Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA KEPADA WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA BINJAI

Diajukan oleh

Wanda Karisma NIM : 082600052

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan limpah rahmat dan karunia-nya penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”TATA CARA PENAGIHAN UTANG PAJAK DENGAN SURAT PAKSA KEPADA WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI“ ini pada waktu yang telah ditetapkan. Tidak lupa shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabatNya yang telah membawa kita dari alam ke gelapan ke alam yang terang benderang yang penuh ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.

Adapun penulisan laporan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai kelulusan bagi mahasiswa Program studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini tidak mungkin bisa selesai dengan baik, jika tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Ayahanda Alm. H. Abdul Hamid Jusuf dan Ibunda Hj. Mintorowati yang

telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi dan nasehat serta senantiasa mendoakan penulis dalam menyelesaikan laporan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

3. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Sony Emanuel, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis dalam

penyelesaian laporan tugas akhir ini.

5. Bapak M. Husni Hatib, S.Sos.,M.Si selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Binjai.

6. Bapak Hermansyah selaku Kasubag Umum Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Binjai.

7. Bapak Bangbang Sudharmono selaku Kepala Seksi Penagihan,

pelaksana-pelaksana pada Seksi Penagihan, khususnya untuk Kak Yanti yang telah banyak membantu.

8. Kakak saya Wahyuni Kusuma, Amk , dan Windu Kirana, S.Psi , serta

Abang saya Wahyudi Kelana, ST yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

9. Terima Kasih penulis ucapkan kepada Saddam Amir Lubis “inspirasiku”,

yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan do’a selama penulis menyelesaikan studi.

10.Kawan-kawan terbaik seperjuangan, Esa Mei Br. Sitepu, Asdika Kazanky


(4)

bagi penulis, dan Dina Fadhilah yang selalu menyabarkan penulis dalam berbagai hal.

11.Kawan-kawan Stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu

per satu oleh penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Harapan penulis semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI……….. iv

DAFTAR TABEL……….. viii

BAB I PENDAHULUAN………..1

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri………….. 1

B. Tujuan Dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri……. 5

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri………. 5

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri………... 5

a. Bagi Mahasiswa………. 5

b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai……… 6

c. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan……….. 6

C. Uraian Teoritis Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri…….. 7

1. Pengertian Pajak………...7

2. Penagihan Pajak………... 8

3. Surat Paksa………... 8

4. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa….. 9

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri…………. 9

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri……….. 10

F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri………... 11


(6)

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan

Mandiri………... 12

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)………14

A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai…... 14

B. Visi Dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai…….15

1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai…………...15

2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………….. 16

C. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………..16

D. Nama-Nama Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai…….18

E. Tugas Pokok Dan Fungsi Organisasi Pelaksana Dari Setiap Seksi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………...21

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA………..26

A. Pengertian Pajak……….26

B. Penagihan Pajak………. 27

1. Pengertian Penagihan Pajak………. 27

2. Penagihan Utang Pajak……… 28

3. Surat Tagihan Pajak………. 29

4. Surat Ketetapan Pajak……….. 29


(7)

C. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP)………... 33

1. Pengertian Surat Paksa………. 33

2. Isi Dan Karakteristik Surat Paksa……… 33

3. Penerbitan Surat Paksa………. 34

4. Fungsi Surat Paksa………... 35

5. Mekanisme Penagihan Pajak………... 35

D. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa……… 36

E. Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa…………... 37

F. Penagihan Seketika Sekaligus………39

G. Penyitaan……… 41

1. Objek Sita……….41

2. Pengecualian Objek Sita……….. 44

3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan……….. 45

4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan………... 45

H. Jurusita Pajak………. 49

1. Syarat Jurusita Pajak……… 49

2. Pemberhentian Jurusita Pajak……….. 50

3. Tugas Jurusita Pajak……… 50

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI………51

A. Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa……….. 51

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa………... 61


(8)

C. Cara Penyelesaian Masalah Dalam Pelaksanaan Penagihan

Utang Pajak Dengan Surat Paksa………... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….67

A. Kesimpulan……… 67


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Jumlah Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai……… 52 Jumlah Penerbitan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai……… 53 Jumlah Penerbitan Surat Paksa untuk wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai……….. 53


(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik kerja lapangan mandiri (PKLM) adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan untuk memberikan pengalaman praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang diterima dari para dosen Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan sebenarnya.

Pada dasarnya, Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar dan memerlukan biaya yang besar pula dalam menjalankan fungsi kenegaraannya. Sebagai Negara yang berkembang Negara Kesatuan Republik Indonesia, kini tengah mengoptimalisasi pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan di bidang ekonomi, sosial budaya, hukum, pertahanan, dan lain sebagainya. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai cita-cita bangsa yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyatnya secara adil dan makmur.

Dan dalam merealisasikan tujuan tersebut, perlu diingat bahwa pembiayaan yang tidak kecil dan kemandirian Negara sangat dibutuhkan pada kondisi ini. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa, yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu berupa pajak, yang memiliki fungsi membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.


(11)

Pada praktiknya, kesadaran akan kewajiban untuk membayar pajak tersebut dari wajib pajak sangatlah kurang. Tetapi, karena berlandaskan atas Undang-Undang, penagihan pajak tersebut dapat dipaksakan penagihannya bagi wajib pajak yang tidak mempunyai kesadaran akan kewajibannya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan surat paksa.

Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun, dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian secara umum penerimaan di bidang pajak semakin meningkat.

Terhadap tunggakan pajak dimaksud perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan


(12)

pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak sangat perlu mendapatkan perhatian.

Sebagaimana dikemukakan di atas, di dalam sistem self assessment dimana Negara memberikan kewenangan terhadap wajib pajaknya untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri kepada Negara yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi Wajib Pajak.

