Kesimpulan dan saran. LANDASAN TEORITIS

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini memuat 5 lima bab dengan perincian sebagai berikut: BAB I Pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan, batasan masalah, tujuan penulisan, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistimatika penulisan. BAB II Landasan teoritis yang memuat antara lain: pengertian dakwah dan pengertian komunikasi bisnis. BAB III Profil H. Muhammad Ikhwan, SE yang berisi: data pribadi dan aktivitas di CNI. BAB IV membahas analisa penulis terhadap nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.

BAB V Kesimpulan dan saran.

BAB II LANDASAN TEORITIS

Relevansi komunikasi dan bisnis sudah bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berangkat dari bisnis sebagai fenomena global yang ditandai dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang sain dan teknologi yang notabene merangsang terciptanya sistem dan proses produksi yang efisien, timbulnya mobilitas sosial akibat akselerasi pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dibarengi dengan kemajuan di bidang transformasi informasi komunikasi yang otomatis mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia. 25 Menyikapi fenomena tersebut telah banyak kajian konseptual dilakukan guna mengelaborasi sejauhmana relevansi komunikasi dan bisnis tersebut. Sebagai pijakan awal dalam memahami pengertian primer mengenai komunikasi bisnis dalam perspektif dakwah ini, berikut penulis paparkan pengertian-pengertian terkait, antara lain: Nilai Pengertian Nilai Nilai sangat erat kaitannya dengan norma, karena nilai yang dimiliki seseorang ikut mempengaruhi perilakunya. Norma sebenarnya mengatur perilaku manusia yang berhubungan dengan nilai yang terdapat dalam suatu kelompok, yang berarti untuk menjaga agar nilai-nilai kelompok itu tidak diperlakukan seenaknya, maka disusunlah norma-norma untuk menjaga nilai-nilai tersebut. Adapun definisi norma itu sendiri menurut 25 Redi Panuju, Komunikasi Bisnis Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995, Cet. Pertama, h. 3. Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, dan norma ini merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang. 26 Nilai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan sifat-sifat hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. 27 Begitu pula menurut Milton Rokeach dan James Bank bahwa nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. 28 Sidi Gazalba mengartikan nilai sebagai sesuatu yang bernilai abstrak, ia ideal, nilai bukan benda kongkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menunjuk pembuktian empirik melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi. 29 Nilai dalam Kehidupan Manusia Perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari sangat bermacam-macam, ada yang disengaja dan ada pula yang tidak disengaja, berdasarkan keputusan yang diambilnya. Dengan demikian, Mahmud Aziz Siregar merumuskan nilai sebagai sesuatu yang menggerakkan manusia untuk berusaha mencapai sesuatu yang berharga atau bernilai bagi kehidupan, berdasarkan logika atau kenyataan yang hendak dicapai. 30 26 Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk, Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar Jakarta: Gunadarma, 1996, Edisi Pertama, Cet. ke-I, h. 5. 27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2001, h. 690. 28 Drs. H. M. Chabib Thaha, M.A., Kapita Selekta Pendidikan Islam Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, h. 60. 29 Ibid., h. 61. 30 Mahmud Aziz Siregar, Islam Untuk Berbagai Aspek Kehidupan Yogyakarta: Tiara Kencana, 1999, Cet. ke-I, h. 130. Dengan nilai ekonomi, manusia melakukan perbuatan yang sifatnya ekonomis untuk mendapatkan materi dan kesenangan hidup. Nilai ilmu, manusia menggunakannya karena ingin mengetahui dan mengenal alam sekitarnya secara obyektif. Melalui nilai seni, manusia berusaha mengekspresikan dirinya ke dalam karya seni. Melalui nilai politik, manusia menggunakannya untuk menciptakan kekuasaan dan kepuasan diri. Melalui nilai solidaritas, manusia dapat hidup dengan sesamanya dengan penuh cinta, kasih sayang dan tolong menolong. Sedangkan dengan nilai agama, manusia dapat menghadapi alam semesta sebagai penjelmaan dari rasa keimanan serta kebesaran Tuhan yang menciptakan alam ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi di sini belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan, hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin mengikat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri. Dakwah

