Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011

(1)

Medan

Periode Juli-Agustus 2011

Oleh :

EPIFANUS ARIE TANOTO 080100248

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Medan

Periode Juli-Agustus 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

EPIFANUS ARIE TANOTO

080100248

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan

Periode Juli-Agustus 2011

Nama : Epifanus Arie Tanoto NIM : 080100248

Pembimbing Penguji I

( dr. Ruly Hidayat, Sp.M ) (dr. Fitriani Lumongga, Sp.PA ) NIP. 1974 09 18 2005 01 2 001 NIP. 1969 12 21 2002 12 2 001

Penguji II

( dr. Zulkarnain Rangkuti, MSi ) NIP. 1952 09 17 1981 12 1 001

Medan, 21 Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Glaukoma adalah masalah utama pada kebutaan yang irreversibel. Baik di dunia maupun di Indonesia, glaukoma menduduki peringkat kedua penyebab kebutaan pada mata. Statistik menunjukkan sebanyak 0,5% penduduk Indonesia mengalami glaukoma. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam terjadinya glaukoma adalah diabetes melitus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Adapun jumlah sampel yang diperoleh adalah 50 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.

Dari analisis hasil penelitian, didapati responden paling banyak berjenis kelamin perempuan (56%) dan banyak responden yang berusia diatas 40 tahun (70%). Selain itu, hanya ditemukan 16 (32%) orang yang mengalami diabetes melitus dan 7 orang (14%) yang tekanan intraokulinya dalam batas normal. Dari analisis hasil, juga diperoleh 13 orang (26%) yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli, memiliki riwayat diabetes melitus. Sedangkan responden yang tekanan intraokulinya dalam batas normal dan tidak beriwayat diabetes melitus ada sebanyak 4 orang (8%). Pada uji hipotesis dengan menggunakan Fisher’s

Exact test, diperoleh nilai p > 0,05.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah sampel, mengubah metode pengumpulan data dan memperluas jangka waktu pengambilan data.


(5)

ABSTRACT

Glaucoma is a major problem on the irreversible blindness. Both globally and in Indonesia, glaucoma ranks second cause of blindness in the eye. Statistics show as much as 0.5% of Indonesia's population have glaucoma. One factor thought to play a role in the occurrence of glaucoma are diabetes mellitus.

This study is to determine the relationship of diabetes mellitus with increased pressure in glaucoma intraoculi. This research method using cross-sectional approach.Samples obtained is 50 people, and using consecutive sampling technique. The research was conducted two months at the Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.

From the analysis, most respondents were women (56%), and many respondents aged over 40 years (70%). In addition, there are only 16 people (32%) who have diabetes mellitus and 7 men (14%) which intraocular pressure within normal limits. From the analysis was obtained 13 people (26%) who showed an increase in intraocular pressure with history of diabetes mellitus. While others within normal limits and without history of diabetes mellitus as many as 4 people (8%). The hypothesis is tested by Fisher's Exact test, and the obtained p value is > 0.05.

The conclusion of this study is no association between diabetes mellitus with the increase of intraocular pressure in glaucoma. It is recommended for further research in order to increase the number of samples, changing the method of data collection and expand the data collection period.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Ruly Hidayat, Sp.M, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) yang telah menjadi dosen penasihat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada para dosen penguji, dr. Fitriani Lumongga, Sp.PA dan dr. Zulkarnain Rangkuti, MSi, yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun dalam penyelesaian laporan hasil penelitian ini.

5. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Antonius dan Ibunda Oei Mie Foeng serta adik-adik penulis, Fransiskus Tanoto dan Anastasia Tanoto yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

6. Kepada abang senior penulis, Florensius Ginting, S.Ked dan Ivan, S.Ked, yang telah membantu dengan setulus hati dalam memberikan dukungan dan masukan pada penulis dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini.


(7)

7. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat penulis, Andi Susilo, Vincent Selamat, Stefani Susilo, Armin Wijaya, Shalini Shanmugalingam, Shamini Shanmugalingam, Patria Timotius Tarigan, Faskanita Maristella Nadapdap, Citra Aryanti dan Marianto yang turut memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis untuk merampungkan laporan hasil penelitian ini, terutama Winny, Juang Idaman Zebua dan Juan C. R. N. Marbun yang telah membantu penulis dalam memahami seluk beluk penelitian.

8. Kepada teman-teman seperjuangan satu kelompok, yaitu Annisa Irnita Siregar dan Tulus Laston Manurung, yang telah turut bersusah payah dan tetap menjaga kekompakan dalam menyukseskan penyelesaian laporan hasil penelitian ini.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011” ini. Harapan penulis semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, 16 Desember 2011


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Anatomi ... 4

2.2.Fisiologi ... 5

2.3.Tekanan Intraokuli ... 7

2.4.Glaukoma ... 8

2.4.1. Definisi ... 8

2.4.2. Etiologi dan Faktor Resiko ... 8

2.4.3. Klasifikasi ... 8

2.4.4. Patogenesis dan Patofisiologis ... 9

2.4.4.1.Glaukoma Sudut Terbuka... 9

2.4.4.2.Glaukoma Sudut Tertutup ... 9

2.4.4.3.Glaukoma Kongenital ... 10


(9)

2.4.4.5.Glaukoma Tekanan-Normal ... 10

2.4.5. Diagnosis ... 11

2.4.5.1.Pemeriksaan Tonometri... 11

2.4.5.2.Pemeriksaan Gonioskopi ... 11

2.4.5.3.Penilaian Diskus Optikus ... 11

2.4.5.4.Pemeriksaan Lapangan Pandang ... 12

2.4.6. Terapi ... 13

2.4.6.1.Terapi Medis ... 13

2.4.6.2.Terapi Bedah dan Laser... 14

2.5.Diabetes Melitus ... 14

2.5.1. Definisi ... 14

2.5.2. Diagnosa... 14

2.6.Hubungan Diabetes Melitus Dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2.Definisi Operasional ... 16