Tindakan penagihan pajak yang selama ini dilaksanakan adalah berdasarkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Dengan demikian, penagihan pajak yang bersifat memaksa ini dilakukan apabila Wajib Pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dilakukan teguran, maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan secara resmi kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh juru sita pajak baik pajak pusat maupun pajak daerah. Jadi, surat paksa dalam penagihan tunggakan pajak ini memiliki peranan yang sangat penting yang bisa menentukan berhasil atau tidaknya proses penagihan tunggakan pajak tersebut. Penagihan pajak dengan surat paksa diharapkan akan dapat memberikan tindakan


(13)

penagihan pajak dengan penagihan seketika dan sekaligus, pelaksanaan surat paksa, penyitaan, pencegahan dan penyanderaan.

Dengan Undang-Undang Penagihan Pajak yang demikian itu diharapkan dapat memberikan penekanan yang lebih pada keseimbangan antara kepentingan masyarakat Wajib Pajak dan kepentingan Negara. Keseimbangan kepentingan dimaksud berupa pelaksanaan hak dan kewajiban oleh kedua belah pihak yang tidak berat sebelah atau tidak memihak, adil, serasi, dan selaras dalam wujud tata aturan yang jelas dan sederhana serta memberikan kepastian hukum.

Sebagai salah satu syarat dalam penyusunan tugas akhir untuk memenuhi syarat dalam penyelesaian studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan, Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk mempraktikkan teori yang selama ini diperoleh di bangku perkuliahan pada kondisi di lapangan yang sebenarnya. Diharapkan PKLM ini dapat memberikan pengetahuan yang praktis mengenai lingkungan kerja beserta aspek-aspek perpajakan yang terdapat di dalamnya.

Dari uraian di atas, maka penulis ingin mencoba menulis laporan tugas akhir dengan judul “Tata Cara Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai”.


(14)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan PKLM ini, yaitu :

a. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.

b. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam tata cara pelaksanaan

penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

c. Untuk mengetahui dan mencari penyelesaian masalah dalam tata cara

pelaksanaan penagihan dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini tentunya memberikan manfaat yang sangat besar bagi berbagai pihak, diantaranya :

a. Bagi Mahasiswa

1. Menambah pengetahuan penulis mengenai tata cara pelaksanaan

penagihan utang pajak dengan menggunakan surat paksa.

2. Menerapkan teori-teori dan ilmu yang telah diterima selama

bangku perkuliahan berlangsung.

3. Sebagai sarana latihan berfikir bagi mahasiswa dalam dunia kerja dan pengaplikasian kemampuan di bidang perpajakan.

4. Meningkatkan keahlian berkomunikasi dan sarana peningkatan


(15)

b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Binjai dalam menangani pengadministrasian perpajakan.

2. Mendapat masukan berupa ide-ide baru, saran dan gagasan bagi

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai menyangkut penanganan masalah perpajakan.

3. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Binjai dengan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

c. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

1. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan untuk

evaluasi kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan bagi penyempurnaan revisi kurikulum.

2. Mempromosikan sumber daya manusia yang dimiliki Universitas

Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

3. Meningkatkan hubungan kerjasama Universitas Sumatera Utara

khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan. 4. Memberikan uji nyata atas disiplin ilmu yang diperoleh mahasiswa

selama masa perkuliahan kedalam dunia kerja khususnya di bidang perpajakan.


(16)

C. Uraian Teoritis Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Pengertian Pajak

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja, Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa

kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.1 Pengertian lain mengenai

pajak dikemukakan juga oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani (pernah menjabat sebagai guru besar hukum pajak pada Universitas Amsterdam), Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.2

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi kemakmuran rakyat.

1 Erly Suandy.2005.Hukum Pajak.hal 10


(17)

2. Penagihan Pajak

Sesuai dengan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

3. Surat Paksa

Surat Paksa merupakan salah satu sarana penagihan pajak. Dengan kata lain, sesuai dengan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa diterbitkan karena jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.3

3


(18)

4. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun yang menjadi dasar hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini, yaitu :

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

85/PMK.03/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 tentang

Kebijakan Penagihan Pajak.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, yang menjadi ruang lingkup penulisan adalah :

1. Tata cara penagihan pajak dan cara penyelesaian masalah dalam

pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.


(19)

2. Faktor penghambat proses penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

3. Praktik ini dilakukan pada Seksi Penagihan dengan data base yang

digunakan adalah data tahun 2009, 2010. E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun langkah-langkah atau metode yang diperlukan penulis untuk mendukung pembuatan laporan ini adalah :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini berkaitan dengan berbagai persiapan mulai dari pengajuan judul, persetujuan judul, persetujuan dan pengesahan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), penentuan lokasi PKLM, mencari dan mengumpulkan bahan untuk proposal hingga tahap konsultasi dengan dosen.

2. Studi Literatur

Penulis mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan dibahas melalui buku-buku Perpajakan, majalah, Undang-Undang Perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan objek pembahasan.

3. Observasi Lapangan

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang bersangkutan secara langsung pada objek PKLM untuk mengetahui prosedur atau tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa.


(20)

4. Pengumpulan Data

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data primer dan sekunder yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan pada PKLM nanti yang diperlukan dalam penyusunan laporan akhir dari kegiatan PKLM. Data primer adalah data yang diperoleh dari orang yang berkompeten memberikan masukan data dan informasi untuk penyusunan laporan ini, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak pendukung seperti laporan, atau dokumen-dokumen.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka penulis melakukan analisis dan evaluasi terhadap data atau keterangan yang diperoleh selama PKLM.

F. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Hal ini berkaitan dengan pengumpulan data dan informasi serta keterangan dalam pelaksanaan PKLM, terdapat beberapa cara untuk pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara ( Interview Guide )

Dengan cara melakukan komunikasi dan tanya jawab langsung terhadap pihak KPP Pratama Binjai yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi bagi penyusunan laporan ini.