a. Pengertian Dakwah

Secara etimologi, kata Dakwah berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata kerja da’â , yad’û , da’watan yang mempunyai arti menyeru, mengajak dan memanggil. 31 Ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat pengertian dakwah di atas dapat kita lihat sebagai berikut: Sûrah al-Baqarah2: 221: • T S ‚? IW=: R c -Hd 3 , 3XW=: R c bH7 ƒB  0 DB B p B} „ 3 ii€ “…Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya…”. Sûrah Yûnus10: 25: , 3XW=: R c - m T … :{ : ; 9 † ‡ˆ c ‰Š[ u1‹ Œz•m 2Q9 i “Allah menyeru manusia ke Dârussalâm Surga dan menunjuki orang-orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus Islam”. Dari konteks ayat di atas dapat difahami, bahwa dakwah adalah usaha mengajak dan menyeru manusia agar melaksanakan kebaikan yang sesuai dengan jalan Allah dengan cara memerintahkan, melaksanakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkar agar manusia mendapatkan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat. Lebih jauh dikatakan bahwa esensi dari dakwah hakikatnya adalah mengajak manusia untuk kembali pada 31 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi Jakarta: Bulan Bintang, 1997, Cet. Ke-1, h. 17. jalan Allah, yakni kembali pada hakikat fitri, hakikat fungsi dan hakikat tujuan hidupnya. Sedangkan pengertian dakwah dalam lingkup terminologi, para ahli mendefinisikannya dengan cara yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis mencoba menyajikan beberapa definisi dakwah tersebut. Definisi dakwah mengalami perkembangan yang ditandai setelah penyelenggaraan Simposium Dakwah yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam bersama-sama dengan Akademi Metafisika, Surabaya, pada tanggal 23 Februari 1962 32 di mana prasaran K. H. Mohammad Zaini yang berjudul: “Hari Depan dan Kaum Muslimin Terletak pada Dakwah Islamiyah” menggugah Buya Hamka untuk menulis “Da’watul Islâmiyyah”. Dalam kesempatan tersebut, Buya Hamka mengajak para pemikir untuk mengemukakan pendapat mereka tentang dakwah. Salah seorang di antara mereka, K. H. Mahmud Effendi mengatakan bahwa dakwah hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu semata-mata sebagai “ajakan”. Menurut pendapatnya, dakwah adalah qawlun wa ‘amalun atau dengan kata-kata dan perbuatan. 33 M. Quraish Shihab memberikan definisi dakwah sebagai seruan atau ajakan menuju kepadan keinsyafan atau usaha mengubah situasi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi atau masyarakat. 34 Perwujudan dakwah menurut beliau bukan sekedar peningkatan pemahaman 32 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah Cendekiawan Muslim Bandung: Mizan, 1996, Cet. III, h. 158-159. 33 Ibid., h. 159. 34 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Bandung: Mizan, 1992, Cet. ke-1, h. 194. keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan saja, tetapi menuju pada pelaksanaan sasaran yang lebih luas. Dakwah harus lebih berperan menuju pada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan, baik politik, ekonomi maupun sosial dan budaya. Sementara Amrullah Achmad dalam diktat yang disusun untuk Fakultas Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mengatakan bahwa Dakwah adalah “mengajak” umat manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah sistem Islam secara menyeluruh baik dengan lisan dan tulisan maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syakhsiah, usrah, jamâ’ah dan ummat dalam semua segi kehidupan secara berjama’ah sehingga terwujud khairu al-ummah . 