3.3.Hipotesis ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18

4.1.Jenis Penelitian ... 18

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

4.3.Populasi dan Sampel ... 18

4.3.1. Populasi ... 18

4.3.2. Sampel ... 18

4.4.Teknik Pengumpulan Data ... 19

4.5.Pengolahan dan Analisa Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 20


(10)

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 21

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 22

5.2.Pembahasan ... 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

6.1.Kesimpulan... 26

6.2.Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR ISTILAH

Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar

WHO = World Health Organization

RSUP HAM = Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Na+/K+-ATPase = Natrium/ Kalium – Adenosin Triphosphatase

SPSS = Statistic Package for Social Science

SK Menkes = Surat Keputusan Mentri Kesehatan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur trabecular meshwork ... 5

2.2 Trabecular Outflow dan Uveosceral Outflow ... 7

2.3 Pencekungan Glaukomatosa yang Khas (Hollowed out) ... 12

2.4 Kelainan Lapangan Pandang pada Glaukoma ... 13


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Perbandingan Komposisi Aqueous Humor,

Plasma dan Vitreous Humor ... 6 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Standar

Diagnosis Diabetes Melitus ... 15 5.1 Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia

Responden ... 21 5.2 Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Responden ... 21 5.3 Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Tekanan Intraokuli ... 22 5.4 Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Riwayat

Diabetes Melitus ... 22 5.5 Hubungan Riwayat Diabetes Melitus Dengan Peningkatan

Tekanan Intraokuli ... 23 5.6 Nilai Ekpektasi Pada Pengujian Dengan Uji Hipotesis


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup ... 31

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 32

Lampiran 3 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan ... 34

Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 35

Lampiran 5 Data Sampel Penelitian ... 36

Lampiran 6 Hasil Output SPSS ... 38

Lampiran 7 Ethical Clearance ... 41


(15)

ABSTRAK

Glaukoma adalah masalah utama pada kebutaan yang irreversibel. Baik di dunia maupun di Indonesia, glaukoma menduduki peringkat kedua penyebab kebutaan pada mata. Statistik menunjukkan sebanyak 0,5% penduduk Indonesia mengalami glaukoma. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam terjadinya glaukoma adalah diabetes melitus.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Adapun jumlah sampel yang diperoleh adalah 50 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.

Dari analisis hasil penelitian, didapati responden paling banyak berjenis kelamin perempuan (56%) dan banyak responden yang berusia diatas 40 tahun (70%). Selain itu, hanya ditemukan 16 (32%) orang yang mengalami diabetes melitus dan 7 orang (14%) yang tekanan intraokulinya dalam batas normal. Dari analisis hasil, juga diperoleh 13 orang (26%) yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli, memiliki riwayat diabetes melitus. Sedangkan responden yang tekanan intraokulinya dalam batas normal dan tidak beriwayat diabetes melitus ada sebanyak 4 orang (8%). Pada uji hipotesis dengan menggunakan Fisher’s

Exact test, diperoleh nilai p > 0,05.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah sampel, mengubah metode pengumpulan data dan memperluas jangka waktu pengambilan data.


(16)

ABSTRACT

Glaucoma is a major problem on the irreversible blindness. Both globally and in Indonesia, glaucoma ranks second cause of blindness in the eye. Statistics show as much as 0.5% of Indonesia's population have glaucoma. One factor thought to play a role in the occurrence of glaucoma are diabetes mellitus.

This study is to determine the relationship of diabetes mellitus with increased pressure in glaucoma intraoculi. This research method using cross-sectional approach.Samples obtained is 50 people, and using consecutive sampling technique. The research was conducted two months at the Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.

From the analysis, most respondents were women (56%), and many respondents aged over 40 years (70%). In addition, there are only 16 people (32%) who have diabetes mellitus and 7 men (14%) which intraocular pressure within normal limits. From the analysis was obtained 13 people (26%) who showed an increase in intraocular pressure with history of diabetes mellitus. While others within normal limits and without history of diabetes mellitus as many as 4 people (8%). The hypothesis is tested by Fisher's Exact test, and the obtained p value is > 0.05.

The conclusion of this study is no association between diabetes mellitus with the increase of intraocular pressure in glaucoma. It is recommended for further research in order to increase the number of samples, changing the method of data collection and expand the data collection period.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan kebutaan. Salah satu penyebabnya adalah glaukoma. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia (Quigley dan Broman, 2006) setelah katarak. Menurut survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang dilaporkan tahun 1996, glaukoma adalah penyebab kebutaan utama setelah katarak dengan prevalensi sekitar 0,16% jumlah penduduk Indonesia (Ilyas, 2001 dalam Soeroso, 2009). Di kabupaten Karo, Sumatera Utara, prevalensi kebutaan akibat glaukoma mencapai 0,094% (Asnita, 2004 dalam Herman, 2009).

Glaukoma adalah penyakit pada mata yang terutama ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intraokuli dan berkurangnya luas lapangan pandang. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, angka kejadian nasional glaukoma di Indonesia berkisar 0,5%. Glaukoma dapat disebabkan oleh penyakit sistemik maupun penyakit lokal pada mata. Kondisi kelainan sistemik yang dapat memicu terjadinya glaukoma salah satunya adalah diabetes melitus.

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus meningkat jumlahnya dan menjadi ancaman utama bagi kesehatan. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), jumlah penderita diabetes melitus di dunia pada tahun 2030 mencapai sekitar 366 juta jiwa atau 4,4% (Wild et al, 2004). Di Indonesia, jumlah kasus diabetes melitus mencapai angka 5,7%. Sedangkan untuk provinsi Sumatera Utara mencapai 5,3% (Riskesdas).