(21)

2. Metode Pengamatan ( Observation )

Dalam metode ini penulis langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan pengamatan dan pencatatan yang berkaitan dengan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Daftar Dokumentasi ( Optional Guide )

Dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan prosedur atau tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, dan data-data lain yang berhubungan dengan objek pembahasan.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis data PKLM, ruang lingkup PKLM, metode pengumpulan data PKLM dan sistematika penulisan laporan PKLM.

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PKLM

Penulis menjelaskan gambaran umum objek dan lokasi PKLM, sejarah singkat tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, struktur organisasi, uraian tugas dan fungsi masing-masing seksi.


(22)

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG PELAKSANAAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan masalah yang diangkut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Tata Cara atau Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa berdasarkan Undang-Undang Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini berisi tentang data-data dan pembahasan-pembahasan mengenai tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, faktor penghambat pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, cara penyelesaian masalah dalam tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang telah dikumpulkan pada saat kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri berlangsung, kemudian dianalisis dan dievaluasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran penulis sehubungan dengan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya.


(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

A. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terletak di Jl. Jambi No. 1 Rambung Barat, Binjai Selatan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai didirikan pada tanggal 29 Maret 1994 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 94/KMK-01/1994.

Adapun ruang lingkup Daerah Administrasi Pemerintahan Kantor Pelayanan Pajak Binjai, meliputi :

1. Kotamadya Binjai

2. Kabupaten Langkat

3. Kabupaten Deli Serdang

a. Kec. Labuhan Deli

b. Kec. Sunggal

c. Kec. Pancur Batu

d. Kec. Hamparan Perak

e. Kec. Sibolangit

f. Kec. Kutalimbaru

4. Kabupaten Tanah Karo

Pada tanggal 27 Mei 2008, KPP Binjai berubah nama menjadi KPP Pratama Binjai yang artinya KPP Pratama Binjai telah menjadi KPP modern di mana


(24)

pelayanan perpajakan yang telah menjadi pelayanan satu atap. KPP Pratama Binjai memiliki wilayah kerja sebagai berikut :

1. Kota Binjai

2. Kabupaten Langkat

B. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai 1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

“Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi”.

Visi tersebut merefleksikan cita-cita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai menjadi suatu institusi yang menyelenggarakan sistem administrasi modern yang efektif dan efisien. Sehingga mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa segala eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan mampu memenuhi harapan masyarakat serta dalam menjalankan tugas dan pekerjaan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji. Selain itu memiliki kompetensi di bidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan serta norma-norma profesi, etika dan sosial.


(25)

2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

“Menghimpun penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien”.

Misi tersebut merupakan suatu pernyataan tujuan keberadaan, tugas, fungsi, peranan dan tanggung jawab Kantor Pelayanan Pratama Binjai sebagai penghimpun penerimaan negara di bidang perpajakan.

C. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal.

Kegunaan dari struktur organisasi tersebut, yaitu :

1. Memudahkan pelaksanaan kerja.

2. Mempermudah pengawasan oleh pimpinan.

3. Membagi kegiatan kerja khusus pada tiap bagian (Job Description). 4. Mencegah adanya penumpukan kerja pada staff bagian saja.

5. Mempermudah kerjasama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai


(26)

Adapun struktur yang digunakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah Struktur organisasi linier dan staf yang berada di bawah koordinasi Kepala Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Untuk mencapai organisasi yang lebih baik sesuai dengan pangkat dan jabatan, dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing setiap bagian akan berinteraksi dan beroperasi secara harmonis dengan keteraturan pasti dengan wadah struktur organisasi.

Struktur organisasi yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kepala Kantor

2. Sub Bagian Umum

3. Seksi Pelayanan

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

5. Seksi Penagihan

6. Seksi Pemeriksaan

7. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan

8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) I

9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) II

10.Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) III


(27)

D. Nama-Nama Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

1. Kepala KPP Pratama Binjai : M. Husni Hatib, S.Sos.,M.Si.

2. Kepala Sub Bagian Umum : Hermansyah, SH.

Pelaksana : a. Hotmaida Sialaban.

b. Toman Simanjuntak. c. Hardiman H. Nainggolan. d. Ade Setio Yuwono. e. Heriantonius Silalahi. f. Sarah Mita Sutanti.

3. Kepala Seksi Pelayanan : Munawar, SH.,M.Kn.

Pelaksana : a. Edi Bambang.

b. Untung Rahman. c. Wahyu Hermawan. d. Dedi Purba.

e. Rima Mahliza.

f. Poncho Gardy Simanjuntak. g. Kurnia Prabudi.

h. Agil Primarinza.

4. Kepala Seksi (PDI) : Lambok Pasaroan S, SE.

Pelaksana : a. Aswad Tan.

b. Teruna Jaya Surbakti. c. Kartika Dewanty Sitepu, SE. d. Bramanti Brilianto.


(28)

e. Syam Eko Nugroho. f. Achmad Maulana. g. Nila Astika.

h. Herman Eka Putra.

5. Kepala Seksi Penagihan : Bangbang Sudharmono

Pelaksana : a. Amrizal Hasibuan.

b. S. M. Endy Pangaribuan. c. Nurfitriani.

d. Laksono Triloko Sasongko, SE. e. Jan Putra Siadari.

f. Rama Chandra.

6. Kepala Seksi Pemeriksaan : Robert Luhut, S.Sos.

Pelaksana : Robi Oktofan.

7. Kepala Seksi Ekstensifikasi : Akhid Manhal Muna R, SE.,MT.

Pelaksana : a. M. Sakti Lubis.

b. Maringan Siregar c. Ros Intan.

d. Andri Firmansyah. e. Ibnu Ishak.

f. Rudy Donald Simorangkir.

8. Kepala Seksi Waskon I : Jimi Hidayat, Ak.

Account Representative : a. Nuryantimala.


(29)

c. Yanti Marina.

Pelaksana : Surya Wulan Dani, SE.

9. Kepala Seksi Waskon II : Deri Haryadi, SE.,MM.

Account Representative : a. Rudy Matondang, SE.

b. Raden Mochammad Khali, SE.,Ak c. Ahmadi.

d. Irwan.