35 Lain halnya Drs. H. M. Arifin, M. Ed, bahwa yang dimaksud dengan Dakwah adalah: “Suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun secara kelompok, agar timbul di dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan”. 36 Pengertian spesifik dikemukakan oleh Abu Risman dengan menambahkan kata Islam; yakni dakwah Islam yang menurutnya adalah segala macam usaha yang dilakukan oleh seorang Muslim atau lebih untuk 35 Amrullah Achmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan Struktur Keilmuan Dakwah Fakultas Dakwah: Diktat, t.t., h. 25. 36 Arifin, Psikologi Dakwah, h. 17. merangsang orang lain agar memahami, meyakini dan kemudian menghayati ajaran Islam sebagai pedoman hidup dan kehidupannya. 37 Pengertian spesifik lain juga dikemukakan oleh A. M. Saefudin, bahwa dakwah Islam adalah tiap usaha untuk mengajak manusia membebaskan diri dari segala penghambaan kepada hamba kemudian menyerahkan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah saja, Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Penguasa sekalian alam semesta, dengan rumusan lain dakwah adalah tiap usaha yang membawa manusia dari kegelapan kepada cahaya Islam. 38 Lain halnya dengan PTDI Perguruan Tinggi Dakwah Islam -- lembaga yang didirikan para cendekiawan dari berbagai perguruan tinggi dan pengusaha --, yang memberikan definisi lanjut tentang dakwah yakni “membawa masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik”, yang sebenarnya berangkat dari pemikiran-pemikiran mereka tentang kegiatan-kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan masyarakat desa. 39 Definisi yang ditawarkan PTDI tersebut dinilai Dawam Rahardjo mengandung dasar-dasar pemikiran dan teori yang memuat perspektif perubahan sosial. 40 37 Abu Risman, “Dakwah Islam Praktis Dalam Masa Pembangunan Suatu Pendekatan Sosiologis” dalam Amrullah Achmad peny., Dakwah Islam dan Transformasi Sosial Budaya Yogyakarta: PLP2M, 1985, h. 12. 38 A.M. Saefuddin, Ada Hari Esok; Refleksi Sosial, Ekonomi dan Politik Untuk Indonesia Emas Jakarta: Amanah Putra Nusantara, 1995, h. 51. 39 Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, h. 159. 40 Ibid., h. 159. Selain definisi dakwah yang diberikan oleh cendekiawan nasional di atas, Ridhwan Abdullah Wu, seorang Muslim Cina dari Singapura 41 juga mengemukakan definisi dakwah sebagai berikut: “Dakwah adalah mengemukakan kepercayaan dan ajaran Islam kepada kaum Muslim maupun non-Muslim. Bagi non- Muslim, itu pada esensinya adalah memperkenalkan bahwa ada satu Pencipta, bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara, dan manusia akan menghadap Tuhan di akhirat. Perspektif ini penting dalam mempengaruhi prioritas manusia dalam kehidupan. Bagi orang yang percaya kepada Islam, dakwah akan berarti menerjemahkan kepercayaan tersebut ke dalam kehidupan pribadi, keluarga, kehidupan sehari-hari, dan juga kehidupan sosial, politik, dan ekonominya secara keseluruhan.” 42 Dari beberapa definisi dakwah di atas, penulis menyimpulkan bahwa Dakwah adalah merubah kondisi masyarakat, dalam hal ini masyarakat mad’u dari kondisi apa adanya kepada kondisi apa yang seharusnya, meliputi semua aspek kehidupan.

