Pembuatan Dan Uji Sediaan Krim Hidrokortison

(1)

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBUATAN DAN UJI SEDIAAN KRIM HIDROKORTISON

TUGAS AKHIR

Digunakan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahlimadya Pada Program Diploma III Analis Farmasi Universitas Sumatera

Utara

Oleh :

ELFRIDA BUTAR – BUTAR 052410042

Medan, Mei 2008 Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing

Drs. Saiful Bahri M.S, Apt. NIP. 131 285 999

Disahkan Oleh : Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP. 131 283 716


(2)

PEMBUATAN DAN UJI SEDIAAN KRIM HIDROKORTISON

TUGAS AKHIR

Oleh :

ELFRIDA BUTAR – BUTAR 052410042

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang terus menerus melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III ( D3 ) Analis Farmasi di Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada penulisan tugas akhir ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dengan tulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof . Dr. Jansen Silalahi, M. App.Sc., Apt., sebagai koordinator Diploma-3 Analis Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S.,Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan membimbing penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya tugas akhir ini.

4. PT .Kimia Farma ( persero ) Tbk Plant Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan tugas PKL.

5. Teristimewa kepada orang tua penulis. ayahanda tercinta, abang dan kakak yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis .


(4)

6. Seluruh staf dan karyawan PT. Kimia Farma ( persero ) Tbk Plant Medan atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Seluruh staf pengajar Departemen Farmasi Fakultas Farmasi USU Medan. 8. Teman-teman satu kost yang telah memberikan dorongan, semangat dan bantuan terhadap penulis.

9. Buat sahabat ku terkhusus nya Preddy.L yang selalu memberikan dorongan dan semangat selama menyelesaikan perkuliahan, hingga sampai menyusun Tugas Akhir ini.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Analis Farmasi Angkatan 2005-2007 atas opini-opini yang membangun.

11. Semua teman kelompok PKL terkhususnya, Sri Ulina Tarigan, Mira Srinina Bangun, Muharni Saputri,Mutiara Siagian, Ristina Hasibuan, yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2008 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.2.1. Tujuan ... 3

1.2.2. Manfaat ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Sediaan Topikal ... 4

2.2. Krim ... 5

2.3. Obat Kulit ... 6

2.4. Hidrokortison ... 8

2.4.1. Sifat Fisika Kimia ... 8

2.4.2. Pengujian hidrokortison ... 9

2.4.2.1 Uji Kualitatif ... 9

2.4.2.2 Uji Kuantitatif ... 10

2.4.3. Pembuatan Krim Hidrokortison ... 16

2.5 Evaluasi Mutu ... 18

2.5.1 Pemerian ... 18

2.5.2 Homogenitas ... 18


(6)

2.5.4 pH ... 19

2.5.5. Penetapan Kadar Zat Aktif ... 19

2.5.6 Keseragaman Sediaan ... 19

BAB III. METODOLOGI ... 21

3.1.Alat dan Bahan ... 21

3.1.1. Alat ... 21

3.1.2. Bahan ... 21

3.2. Evaluasi Mutu ... 22

3.2.1 Pemerian ... 22

3.2.2 Homogenitas ... 22

3.2.3 pH ... 22

3.2.4 Stabilitas ... 23

3.2.5 Keseragaman Sediaan ... 23

3.2.6 Simpangan Baku Relatif ... 23

3.2.7 Kadar Zat Aktif ... 24

3.2.7.1 Pembuatan Larutan Standard ... 24

3.2.7.2 Pembuatan Larutan Uji ... 24

3.2.7.3 Pengukuran ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30


(8)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara umum obat dapat didefenisikan sebagai suatu bahan yang digunakan dalam pengobatan dari hasil diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, pada manusia atau hewan.

Suatu senyawa dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat sebagai racun. Senyawa tersebut akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat tetapi , bila digunakan dalam dosis yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan bahkan kematian. Bila dosisnya lebih kecil maka tidak akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan.

Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung kulit. Sediaan setengah padat terdiri dari salep, pasta, dan krim.

Krim (Cremoris) adalah suatu salep yang berupa emulsi kental mengandung tidak kurang 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Sediaan krim merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan untuk pengobatan terhadap bagian tubuh yang terasa sakit pada bagian tubuh. Orang cenderung menggunakan krim karena penggunaannya yang mudah, cukup hanya mengoleskan pada bagian tubuh yang sakit, mudah merata, dan bila dicuci tidak meninggalkan sisa pada kulit.


