B. Kateterisasi Suprapubik Sistostomi
Kateterisasi suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan untuk
mengeluarkan urine.
Kateterisasi ini biasanya dikerjakan pada :
Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra. Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra misalkan
pada reptur uretra atau dugaan adanya reptur uretra dengan retensi urine.
Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter uretra yang terlalu lama.
Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri. Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat
TUR Prostat. Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi
terbuka atau dengan perkuatan trokar sistostomi.
B.1. Sistostomi Tertutup DenganTrokar
Sistostomi trokar tidak boleh dikerjakan pada : tumor buli-buli, hematuri yang belum jelas sebabnya, riwayat pernah menjalani operasi
daerah abdomen pelvis, buli-buli yang ukurannya kecil contracted bladder, atau pasien yang mempergunakan alat prostesis pada abdomen
sebelah bawah. Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.
Gbr. 4-5: Alat sistostomi trokar, A. dari Campbell yang terdiri atas 3 alat a. slot kateter setengah lingkaran, b. sheat,
dan c.obturator dengan ujung tajam, dan jika digabungkan
menjadi d, B. Alat trokar konvensional.
©2003 Digitized by USU digital library 21
Alat-alat dan bahan yang digunakan
Kain kasa steril, alat dan obat untuk disinfeksi yodium povidon. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.
Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.
Obat anestesi lokal. Alat pembedahan minor antara lain pisau, jarum jahit kulit, benang
sutra zeyde, dan pemegang jarum. Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional Gbr. 4-5.
Kateter Foley yang ukurannya tergantung pada alat trokar yang digunakan. Jika mempergunakan alat trokar konvensional harus
disediakan kateter Naso-gastrik NG tube no 12. Kantong penampung urine urobag.
Teknik Pelaksanaan.
Sebelum menjalani tindakan, pasien dan keluarganya harus sudah mendapatkan penjelasan tentang semua aspek mengenai tindakan yang
akan dijalaninya, dan kemudian menulis dalam surat persetujuan untuk dilakukan tindakan medik informed consent.
Langkah-langkah sistostomi trokar.
1. Disinfeksi lapangan operasi. 2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.
3. Injeksi infiltrasi anestesi lokal dengan lidokain 2 mulai dari kulit, subkutis hingga ke fasia.
4. Insisi kulit suprapubik di garis tengan pada tempat yang paling cembung
± 1 cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia. 5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10
cc untuk memastikan tempat kedudukan buli-buli. 6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya
tahanan dari fasia dan otot-otot detrusor Gbr. 4-6. 7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli
akan keluar urine memancar melalui sheath trokar. 8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator
penusuk dan sheath dikeluarkan dari buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah lingkaran tetap ditinggalkan Gbr. 4-7.
9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran, kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest
10 cc. Setelah diyakinkan balon berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari buli-buli dan kateter
dihubungkan dengan kantong penampung urobag. Gbr. 4-8.
10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup dengan kain kasa steril. Gbr. 4-9.
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell dapat pula dipakai alat trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke 8, karena alat ini tidak
dilengkapi dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang dipakai adalah kateter lambung NG tube nomer 12 F. Kateter ini setelah
dimasukkan kedalam buli-buli pangkalnya harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari bulu-buli.
©2003 Digitized by USU digital library 22
Di klinik-klinik yang menyediakan alat sistofiks cystocath alat trokar sebagai penusuknya sudah menempel dengan kantong penampung. Alat ini
hanya dipakai sekali disposible.
Penyulit:
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah pemasangan kateter sistostomi adalah :
Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat. Mencederai ronggaorgan peritoneum.
Menimbulkan perdarahan. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik
akan menimbulkan infeksi, enkrustasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks
vesiko-ureter. Menusukkan alat trokar
Ke dalam buli-buli Gbr. 4-6 : Menusukkan trokar ke dalam buli-buli.
Setelah yakin trokar masuk Di buli-buli, obturator dilepas
dan hanya slot kateter setengah lingkaran dilepaskan
Gbr. 4-7 : Trokar masuk di buli-buli.
©2003 Digitized by USU digital library 23
Kateter dimasukkan melalui Tuntunan slot kateter setengah
lingkaran, kemudian balon kateter dikembangkan dan slot kateter
setengah lingkaran dicabut Gbr. 4-8 : Memasukkan kateter melalui tuntunan slot kateter
setengah lingkaran Kateter difiksasi
pada kulit Gbr. 4-9 : Kateter difiksasikan pada kulit.
B.2. Sistostomi
Terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan jika terdapat kontraindikasi pada tindakan sistostomi trokar atau tidak tersedia alat trokar.
Dianjurkan melakukan sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks bekas operasi di suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di
daerah panggul yang mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan peruretra.
Tindakan ini dikerjakan dengan memakai anestesi lokal atau anestesi umum.
©2003 Digitized by USU digital library 24
Teknik
1. Disifeksi lapangan operasi. 2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.
3. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum. 4. Insisi vertikal pada garis tengah
± 3,5 cm di antara pertengahan simfisis dan umbilikus.
5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang merupakan pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus
kiri dan kanan. Meskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan lemak, buli-buli dan peritoneum. Buli-buli dapat
dikenali karena warnanya putih banyak terdapat pembuluh darah.
6. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk
memudahkan memegang buli-buli. 7. Dilakukan fisasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.
8. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara dua tempat yang telah difiksasi.
9. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam hingga keluar urine, yang kemudian kalau perlu diperlebar
dengan klem. Urine yang keluar dihisap dengan mesin penghisap. 10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu,
adanya perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli. 11. Pasang kateter Foley ukuran 20 F – 24 F pada lokasi yang berbeda
dengan luka operasi. 12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan seromuskularis.
13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis. Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan
difiksasikan ke kulit dengan benang sutra. Setiap selesai melakukan kateterisasi uretra ataupun pemasangan kateter
suprapubik harus diikuti dengan pemeriksaan colok dubur. 2.5. INFEKSI SALURAN KEMIH.
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi sistem tubuh nomor dua setelah infeksi saluran nafas. Infeksi ini disebabkan oleh berbagai bakteria
piogenik; di luar rumah sakit terutama oleh Escherichia coli, sedangkan didalam rumah biasanya oleh bakteri dari kelompok pseudomonas, proteus
dan klebsiela. Infeksi asendens sering ditemukan, terutama pada wanita; 10-20
wanita kemungkinan menderita bakteriuria selama kehidupannya, dimana 1 dijumpai pada anak perempuan yang masih sekolah, 4 pada wanita
muda, 7 pada wanita diatas lima puluhan tahun. Infeksi saluran kemih pada wanita 10 kali lebih besar dari pada laki-laki. 90 infeksi saluran
kemih pada anak-anak terjadi pada anak perempuan, hal ini terjadi karena pendeknya saluran uretra. Simton-simton yang sering ditemukan adalah
frekuensi dan disuria yang disertai perasaan nyeri suprapubik dan pinggang, demam dan reaksi sistemik. Adanya semua simton-simton ini menunjukkan
persangkaan yang kuat suatu infeksi saluran kemih, akan tetapi diagnosa pasti adalah dengan terbuktinya bekteriuria yang signifikan pada urin
kultur. Beberapa penyelidik menyatakan bahwa 50 saja dari keseluruhan penderita yang mengeluh frekuensi disuria, yang menunjukkan adanya
bakteriuria. Pada kelompok usia lebih tua insidens infeksi saluran kemih meningkat pada pria, karena pada pria infeksi saluran kemih sering terjadi
sehubungan penyakit obstruktif seperti BPH dan secara asendens dengan instrumentasi kateterisasi. Infeksi saluran kemih tidak akan naik lebih
©2003 Digitized by USU digital library 25
tinggi dari kandung kemih bila taut vesiko-ureter utuh sehingga tidak terdapat refluks vesiko-ureter Sjamsuhidajat,1997; Schaeffer,1988.
Kadang ada hubungan kausal yang erat infeksi saluran kemih dengan urolitiasis dan obstruksi saluran kemih. Lingkungan statis dan infeksi
memungkinkan terbentuk batu yang juga akan menyebabkan bendungan dan memudahkan infeksi karena bersifat benda asing. Infeksi biasanya
meluas, misalnya sistitis menyebabkan penyulit berupa prostatitis, epididimitis, dan bahkan sampai orkitis. Stasis urine, urolitiasis, dan
infeksi saluran kemih merupakan peristiwa yang saling mempengaruhi. Secara berantai saling memicu, saling memberatkan dan saling mempersulit
penyembuhan Sinaga,1996; Purnomo,2000. Infeksi dari sumber infeksi lain ditubuh secara hematogen jarang
ditemukan. Kadang ada hubungan dengan obstruksi dan stasis. Penyebaran infeksi limfogen mungkin berasal dari kolon, servik, adneksa atau uretra.
Ekstensi langsung perkontinuitatum dapat berasal dari abses appendiks, abses panggul, atau proses infeksi panggul yang lain.
Umumnya infeksi dicegah oleh penyaliran arus kemih yang tidak terganggu. Setiap stasis, gangguan urodinamik, atau hambatan arus
merupakan factor pencetus infeksi. Selain faktor lokal tersebut harus dipertimbangkan faktor pencetus umum yang disertai dengan diabetes
melitus dengan atau tanpa neuropatia, penurunan immunitas, supresi sistem imun, atau malnutrisi.
Biasanya dibedakan antara infeksi saluran kemih atas seperti pielonefritis, abses ginjal, Infeksi saluran kemih bawah seperti sistitis,
atau uretritis, dan infeksi genital seperti prostatitis, epididimitis, dan orkitis. Bila ada infeksi saluran kemih setiap penderita yang dikateterisasi
harus dilindungi dengan antibiotik. Kateterisasi atau instrumentasi
endoskopik harus memenuhi syarat antiseptik. Komplikasi infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan
urolitiasis. Saluran kemih sering merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh penutupan mendadak oleh batu atau instrumentasi pada
infeksi saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat dengan prostatitis. Bakteriemia dengan bacteria gram negatif mungkin disertai dengan syok
toksik karena toksemia yang sering sukar diatasi. Untuk pencegahannya mutlak harus mentaati hukum antiseptik kateterisasi.
Prinsip antiseptik pada kateterisasi saluran kemih : Sjamsuhidajat, 1997
- Kateter menetap sedapat mungkin tidak dipakai dan hanya dipakai
atas indikasi yang tegas, -
Kateter dipasang dengan memperhatikan syarat dasar aseptik, -
Sebaiknya digunakan sistem penyalir tertutup berkatup searah, -
Penyaliran harus bersifat bebas hambatan dan turun, -
Irigasi yang tidak perlu harus dihindari, -
Penggantian kateter setiap 2-3 minggu, -
Air kemih harus dibiakkan setiap manipulasi pasien, -
Bila ada kolonisasi kemih asimptomatik, diberikan antibiotik sebelum kateter dicabut
2.5.1. Patogenese Infeksi Saluran Kemih