Oleh karena tingginya angka prevalensi kebutaan akibat glaukoma dan prevalensi diabetes melitus , peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan diabetes melitus dapat menyebabkan peninggian tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP H. Adam Malik), Medan. Sebagaimana diketahui bahwa RSUP H. Adam Malik, Medan


(18)

merupakan rumah sakit rujukan utama di provinsi Sumatera Utara, pada khususnya, dan wilayah Sumatera bagian barat.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adan Malik, Medan periode Juli 2011- Agustus 2011?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara diabetes melitus dengan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode Juli 2011- Agustus 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah penderita glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode Juli 2011- Agustus 2011. 2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita glaukoma di

Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode Juli 2011- Agustus 2011.

3. Untuk mengetahui jumlah penderita diabetes melitus yang mengalami glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode Juli 2011- Agustus 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah 1. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi data sumber prevalensi penyakit glaukoma dan untuk meningkatnya kualitas pelayanan terhadap pasien tersebut.


(19)

2. Bagi Kalangan Medis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian sekunder bagi penelitian-penelitian kesehatan selanjutnya. Selain itu, juga diharapkan dapat memperluas wawasan di bidang kesehatan, terutama mengenai glaukoma.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan masyarakat mengenai efek diabetes melitus, terutama pada mata, sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat atas kesehatannya.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dalam memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan di bidang penelitian.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork (Simmons et al, 2007-2008).

Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang membentuk aqueous humor (Solomon, 2002). Prosesus siliaris memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor (Simmons et al, 2007-2008).

Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran

aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan

scleral spur (Riordan-Eva, 2009).

Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik (Riordan-Eva, 2009).

Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar) dan

juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling atas). Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm (Cibis et al, 2007-2008).


(21)

Gambar 2.1 Struktur trabecular meshwork.

Sumber: Shields, 2001 dalam Simmons et al, 2007-2008.

Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori dan lapisan tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola berukuran besar, yang diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokuli (Cibis et al, 2007-2008).

Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera untuk selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior. Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival, kemudian ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan bermuara ke sinus kavernosus (Solomon, 2002).

2.2. Fisiologi

Aqueous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 µ L/menit dan mengisi bilik anterior sebanyak 250 µ L serta bilik posterior sebanyak 60 µ L (Solomon, 2002). Aqueous humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat


(22)

kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan (Cibis et al, 2007-2008).

Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor.

Komponen (mmol/kg H2O) Plasma Aqueous Humor Vitreous Humor

Na 146 163 144

Cl 109 134 114

HCO3 28 20 20-30

Askorbat 0,04 1,06 2,21

Glukosa 6 3 3,4

Sumber : Cibis et al, 2007-2008.

Produksi aqueous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif, ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor dan melibatkan Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien elektron (Simmons et al, 2007-2008).

Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/

uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular (Solomon, 2002).

Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan


(23)

sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan (Solomon, 2002).

Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan). Sumber : Goel et al, 2010.

2.3. Tekanan Intraokuli

Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya (Hollwich, 1992).

Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg (Simmons et al, 2007-2008). Tekanan intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal (Hollwich, 1992). Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun (Doshi et al, 2010). Variasi nomal antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi (Simmons et al, 2007-2008).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi


(24)

2002), irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan (Simmons et al, 2007-2008).

2.4. Glaukoma 2.4.1. Definisi

Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa kerusakan saraf/ optic neuropathy dan berkurangnya/ terjadi penyempitan luas lapangan pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli (Salmon, 2009).

2.4.2. Etiologi dan Faktor Resiko

Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi/ aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah (Simmons et al, 2007-2008).

2.4.3. Klasifikasi

Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar aqueous humor

akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan. Sedangkan glaukoma sudut tertutup adalah gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (Salmon, 2009).

Glaukoma sudut terbuka terdiri dari kelainan pada membran pratrabekular (seperti glaukoma neovaskular dan sindrom Irido Corneal Endothelial), kelainan trabekular (seperti glaukoma sudut terbuka primer, kongenital, pigmentasi dan akibat steroid) dan kelainan pascatrabekular karena peningkatan tekanan episklera. Sedangkan glaukoma sudut tertutup terdiri dari glaukoma sudut tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema, dan iris bombé (Salmon, 2009).


(25)

2.4.4. Patogenesis dan Patofisiologi 2.4.4.1.Glaukoma Sudut Terbuka

Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar

aqueous humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009).

Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom 1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al, 2009).

2.4.4.2.Glaukoma Sudut Tertutup

Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009).

1) Glaukoma Sudut Tertutup Akut

Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat (Salmon, 2009).

2) Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.


(26)

jalur keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009).

2.4.4.3.Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger/ disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/ trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld (Salmon, 2009).

2.4.4.4.Glaukoma Sekunder

Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan episklera (Salmon, 2009).

2.4.4.5.Glaukoma Tekanan-Normal

Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon, 2009).


(27)

2.4.5. Diagnosis

2.4.5.1. Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan tonometri. Yang sering dipergunakan adalah tonometri aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Rentang tekanan intraokuli yang normal adalah 10-21 mmHg. Namun, pada usia yang lebih tua tekanan intraokulinya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan menunjukkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula pemeriksaan diskus optikus glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan pandang (Salmon, 2009).

2.4.5.2. Pemeriksaan Gonioskopi.

Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan. Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur

dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya

Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila Schwalbe’s line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Salmon, 2009).

2.4.5.3. Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral). Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan. Selain itu, dapat pula disertai pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah hidung. Hasil akhirnya adalah


(28)

cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya (Salmon, 2009).

Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa (Salmon, 2009).

Gambar 2.3 Pencekungan Glaukomatosa yang Khas (Hollowed out). Sumber: Riordan-Eva dalam Salmon, 2009.

2.4.5.4.Pemeriksaan Lapangan Pandang

Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum (15 derajat dari fiksasi) membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal, sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2009).

Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan pandang pada glaukoma adalah automated perimeter (misalnya Humphrey,


(29)

Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar

tangent (Salmon, 2009).

Gambar 2.4 Kelainan Lapangan Pandang pada Glaukoma. Sumber: Harrington dalam Salmon, 2009.