b. Unsur-unsur Dakwah

Unsur ialah bagian yang penting dalam sesuatu hal, yang harus ada untuk terwujudnya sesuatu hal tersebut. 43 Berbicara mengenai unsur-unsur dakwah, merupakan suatu rangkaian yang tak terpisahkan dari sudut prosesnya, maka bila salah satu di antara komponen tersebut tidak terpenuhi, bisa jadi proses dakwah itu akan mengalami hambatan bahkan kegagalan. Komponen- komponen dakwah tersebut adalah: 41 Ridhwan Abdullah Wu juga dikenal sebagai Direktur Asia Tenggara dari World Assembly of Muslim Youth dan ketua dari salah satu organisasi dakwah paling dikenal dan dihormati di wilayahnya, Darul Arqam, the Muslim Convert’s Association of Singapore. Untuk mengetahui lebih lanjut pandangannya tentang dakwah lihat Ziauddin Sardar Merryl Wyn Davies ed., Wajah-wajah Islam; Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer Bandung: Mizan, 1992, Cetakan Pertama, h. 97-105. 42 Ibid., h. 98. 43 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 18. a. Da’i b. Mad’u c. Materi dakwah d. Metode dakwah e. Media dakwah f. Tujuan dakwah 44 Abu Risman menambahkan unsur-unsur dakwah di atas, yakni lingkungan. 45

a. Da’i

Menurut Shiddiq Amin yang dikutip oleh Miftah Faridl et. all yang dimaksud subjek dakwah yaitu: “Da’i atau muballigh dan pengelola dakwah DKM, pengurus MT, panitia, ormas dakwah, pengelola TV, radio dan sebagainya. 46 Pelaku dakwah dalam pengertian yang diberikan Abu Risman ialah seorang atau beberapa orang Muslim di antara anggota kelompoknya yang mampu menjadi penggerak dan memberikan contoh tauladan yang baik uswah hasanah. 47 Untuk melakukan aktifitas dakwah seorang da’i perlu memiliki syarat-syarat dan kemampuan tertentu agar dapat berdakwah dengan hasil yang baik dan sampai pada tujuannya. Adapun syarat-syarat dan kemampuan secara teoritis dapat kita lihat sebagaimana dikemukakan oleh Slamet Muhaemin Abda, bahwa kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang da’i yaitu: Kemampuan berkomunikasi 44 H. Masykur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral Yogyakarta: Al-Amin, 1997, Cet. 1, h. 11. 45 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 18-20. 46 Miftah Faridl, et. all, Dakwah Kontemporer; Pola Alternatif Dakwah Melalui TV Bandung: Pusdai Press, 2000, Cet. ke-1, h. 36. 47 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 24. Kemampuan menguasai diri Kemampuan pengetahuan psikologi Kemampuan pengetahuan pendidikan Kemampuan pengetahuan di bidang umum Kemampuan pengetahuan di bidang Al-Qur’an Kemampuan membaca Al-Qur’an dengan fasih Kemampuan pengetahuan di bidang Hadits Kemampuan pengetahuan di bidang agama secara umum. 48

b. Mad’u

Sedangkan mad’u atau sasaran dakwah menurut A. H. Hasanuddin, yaitu: “Orang yang diseru, dipanggil atau diundang”. 49 Objek dakwah adalah masyarakat penerima dakwah atau sasaran dakwah yakni kumpulan dari individu di mana benih dari materi dakwah akan ditaburkan. Yang menjadi objek dakwah dalam hal ini adalah masyarakat luas, mulai dari keluarga, masyarakat lingkungan sekitarnya dan masyarakat luas pada umumnya. Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam dakwah yang di dalamnya terdapat hal- hal yang perlu mendapat perhatian dari da’i sebagai subjek dakwah yaitu tingkat ekonomi bawah, menengah, atas, tingkat keagamaan rendah, sedang, taat, tingkat keberadaan perkotaan, pedesaan dan lain-lain. Oleh karena itu berkaitan dengan masyarakat sebagai objek dakwah yang harus diperhatikan, hendaknya seorang da’i harus melengkapi diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan masalah masyarakat. Dengan memperhatikan 48 Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah Surabaya: Usaha Nasional, 1994, Cet. ke-1, h. 69-77. 49 A. H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan Surabaya: Usaha Nasional, 1982, Cet. ke-1, h. 33. hal-hal yang berkaitan dengan objek dakwah diharapkan apa yang disampaikan diterima oleh mad’unya.