Pelaksana : Rafikasyari, SE.

10.Kepala Seksi Waskon III : Dian Riyanto, SE.,Ak.

Account Representative : a. Heru Kusmono, SE.

b. Laya Ramadhani, S.Mn. c. Nurwardani.

d. Dohar Hendra Sianturi, SE. e. M. Ikhsan Nasution, SE.

11.Fungsional : a. Maiyusri, SE.,Ak.,MM.

b. Sarmaulina Saragih, SE.

c. Junita Fransiska Simarmata, SE. d. Didik Supriyono, S.Sos.

e. Sofyan Tanjung, SE. f. Moestakim, SE.

g. Sawaluddin Dasopang, SE. h. March Elmondo Pandapotan i. Ulin Nuha.


(30)

E. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Pelaksana dari setiap Seksi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

Beberapa tugas dan fungsi organisasi pelaksana pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai, yaitu :

1. Mengumpulkan data dan mengolah data, menyajikan informasi perpajakan,

pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib pajak.

2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan

pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.

3. Penyuluhan Perpajakan.

4. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 5. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

6. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

7. Pelaksanaan konsultasi pajak.

8. Pelaksanaan Intensifikasi dan Ekstensifikasi. 9. Pelaksanaan Administrasi Perpajakan.

Adapun gambaran tugas dan fungsi dari masing-masing bagian kerja yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah sebagai berikut:

1. Kepala Kantor

Mengingat KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB, dan Karikpa maka Kepala kantor KPP Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(31)

2. Sub. Bagian Umum

Sub. Bagian Umum memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut : a. Melakukan urusan tata usaha.

b. Melakukan urusan kepegawaian.

c. Melakukan urusan keuangan.

d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga.

3. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan.

b. Pendataan objek dan subjek pajak.

c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam

menunjang ekstensifikasi.

4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian

informasi perpajakan.

b. Perekaman dokumen perpajakan.

c. Merekam SSP Lembar 3.

d. Merekam SPT Masa PPN.

e. Merekam PPh Pasal 21.

f. Merekam PPh Pasal 23/26.


(32)

h. Melakukan urusan tata usaha penerimaan perpajakan.

i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer.

k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling. l. Penyajian laporan kinerja

5. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.

c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib Pajak

dan surat-surat lainnya.

d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib

Pajak dan surat lainnya.

e. Melakukan penyuluhan perpajakan.

f. Melakukan penatausahaan, pendaftaran, pemindahan data, dan

pencabutan identitas Wajib Pajak.

g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak.


(33)

6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi ( I, II, III, dan IV )

Seksi Pengawasan dan Konsultasi memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

b. Memberikan bimbingan atau himbauan kepada Wajib Pajak dan

konsultasi teknis perpajakan.

c. Melakukan penyusunan profil Wajib Pajak.

d. Menganalisis kinerja Wajib Pajak.

e. Memberi konsultasi kepada Wajib Pajak tentang ketentuan peraturan

perundang-undangan.

f. Melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan

intensifikasi.

g. Memberikan usulan pembetulan ketetapan pajak, pengurangan Pajak

Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

h. Melakukan evaluasi hasil banding. 7. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan.

b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan.

c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta


(34)

8. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak.

b. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak.

c. Penagihan aktif.

d. Memberikan usulan penghapusan piutang pajak.

e. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

9. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala KPP Pratama dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi Ekstensifikasi.


(35)

BAB III

GAMBARAN DATA TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

A. Pengertian Pajak

1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : “ Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk simpanan publik (public saving) yang merupakan sumber utama untuk membiayai investasi publik (public investment).4

2. Mr. Dr. N. J. Feldmann

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.5

4 Erly Suandy.2005.Hukum Pajak.hal 11


(36)

3. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

B. Penagihan Pajak

1. Pengertian Penagihan Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak. Hanya saja, ketika Wajib Pajak tidak membayar pajak ataupun belum melunasi pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, akan diberikan tindakan tegas kepadanya yang diwujudkan dalam bentuk penagihan pajak.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Penagihan Pajak adalah merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan


(37)

menjual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan Penagihan Pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak.

2. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 langkah, yaitu :

a. Penagihan Pasif

Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar.

Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

b. Penagihan Aktif

Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak, tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.


(38)

3. Surat Tagihan Pajak

Yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui pemeriksaan ataupun penelitian. Surat Tagihan Pajak diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila antara lain : a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai

akibat salah tulis atau salah hitung.

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.

d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak

membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu. 4. Surat Ketetapan Pajak

Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitian atas data Wajib Pajak, bahwa pajak yang dihitung atau


(39)

dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 15, Surat Ketetapan Pajak terbagi atas :

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.


(40)

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak sampai dengan jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, yang disebabkan oleh :

a. Pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang

bayar.

b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan

setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya.

c. Kewajiban pembukuan dan meminjam buku pada saat diperiksa tidak

dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 5. Surat Teguran

Tindakan awal dari penagihan pajak yaitu dengan penerbitan surat teguran. Kemudian akan diterbitkan surat peringatan atau surat lain yang sejenis apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo. Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut :

a. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah

pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan.

b. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah


(41)

pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding.

c. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah

pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.

d. Dalam hal Wajib Pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar

dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan.

e. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Teguran,


(42)

setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Pajak Bumi dan

Bangunan dan/atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, disampaikan kepada Wajib Pajak, setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pelunasan.

C. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) 1. Pengertian Surat Paksa

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

2. Isi Dan Karakteristik Surat Paksa

Surat Paksa dapat ditinjau dari 2 (dua) segi, yaitu segi isinya dan segi karakteristiknya.

a. Dari Segi Isinya

1) Berkepala kata-kata “ Atas Nama Keadilan” yang dengan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Pasal 4 disesuaikan bunyinya menjadi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.


