpan dan dirawat untuk perolehan kembali di masa depan. Sebuah repository dapat berupa:

• tempat dimana data disimpan

• tempat dimana data digital disimpan


(1)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

11.Keterangan

6. Dalam kegiatan pengadaan koleksi grey literature pada Perpustakaan USU diterapkan manajemen pengetahuan.

7. Keuntungan yang diperoleh dari penerapan manajemen pengetahuan adalah pustakawan dapat melaksanakan kegiatan pengadaan dengan menggunakan petunjuk teknis atau standar prosedur operasional untuk pengadaan sehingga pustakawan dapat mengumpulkan informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan pemakai dengan akhir kegiatan berupa akuisisi bahan pustaka.


(2)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Lampiran-6

Hasil Wawancara untuk Pengolahan Koleksi Grey Literature Tercetak

1. Dalam melakukan pengatalogan deskriptif koleksi grey literature pedoman yang digunakan adalah:

4. Anglo American Cataloguing Rules 2nd Edition (AACR 2) 5. Peraturan Katalogisasi Indonesia

6. Daftar Tajuk Seragam untuk Nama-Nama Geografi dan Badan Koorporasi Indonesia

2. Dalam menentukan tajuk subjek dari koleksi grey literature menggunakan Library of Congres Subject Headings (LCSH) edisi ke-29 sebagai pedoman.

3. Pedoman yang digunakan dalam kegiatan pengklasifikasian koleksi grey literature menggunakan Dewey Decimal Classification (DDC) edisi ke-22.

4. Dalam melakukan entri data, pustakawan menggunakan Compact Disk System – Integrated System (CDS/ISIS) dan Sistem Informasi Perpustakaan Terpadu v3.0 (SIPUS V3.0).

5. Proses katalogisasi di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dilakukan dengan menggunakan komputer. Sejak tahun 2008 pembuatan kartu katalog tidak lagi secara manual tetapi sudah menggunakan komputer dengan menggunakan program Compact Disk System – Integrated System (CDS/ISIS) dan Sistem Informasi Perpustakaan Terpadu v3.0 (SIPUS V3.0). Dengan menggunakan komputer ini proses katalogisasi dapat dilakukan dengan cepat, selain itu jika ada penambahan eksemplar koleksi grey literature pustakawan tidak perlu membuat kartu katalog baru hanya menambahkan nomor induk dan jumlah eksemplar pada komputer.

6. Yang dapat dijadikan titik akses dalam penelusuran koleksi grey literature adalah pengarang, judul, dan subjek.

7. Hal-hal yang dilakukan dalam pembuatan kelengkapan koleksi adalah mengetikkan label yang dilekatkan pada punggung buku. Pengetikkan label ini masih menggunakan mesin tik. Kemudian label ini ditempelkan berjarak 3 cm dari bawah buku. Selesai diberi label kemudian disampul. Semua koleksi grey literature pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara tidak diberi slip tanggal pengembalian karena koleksi tersebut tidak untuk dipinjamkan.

8. Setiap koleksi grey literature yang telah ditempelkan label dan disampul siap untuk disusun di rak sesuai dengan peraturan perpustakaan dari kelas 000-900.


(3)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

9. Pada Perpustakaan USU manejemen pengetahuan diterapkan dalam pengolahan koleksi grey literature tercetak.

10.Keuntungan yang diperoleh dari penerapan manajemen pengetahuan adalah pustakawan dapat mengorganisasikan bahan pustaka dengan sistem tertentu sehingga mudah diketemukan dan dikembalikan pada tempat penyimpanan serta memudahkan pengguna untuk mencari informasi dengan cepat dan tepat. Dalam hal ini pustakawan bagian pengolahan dapat melakukan pekerjaanya dengan baik.


(4)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Lampiran-7

Hasil Wawancara untuk Pengolahan Repository

1. Kepala Sub.Divisi Sistem Automasi:

Untuk membuat deskripsi atau metadata koleksi/materi digital (elektronik) di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara menggunakan standar atau berpedoman pada Dublin Core (DC).

Staf Sub.Divisi Sistem Automasi:

Pedoman yang digunakan berupa proses alur kerja digitalisasi bahan yang lain yang dibuat oleh Bapak Rasiman.


(5)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

Fungsi dan Aktivitas Kerja Pembongkaran dan Penjilidan

Scanning Editing dan Uploading

5. PEMBONGKARAN DAN

PENJILIDAN

Dokumen yang dipilih merupakan Laporan Penelitian, Disertasi, Tesis, Skripsi, dan Kertas Karya, terbitan tahun 2000 ke atas.

6. SCANNING

Menscan dokumen mulai dari halaman judul hingga lampiran, dan file elektronik disimpan dalam format PDF. Pemberian nama file sesuai dengan Nomor Akses dokumen.

7. EDITING

Membuat satu file dokumen Abstrak dalam bentuk Word (DOC) dan satu file Fulltext (PDF) serta memberikan file security berupa password, watermark, dan footer pada file PDF tersebut.

8. UPLOADING

Mengupload dua file yaitu Abstrak (DOC) dan Fulltext (PDF) serta memasukkan metadata seperti judul, pengarang, subyek, deskripsi bibliografi ke dalam sistem

SCANNING EDITING OCR (Abstrak) File DOC dan PDF UPLOADING WEB SELESAI File Elektronik (PDF)


(6)

Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.

5. Dokumen yang dilayankan kepada pengguna terdiri dari bentuk abstrak dan teks penuh (fulltext).

6. Format file elektronik yang dilayankan kepada pengguna terdiri dari format Hypertext Mark-up Language (HTML) dan Portable Document Format (PDF).

7. Kepala Sub.Divisi Sistem Automasi:

Pengguna cukup mengetikkan kata kunci (keyword) pada sistem yang tersedia layaknya menggunakan Search Engine seperti Google dan Yahoo.

Staf Sub.Divisi Sistem Automasi:

Penelusuran bahan elektronik dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya dapat langsung menelusur berdasarkan kepada subjeknya misalnya master theses, atau dengan menggunakan mesin pencari yang dapat ditelusur dengan beberapa titik akses.

8. Yang dapat dijadikan titik akses dalam pencarian koleksi elektronik adalah judul, penulis, penerbit, kata kunci, bahasa, dan tahun.

9. Dalam pengolahan koleksi grey literature elektronik diterapkan manajemen pengetahuan.

10.Kepala Sub.Divisi Sistem Automasi:

Keuntungan utama yang didapat adalah bahwa koleksi grey literature merupakan jenis koleksi yang unik karena hanya dimiliki oleh institusi tertentu atau merupakan koleksi digital muatan lokal (digital local content).

Staf Sub.Divisi Sistem Automasi:

Pelaksanaan proses kerja dan penyebaran informasi atau pengetahuan lebih terorganisir sehingga lebih efektif dan efisien.