(9)

Salah satu obat dalam bentuk krim yang digunakan untuk pemakaian luar adalah hidrokortison. Hidrokortison termasuk golongan Kortikosteroid. Obat ini digunakan untuk mencegah dan melawan terjadinya peradangan atau disebut juga antiinflamasi. Adapun efek anti radang didasarkan atas vasokonstruksi dan penurunan permeabilitas kapiler-kapiler, merintangi terbentuknya mediator nyeri, dan efek stabilitas membran lisosom.

Krim hidrokortison ini sebelum dipasarkan harus dilakukan pengujian serta penetepan kadar untuk menjaga keamanan dan kualitas krim dari awal produksi sampai pada obat jadi sehingga menjamin hasil akhir yang berkhasiat dan menghasilkan efek terapi pada setiap penggunaan. Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat dari penggunaan obat yang tidak memenuhi mutu, keamanan, dan efek terapi yang baik, maka dilaksanakan pengobatan dengan cara mencantumkan ketentuan persediaan farmasi pada UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yaitu dengan cara diproduksi obat dengan menggunakan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

Untuk menjaga keamanan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya obat-obatan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 085/MENKES/Per/V/1989 yang berisi tentang kewajiban menulis resep atau menggunakan obat generik atau menggunakan obat generik karena harganya lebih murah.

Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan pembuatan dan uji krim Hidrokortison produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


(10)

Dalam hal ini, penulis melakukan pembuatan dan uji terhadap krim Hidrokortison dalam sediaan krim yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dengan dua nomor batch yang berbeda yang diberi kode A, dan B.

Dalam pembuatan dan uji Hidrokortison, KCKT merupakan suatu metode yang cocok karena selain memberi hasil yang akurat, proses pemisahan membutuhkan waktu yang relatif cepat.

1.2.Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

- Mengetahui cara pembuatan krim hidrokortison secara pabrik

- Menentukan uji krim hidrokortison dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

- Mengetahui apakah pembuatan dan uji krim hidrokortison di dalam sediaan krim hasil produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

1.2.2 Manfaat

Untuk mengetahui pembuatan dan uji krim hidrokortison secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang diproduksi PT.Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Topikal

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotio, salep, dan krim.

Lotio merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar kulit. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. lotio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga lotio harus dikocok kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah memisah terdispersi kembali. (Ansel, 1989)

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif tinggi. (Anief, 1999)


(12)

2.2. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.

Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (safonifikasi) dari suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas yaitu temperatur 700- 800C. (Dirjen POM,1995).

Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya. ( Anief, 1999 ).

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M digunakan : sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain-lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. (Anief,1994).

Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan


(13)

adalah sebagai berikut : a. Stabil

b. Lunak

c. Mudah dipakai

d. Dasar krim yang cocok e. Terdistribusi merata

Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat berbahaya. (anief,1999)

2.3 Obat Kulit

Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yng dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid.


(14)

Kortikosteroid mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteriod secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan dengan obat antibiotika.

Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit. Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak, berdarah, melepuh, dan gatal.

2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit menjadi tebal, keras dan retak-retak. (Sartono, 1996).

Salah satu obat produksi dari PT. Kimia Farma (Persero)Tbk Plant Medan yang digunakan melalui kulit adalah krim hidrokortison. Hidrokortison merupakan suatu senyawa turunan dari kortikosteroid. Hidrokortison dalam bentuk krim biasanya dikombinasikan dengan suatu asam, misalnya bila dikombinasikan dengan suatu asam asetat maka nama dari sediaan tersebut adalah hidrokortison asetat.

Hidrokortison asetat (C23H32O6

Untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit, digunakan obat topikal yang mengandung obat-obat seperti golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal,

) digolongkan ke dalam obat antiinflamantori analgesik yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya rasa nyeri, bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak. (Anief,1996).


(15)

antifungi, dan lain-lain. Bentuk obat topikal dapat berupa salep, krim, lotio, dan pasta. Pemilihan bentuk obat topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, parahnya kerusakan kulit, daya kerja obat yang dikehendaki, kondisi penderita, dan daerah kulit yang diobati. Biasanya obat topikal mengandung obat yang dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam dari permukaan kulit, misalnya pada opengobatan penyakit kulit kronik dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid.( Sartono, 1996)

2.4 Hidrokortison

Hidrokortison adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Kortikosteroid bekerja dengan cara mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat sel epidermis.