c. Materi Dakwah

Materi dakwah ialah segala macam hal, kegiatan dan keadaan yang dapat mendatangkan terbinanya keluarga dan lingkungan masyarakat yang sejahtera, yang secara teoritisnya merupakan mahâsinul islâm, buah pengamalan ajaran Islam. 50 Pada dasarnya materi dakwah adalah mencakup ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan dalam pengembangannya kemudian akan mencakup seluruh kultur Islam yang murni yang bersumber dari kedua sumber pokok yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan, pendidikan maupun masalah lainnya. Berkaitan dengan materi dakwah ini, Barmawi Umary menjelaskan bahwa materi dakwah ada sepuluh bagian: 1 Aqidah, yaitu menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah Islamiyah yang berpangkal dari rukun Iman yang prinsipil dengan berbagai perinciannya. 2 Akhlaq, yaitu menerangkan akhlâqul karîmah akhlak yang mulia dan akhlâqul mazhmûmah akhlaq yang tercela dengan segala dasarnya, hasilnya dan akibatnya, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang telah berlaku dalam sejarah. 3 Ahkâm, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal-soal ibadah, muamalat, ahwalussahsiyah yang wajib diamalkan oleh setiap muslim dan masalah lainnya. 4 Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap golongan lain non muslim. 5 Pendidikan, yaitu melukiskan sistem pendidikan ala Islami yang telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam di masa sekarang dan masa yang akan datang. 50 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 21. 6 Sosial, yaitu mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama, tolong-menolong, kerukunan hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi. 7 Kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama mengingat pertumbuhan kebudayaan dengan sifat asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu. 8 Kemasyarakatan, yaitu menguraikan konstruksi masyarakat yang penuh berisi ajaran Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama. 9 Amar Ma’rûf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 10 Nâhi Munkar, yaitu melarang manusia dari berbuat jahat agar terhindar dari malapetaka yang akan datang. 51 Sedangkan Abu Risman menawarkan materi dakwah yang sederhana, yakni: etikatatakramaakhlak, kesehatan jasmani dan lingkungan, kemasyarakatan, pendidikan dan perekonomian. 52

d. Metode Dakwah

Metode berasal dari bahasa Jerman “methodical” yang artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata “methodos” yang artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut “tharîq”. Metode yaitu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya. 53 Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menunaikan kewajiban-kewajiban, selanjutnya Allah juga menerangkan bagaimana cara melaksanakan kewajiban-kewajiban itu. Berdakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim yang telah dijelaskan bagaimana 51 Barmawi Umary, Asas-asas Ilmu Dakwah Solo: CV. Ramdani, 1987, Cet. ke-2, h. 57-58. 52 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 21. 53 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. ke-1, h. 35. cara melaksanakannya. Dalam hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya surat Al-Nahl16: 125, sebagai berikut: Ž c ] ~ - b Z B‰ b W B b dAb B‰ 3 PB :T • xmzJ ‘- ’ ;A= ? HI “ - W ’ Š = ? ; H A€ ;  p ? ] ~ 3 W ’ Š = ? EM : =PB €i “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.” Ayat ini menunjukkan bahwa metode dakwah ada tiga yaitu : pertama, dengan hikmah, yakni dengan perkataan dan juga perbuatan tindakan yang tepat berdasarkan ilmu, dalam arti menyesuaikan kepada keadaan dan kondisi zaman yang tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang Tuhan. Kedua, dengan mau’izhah hasanah yakni dengan nasehat-nasehat yang baik, atau memberi peringatan, kata-kata, ucapan dan teguran yang baik. Ketiga, dengan mujâdalah yakni berdebat dengan cara yang baik, artinya adalah berdakwah dengan mengadakan tukar pikiran yang sebaik-baiknya. Adapun metode dakwah yang paling efektif menurut Abu Risman adalah metode integrasi, yakni pelaku dakwah sebagai Pembina jama’ahnya menjadi satu kebulatan dengan anggota-anggotanya. Ia memulai, memberi contoh dan mendorong dari dalam. Bila ia di depan memberi tauladan, jika ia di tengah menggerakkan kehendak, dan kalau di belakang mendorong ke arah kemajuan. Dengan kata lain ia memfungsikan dirinya sebagai uswah hasanah dengan memulai dari diri sendiri, sebagaimana pepatah lisânu al-hâl afsahu min lisâni al- maqâl . 54

