Nilai-Nilai Dakwah Dalam Komunikasi Bisnis : Studi Analisa Atas Komunikasi Bisnis H.Muhammad Ikhwan,SE

(1)

NILAI-NILAI DAKWAH

DALAM KOMUNIKASI BISNIS

(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis

H. Muhammad Ikhwan, SE)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh

Dede Imron

NIM: 1965112904

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENERANGAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1430 H./2009 M.


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 11 Februari 2009


(3)

NILAI-NILAI DAKWAH

DALAM KOMUNIKASI BISNIS

(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis

H. Muhammad Ikhwan, SE)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh :

DEDE IMRON

NIM: 1965112904

Di Bawah Bimbingan

Drs. Study Rizal LK, M.A.

NIP: 150 262 876

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENERANGAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1430 H./2009 M.


(4)

ABSTRAK

Dede Imron

NILAI-NILAI DAKWAH DALAM KOMUNIKASI BISNIS

(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE)

Perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini memacu percepatan di segala bidang, salah satunya dunia bisnis yang mengalami globalisasi sehingga kita kenal istilah globalisasi ekonomi seperti tersirat dalam kehadiran APEC, AFTA, NAFTA, GATT yang memungkinkan adanya kerjasama ekonomi bilateral, multilateral bahkan global.

Sebagai dampak dari globalisasi adalah bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang notabene menghadirkan nilai-nilai positif dalam suatu kebudayaan tertentu, dan tidak menutup kemungkinan hadirnya nilai-nilai negatif sebagai suatu keniscayaan difusi kebudayaan.

Islam sangat terbuka pada setiap hal yang baru, karena kehadirannya sebagai rahmatan li al-âlamîn, menjadikannya tetap relevan di setiap ruang dan waktu sebagai “penjaga gawang rohani” bagi manusia modern terlebih di era globalisasi yang cengkeramannya hampir merata di setiap pelosok.

Nabi Muhammad SAW sebagai icon teladan dalam setiap aspek kehidupan memberikan berbagai tuntunan moral dalam melaksanakan peran sebagai khalîfah fî al-ard, khususnya dalam berbisnis. Sehingga perilaku korup, tukar guling, renten, illegal loging, abai terhadap keseimbangan alam semesta, saling menjatuhkan, white collar crime, tidak semestinya menjadi watak bagi pebisnis yang hanya ingin mendapatkan keuntungan duniawi semata.

Komunikasi bisnis sebagai suatu aktivitas yang melibatkan manusia dalam suatu transaksi maupun kesepakatan bisnis, hendaknya mengedepankan nilai-nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Dengan demikian, ia selayaknya dikemas sebagai suatu ajakan untuk selalu mensyukuri setiap anugerah Allah berupa jabatan, penghasilan, margin keuntungan, bonus dan lain-lain.

H. Muhammad Ikhwan, SE sebagai pebisnis muslim, berusaha menanamkan nilai-nilai moral islami dalam setiap aktivitas komunikasi bisnisnya. Hal ini bisa dicermati dalam skripsi ini yang berusaha menganalisa nilai-nilai dakwah Islam yang terkandung dalam komunikasi bisnis yang dilakukannya.

Dan, dakwah sangat terbuka kepada siapa saja yang merasa dirinya muslim yang ingin mengekspresikan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitasnya, apapun statusnya.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Rabb sekalian alam yang dengan rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis (Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE)”. Karenanya limpahan salawât dan salâm penulis haturkan jua

kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan teladan dakwah, komunikasi dan bisnis kepada keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Kepada Ayahanda tercinta H. Enjang Yusuf dan Ummi Hj. Siti Asiyah yang ikhlas serta tidak mengenal lelah mencari rezeki dan mendidik anak-anaknya, penulis sampaikan salam hormat yang mendalam. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan mereka berdua rahmat yang tidak terputus. Penulis mohon maaf jika selama ini sangat menyusahkan Ayahanda dan Ummi.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Dr. H. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti ujian ulang ini sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah S1. Tak lupa kepada Bapak Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf yang juga telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi. Semoga amal baik Bapak berdua diridhoi Allah SWT.