Krim Hidrokortison dapat mengurangi radang, rasa gatal, dan rasa sakit pada kulit.indikasi krim ini ,menekan reaksi radang pada kulit yang bukan diseba kulit 2-3 kali sehari. ( Anief, 1996 )

2.4.1 Sifat Fisika Kimia

Rumus molekul : C21H30O O

OH

CH2

H CH3

H

CO CH2OH

OH


(16)

Berat molekul : 362,47

Nama kimia : 11β, 17α, 21 – trihydroxypregn – 4 - ena – 3,20 – dion Nama lain : Cortisol

Pemerian : Serbuk hablur/kristalin,Putih, Tidak berbau dan rasa pahit

Kelarutan : Sangat Sukar larut dalam air, dalam eter, agak sukar larut dalam aseton dan dalam etanol, sukar larut dalam kloroform. (Dirjen POM,1995)

2.4.2. Pengujian Hidrokortison

2.4.2.1. Uji Kualitatif

Cara-cara pemeriksaan hidrokortison dapat dilakukan dengan metoda spektrofotometri dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

a. Menggunakan metoda spektrofotometri

Hidrokortison dapat diidentifikasi dengan mengukur serapannya pada panjang gelombang tertentu dengan alat spektrofotometri. Dalam pelarut metanol hidrokortison akan memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum ± 242 nm.

b. Menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna. Cara ini pertama sekali dipaparkan pada tahun 1903 oleh Michael Tswett. Dalam kromatografi, menggunakan dua fase yaitu fase tetap (fase diam atau stationary phase) dan fase gerak (mobile phase), pemisahan senyawa tergantung daripada gerakan dari dua fase ini.


(17)

Menurut farmakope Indonesia Ed. IV, lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi, atau kombinasi dari keduanya, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan.

Campuran yang akan di kromatografi harus dilarutkan dalam pelarut yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lapisan. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tapi yang terbaik yang bertitik didih 50-1000C. pelarut yang demikian mudah ditangani dan mudah menguap dari lapisan. Larutan uji ditotolkan pada plat KLT diikuti dengan penotolan larutan baku. Setelah dilakukan pengelusian, lapisan tersebut kemudian disemprot dengan suatu pereaksi, yang akan menimbulkan bercak warna setelah bereaksi dengan cuplikan. Maka noda larutan uji akan menunjukkan warna dan harga Rf yang sama dengan noda larutan baku. (Gritter, 1991)

2.4.2.2 Uji kuantitatif

Pengujian hidrokortison dapat dilakukan dengan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Perpormance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu tekhnis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi karena sederhana dan kepekaannya tinggi. KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama.


(18)

Kemajuan dalam tekhnologi kolom , sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan pada KCKT menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi.

KCKT digunakan untuk senyawa-senyawa tidak atsiri, berbobot molekul tinggi, anorganik, tidak tahan panas dan lain sebagainya. Kepekaan dari peralatan KCKT sangat tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu yang tidak lama. Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang handal dan kolom yang efisien. (Munson, 1991)

KCKT pada saat ini merupakan metode kromatografi cair paling akhir. Dalam beberapa tahun terakhir ini tekhnologi KCKT dan pemakaiannya sangat berkembang, walaupun membutuhkan biaya yang relatif tidak sedikit tapi saat ini merupakan suatu tekhnik yang banyak digunakan pada perusahaan obat. Diantaranya adalah PT. Kimia Farma (persero) Tbk. Plant Medan.

KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Cepat ; untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik ; kemampuan pelarut berinteraksi dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang dikehendaki.

3. Peka / detector unik ; detector yang dipakai adalah uv 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.


(19)

4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan mutunya bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut,dan jenis pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion. Mudah memperoleh kembali cuplikan ; karena detector tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan . (Johnson, 1991)

Pada dasarnya alat KCKT terdiri dari : 1. Sistem Pompa

Pompa harus tahan terhadap semua jenis pelarut, dapat mencapai tekanan sampai 6000 psi , harus bebas denyut, dan dapat menghantarkan aliran terukur 0,01 – 1,0 atau 0,1 - 20 ml/ menit. Selain itu, pompa harus mempunyai batas volume minimum sehingga memungkinkan pergantian pelarut dengan cepat dan elusi landaian secara efisien. Laju aliran biasanya dikendalikan dengan tombol pada pompa normal atau dengan mikroprosesor pada pompa niaga yang lebih canggih. (Gritter,1991)

2. Tandon pelarut

Bahan tandon harus lembab terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi pilihan. Baja anti karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari 500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1 – 2 ml / menit. ( Munson, 1991)


(20)

3. Pipa

Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembab, tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai. ( Munson, 1991 )

4. Penyuntik / Sistem penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan terokan ( fase gerak ). Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk kolom. ( Munson, 1991 )

5. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk mamasang

penyaring 2 μm dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa

fase gerak atau terokan, hal ini dapat memperpanjang umur kolom. ( Munson, 1991 ) Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Kolom analitik :

garis tengah dalam 26mm. untuk kemasan makropartikel panjang kolom 50 -100 cm, untuk kemasan mikropartikel biasanya panjang kolomnya 10-30 cm. b. Kolom preparatif :


(21)

Pemilihan kolom yang dipakai untuk cuplikan yang sifatnya tidak dikenal berdasarkan pada sifat kimia umum linarut, sifat kelarutan dan ukurannya. Kolom dapat dikemas sendiri atau membeli kolom yang sudah dikemas. KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai. ( Gritter, 1991 )

6. Detektor

Detektor harus memberikan cuplikan , tanggapan yang dapat diramalkan , peka, hasil yang efisien dan tidak terpengarung oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai. ( Mu

6. Penguat Sinyal

nson, 1991 )

Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik. ( Munson, 1991 )

7. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak).Dari daftar


(22)

tersebut, secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa (Munson,1991).