2.4.6. Terapi

2.4.6.1.Terapi Medis

Dalam terapi medis, pasien glaukoma akan diberikan obat-obatan yang diharapkan mampu mengurangi tekanan intraokuli yang meninggi. Pada galukoma tekanan-normal, meskipun tidak terjadi peninggian tekanan intraokuli, pemberian obat-obatan ini juga memberikan efek yang baik (Salmon, 2009).

Obat-obatan yang diberikan bekerja dengan cara supresi pembentukan

aqueous humor (seperti beta-adrenergic blocker, apraclonidine, brimonidine, acetazolamide, dichlorphenamide dan dorzolamide hydrochloride), meningkatkan


(30)

aliran keluar (bimatoprost, latanoprost, pilocarpine dan epinefrin), menurunkan volume vitreus (agen hiperosmotik) serta miotik, midriatik dan sikloplegik (Salmon, 2009).

2.4.6.2.Terapi Bedah dan Laser

Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan tekanan intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma sudut terbuka, pengguaan laser (trabekuloplasti) merupakan cara yang efektif untuk memudahkan aliran keluar

aqueous humor (Salmon, 2009).

Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung

aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita (Salmon, 2009).

2.5.Diabetes Melitus 2.5.1. Definisi

Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik sistemik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah. Kadar glukosa darah yang tinggi tersebut dapat merusak fungsi organ-organ tersebut dan akhirnya dapat berakibat pada kerusakan struktural organ-organ tersebut (Purnamasari, 2009).

2.5.2. Diagnosa

Penegakan diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Walaupun demikian, dapat pula dipakai bahan darah utuh, vena, maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai standar WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Purnamasari, 2009).


(31)

Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Standar Diagnosis Diabetes Melitus. Bukan Diabetes Melitus Belum Pasti Diabetes Melitus Diabetes Melitus Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL)

Plasma vena < 110 110-199 ≥ 200 Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200 Kadar glukosa

darah puasa (mg/dL)

Plasma vena < 110 110-125 ≥ 126 Darah kapiler < 90 90-109 ≥ 110 Sumber: Purnamasari, 2009.

2.6. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli Kondisi hiperglikemia, seperti pada diabetes melitus, mampu merusak keseimbangan homeostasis tubuh (Purnamasari, 2009), tidak terkecuali mata.

Kondisi hiperglikemia dapat meningkatkan viskositas darah. Peningkatan viskositas akan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah di vena episklera. Akibatnya, aliran keluar aqueous humor akan mengalami rintangan sehingga terjadi penumpukan aqueous humor. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan intraokuli (Tan et al, 2010).

Selain menimbulkan peningkatan resistensi di vena episklera, viskositas yang tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah yang meningkat ini juga terjadi pada arteri-arteri yang memperdarahi bola mata. Hal ini dapat pula memicu peningkatan tekanan intraokuli (Tan et al, 2010).

Hiperglikemia juga memiliki efek terhadap kornea. Pada pasien, hiperglikemia didapati pertambahan ketebalan kornea. Penebalan kornea dapat menyebabkan penyempitan sudut kamera okuli anterior. Hal ini akan menyebabkan hambatan aliran keluar aqueous humor. Hambatan tersebut akan memicu peningkatan tekanan intraokuli (Tan et al, 2010).


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian.

3.2. Definisi Operasional

Variabel independen : diabetes melitus.

 Definisi operasional : diabetes melitus adalah pasien glaukoma yang mengonsumsi obat antidiabetik ataupun memiliki riwayat diabetes melitus mendahului riwayat hipertensi.

 Cara ukur : wawancara.

 Alat ukur : kuesioner, berisi pertanyaan yang bersifat menyaring.  Skala pengukuran : nominal.

Variabel dependen : tekanan intraokuli pada glaukoma.

 Definisi operasional : Tekanan intraokuli pada glukoma adalah peningkatan tekanan bola mata pasien glaukoma pada saat pengambilan data dan pengukurannya dilakukan oleh staf ahli Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan.

 Cara ukur : observasi.  Alat kur : Tonometri.

 Skala pengukuran : nominal.

Diabetes Melitus

Tekanan Intraokuli

pada Glaukoma


(33)

3.3. Hipotesis

Ada hubungan diabetes melitus terhadap peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma.


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional, dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diabetes melitus dan tekanan intraokuli dengan cara observasi dan pengumpulan data langsung sekaligus/point time approach (Notoadmojo, 2010).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan. Penelitian dilakukan pada pasien-pasien yang didiagnosa glaukoma di RSUP H. Adam Malik, Medan.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 dan berakhir pada bulan Agustus 2011, mengingat terbatasnya waktu, dana dan sumberdaya pada penelitian ini.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa menderita glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan pada bulan Juli 2011 dan Agustus 2011.

4.3.2. Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling, dimana seluruh pasien yang didiagnosa glaukoma pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan dimasukkan sebagai subjek penelitian pada penelitian ini.

Adapun cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik


(35)

para ahli, yaitu staf ahli di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan (Sastroasmoro, 2007).

Dalam penelitian ini, kriteria inklusi yang dipergunakan adalah sebagai berikut

1. Pasien yang didiagnosa glaukoma, baik memiliki riwayat diabetes melitus maupun tidak, oleh staf ahli di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan.

2. Orang yang telah menandatangani informed concern. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Pasien yang mengalami hipertensi terlebih dahulu sebelum mengidap penyakit diabetes melitus.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi langsung pada saat proses penegakan diagnosa glaukoma dan pengukuran tekanan intraokuli oleh staf ahli di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan. Peneliti juga akan melakukan wawancara untuk mengetahui riwayat diabetes melitus dari subjek penelitian.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dimasukkan ke dalam komputer. Data yang diperoleh, berupa perubahan tekanan intraokuli dan riwayat diabetes melitus, dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistic Package for Social Science) for Windows. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan uji hipotesis Chi square (Tumbelaka et al, 2007).


(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standard dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki 1.995 orang tenaga yang terdiri 790 orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan subspesialisasi, 604 orang paramedik perawatan, 298 orang paramedik non perawatan dan 263 tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.

RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik. kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah). Poliklinik Mata terletak di lantai 4 Gedung P.


(37)

5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dikumpulkan selama periode Juli 2011 sampai Agustus 2011 dan diperoleh sebanyak 50 sampel. Semua data diperoleh melalui data primer yaitu wawancara secara langsung kepada responden (pasien).

5.1.2.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia

Dari hasil penelitian, diperoleh distribusi usia responden sebagai berikut. Tabel 5.1. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Responden.

No. Umur Responden Jumlah Persentasi (%)

1 1-10 1 2

2 11-20 7 14

3 21-30 3 6

4 31-40 4 8

5 41-50 11 22

6 51-60 14 28

7 61-70 8 16

8 71-80 1 2

9 81-90 1 2

Total 50 100

Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah sampel terbanyak ada pada rentang usia 51-60 tahun (28%), dimana nilai mean-nya terletak pada 45,8 (≈ 46) tahun dan median-nya terletak pada 48,5 (diantara responden berusia 47 dan 50) tahun.

5.1.2.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian juga dapat diperoleh distribusi jenis kelamin responden sebagai berikut.

Tabel 5.2. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Responden.

No. Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)

1 Laki-laki 22 44

2 Perempuan 28 56

Total 50 100

Berdasarkan tabel tersebut, dapat diperroleh jumlah responden perempuan (56%) lebih banyak daripada yang laki-laki (44%).


(38)

5.1.2.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tekanan Intraokuli

Dari hasil penelitian juga didapati interpretasi hasil pemeriksaan tekanan intraokuli sebagai berikut.

Tabel 5.3. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tekanan Intraokuli

No. Tekanan Intraokuli Jumlah Persentasi (%)

1 Meningkat 43 86

2 Normal 7 14

Total 50 100

Dari tabel 5.3 terlihat jumlah pasein yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli saat pengambilan data (86%) lebih banyak daripada yang tidak terjadi peningkatan tekanan intraokuli (14%).

5.1.2.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus

Dari hasil penelitian dapat menggambarkan riwayat diabetes melitus sebagai berikut.

Tabel 5.4. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus

No. Riwayat Diabetes Melitus Jumlah Persentasi (%)

1 Ada 16 32

2 Tidak Ada 34 68

Total 50 100

Berdasarakan tabel 5.4, pasien glaukoma yang juga menderita diabetes melitus sebanyak 32%, jauh lebih sedikit daripada yang tidak menderita diabetes melitus (68%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

Pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows yang menganalisis secara bersama-sama variabel independen dan variabel dependen. Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara dengan 50 responden dianalisis melalui uji hipotesis Chi Square dan diperoleh hasil sebagai berikut.


(39)

Tabel 5.5. Hubungan Riwayat Diabetes Melitus Dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli

Interpretasi Tekanan

Intraokuli Total

Meningkat Normal

Riwayat Diabetes Melitus

Ada Jumlah 13 3 16

Persentasi 26,0% 6,0% 32,0%

Tidak Ada

Jumlah 30 4 34

Persentasi 60,0% 8,0% 68,0%

Total Jumlah 43 7 50

Persentasi 86,0% 14,0% 100,0%

Berdasarkan tabel 5.5, didapati jumlah responden glaukoma yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli dan memiliki riwayat diabetes melitus ada sebanyak 13 orang (26%). Sedangkan responden yang tidak mengalami peningkatan tekanan intraokuli dan tidak memiliki riwayat diabetes melitus ada sebanyak 4 orang (8%). Sisanya, masing-masing 30 (60%) dan 3 (6%) orang, merupakan responden dengan peningkatan intraokuli tanpa memiliki riwayat diabetes melitus atau responden yang memiliki riwayat diabetes melitus tanpa terjadi peningkatan tekanan intraokuli.

Tabel 5.6. Nilai Ekpektasi Pada Pengujian Dengan Uji Hipotesis Chi-Square

Interpretasi Tekanan

Intraokuli Total

Meningkat Normal

Riwayat Diabetes Melitus

Ada

Jumlah 13 3 16

Nilai

Ekspektasi 13,8 2,2 16,0

Tidak Ada

Jumlah 30 4 34

Nilai

Ekspektasi 29,2 4,8 34,0

Total

Jumlah 43 7 50

Nilai

Ekspektasi 43,0 7,0 50,0

Dari hasil perhitungan uji hipotesis Chi-square diperoleh dua sel yang memiliki nilai ekspektasi dibawah 5, yaitu 2,2 dan 4,8. Hal ini menyebabkan uji hipotesis Chi-square tidak dapat dipergunakan. Maka, sebagai alternatif, dalam


(40)

penelitian ini dipergunakanlah uji hipotesis Fisher’s exact test (Wahyuni, 2007). Sehingga hasil output-nya akan diperoleh nilai p=0,666. Nilai p yang lebih besar dari 0,05 menyebabkan Ho dalam penelitian ini gagal ditolak. Ini berarti bahwa kemungkinan tidak adanya hubungan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli.

5.2. Pembahasan

Dari hasil analisis data penelitian, dijumpai lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan (56%). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Voogd, et al (2006) dan Tan, et al (2009). Ini dikarenakan lebih banyaknya pasien perempuan yang datang berobat daripada pasien laki-laki.

Berdasarkan usia, jumlah responden terbanyak didapati pada usia diatas 40 tahun (70%), yaitu pada rentang usia 51-60 tahun (28%). Pada penelitian yang lainnya, yaitu Voogd, et al (2006), Chopra, et al (2008) dan Tan, et al (2009), juga didapati populasi usia yang sama. Tan, et al (2009) mendapatkan rentang usia yang sama dengan penelitian ini. Persamaan ini dikarenakan menurut data epidemiologi, didapati penderita glaukoma lebih banyak pada usia diatas 40 tahun (Perdami).