e. Media Dakwah

Media adalah segala yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien. 55 Ia merupakan bentuk jamak dari bahasa latin yaitu “media” yang berarti alat perantara. Media dakwah berarti segala sesuatu hal yang tepat dan cocok yang dapat membantu da’i juru dakwah dalam menyampaikan dakwah Islamnya kepada masyarakat mad’û. Dalam dakwah praktis, media yang terutama adalah contoh teladan praktek hidup yang baik para subyek dakwahnya sendiri. 56

f. Tujuan Dakwah

Setiap aktivitas, usaha dan kegiatan mempunyai tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai sesuatu usaha yang ingin dicapai dalam kadar tertentu dengan segala usaha yang dilakukan. Tujuan proses dakwah merupakan landasan seluruh aktivitas-aktivitas dakwah yang akan dilakukan. Tujuan juga merupakan penentu sasaran strategi dan langkah-langkah operasional dakwah selanjutnya, tanpa adanya tujuan yang jelas pekerjaan hanya akan terhitung sia-sia. Tujuan memiliki 54 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 25-26. 55 Abd. Karim Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah II Jakarta: Media Dakwah, 1984, Cet. ke-2, h. 225. 56 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 25. empat batasan, yaitu hal yang hendak dicapai, jumlah atau kadar yang diinginkan, kejelasan yang ingin dicapai dan ingin dituju. Demikian dengan kegiatan dakwah, merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, tujuan ini dimaksudkan memberi arah, pedoman, metode bagi aktivitas dakwah, tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia. Oleh karena itu juru dakwah harus memahami tujuan akhir dari semua kegiatan dakwah yang dilaksanakannya. Tujuan dakwah menurut M. Arifin adalah sebagai berikut: “Menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh juru dakwah atau penerang agama”. 57 Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Toto Tasmara, bahwa tujuan dakwah adalah untuk menegaskan ajaran Islam kepada setiap insani baik individu maupun masyarakat sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam tersebut. 58 Abu Risman membagi dua tujuan dakwah; yakni tujuan sementara: agar keluarga dan kelompokjama’ah selingkungannya terbina menjadi sejahtera hidupnya dan tujuan akhir: mengusahakan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 59 57 M. Arifin, Psikologi Dakwah Jakarta: Bumi Aksara, 1997, Ed. ke-2, Cet. ke-4, h.47. 58 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 47. 59 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 20. Komunikasi Bisnis Selanjutnya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian komunikasi bisnis, berikut penulis paparkan pengertian masing-masing: Komunikasi Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi yang dalam bahasa Inggrisnya ditulis dengan communication berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang artinya sama, yakni sama makna. 60 Pengertian sederhana yang berangkat dari aktifitas dua orang yang melaksanakan percakapan dengan catatan adanya kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Secara istilah, Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy, memberikan definisi khusus yakni komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain communication is the process to modify the behavior of other individuals . 61 Istilah lain mengenai komunikasi berangkat dari paradigma Harold Laswell seperti dikutip Onong Uchjana Effendy yaitu komunikasi adalah penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. 62 Redi Panuju mengartikan komunikasi sebagai transfer informasi atau pesan-pesan messages dari pengirim pesan komunikator kepada 60 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. kelimabelas, h. 9. 61 Ibid., h. 10. 62 Ibid., h. 10. penerima komunikan. Dengan catatan bahwa proses tersebut bertujuan mencapai saling pengertian mutual understanding. 