Dalam pemisahan suatu senyawa secara KCKT biasanya digunakan suatu pelarut landaian yaitu pelarut yang dapat diubah-ubah kepolarannya sesuai dengan kebutuhan.

Ada beberapa keuntungan jika digunakan pelarut landaian, diantaranya : a. Waktu analisis keseluruhan dapat berkurang

b. Daya pisah keseluruhan persatuan waktu campuran ditingkatkan c. Bentuk puncak diperbaiki (pembentukan ekor lebih kecil)

d. Kepekaan efek ditingkatkan karena bentuk puncak kurang beragam.

Pada kromatografi cair, susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu perubahan yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dapat digunakan dalam metode KCKT tetapi harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini :

1. Murni tanpa cemaran

2. Tidak bereaksi dengan kemasan 3. Sesuai dengan detektor

4. Dapat melarutkan cuplikan 5. Mempunyai viskositas rendah

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan 7. Harganya wajar. (johnson,1991).


(23)

Prinsip dari metode KCKT adalah :

Bila sampel telah dimasukkan dengan suatu penyuntik KCKT, maka akan dibawa melalui kolom bersama suatu fase gerak akibat adanya tekanan dari pompa. Data yang dihasilkan ditunjukkan berupa puncak oleh suatu perekam.

2.4.3 Pembuatan Krim Hidrokortison

2.4.3.1 Proses pembuatan krim dalam industri

Pencampuran dan pengadukan merupakan hal yang kritik dalam pembuatan emulsi. pengadukan dengan kecepatan yang tinggi dapat memasukkan udara ke dalam hasil, dan pengadukan yang lambat tidak membuat emulsi yang baik. Masalah itu terjadi pada pembuatan dalam skala besar. pemasukan udara dapat terjadi pada waktu pencampuran, homogenisasi atau penggilingan.

Pemasukan udara dapat dicegah tahap pertama mengemulsi bila fase satu dimasukkan ke dalam fase lain dengan mencegah terjadinya penceburan dan pengaliran. Sistem tertutup mencegah pemasukan udara pada waktu homogenisasi atau penggilingan, dan bila krim dipindahkan ke tangki penyimpanan, bejana atau hopper dari mesin pengisi. Proses yang dapat dilakukan antara lain :

a. Metode peleburan

Krim dibuat secara peleburan, obat dilarutkan dalam lemak atau malam yang sedang melebur, atau dalam suatu komponen bahan pembawa, lalu dicampur dengan basis. Masa yang meleleh dicampur sambil didinginkan sebab alkohol lemak, asam lemak dan malam tidak membentuk larutan benar dengan vaselin dan minyak mineral, tetapi mengkristal habis pelelehan bila temperatur turun.


(24)

b Pembuatan emulsi

Waktu, temperatur dan kerja mekanik merupakan tiga variabel dalam pembuatan emulsi dalam sediaan setengah padat ketiga faktor tersebut saling berhubungan dan perlu dikontrol sungguh – sungguh bila batch dalam jumlah besar dan kualitas yang tinggi dan akan dibuat ulangan.

Ketel tempat pembuatan harus bersih, sebab sisa batch sebelumnya dan kontaminan asing dapat memberi efek yang berlawanan mengenai stabilitas dan kualitas emulsi.

Pembuatan fase air dan minyak, Komponen minyak atau campuran lemak dimasukkan ke dalam ketel terbungkus uap dan terbuat dari baja tak berkarat. Asam stearat, setil alkohol dipilih yang terbentuk ‘ flake ‘ karena mudah dikerjakan. Vaselin dituangkan dengan cara dilebur dulu, dituang dari drum tempatnya atau dipompa. Memindahkan sejumlah besar vaselin dilakukan dengan pemanasan dalam drum baja atau masukkan drum yang berisi vaselin dalam kamar panas ( 600 – 620 C). Vaselin yang cair disaring dengan kain saringan untuk menghilangkan kotoran atau zat asing.

c Homogenisasi

Alat yang digunakan ialah roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari obat yang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur ( 300 – 400 ). krim harus tahan terhadap gaya gesek yang timbul terhadap produk, maupun akibat aksi mekanis dari alat pengisi. ( Anief, 1997 )


(25)

2.5 Evaluasi Mutu

2.5.1 Pemerian

Pemeriksaan dilakukan terhadap bentuk, warna, bau, dan suhu lebur. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV pemerian untuk hidrokortison, yaitu serbuk hablur putih sampai praktis putih, tidak berbau, dan melebur pada suhu ± 213oC disertai peruraian.