(43)

2) Nama Wajib Pajak / Penanggung Pajak, keterangan yang cukup beralasan yang menjadi dasar penagihan, serta perintah membayar.

3) Dikeluarkan / ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan / Kepala Daerah. b. Dari Segi Karakteristiknya

1) Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan groose dari putusan

Hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan.

2) Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

3) Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan menagih bukan

pajak (biaya-biaya penagihan).

4) Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan penyanderaan /

pencegahan.

Surat Paksa dalam bahasa hukum disebut sebagai Parate Eksekusi (eksekusi langsung), yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri. Hal ini bisa dimengerti karena surat paksa itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajiban mempunyai hak ‘Parate Eksekusi”.

3. Penerbitan Surat Paksa

Pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Surat Paksa diterbitkan apabila :


(44)

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

a. Nama Wajib Pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

b. Dasar Penagihan.

c. Besarnya utang pajak.

d. Perintah untuk membayar.

4. Fungsi Surat Paksa

Adapun fungsi Surat Paksa adalah sebagai sarana atau alat pembayaran kepada penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu 2 x 24 jam. Sebagai tindak lanjut untuk mencairkan tunggakan pajak atas tidak dihiraukannya penerbitan Surat Paksa maka aparatur pajak akan melaksanakan penyitaan.

5. Mekanisme Penagihan Pajak

Mekanisme Penagihan Pajak disusun secara penjadwalan :

a. 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Teguran.


(45)

b. 21 (dua puluh satu) hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum lunas, kepada Wajib Pajak diterbitkan Surat Paksa.

c. Kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam Surat Paksa adalah 2 x 24

jam.

d. Dalam hal masih belum terlunasi utang pajaknya, dapat diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP).

e. 14 (empat belas) hari setelah dilakukan tagihan dengan surat paksa, bila masih belum melunasinya diterbitkan Surat Perintah untuk mengumumkan tentang pelelangan surat umum.

f. 14 (empat belas) hari setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi

utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum.

D. Dasar Hukum Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun yang menjadi dasar hukum dalam Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP), yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat paksa.

2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/PMK.03/2010

tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.


(46)

3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak.

4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2010 tentang

Kebijakan Penagihan Pajak.

E. Tata Cara Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.

1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan

penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

2. Pemberitahuan Surat Paksa Kepada Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan dengan membacakan isi Surat Paksa oleh Jurusita Pajak dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.

3. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya berisi

hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa serta ditandatangani oleh Jurusita pajak dan Penanggung Pajak.

Surat Paksa terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :

1. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang


(47)

2. Orang Dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja ditempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

3. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta

peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau

4. Ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:

1. Pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham pengendali atau

mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas;

2. Kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk Bentuk

Usaha Tetap;

3. Direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan

mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan usaha lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan perseroan komanditer.

4. Ketua atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung


(48)

5. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas, atau Balai Harta Peninggalan.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa.

F. Penagihan Seketika Sekaligus

Yang dimaksud dengan Penagihan Seketika dan Sekaligus berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus yaitu tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.

Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila :


(49)

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang

dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia.

3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan

usaha, atau menggabungkan usaha, atau memekarkan usaha, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.

4. Badan usaha yang akan dibubarkan oleh Negara; atau

5. Terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau

terdapat tanda-tanda kepailitan.

Penagihan Seketika dan Sekaligus dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Surat Perintah Penagihan seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat :

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

2. Besarnya Utang Pajak.

3. Perintah untuk membayar; dan


(50)

G. Penyitaan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, pada pasal 1 angka (14), Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.6

1. Objek Sita

Tujuan penyitaan itu sendiri adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau ditempat lain sekalipun penguasaannya berada di tangan pihak lain.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, berdasarkan Pasal 14, penyitaan meliputi :

1. Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang

berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :


(51)

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dengan rincian sebagai berikut :

1) Semua barang bergerak yang ada di rumah Penanggung Pajak

seperti :

− Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi dan sebagainya)

− Barang-barang mewah (televisi, lemari es, tape recorder,

kompor gas dan sebagainya).

− Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas,

berlian dan batu permata lainnya).

− Uang tunai (termasuk surat-surat berharga).

− Kendaraan (mobil, sepeda motor, vespa, sepeda, dan

sebagainya).

− Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio dan sebagainya).

2) Semua barang bergerak yang ada di toko Penanggung Pajak,

seperti :

− Barang dagangan (baik yang berada di toko tersebut maupun

yang berada di gudang).

− Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin tik, kendaraan dan sebagainya).


(52)

3) Semua barang bergerak yang ada di tempat usaha Penanggung Pajak, seperti :

− Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barng

inventaris perusahaan lainnya, termasuk kendaraan bermotor, mesin tik dan sebagainya).

4) Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak,

seperti :

− Inventaris kantor (mesin tik, meja, kursi, lemari besi, dan alat kantor lainnya).

− Kendaraan bermotor (mobil, sepeda motor, vespa, dan

sebagainya).

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu, dengan rincian sebagai berikut :

1) Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang

dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan/dikontrakkan kepada orang lain.

2) Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang

ditempati/dikerjakan sendiri maupun yang disewakan/dikerjakan orang lain.

2. Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap

barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.


(53)

3. Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.

4. Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pengecualian Objek Sita

Berdasarkan ketentuan pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, barang-barang Penanggung Pajak yang tidak boleh disita yaitu :

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarganya yang menjadi tanggungannya.

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah.

c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas.

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung

Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan.

e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).

f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan


(54)

3. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.7

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat. Pejabat yang dimaksud di sini adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

8

4. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penyitaan

Penyitaan dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Untuk tahap-tahap pelaksanaan penyitaan tersebut terbagi menjadi 6 bagian, yaitu :

7 Ibid, hal 33 8 Ibid, hal 34


(55)

a. Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

b. Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing, dilaksanakan

sebagai berikut :

1) Menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat

rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan

yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

c. Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank

berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai

dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.


(56)

2) Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan membuat Berita Acara Pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak.

3) Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank

memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.

4) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank,

Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.

5) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan.

6) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank

setelah Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak.

7) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap

kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.


(57)

d. Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventaris dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan

nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Membuat berita acara pengalihan hak surat berharga atas nama dari

Penanggung Pajak.

e. Penyitaan terhadap piutang, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventaris dan membuat tentang jenis dan jumlah piutang

yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang

dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar utang.

f. Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya, dilaksanakan sebagai berikut :

1) Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah

penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita.


(58)

2) Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

3) Membuat Akta Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada

perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.

H. Jurusita Pajak

Jurusita pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.9

1. Syarat Jurusita Pajak

Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah.

Jurusita dalam melaksanakan tugasnya merupakan pelaksanaan eksekusi dan putusan yang sama kedudukannya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, untuk dapat diangkat sebagai Jurusita Pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang

setingkat dengan itu;

b. Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a;

c. Berbadan sehat;

d. Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak;

e. Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian.


(59)

2. Pemberhentian Jurusita Pajak Jurusita Pajak diberhentikan apabila :

a. Meninggal dunia

b. Pensiun

c. Karena alih tugas atau kepentingan lainnya

d. Ternyata lalai atau tidak cakap dalam menjalankan tugas

e. Melakukan perbuatan tercela

f. Melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak g. Sakit jasmani atau rohani terus menerus 3. Tugas Jurusita Pajak

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, yang menjadi tugas dari Jurusita Pajak adalah :

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

b. Memberitahukan Surat Paksa, maksudnya menyampaikan Surat Paksa

secara resmi kepada Penanggung Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa.

c. Melaksanakan Penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan.

d. Melaksanakan Penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan,


(60)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

Pada pembahasan mengenai Analisa dan Evaluasi ini, penulis akan menganalisa suatu data mengenai tunggakan pajak yang dilakukan tindakan Penagihan Pajak serta pencairannya dengan menggunakan Surat Paksa guna meningkatkan penerimaan pajak yang melibatkan Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya.

A. Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa Dengan menganut Self Assessment System, yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajaknya untuk menghitung sendiri jumlah pajak terutangnya, pihak Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan agar penerimaan Negara dari sektor pajak tersebut dapat meningkat. Sehingga dalam hal ini peranan Wajib Pajak sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan sistem perpajakan tersebut.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, masih banyak Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam hal pelunasan utang pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam cakupan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ini sendiri, masih banyak Wajib Pajaknya yang tidak menghiraukan atas diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak dan selanjutnya pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Teguran dan kemudian diikuti dengan Surat Paksa apabila Wajib Pajak tidak juga melunasi utang pajaknya.


(61)

Tabel 4.1

Jumlah Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai Tahun 2009 dan 2010

Tahun

Wajib Pajak Orang Pribadi

(OP)

Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak Bendaharawan

Jumlah Wajib Pajak Keseluruhan

2009 56.267 3.219 1.317 60.803

2010 69.849 3.755 1.592 75.196

Dari tabel 4.1 di atas, dapat kita lihat bahwa kesadaran Wajib Pajak akan kewajibannya di bidang perpajakan ini meningkat. Hal ini dapat kita lihat secara tidak langsung dari peningkatan jumlah Wajib Pajak antara tahun 2009 menuju tahun 2010. Walapun jumlahnya tidak signifikan, tetapi kesadaran Wajib Pajak ini akan kewajibannya tetap ada dan diharapkan terus meningkat.

Walaupun jumlah Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai ini meningkat dari tahun 2009 ke tahun 2010, permasalahan akan ketidakpatuhan ini tidak berhenti sampai disitu saja. Walaupun jumlah Wajib Pajaknya bertambah, namun jumlah utang pajaknya pun bertambah juga. Hal ini terlihat dari masih banyaknya jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai.


(62)

Tabel 4.2

Jumlah Penerbitan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Tahun 2009 dan 2010

Tahun

Surat Teguran (lembar)

2009 1178

2010 3197

Tabel 4.3

Jumlah Penerbitan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

Tahun 2009 dan 2010

Tahun 2009 Tahun 2010

Periode

Surat Paksa (lembar)

Periode

Surat Paksa (lembar)

Januari 11 Januari 39

Februari 17 Februari -

Maret - Maret 33

April - April 36

Mei 31 Mei -

Juni 26 Juni 26


(63)

Agustus 32 Agustus 26

September - September 30

Oktober 23 Oktober -

November 26 November 30

Desember - Desember -

Jumlah 166 Jumlah 240

Dari tabel 4.2 dan 4.3 di atas, dapat kita lihat kinerja aparatur pajak pada seksi penagihan pada KPP Pratama Binjai dalam pelaksanaan penagihan pajak pada tahun 2009 dan 2010. Ternyata Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan masih tetap ada disetiap bulannya. Namun setelah Surat Teguran diterbitkan, masih tetap ada Wajib Pajak yang tidak menghiraukan, maka pihak aparatur pajak harus menerbitkan Surat Paksa sebagai sarana pencairan tunggakan pajak.

Cara penagihan yang terakhir yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai ini adalah penagihan paksa, di mana fiskus melalui Jurusita Pajak Negara menyampaikan/memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang-barang Wajib Pajak. Cara penagihan ini dikenal sebagai penagihan yang “keras” dibidang perpajakan, namun langkah inilah yang diambil dalam upaya terakhir agar Wajib Pajak segera memenuhi kewajibannya.


(64)

Tata cara pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai terhadap Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajaknya adalah :

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mengeluarkan Surat Teguran setelah 7

(tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran melalui Kantor Pos dari hasil produk penelitian di antaranya :

a. Surat Tagihan Pajak (STP)

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Di dalam Pelaksanaan Penagihan ini masih dalam penagihan pasif penyerahan ketetapan pajak.