Hanya saja, terdapat sedikit perbedaan rentang usia pada penelitian yang dilakukan oleh Voogd, et al (2006) didapati rentang usia 60-70 tahun, pada Chopra, et al (2008) didapati jumlah terbanyak pada rentang usia 40-49. Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya tingkat pendidikan, kesadaran individu dan sistem pelayanan kesehatan di masing-masing daerah.

Dari analisis data juga diperoleh responden dengan riwayat diabetes melitus lebih sedikit (32%). Sama halnya seperti pada laporan penelitian Chopra,

et al (2008) dan Tan, et al (2009) dengan pendekatan yang sama dengan penelitian ini. Pada penelitian Voogd, et al (2006), dengan pendekatan

prospective cohort, juga diperoleh hasil yang sama. Hal ini dikarena jumlah pasien dengan riwayat diabetes melitus, yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, lebih sedikit daripada yang tidak memilki riwayat diabetes melitus.


(41)

Responden yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli (86%) ssat pengambilan data lebih dominan daripada yang tidak mengalami peningkatan tekanan intraokuli (14%). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Voogd, et al (2006), Chopra, et al (2008) dan Tan, et al (2009) yang mendapatkan nilai tekanan intraokuli dalam batas normal. Sebab, pada sampel penelitian ini umumnya merupakan pasien yang baru dan belum mendapatkan pengobatan untuk menurunkan tekanan intraokuli yang meningkat.

Pada hasil analisis data dengan menggunakan uji hipotesis Fisher’s exact, didapati jumlah penderita glaukoma yang memiliki riwayat diabetes melitus (32%) lebih sedikit daripada yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus (68%). Hasil ini sama seperti laporan dari Voogd, et al (2006), Chopra, et al (2008) dan Tan, et al (2009).

Sedangkan sampel dengan riwayat diabetes melitus yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli (26%) lebih banyak daripada yang tidak (6%). Berbeda dengan penelitian yang lainnya, dikarenakan populasinya merupakan pasien glaukoma yang telah menjalani pengobatan penurunan tekanan intraokuli.

Hasil output yang memberikan nilai p>0,05, menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan perubahan tekanan intraokuli. Sama halnya dengan penelitian Voogd, et al (2006) dan Tan,

et al (2009) dengan nilai p masing-masing adalah 1,40 dan 0,99. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Chopra, et al (2008) didapati nilai p=0,03. Nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli.

Perbedaan antara populasi sampel pada penelitian ini dengan penelitian lainnya, meliputi demografi, definisi yang bervariasi dan prevalensi glaukoma dan diabetes melitus, menjelaskan hasil yang berbeda-beda.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara diabetes melitus dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di RSUP HAM, Medan Periode Juli-Agustus 2011.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah agar lebih aktif mensosialisasikan dampak glaukoma dan mencanangkan program pemeriksaan dini guna mengurangi angka kebutaan akibat glaukoma. Selain itu, juga penting menghimbau masyarakat untuk bergaya hidup sehat sejak dini guna menurunkan resiko diabetes melitus.

2. Kepada pihak rumah sakit agar membangun sistem pendataan, terutama rekam medis, lebih baik lagi sehingga mempermudah kinerja klinisi maupun peneliti yang hendak mempergunakan rekam medis sebagai data penelitian.

3. Kepada kalangan medis agar meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setinggi-tingginya sehingga angka kesakitan akibat diabetes melitus dan glaukoma berkurang.

4. Kepada masyarakat agar rutin memeriksakan kesehatan meskipun tidak memiliki keluhan-keluhan mengenai kesehatannya.

5. Kepada peneliti lainnya agar dapat menambah jumlah sampel penelitian, memperluas jangka waktu pengambilan data atau mengubah variabel, seperti membandingkan kadar gula darah dengan nilai tekanan intraokuli.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Chopra, V., et al, 2008. Type 2 Diabetes Mellitus and the Risk of Open-Angle Glaucoma. J. Ophtha. 115(2): 227-232. Available from:

http://www.researchgate.net/publication/6122768_Type_2_diabetes_ mellitus_and_the_risk_of_open_angle_glaucoma_the_Los_Angeles_Latino

_Eye_Study [Accesed 1 Desember 2011].

Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., and Beretska, J.S., 2007. Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Riset Kesehatan Dasar. Direktorat Jenderal Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available from:

http://203.90.70.117/searo/Indonesia/LinkFiles/Health__Information_and_ evidence_for_policy_Riskesdas_2007.pdf [Accesed 12 Maret 2011].

Doshi, A.B., Liu, J.H.K., Weinreb, R.N., 2010. Glaucoma is a 24/7 Disease. In:

Schacknow, P.N., Samples, J.R., ed. The Glaucoma Book. USA: Springer, 55-58.

Friedman, N.J., Kaiser, P.K., 2007. Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma.

In: Merritt, J., ed. Essentials of Ophthalmology. Philadelphia: Saunders, 201-204.

Goel, M., Picciani R.G., Lee, R.K., Bhattacharya, S.K., 2010. Aqueous Humor Dynamics: A Review. Op. Ophthalmol J. 4: 52-59. Available from:

http://benthamscience.com/open/toophtj/articles/V004/52TOOPHTJ.pdf


(44)

Herman, 2010. Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukoma Di Kabupaten Tapanuli Selatan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6399/1/10E00177.pdf

[Accesed 12 Maret 2011].

Hollwich, Fritz, 1992. Glaukoma. In: Hariono, Bondan, ed. Oftamologi. Jakarta: Binarupa Aksara, 169-201.

Kanski, J.J., 2008. Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma. In: Edwards, R., ed. Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach, Sixth Edition. Philadelphia: Saunders, 382-390.

Kwon, Y.H., Fingert, J.H., Kuehn, M.H., Alward, W.L.M., 2009. Mechanisms of Disease, Primary Open-Angle Glaucoma. N Engl J Med 360: 1113-1124. Available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra0804630 [Accesed 11 Februari 2011].

Notoatmodjo, S., 2010. Metode Penelitian Survey: Rancangan Survey Cross Sectional. In: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 37- 38.