2.5.2 Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen sehingga krim yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaan pada kulit. Alat yang digunakan untuk pengujian homogenitas ialah roller mill, colloid mill. Homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari obat yang tidak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30-40oC. Krim harus tahan terhadap gaya gesek yang timbul akibat pemindahan produk, maupun akibat aksi mekanis dari alat pengisi. (Anief, 1995).

2.5.3 Stabilitas

Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa, cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label. (Lachman, 1994).


(26)

Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. (Ansel,1989).

2.5.4 pH

Harga pH adalah harga yang ditunjukkan oleh pH meter yang telah dibakukan dan mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel dan elektroda perak-perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu ±250C, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. ( Dirjen POM, 1995 )

2.5.5 Penetapan Kadar Zat Aktif

Penetapan kadar dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Krim hidrokortison mengandung hidrokortison Asetat tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket. ( Dirjen, POM, 1995 )

2.5.6 Keseragaman Sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu keragaman bobot atau keragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan yang mengandung dua atau lebih zat aktif.


(27)

Persyaratan keragaman bobot diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih, dari bobot satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan.

Krim hidrokortison mengandung 2,5% zat aktif. Karena zat aktifnya kurang dari 50% maka keseragaman sediaan ditentukan dengan keseragaman kandungan. (Dirjen POM,1995).


(28)

BAB III

METODOLOGI

3.1Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

• Peralatan HPLC • Beaker Glass • Botol Akuades • Botol akuabides • Neraca analitik • Kertas saring • Filter 0,45 μm

• Batang pengaduk • Objek glass • Gelas ukur • pH-meter • Labu ukur • Tabung reaksi • Tissu

• Pipet volum • Mat pipet


(29)

3.1.2 Bahan-bahan • Akuades • Akuabides • Metanol • Asetonitril

• Krim hidrokortison • Es batu

• Asam asetat glasial

3.2 Evaluasi Mutu

3.2.1 Pemerian merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara organoleptik yaitu

terhadap bentuk, warna, dan bau.

3.2.2 Homogenitas

Prosedur : sejumlah krim diletakkan di atas objek glass, ditekan dengan objek glass yang lain hingga rata, lalu amati homogenitasnya

secara visual.

3.2.3 pH

alat : ph meter Merk : Metrhrom Type : 691 Swiss Prosedur :

• Ditimbang seksama sejumlah tertentu massa krim hidrokortison, dimasukkan ke dalam beaker glass.


(30)

• Ditambahkan 30ml aquades sedikit demi sedikit, diaduk sampai larut.

• Diukur pHnya dengan pH meter yaitu dengan mencelupkan anoda dan katoda ke dalam larutan tersebut kemudian dilihat pada LCD display sampai tanda “drift” pada layar hilang dan dicatat hasilnya.

3.2.4 Stabilitas

Stabilitas merupakan pemeriksaan dilakukan secara visualitas.

3.2.5 Keseragaman Sediaan

Alat : Digital Analytical Balance Merk : Sartorius

Type : AC 211S

Prosedur :

• Dihubungkan steaker ke alat dengan stop kontak • Dihidupkan alat dengan menekan tombol (i/o)

• Dibuka kaca penutup timbangan, di dalamnya diletakkan piringan timbangan • Ditekan “tare” untuk menolkan

• Ditimbang 10 tube kosong, kemudian ditimbang satu per satu

• Ditimbang 10 tube yang berisi krim hidrokortison, kemudian ditimbang satu per satu.

• Dihitung bobot rata-rata isi tube (berat neto)

3.2.6 Simpangan Baku relatif

Simpangan baku relatif dihitung dengan rumus :


(31)

Keterangan : a = jumlah ( Berat netto tiap tube – rata-rata netto)

• Fase gerak : Asetonitril – Akuabides ( 600 ml : 1 ml )

2

n-1 n = Jumlah tube

3.2.7 Kadar zat aktif

Prosedur :

• Pelarut : Metanol – Asam asetat glasial ( 1000 ml : 1 ml )

3.2.7.1Pembuatan Larutan Standard

▪ Standart hidrokortison asetat ditimbang ± 25 mg , dilarutkan dengan pelarut.