63 A. M. Saefuddin memberikan makna lain mengenai komunikasi, yaitu penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan bahkan tertulis syarat atau gerak-gerak atau melalui simbol yang diartikan dalam kesamaan makna oleh pengiriman dan penerimaan informasi. 64 Unsur-unsur Komunikasi Sebagaimana dikemukakan pada pengertian komunikasi yang berangkat dari paradigma Laswell Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect? , maka dapat dikemukakan unsur-unsur komunikasi sebagai berikut: 1 Komunikator communicator, source, sender 2 Pesan message 3 Media channel, media 4 Komunikan communicant, communicative, receiver, recipient 5 Efek effect, impact, influence 65 Unsur-unsur tersebut digambarkan sebagai berikut: Komunikator ____ Pesan ____ Media ____ Komunikan ____ Dampak 66 Who What Channel Whom Effect Proses Terjadinya Komunikasi Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan, terlebih dahulu ia memberi makna pada pesan-pesan itu decode. Pesan tadi ditangkap oleh komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki encode. Melalui proses interpretasi, yakni menafsirkan makna-makna tersebut dari pelbagai sudut 63 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 64 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60. 65 Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 10. 66 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60. pandang perspektif, akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman field of experiences dan kerangka referensi frame of reference yang dimiliki komunikan. Demikian seterusnya. Bila komunikan memandang perlu untuk memberikan umpan balik feed back kepada komunikator, komunikan akan terlebih dahulu memberikan pernyataan terhadap feed back tersebut. 67 Proses terjadinya komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut: 68 PESAN UMPAN BALIK FEED BACK Onong Uchjana Effendy membagi proses komunikasi menjadi dua tahap: 1 Proses Komunikasi secara primer, proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang symbol sebagai media. Lambang tersebut antara lain: bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. 2 Proses Komunikasi secara sekunder, proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana 67 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 5. 68 Ibid., h. 5. INTERPRETED DECODE ENCODE KOMUNIKATOR INTERPRETED ENCODE DECODE KOMUNIKAN sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. 69 69 Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 11. Bisnis Pengertian Bisnis Secara bahasa, bisnis mempunyai beberapa arti; usaha, perdagangan, toko, perusahaan, tugas, urusan, hak. 70 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisnis berarti usaha dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan atau bidang usaha. 71 Bisnis adalah kegiatan sistem ekonomi yang diarahkan pada manajemen dan distribusi hasil industri dan jasa profesional, yang mendatangkan keuntungan. 72 Esensi dari kegiatan bisnis adalah suatu kesibukan, seperti tampak juga dari dasar katanya to be busy at. Tentu saja dengan satu catatan bahwa kesibukan itu dimaksudkan untuk mempunyai tujuan-tujuan yang konstruktif bagi kehidupan manusia. 73 Buchari Alma seperti dikutip oleh Muhammad dan Lukman R. Fauroni memberikan pengertian bisnis sebagai kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. 74 Brown dan Petrello yang dikutip juga oleh Muhammad dan Lukman R. Fauroni mendefinisikan bisnis sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. 75 Sementara Tim Bisnis Pengantar STIE YKPN memberikan definisi bisnis yang hampir senada, yaitu semua lembaga, besar atau kecil, dengan 70 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Jakarta: Modern English Press, 1991, h. 265. Lihat Muhammad dan Lukman R. Fauroni, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis Jakarta: Salemba Diniyah, 2002, Edisi Pertama, h. 60. 71 Depdikbud, Kamus Besar, h. 121. 72 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 73 Ibid., h. 4. 