2. Kemudian apabila Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya, yang

seharusnya dilunasi setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran, Pejabat segera menerbitkan Surat Paksa, dan dalam hal ini :

a. Jurusita Pajak mendatangi tempat tinggal / tempat kedudukan Wajib

Pajak / Penanggung Pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Jurusita kemudian mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan pernyataan dan menyerahkan salinan surat paksa tersebut.

b. Jika Jurusita bertemu langsung dengan Wajib Pajak / Penanggung

Pajak dan meminta agar Wajib Pajak memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti :


(65)

1) Apakah tunggakan pajak menurut STP/SKP cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum dengan Surat Paksa.

2) Apakah ada Surat Keputusan Pembetulan dan Keberatan /

Penghapusan.

3) Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun / jenis pajak lainnya yang diperhitungkan.

4) Apakah terdapat kelebihan utang tersebut dalam Surat Paksa,

diajukan Keberatan.

c. Bila Jurusita tidak menjumpai Wajib Pajak / Penanggung Pajak maka

salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada :

1) Keluarga Wajib Pajak atau orang yang bertempat tinggal bersama

Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dewasa dan sehat mental.

2) Anggota pengurus komisaris atau para persero dari badan usaha

yang bersangkutan.

3) Pejabat Pemerintahan setempat (Bupati / Walikota / Camat / Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir 1 dan 2 di atas juga tidak dijumpai. Pejabat ini harus memberi tanda tangan pada surat paksa dan salinannya kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan.

4) Jurusita yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan surat


(66)

d. Bila Wajib Pajak tidak ditemukan di kantor atau tempat usaha / tempat tinggal. Apabila hal ini terjadi, maka Jurusita dapat menyerahkan salinan Surat Paksa kepada :

1) Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai)

2) Seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya : istri, anak, atau pembantu rumah tangga)

e. Biaya Penyampaian Surat Paksa

1) Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi

Biaya Harian dan Biaya Perjalanan Jurusita Pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.

2) Apabila seorang Jurusita Pajak telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, maka ia berhak sepenuhnya menerima biaya penagihan tanpa dikaitkan dengan apakah piutang pajak dan biaya penagihannya telah dilunasi atau belum oleh Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

Tetapi hal ini tidak berarti bahwa Jurusita yang bersangkutan setelah menerima biaya penagihan, lalu bebas dari tanggung jawabnya terhadap pencairan piutang pajak tersebut. Apabila Jurusita yakin bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak tersebut masih aktif dan potensial, maka ia harus mengambil langkah-langkah untuk melakukan tahap tindakan penagihan lebih lanjut.


(67)

f. Surat Paksa yang telah dilaksanakan, diserahkan kepada Kasubsi Penagihan disertai dengan Laporan Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan diteruskan kepada Kepala Seksi Penagihan dan Verifikasi untuk ditanda tangani dan selanjutnya dimasukkan dalam berkas Penagihan Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan dan terlebih dahulu dicatat tanggal pelaksanaan Surat Paksa dalam buku register pengawasan penagihan, buku register tindakan penagihan, kartu pengawasan tunggakan pajak dan tindakan STP/SKP yang bersangkutan. Dalam melaksanakan surat paksa tersebut Jurusita sedapat mungkin melihat keadaan rumah tangga / perusahaan Wajib Pajak / Penanggung Pajak untuk dapat memberikan informasi dalam rangka mengambil langkah berikutnya.

g. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa

Atas pelaksanaan Surat Paksa dibuat laporan oleh Jurusita yang melaksanakan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa tersebut. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dilaporkan yaitu :

1) Pengakuan penyelesaian surat keberatan. Mengenai hal ini agar

diuraikan secara jelas dan jangan sampai melaksanakan penagihan secara paksa sedangkan tunggakannya ternyata sudah dikurangi.

2) Jenis, letak dan taksiran harga dari objek sita dengan

memperhatikan tunggakan pajak dan biaya pelaksanaan yang mungkin dikeluarkan.


(68)

3) Dalam kesan dan usul hendaknya dilaporkan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak antara lain : kemampuan bayar, itikad mau membayar dan pandangannya terhadap penetapan / penagihan pajak dan sebagainya, sehingga Jurusita dapat mengajukan usul untuk tindakan penagihan selanjutnya.

h. Apabila Jurusita tidak dapat melaksanakan surat paksa secara

langsung, maka Jurusita membuat laporan secara tertulis mengenai sebab-sebabnya dan usaha-usaha yang dilakukan dalam upaya surat paksa, antara lain menghubungi Pejabat Pemerintah setempat, Polisi dan sebagainya.

Disamping Pejabat / Jurusita dapat memperlihatkan / melihat aset-aset atau barang-barang yang dimiliki Wajib Pajak untuk melakukan penyitaan suatu saat nanti jika Wajib Pajak masih tetap untuk tidak membayar utangnya.

3. Apabila utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh

Penanggung Pajak setelah lewat 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak, Pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap Penanggung


(69)

Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu.

Di dalam pelaksanaan, Jurusita dapat menempelkan kertas penyitaan kepada barang yang akan disita, biasanya barang yang akan disita tidak akan dibawa oleh Jurusita dikarenakan :

a. Tidak adanya tempat penyimpanan barang sitaan.

b. Mengantisipasi terjadinya kerusakan barang sitaan dalam perjalanan. Barang dari hasil sita harus sebanding dengan jumlah utang pajak yang ditanggung Penanggung Pajak dan jika tidak sebanding maka akan dilakukan penyitaan.

4. Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dibayar

tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, Pejabat segera melaksanakan pengumuman lelang. Dan dalam hal pelaksanaan lelang Jurusita mempertanyakan dulu kepada Dinas yang bersangkutan mengenai hak milik barang yang dilelang, misalnya tanah kepada Dinas Pertanahan setempat.

Hasil lelang digunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun


(70)

barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta uang kelebihan hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak setelah pelaksanaan lelang.

B. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa

Adapun faktor yang menjadi penghambat yang berkaitan dengan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai, adalah :

1. Wajib Pajak / Penanggung Pajak menolak Surat Paksa.

Adakalanya Wajib Pajak / Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan berbagai alasan. Dan alasan-alasan yang dikemukakan ini kadangkala sengaja di cari-cari karena Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau membayar pajaknya.

Apabila penolakan didasarkan pada alasan-alasan lain, misalnya :

a. Karena sedang mengajukan Surat Keberatan; atau

b. Sengaja menolak dengan alasan yang tidak jelas

Maka terhadap hal-hal yang demikian, Jurusita setelah memberikan keterangan seperlunya tetap melaksanakan Surat Paksa tersebut dengan menyerahkan salinan Surat Paksa kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan. Dan apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak dan wakilnya tetap menolak maka salinan surat paksa tersebut dapat ditinggalkan begitu saja pada tempat kediaman / tempat


(1)

tentang perpajakan, untuk itu perlu ditingkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

2. Menjelaskan kepada Wajib Pajak bahwa selama Wajib Pajak membayar utang pajak yang dimiliki tepat pada waktunya atau sebelum jatuh tempo, maka kepadanya tidak akan dilakukan tindakan penagihan. Sehingga sedikit memotivasi Wajib Pajak untuk tepat waktu dalam pembayaran utang-utang pajaknya.

3. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak fiskus dengan instansi terkait, sehingga pelaksanaan penagihan dan pengawasan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesempatan Wajib Pajak dalam menghindari penunggakan pajak.

4. Apabila Jurusita Pajak tidak diperbolehkan masuk rumah untuk melaksanakan tugasnya, Jurusita dapat melaporkan kepada pihak Kepolisian untuk melaksanakan penyitaan tersebut.

5. Ada juga kalanya Wajib Pajak keberatan atau tiak memperbolehkan Jurusita untuk menyita barang milik Wajib Pajak tersebut. Dalam hal ini Jurusita Pajak berupaya memberikan penjelasan atau pengertian mengenai maksud penyitaan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang (lelang) apabila Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya.

6. Pada waktu melakukan penyitaan atau ada kemungkinan bahwa Wajib Pajak / Penanggung Pajak mengatakan bahwa sebagian barang yang


(2)

akan disita bukan miliknya, oleh sebab itu Wajib Pajak / Penanggung Pajak atau wakilnya harus dapat menunjukkan bukti yang jelas bahwa barang tersebut memang benar bukan milik Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang bersangkutan.

7. Apabila Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mau menandatangani Berita Acara Sita, Jurisita dapat memaksakan dan meminta bantuan kepada pihak Kepolisian karena telah melanggar Peraturan Perundang-Undangan.

Dilihat dari masalah-masalah yang timbul di dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak melalui Surat Paksa yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai dikarenakan pada umumnya banyak Wajib Pajak yang belum begitu mengerti dan memahami peraturan perpajakan serta kurangnya kesadaran Wajib Pajak. Hal inilah yang membuat Wajib Pajak / Penanggung Pajak melalaikan kewajibannya dalam pembayaran pajak, dengan tidak membayar utang pajaknya dengan berbagai alasan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagi berikut :

1. Tata Cara Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai sudah cukup baik karena sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

2. Tujuan akhir dari Penagihan Pajak kepada Wajib Pajak / Penanggung Pajak bukanlah hanya semata-mata untuk menyita ataupun lelang, tetapi dengan tujuan pelunasan utang-utang pajak yang terutang yang dimiliki oleh Wajib Pajak / Penanggung Pajak.

3. Masih banyaknya terjadi perbedaan persepsi antara Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan pihak Aparatur Pajak yang dapat mengakibatkan tunggakan atau pajak yang terutang semakin banyak yang dikarenakan adanya penundaan-penundaan karena berbagai faktor.

4. Masih kurangnya kesadaran Wajib Pajak / Penanggung Pajak dalam melaksanakan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.


(4)

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat membantu Fiskus dan Aparatur Pajak lainnya dalam Pelaksanaan Penagihan, yaitu :

1. Sumber Daya Manusia yang terbatas dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas pada proses penagihan pajak. Khususnya dalam hal Penagihan Aktif, petugas Jurusita Pajak yang masih belum mencukupi bila dibandingkan dengan volume kerja dan jumlah Wajib Pajak yang semakin bertambah. Diharapkan kepada aparatur pajak yang ada untuk mengoptimalkan semua keterampilan dan profesionalitas dalam menyelesaikan tanggung jawabnya.

2. Masih terdapat banyak Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang tidak patuh. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Surat Teguran dan Surat Paksa yang direspon. Dan untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak / Penanggung Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajibannya di bidang perpajakan, pihak KPP Pratama Binjai perlu meningkatkan pembinaan terhadap Wajib Pajak / Penanggung Pajak dengan penyuluhan yang intensif.

3. Para Aparatur Pajak pada Pelaksanaan Penagihan sudah melakukannya secara optimal, tetapi mungkin dengan cara persuasif atau mengajak melalui pendekatan-pendekatan terhadap Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak / Penanggung Pajak menjadi jauh lebih sadar akan kewajibannya sehingga dapat mencapai target dalam pencairan tunggakan-tunggakan pajaknya, sehingga dapat memperkecil


(5)

kesempatan Wajib Pajak / Penanggung Pajak untuk menghindari pelunasan utang pajak yang dimilikinya.

4. Perlunya peningkatan fungsi Pengawasan terhadap Penagihan Pajak dan koordinasi serta kerjasama dalam pelaksanaan tugas pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai yang bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan Negara.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo,Santoso.2003,Pengantar Ilmu Hukum Pajak,Edisi Keempat,Refika Aditama,Bandung.

Resmi,Siti,2008,Perpajakan Teori dan Kasus,Edisi Keempat,Salemba Empat,Jakarta.

Rusjdi,Muhammad.Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa,Edisi Kedua,PT Indeks,Jakarta.

Suandy,Erly,2005,Hukum Pajak,Edisi Ketiga,Salemba Empat,Jakarta.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sbegaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.