▪ Dimasukkan dalam labu ukur 50 ml lalu diadkan dengan pelarut sampai garis tanda.

▪ Dikocok hingga larut

▪ Dipipet 5 ml.

▪ Ditambahkan 10 ml fase gerak

▪ Dihomogenkan kembali.

▪ Disaring dengan filter 0,45 μm.

3.2.7.2Pembuatan Larutan Uji

• Sampel hidrokortison asetat ditimbang ± 1gr,dilarutkan dengan pelarut.


(32)

• Dimasukkan dalam labu ukur 50 ml lalu diadkan dengan pelarut sampai garis tanda.

• Dikocok hingga larut atau dihomogenkan

• Direndam dengan air dan dipanaskan sampai suhu 600

• Didinginkan pada suhukamar.

C selama ± 10 menit.

• Direndam dalam es hingga es mencair ( ± 10 menit ). • Disentrifuge selama 30 menit.

• Dipipet 5 ml

• Ditambah 10 ml fase gerak • Disaring dengan filter 0,45 μm

3.2.7.3Pengukuran

Disuntikkan sejumlah volume yang sama ( 10μl ) larutan baku dan larutan uji ke dalam injection port. Diukur respon puncak utama. Dihitung

kadar sampel hidrokortison dengan rumus : C 

    

Rs Ru

Dimana : C : Kadar hidrokortison Asetat BPFI ( % ) Ru : Respon puncak sampel hidrokortison Asetat Rs : Respon puncak standard hidrokortison


(33)

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari evaluasi terhadap mutu hidrokortison krim 2,5 % diperoleh data-data sebagai berikut :

Awal pengisian krim

No Evaluasi mutu Syarat Hasil

A B 1. Pemerian Krim lunak dan

halus, berwarna putih dalam tube khusus 5 gram.

Krim lunak dan halus, berwarna putih dalam tube khusus 5 gram.

Krim lunak dan halus, berwarna putih dalam tube khusus 5 gram.

2. Homogenitas Homogen Homogen Homogen

3. Stabilitas krim Tidak memisah Tidak memisah Tidak memisah

4. pH 7,50 – 8,50 7,68 8,03

5. Penetapan kadar zat aktif

90,00 – 110,.00 % 99,61 % 98,74 %

6. Keseragaman bobot Rata – rata netto = 5,00 – 5.17 gr

5,06 gr 5,03 gr

7. Simpangan baku relatif

Maksimum 3 % 0,19 % 0,09 %


(35)

4. 2. Pembahasan

Evaluasi mutu hidrokortison krim 2,5 % dilakukan terhadap dua batch yaitu

batch 018080 ( A ) dan 018082 ( B ). Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa mutu hidrokortison krim 2,5 % produksi PT. Kimia Farma ( persero ) Tbk. memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Pemerian untuk krim hidrokortison yaitu krim lunak, halus, dan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Homogenitas dan stabilitas dari kedua batch yang diperiksa juga memenuhi persyaratan yaitu harus homogen dan tidak memisah.

Nilai pH pada batch A 7,68 sedangkan pada batch B 8,03. perbadaan ini dapat disebabkan karena masing – masing sampel yang ditimbang untuk pengukuran pH jumlahnya tidak tepat sama ± 3 gram dan perbedaan

homogenitas. Tetapi, walaupun nilai pHnya berbeda masih memenuhi persyaratan nilai pH yaitu berada pada rentang nilai 7,5 sampai 8,5.

Keseragaman sediaan dan simpangan baku realtif hasilnya juga berbeda antara batch A dan batch B. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan bobot tube kosong yaitu tidak tepat sama ± 2 Gram dan bobot hidrokortison dalam tube

memenuhi persyaratan yang ditetapkan PT.Kimia Farma(Persero) Tbk. yaitu 5,00 – 5,17 gram dan simpangan baku relatif maksimal 3 % .

Perbedaan kadar dari kedua kadar yang diperiksa diantaranya adalah 99,61 % (batch A) dan 98,74 % (batch B). Perbedaan ini disebabkan karena masing-masing sampel yang ditimbang tidak tepat sama yaitu ± 1 gram. hal ini

menyebabkan puncak pada kromatogram beragam, berbeda satu sama lain. sehingga dalam perhitungan akan diperoleh kadar yang berbeda pula.


(36)

Perbedaan kadar juga dapat disebabkan karena sampel yang digunakan tidak tercampur homogen. Bila sampel yang digunakan homogen, maka dalam pemeriksaan akan memberikan kromatogram yang bagus (puncak tidak bercabang/tidak tumpang tindih).