74 Muhammad dan Fauroni, Visi Al-Qur’an, h. 2. 75 Ibid., h. 2. berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba. 76 Memperhatikan ragam definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bisnis merupakan aktivitas yang cakupannya amat luas, meliputi aktivitas memproduksi barang tambang atau pertanian dari bumi, memproses bahan dasar hingga berguna, membuat barang jadi, mendistribusikan barang, menyediakan jasa, menjual dan membeli barang dagangan, ataupun aktivitas yang berkaitan dengan suatu pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. 77 Macam-macam Bisnis 1 Berdasarkan pasar Pasar sumberdaya Pasar produk 2 Berdasarkan aliran produk dan uang a Kelompok industry industrial b Kelompok perdagangan commercial 78 Komunikasi Bisnis Pengertian Komunikasi Bisnis Fenomena kemajuan di bidang komunikasi terutama media massa yang notabene mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia, menyadarkan banyak orang betapa pentingnya memahami gejala komunikasi dalam rangka memahami gejala bisnis. Redi Panuju, penulis buku Komunikasi Bisnis bahkan berani mengatakan: “Belumlah lengkap mempelajari seluk beluk dunia bisnis jika belum mempelajari ilmu komunikasi 76 Harsono ed., Bisnis Pengantar Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1989, Cetakan Pertama, h. 3. 77 Gunardi Endro, Redefinisi Bisnis, Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1999, h. 15. 78 Ibid., h. 40. communication sciences. 79 Suatu pernyataan yang menguatkan pendapat Leonard L. Berry yang menganggap pentingnya ilmu komunikasi dalam “ilmu bisnis”. 80 Pengertian tentang komunikasi bisnis dapat kita cermati dari pernyataan bahwa bisnis dan komunikasi sama-sama memulai kegiatannya dengan melakukan produksi. Dalam komunikasi, yang diproduksi dinamakan informasi; sedangkan dalam bisnis, yang diproduksi dinamakan barang atau jasa. 81 Bahkan Redi Panuju melihat dalam konteks tertentu, informasi juga termasuk barang dan jasa. Contohnya: informasi lewat surat kabar atau televisi. Kegiatan kedua, menyampaikan produk tersebut kepada pihak lain. Dalam komunikasi, pihak lain bisa disebut komunikator, audience, destination, dan seterusnya. Sementara itu, dalam kegiatan bisnis pihak lain sering disebut sebagai konsumen, klien, buyer, dan sebagainya. Ketiga, komunikasi dan bisnis sama-sama menimbulkan reaksi tertentu. Keempat, keduanya mempunyai hambatan-hambatan yang spesifik. 82 Melihat gejala-gejala dari komunikasi maupun bisnis di atas, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi bisnis adalah meliputi pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam suatu organisasi, di antara dua orang, di antara sekelompok kecil masyarakat, atau dalam satu hingga beberapa bidang untuk mempengaruhi perilaku organisasi. 83 Contoh kecil dari komunikasi bisnis adalah presentasi bisnis, yakni presentasi lisan yang dilakukan oleh orang-orang yang tertarik dengan penjualan gagasan, proses-proses, program, produk 79 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 3. 80 Ibid., h. 4. 81 Ibid., h. 6. 82 Ibid., h. 6-7. 83 Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jersey L. Winsor, Komunikasi Bisnis dan Profesional terjemah Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. ke-4, Mei 2000, h. 4. dan sebagainya yang ditujukan kepada berbagai kelompok yang memiliki kekuatan untuk merekomendasi atau melakukan keputusan-keputusan pembelian. 84 Tujuan Komunikasi Bisnis 1 Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya kedudukan seseorang dalam bisnis, dirinya akan semakin bergantung kepada keahlian seseorang dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah untuk suatu keberhasilan. 2 Mengevaluasi perilaku secara efektif. Para anggota organisasi memerlukan suatu penilaian untuk mengetahui hal-hal yang akan mereka lakukan atau kapan koreksi terhadap prestasi mereka diperlukan. 85 84 Ibid., h. 5. 85 Ibid., h. 6.

BAB III PROFIL H. MUHAMMAD IKHWAN, SE