Paul R, 2007. Anatomy & Embryology of Eye: The Anterior Chamber Angle. In:

Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. USA: McGraw-Hill, 12-13.

Perdami, 2010. Tentang Glaukoma. Jakarta: Persatuan Dokter Mata Indonesia.

Available from:

http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=1 [Accesed 28 Maret 2011]

Purnamasari, D., 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Suroyo, A. W., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid III. Jakarta: InternaPublishing, 1880-1883.


(45)

Quigley, H.A., Broman, A.T, 2006. The Number of People with Glaucoma Worldwide in 2010 and 2020. Br. J. Ophthalmol 90: 262–267. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1856963/pdf/262.pdf

[Accesed 12 Maret].

Salmon, J.R, 2007. Glaucoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan & Asbury’s

General Ophthalmology. USA: McGraw-Hill, 212-228.

Sastroasmoro, S., 2007. Pemilihan Subjek Penelitian. In: Sastroasmoro, S., ed.

Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 78-91.

Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 3-15.

Simmons, S.T., et al, 2007. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.

In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 17-29.

Soeroso, A., 2009. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer dan Usaha Pencegahannya. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surabaya. Available from:

http://perpustakaan.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=145 [Accesed 11

Maret 2011].

Solomon, I.S., 2002. Aqueous Humor Dynamics. Available from:

http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf [Accesed 26 Maret 2011].

Tan, G.S., Wong, T.Y., Fong C, Aung, T, 2009. Diabetes, Metabolic Abnormalities, and Glaucoma. Arch Ophthalmol 127 (10): 1354-1361. Available from: http://archopht.ama-assn.org/cgi/content/full/127/10/1354


(46)

Tumbelaka, A.R., Riono, P., Sastroasmoro, S., Wirjodiarjo, M., Pudjiastuti, P., Firman, K., 2007. Pemilihan Uji Hipotesis. In: Sastroasmoro, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 279-300.

Voogd, S., et al, 2006. Is Diabetes Mellitus a Risk Factor for Open-Angle Glaucoma?. J. Ophtha. 113 (10) :1827–1831. Available from:

http://www.eyetelimaging.com/uploads/documents/2007426_19152_VQWI

24VCIB4CII3YAIHX.pdf [Accesed 1 Desember 2011].

Wahyuni, A.S., 2007. Chi Square. In: Statistika Kedokteran (Disertai Aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication, 87-102.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., King, H, 2004. Global Prevalence of Diabetes, Estimates for the year 2000 and Projection for 2003. Diabetes

Care 27: 1047-1053. Available from:

http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf [Accesed 9 Maret 2011].


(47)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Epifanus Arie Tanoto

Tempat/ TanggalLahir : Banda Aceh/ 7 Januari 1990

Agama : Katolik

Alamat : Jl. Perwira V no 81, Tj. Mulia, Medan 20241 Telepon : 061-6615010

II. RiwayatPendidikan

1. Tahun 1994-1996 : TK Swasta Katolik Banda Aceh 2. Tahun 1996-1997 : SD Swasta Karya Budi Banda Aceh 3. Tahun 1997-1998 : SD Swasta Xaverius 3 Palembang 4. Tahun 1998-2002 : SD Swasta Budi Murni 1 Medan 5. Tahun 2002-2005 : SMP Swasta Santo Thomas 1 Medan 6. Tahun 2005-2008 : SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan III. RiwayatPelatihan

1. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology Tim Bantuan Medis FK USU 2010

2. Seminar and Workshop A-CPR Tim Bantuan Medis FK USU 2010 3. Workshop on Basic Emergency Skills MER-C 2010

4. Seminar Hepatitis Update Continuing Medical Education Professional Development Unit FK USU 2011

IV. RiwayatOrganisasi


(48)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam sejahtera.

Saya, Epifanus Arie Tanoto, yang sedang menjalani Pendidikan Kedokteran di Universitas Sumatera Utara. Saya sedang mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Periode Juli- Agustus 2011”.

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan tersering kedua setelah katarak (Quigley dan Broman, 2006). Glaukoma ditandai dengan berkurangnya luas lapangan pandang, kerusakan saraf dan meningkatnya tekanan intraokuli. Pada beberapa kasus, diabetes melitus dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli yang pada akhirnya dapat jatuh ke kondisi glaukoma.

Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes melitus terhadap peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai masukan untuk dokter umum dan spesialis dalam menangani pasien diabetes melitus yang disertai glaukoma, khususnya di RSUP Haji Adam Malik.

Dalam penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara akan diwawancarai selama 5-10 menit mengenai identitas (nama, jenis kelamin, usia, dan pendidikan) dan seputar riwayat penyakit (diabetes melitus/ penyakit gula dan hipertensi/ darah tinggi). Selanjutnya, data pengukuran tekanan intraokuli Bapak/Ibu/Saudara yang dilakukan oleh staf ahli di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik akan dicatat.

Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa dipungut biaya apapun. Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu/Saudara akan disamarkan atau dirahasiakan dan hanya untuk kepentingan penelitian ini. Data yang dipublikasikan pun disamarkan dari identitas Bapak/Ibu/Saudara. Kerahasiaan Bapak/Ibu/Saudara dijamin sepenuhnya.


(49)

Apabila Bapak/Ibu/Saudara membutuhkan penjelasan lebih lanjut, maka dapat menghubungi saya:

Nama : Epifanus Arie Tanoto

Alamat : Jl. Perwira V no. 81, Tj. Mulia, Medan 20241 No. HP: 0819 33265121

Terima kasih atas keikutsertaan Bapak/Ibu/Saudara pada penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara sangat saya hargai dan akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Medan, ... 2011

Peneliti,


(50)

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan dibawah ini,

Nama : ...

Umur : ...

Jenis Kelamin : ...

Alamat : ...

No. Rekam Medik : ...

Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang penelitian

Judul Penelitian : Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011

Nama Peneliti : Epifanus Arie Tanoto

Nama Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan menandatangani dan menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Medan, ... 2011 Responden,


(51)

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Nama Responden : ...