Dari kedua batch hidrokortison krim 2,5% produksi PT.Kimi Farma(Persero) Tbk. yang dilakukan secara KCKT didapatkan bahwa krim hidrokortison tersebut memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90,00-110,00%.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembuatan dan uji sediaan krim hidrokortison 2,5% produksi PT.Kimia Farma(Persero) Tbk. diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam farmakope indonesia edisi ke IV mulai dari pemerian, homogenitas, pH, stabilitas, kadar zat aktif, keseragaman kandungan dan simpangan baku relatif.

5.2. Saran

Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., agar tetap meningkatkan dan menjaga kualitas krim hidrokortison 2,5% hasil produksinya.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

Hal. 125 – 126 ,132.

Anief, Moh., 1996, Penggolongan Obat, Cetakan ke- 5, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, Hal. 21.

Anief, Moh., 1997, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 3, 18, 83 – 85. Ansel, H. C., 1989, Pengantar Untuk Sediaan Farmasi, Edisi ke – 4,

Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 1, 157, 515, 519.

Connors, Kennet A., dkk,1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, Jilid 1,

IKIP Semarang Press, Semarang, Hal 358.

Dirjen, POM Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi

ke – 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hal. 435 – 437. Gritter, Roy J., 1991,Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung,

Hal.186 – 280.

Johnson, E. L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi, Penerbit ITB, Bandung. Hal. 1 – 10.

Lachman, Leon dkk, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ke – 3,

Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 1666 – 1667.

Munson, J. W., 1991, Analis Farmasi Metode Modren, Parwa B, Airlangga

University Press, Surabaya, Hal. 14, 15, 26, 27, 32.

Sartono , 1996, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib

Apotek, Edisi ke – 2, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,


(39)

Lampiran 1. Data Keseragaman Sediaan dan Perhitungan Simpangan Baku Relatif

Batch A

NO Bobot Tube Kosong

( A )

Bobot tube kosong + isi

( B )

B – A ( C )

( D – C ) 2

1 2, 15 7, 21 5,06 0

2 2, 14 7, 27 5, 13 49

3 2, 11 7, 16 5, 05 1

4 2, 13 7, 17 5, 04 4

5 2, 15 7, 17 5, 02 16

6 2, 13 7, 21 5, 08 4

7 2, 10 7,15 5, 05 1

8 2, 14 7, 21 5, 07 1

9 2, 14 7, 19 5, 05 1

10 2, 14 7, 18 5, 04

+ 50,59 g : 10

4 + 81 : 9

5,06 g (D) 9

A. Keseragaman sediaan

a) Persyaratan : Bobot rata – rata netto 5,00 – 5,17 b) Hasil : Berat netto rata – rata 9 gr

c) Kesimpulan : Memenuhi Syarat

B. Simpangan Baku Relatif

a) Persyaratan : Simpangan Baku Relatif


(40)

c) Kesimpulan : Memenuhi Syarat

Batch B

No Bobot Tube Kosong

Bobot Tube + Isi

B – A (C)

( D – C )2

s1 2,16 7,20 5,04 4

2 2,13 7,16 5,03 1

3 2,09 7,12 5,03 1

4 2,21 7,22 5,01 1

5 2,12 7,13 5,01 1

6 2,13 7,15 5,02 0

7 2,12 7,15 5,03 1

8 2,14 7,18 5,04 4

9 2,08 7,12 5,04 4

10 2,12 7,15 5,03

+ 50,28 : 10

1 + 18 : 9 5, 02 g

(D)

2

A. keseragaman sediaan

a) Persyaratan : bobot rata – rata netto 5,00 – 5,17 gr b) Hasil : berat netto rata – rata 5,02 gr

c) Kesimpulan : Memenuhi syarat

B. Simpangan baku relatif

a) Persyaratan : Simpangan baku relatif maks. 3%

b) Hasil : Simpangan baku √ 2 : 3,16 : 502 x 100% = 0,08 % c) Kesimpulan : Memenuhi syarat


(41)

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Hidrokortison secara KCKT

- Batch A

Ru = 9268330

Rs = 9173949

Kadar BPFI = 98,60 %

Kadar = 

     Rs Ru

x Kadar BPFI

=       9173949 9268330

x 98,60 %

= 99,61 %

- Batch B

Ru = 9187051

Rs = 9173949

Kadar BPFI = 98,60 %

Kadar = 

     Rs Ru

x Kadar BPFI

=       9173949 9187051

x 98,60 %

= 98,74 %

Kadar krim Hidrokortison 2,5 % yang di uji memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 90,00 % dan tidak lebih dari 110,00 %.


(1)

Perbedaan kadar juga dapat disebabkan karena sampel yang digunakan tidak tercampur homogen. Bila sampel yang digunakan homogen, maka dalam pemeriksaan akan memberikan kromatogram yang bagus (puncak tidak bercabang/tidak tumpang tindih).

