sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan Solomon, 2002.
Gambar 2.2 Trabecular Outflow kiri dan Uveosceral Outflow kanan. Sumber : Goel et al, 2010.
2.3. Tekanan Intraokuli
Tekanan intraokuli merupakan kesatuan biologis yang menunjukkan fluktuasi harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan
penglihatan yang normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan
intraokular terpelihara oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya Hollwich, 1992.
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg Simmons et al, 2007-2008. Tekanan intraokuli kedua mata biasanya sama dan menunjukkan
variasi diurnal Hollwich, 1992. Pada malam hari, karena perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena episklera sehingga
tekanan intraokuli meningkat. Kemudian kondisi ini kembali normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun Doshi et al, 2010. Variasi nomal
antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6 pagi Simmons et al, 2007-2008.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan intraokuli, antara lain keseimbangan dinamis produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi
permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh Solomon,
Universitas Sumatera Utara
2002, irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan Simmons et al, 2007-2008.
2.4. Glaukoma
2.4.1. Definisi
Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik berupa kerusakan saraf optic neuropathy dan berkurangnya terjadi penyempitan luas
lapangan pandang serta biasanya disertai adanya peningkatan tekanan intraokuli Salmon, 2009.
2.4.2. Etiologi dan Faktor Resiko
Glaukoma terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara proses produksi dan ekskresi aliran keluar aqueous humor. Beberapa faktor resiko yang dapat
memicu terjadinya glaukoma adalah tekanan darah yang tinggi, diabetes melitus, miopia, ras kulit hitam, pertambahan usia dan pascabedah Simmons et al, 2007-
2008.
2.4.3. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuli, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka merupakan gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan. Sedangkan glaukoma
sudut tertutup adalah gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase Salmon, 2009.
Glaukoma sudut terbuka terdiri dari kelainan pada membran pratrabekular seperti glaukoma neovaskular dan sindrom Irido Corneal Endothelial, kelainan
trabekular seperti glaukoma sudut terbuka primer, kongenital, pigmentasi dan akibat steroid dan kelainan pascatrabekular karena peningkatan tekanan
episklera. Sedangkan glaukoma sudut tertutup terdiri dari glaukoma sudut tertutup primer, sinekia, intumesensi lensa, oklusi vena retina sentralis, hifiema, dan iris
bombé Salmon, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Patogenesis dan Patofisiologi
2.4.4.1.Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar
aqueous humor, sehingga menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel
di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm Salmon, 2009. Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan
hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahan-perubahan elemen
penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus Friedman
dan Kaiser, 2007. Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus Kanski, 2007. Kelainan kromosom 1q-GLC1A
mengekspresikan myocilin juga menjadi faktor predisposisi Kwon et al, 2009.
2.4.4.2.Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan
intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil,
yang terjadi spontan di malam hari, saat pencahayaan kurang Salmon, 2009.
1 Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara
mendadak. Ini menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan kabur disertai halo pelangi disekitar lampu. Glaukoma
sudut tertutup akut merupakan suatu keadaan darurat Salmon, 2009.
2 Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan
Universitas Sumatera Utara
jalur keluar aqueous humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata
depan dangkal dan pada gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea Salmon, 2009.
2.4.4.3.Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata
yang menghalangi aliran keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia iris yang tidak
berkembang. Anomali perkembangan segmen anterior dapat berupa sindrom Rieger
disgenesis iridotrabekula,
anomali Peters
trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld Salmon, 2009.
2.4.4.4.Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara
lain glaukoma pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis, melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan
peningkatan tekanan episklera Salmon, 2009.
2.4.4.5.Glaukoma Tekanan-Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang
mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di kaput nervus optikus, atau bisa juga murni
karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-normal memiliki kelainan
pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang Salmon,
2009.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Diagnosis
2.4.5.1. Pemeriksaan Tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokuli dapat dilakukan dengan menggunakan tonometri. Yang sering dipergunakan adalah tonometri aplanasi Goldmann, yang
dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Rentang tekanan intraokuli yang normal adalah 10-21
mmHg. Namun, pada usia yang lebih tua tekanan intraokulinya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
32-50 individu yang terkena akan menunjukkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa, sehingga diperlukan pula pemeriksaan diskus
optikus glaukomatosa ataupun pemeriksaan lapangan pandang Salmon, 2009.
2.4.5.2. Pemeriksaan Gonioskopi.
Pada pemeriksaan gonioskopi, dapat dilihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan
oblik bilik mata depan. Apabila keseluruhan trabecular meshwork, scleral spur dan prosesus siliaris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya
Schwalbe’s line atau sebagian kecil dari trabecular meshwork yang dapat terlihat, dinyatakan sudut sempit. Apabila
Schwalbe’s line tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup Salmon, 2009.
2.4.5.3. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya depresi sentral. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus
khas yang terutama ditandai oleh pembesaran cawan diskus optikus dan pemucatan diskus di daerah cawan. Selain itu, dapat pula disertai pembesaran
konsentrik cawan optik atau pencekungan cupping superior dan inferior dan disertai pembentukan takik notching fokal di tepi diskus optikus. Kedalaman
cawan optik juga meningkat karena lamina kribrosa tergeser ke belakang dan terjadi pergeseran pembuluh darah di retina ke arah hidung. Hasil akhirnya adalah
Universitas Sumatera Utara
cekungan bean-pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya Salmon, 2009.
Pada penilaian glaukoma, rasio cawan-diskus adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus. Apabila terdapat kehilangan lapangan
pandang atau peningkatan tekanan intraokuli, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan
adanya atrofi glaukomatosa Salmon, 2009.