Jenis Kelamin Responden : ...

Usia Responden : ...

Tingkat Pendidikan Responden : ...

Tekanan Intraokuli Responden : ...

Nomor Rekam Medik : ...

Pertanyaan :

1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Saudara menderita glaukoma?

2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah atau sedang mengkonsumsi obat-obatan antidiabetes?

a. Ya. Sudah berapa lama? b. Tidak

3. Apakah bapak/Ibu/Saudara pernah menderita hipertensi? a. Ya. Sudah berapa lama?

b. Tidak

4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menderita diabetes terlebih dahulu sebelum hipertensi?

a. Ya b. Tidak


(52)

R 44 Perempuan Meningkat Ada

UB 25 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Rup 60 Perempuan Meningkat Tidak Ada

TS 20 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

DS 39 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Hj. AS 62 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Kah 66 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Tog 51 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

SHB 61 Laki-laki Meningkat Ada

AR 21 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

AS 31 Perempuan Normal Tidak Ada

OS 6 Perempuan Meningkat Tidak Ada

SRYH 14 Perempuan Meningkat Tidak Ada

RP 57 Perempuan Normal Ada

Erm 53 Perempuan Meningkat Tidak Ada

MB 78 Laki-laki Meningkat Ada

Nur 44 Perempuan Normal Tidak Ada

Ma 54 Laki-laki Meningkat Ada

AT 36 Perempuan Normal Tidak Ada

IA 14 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Sum 22 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Mar 47 Perempuan Meningkat Ada

DMD 51 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

RS 51 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Nurk 47 Perempuan Meningkat Tidak Ada

JL 60 Perempuan Meningkat Ada

SA 90 Perempuan Meningkat Ada

TSS 46 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

ES 16 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

PS 58 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Sar 58 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Net 41 Perempuan Meningkat Tidak Ada

MH 68 Laki-laki Meningkat Ada

Jai 47 Laki-laki Meningkat Ada

AmS 65 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Has 68 Laki-laki Meningkat Ada

AY 18 Perempuan Normal Tidak Ada

TDAS 16 Perempuan Meningkat Tidak Ada

RisP 44 Perempuan Normal Ada

GS 45 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

FMP 13 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

YN 50 Perempuan Meningkat Ada


(53)

WN 61 Perempuan Normal Ada

SBT 60 Perempuan Meningkat Tidak Ada

Suw 52 Laki-laki Meningkat Tidak Ada

Ert 39 Perempuan Meningkat Tidak Ada


(54)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-10 1 2.0 2.0 2.0

11-20 7 14.0 14.0 16.0

21-30 3 6.0 6.0 22.0

31-40 4 8.0 8.0 30.0

41-50 11 22.0 22.0 52.0

51-60 14 28.0 28.0 80.0

61-70 8 16.0 16.0 96.0

71-80 1 2.0 2.0 98.0

81-90 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 22 44.0 44.0 44.0

Perempuan 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Perubahan Tekanan Intraokuli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Meningkat 43 86.0 86.0 86.0

Normal 7 14.0 14.0 100.0


(55)

Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 16 32.0 32.0 32.0

Tidak Ada 34 68.0 68.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Riwayat Diabetes Melitus * Perubahan Tekanan Intraokuli Crosstabulation

Perubahan Tekanan Intraokuli

Total

Meningkat Normal

Riwayat Diabetes Melitus

Ada Count 13 3 16

Expected Count 13.8 2.2 16.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

81.3% 18.8% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

30.2% 42.9% 32.0%

% of Total 26.0% 6.0% 32.0%

Tidak Ada Count 30 4 34

Expected Count 29.2 4.8 34.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

88.2% 11.8% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

69.8% 57.1% 68.0%

% of Total 60.0% 8.0% 68.0%

Total Count 43 7 50

Expected Count 43.0 7.0 50.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

86.0% 14.0% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

100.0% 100.0% 100.0%


(56)

Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .441a 1 .507

Continuity Correctionb .052 1 .820

Likelihood Ratio .424 1 .515

Fisher's Exact Test .666 .396

Linear-by-Linear Association .432 1 .511

N of Valid Cases 50

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,24.


(57)

(58)

(59)

(1)

Kelompok Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-10 1 2.0 2.0 2.0

11-20 7 14.0 14.0 16.0

21-30 3 6.0 6.0 22.0

31-40 4 8.0 8.0 30.0

41-50 11 22.0 22.0 52.0

51-60 14 28.0 28.0 80.0

61-70 8 16.0 16.0 96.0

71-80 1 2.0 2.0 98.0

81-90 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 22 44.0 44.0 44.0

Perempuan 28 56.0 56.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Perubahan Tekanan Intraokuli

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Meningkat 43 86.0 86.0 86.0

Normal 7 14.0 14.0 100.0


(2)

Riwayat Diabetes Melitus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 16 32.0 32.0 32.0

Tidak Ada 34 68.0 68.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Riwayat Diabetes Melitus * Perubahan Tekanan Intraokuli Crosstabulation

Perubahan Tekanan Intraokuli

Total Meningkat Normal

Riwayat Diabetes Melitus

Ada Count 13 3 16

Expected Count 13.8 2.2 16.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

81.3% 18.8% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

30.2% 42.9% 32.0%

% of Total 26.0% 6.0% 32.0%

Tidak Ada Count 30 4 34

Expected Count 29.2 4.8 34.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

88.2% 11.8% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

69.8% 57.1% 68.0%

% of Total 60.0% 8.0% 68.0%

Total Count 43 7 50

Expected Count 43.0 7.0 50.0

% within Riwayat Diabetes Melitus

86.0% 14.0% 100.0%

% within Perubahan Tekanan Intraokuli

100.0% 100.0% 100.0%


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .441a 1 .507

Continuity Correctionb .052 1 .820

Likelihood Ratio .424 1 .515

Fisher's Exact Test .666 .396

Linear-by-Linear Association .432 1 .511

N of Valid Cases 50

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,24. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

(5)

(6)