Dari kedua batch hidrokortison krim 2,5% produksi PT.Kimi Farma(Persero) Tbk. yang dilakukan secara KCKT didapatkan bahwa krim hidrokortison tersebut memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90,00-110,00%.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembuatan dan uji sediaan krim hidrokortison 2,5% produksi PT.Kimia Farma(Persero) Tbk. diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam farmakope indonesia edisi ke IV mulai dari pemerian, homogenitas, pH, stabilitas, kadar zat aktif, keseragaman kandungan dan simpangan baku relatif.

5.2. Saran

Diharapkan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., agar tetap meningkatkan dan menjaga kualitas krim hidrokortison 2,5% hasil produksinya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh., 1994, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 125 – 126 ,132.

Anief, Moh., 1996, Penggolongan Obat, Cetakan ke- 5, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 21.

Anief, Moh., 1997, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Hal. 3, 18, 83 – 85. Ansel, H. C., 1989, Pengantar Untuk Sediaan Farmasi, Edisi ke – 4,

Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 1, 157, 515, 519.

Connors, Kennet A., dkk,1992, Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi, Jilid 1,

IKIP Semarang Press, Semarang, Hal 358.

Dirjen, POM Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi ke – 4, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, Hal. 435 – 437.

Gritter, Roy J., 1991,Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung, Hal.186 – 280.

Johnson, E. L., dan Stevenson, R., 1991, Dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Penerbit ITB, Bandung. Hal. 1 – 10.

Lachman, Leon dkk, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ke – 3, Universitas Indonesia Press, Jakarta, Hal. 1666 – 1667.

Munson, J. W., 1991, Analis Farmasi Metode Modren, Parwa B, Airlangga University Press, Surabaya, Hal. 14, 15, 26, 27, 32.

Sartono , 1996, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek, Edisi ke – 2, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,


(4)

Lampiran 1. Data Keseragaman Sediaan dan Perhitungan Simpangan Baku Relatif

Batch A

NO Bobot Tube Kosong

( A )

Bobot tube kosong + isi

( B )

B – A ( C )

( D – C ) 2

1 2, 15 7, 21 5,06 0

2 2, 14 7, 27 5, 13 49

3 2, 11 7, 16 5, 05 1

4 2, 13 7, 17 5, 04 4

5 2, 15 7, 17 5, 02 16

6 2, 13 7, 21 5, 08 4

7 2, 10 7,15 5, 05 1

8 2, 14 7, 21 5, 07 1

9 2, 14 7, 19 5, 05 1

10 2, 14 7, 18 5, 04

+ 50,59 g : 10

4 + 81 : 9

5,06 g (D) 9

A. Keseragaman sediaan

a) Persyaratan : Bobot rata – rata netto 5,00 – 5,17 b) Hasil : Berat netto rata – rata 9 gr

c) Kesimpulan : Memenuhi Syarat

B. Simpangan Baku Relatif

a) Persyaratan : Simpangan Baku Relatif


(5)

c) Kesimpulan : Memenuhi Syarat

Batch B

No Bobot Tube Kosong

Bobot Tube + Isi

B – A (C)

( D – C )2

s1 2,16 7,20 5,04 4

2 2,13 7,16 5,03 1

3 2,09 7,12 5,03 1

4 2,21 7,22 5,01 1

5 2,12 7,13 5,01 1

6 2,13 7,15 5,02 0

7 2,12 7,15 5,03 1

8 2,14 7,18 5,04 4

9 2,08 7,12 5,04 4

10 2,12 7,15 5,03

+ 50,28 : 10

1 + 18 : 9 5, 02 g

(D)

2

A. keseragaman sediaan

a) Persyaratan : bobot rata – rata netto 5,00 – 5,17 gr b) Hasil : berat netto rata – rata 5,02 gr

c) Kesimpulan : Memenuhi syarat

B. Simpangan baku relatif

a) Persyaratan : Simpangan baku relatif maks. 3%

b) Hasil : Simpangan baku √ 2 : 3,16 : 502 x 100% = 0,08 % c) Kesimpulan : Memenuhi syarat


(6)

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Hidrokortison secara KCKT

- Batch A

Ru = 9268330

Rs = 9173949

Kadar BPFI = 98,60 %

Kadar = 

     Rs Ru

x Kadar BPFI

=       9173949 9268330

x 98,60 % = 99,61 %

- Batch B

Ru = 9187051

Rs = 9173949

Kadar BPFI = 98,60 %

Kadar = 

     Rs Ru

x Kadar BPFI

=       9173949 9187051

x 98,60 % = 98,74 %

Kadar krim Hidrokortison 2,5 % yang di uji memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari 90,00 % dan tidak lebih dari 110,00 %.