Gambar 2.3 Pencekungan Glaukomatosa yang Khas Hollowed out. Sumber: Riordan-Eva dalam Salmon, 2009.
2.4.5.4.Pemeriksaan Lapangan Pandang
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin
nyatanya bintik buta. Perluasan akan berlanjut ke lapangan pandang Bjerrum 15 derajat dari fiksasi membentuk skotoma Bjerrum, kemudian skotoma arkuata.
Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di
bawah meridian horizontal, sering disertai oleh nasal step Roenne karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang
cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Selanjutnya, mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer.
Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral
mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang Salmon, 2009. Alat-alat yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan
pandang pada glaukoma adalah automated perimeter misalnya Humphrey,
Universitas Sumatera Utara
Octopus, atau Henson, perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent Salmon, 2009.
Gambar 2.4 Kelainan Lapangan Pandang pada Glaukoma. Sumber: Harrington dalam Salmon, 2009.
2.4.6. Terapi
2.4.6.1.Terapi Medis
Dalam terapi medis, pasien glaukoma akan diberikan obat-obatan yang diharapkan mampu mengurangi tekanan intraokuli yang meninggi. Pada
galukoma tekanan-normal, meskipun tidak terjadi peninggian tekanan intraokuli, pemberian obat-obatan ini juga memberikan efek yang baik Salmon, 2009.
Obat-obatan yang diberikan bekerja dengan cara supresi pembentukan aqueous humor seperti beta-adrenergic blocker, apraclonidine, brimonidine,
acetazolamide, dichlorphenamide dan dorzolamide hydrochloride, meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
aliran keluar bimatoprost, latanoprost, pilocarpine dan epinefrin, menurunkan volume vitreus agen hiperosmotik serta miotik, midriatik dan sikloplegik
Salmon, 2009.
2.4.6.2.Terapi Bedah dan Laser
Terapi bedah dan laser merupakan terapi yang paling efektif dalam menurunkan tekanan intraokuli. Pada glaukoma sudut tertutup, tindakan
iridoplasti, iridektomi, iridotomi perifer merupakan cara yang efektif mengatasi blokade pupil. Sedangkan pada glaukoma sudut terbuka, pengguaan laser
trabekuloplasti merupakan cara yang efektif untuk memudahkan aliran keluar aqueous humor Salmon, 2009.
Trabekulotomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung
aqueous humor dari bilik mata depan ke jaringan subkonjungtiva dan orbita Salmon, 2009.
2.5.Diabetes Melitus 2.5.1.
Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik sistemik yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah. Kadar glukosa darah yang tinggi
tersebut dapat merusak fungsi organ-organ tersebut dan akhirnya dapat berakibat pada kerusakan struktural organ-organ tersebut Purnamasari, 2009.
2.5.2. Diagnosa
Penegakan diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Walaupun demikian, dapat pula dipakai bahan darah utuh, vena, maupun kapiler dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai standar WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler
Purnamasari, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Standar Diagnosis Diabetes Melitus.
Bukan Diabetes
Melitus Belum Pasti
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus
Kadar glukosa darah sewaktu
mgdL
Plasma vena 110
110-199 ≥ 200
Darah kapiler 90
90-199 ≥ 200
Kadar glukosa darah puasa
mgdL
Plasma vena 110
110-125 ≥ 126
Darah kapiler 90
90-109 ≥ 110
Sumber: Purnamasari, 2009.
2.6. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli
Kondisi hiperglikemia, seperti pada diabetes melitus, mampu merusak keseimbangan homeostasis tubuh Purnamasari, 2009, tidak terkecuali mata.
Kondisi hiperglikemia dapat meningkatkan viskositas darah. Peningkatan viskositas akan menyebabkan peningkatan resistensi aliran darah di vena
episklera. Akibatnya, aliran keluar aqueous humor akan mengalami rintangan sehingga terjadi penumpukan aqueous humor. Hal ini dapat memicu peningkatan
tekanan intraokuli Tan et al, 2010. Selain menimbulkan peningkatan resistensi di vena episklera, viskositas
yang tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tekanan darah yang meningkat ini juga terjadi pada arteri-arteri yang memperdarahi bola mata.
Hal ini dapat pula memicu peningkatan tekanan intraokuli Tan et al, 2010. Hiperglikemia juga memiliki efek terhadap kornea. Pada pasien,
hiperglikemia didapati pertambahan ketebalan kornea. Penebalan kornea dapat menyebabkan penyempitan sudut kamera okuli anterior. Hal ini akan
menyebabkan hambatan aliran keluar aqueous humor. Hambatan tersebut akan memicu peningkatan tekanan intraokuli Tan et al, 2010.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian.
3.2. Definisi Operasional
Variabel independen : diabetes melitus. Definisi operasional : diabetes melitus adalah pasien glaukoma yang
mengonsumsi obat antidiabetik ataupun memiliki riwayat diabetes melitus mendahului riwayat hipertensi.
Cara ukur : wawancara. Alat ukur : kuesioner, berisi pertanyaan yang bersifat menyaring.
Skala pengukuran : nominal.
Variabel dependen : tekanan intraokuli pada glaukoma. Definisi operasional : Tekanan intraokuli pada glukoma adalah
peningkatan tekanan bola mata pasien glaukoma pada saat pengambilan data dan pengukurannya dilakukan oleh staf ahli
Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan. Cara ukur : observasi.
Alat kur : Tonometri. Skala pengukuran : nominal.
Diabetes Melitus Tekanan Intraokuli
pada Glaukoma
Variabel Independen Variabel Dependen
Universitas Sumatera Utara