(6)

2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. dan Ibu Umi Musyarrofah, M.A., selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan KPI yang selalu mengingatkan penulis untuk segera melakukan perbaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. dan Bapak Masran, M.Ag., selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan KPI periode 2004-2007 yang memahami kondisi penulis waktu itu.

4. Bapak Drs. H. Daud Effendy, selaku dosen FD&K, yang telah memberikan nasihatnya semasa penulis masih dalam keadaan “gamang” selepas sakit beberapa tahun yang lalu.

5. Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A., selaku pembimbing skripsi yang sangat membantu penulis dalam memahami kembali apa itu “metodologi”. Semoga amal baik Bapak diridhoi Allah SWT.

6. Ibu Dra. Elidar Husein, yang telah meminjamkan contoh skripsi sehingga sangat membantu dalam “mengaktifkan” kembali otak penulis setelah mengalami sakit yang berpanjangan.

7. Segenap Bapak/Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penerangan Islam yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.

8. Pimpinan serta segenap karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan buku-buku sumber yang penulis butuhkan.

9. K.H. Aos Sutarya Firdaus dan Ibu Hj. Halimatus Sa’diyah tempat penulis curhat.


(7)

10.Drs. H. Sanny Wijaya, S.H., selaku pimpinan Pesantren Pencak Silat Padjadjaran (Pusat) di Tasikmalaya beserta para santri yang telah ikhlas merawat penulis ketika sakit. Tidak lupa Bang Ferry selaku Ketua Cabang Bekasi dan keluarga.

11.Bapak H. Muhammad Ikhwan, S.E., selaku Crown Agency Manager MLM CNI yang telah bersedia penulis wawancarai.

12.Ibu Sri Murni, selaku sekretaris pribadi H. Muhammad Ikhwan, S.E. yang telah memberikan jadwal kepada penulis untuk bertemu dengan seorang

Crown.

13.Bapak Indra Dwi Kurniawan, S. Kom., Ibu Ermiyanti dan Bapak Asep Mulyana, S.Ag., yang telah memberikan motivasi dan mendorong penulis untuk menuju “Hidup Lebih Baik”. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang lain: Pak Karno, Pak Saleh, Pak Tugiyanto, Pak Achyar, Ozy Esha, Ariel, Giri, Nunk & Lik, Een, Kang Yosef, Aldy, Fadmi.

14.Kepada kakak-kakak penulis: Teh Yossie Yusnawati Nurul Yusna, Fitrah Abdul Malik, S.T. & Mbak Sulistyorini, S.T. yang mendorong penulis untuk secepatnya menyelesaikan kuliah. Kepada adik tersayang : Ilham Lukmanul Hakim, semoga skripsinya juga cepat selesai.

15.Andriani, S.Sos., kekasih tersayang tempat penulis mencurahkan isi hati yang

selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini secepatnya. Kepadamu segenap hati ini kupersembahkan.

16.Agus Nilmada Azmi, M.A. dan Nelly Rahmaniah, S.Pd.I. yang telah memberikan peluang kepada penulis untuk bekerja dan mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.


(8)

17.Rekan-rekan di COOLnet dan BeWeb: Syaiful Amri, S.Th.I., Ikhsan Wahyudin, Anjas, Munsyi, Syarifuddin, M. Ja’far Utsman, Yadirachmantio, Ferry M. Syifa, Rusli Fathuddin, Abdul Hamid.

18.Ahmad Ibnu Katsir, S.Ag. dan Abdul Kholiq, S.H.I, yang telah membantu penulis “bisa hidup” di Ciputat dengan memberi tumpangan dan pekerjaan. 19.Teman-teman penulis di Teater Syahid, KMM RIAK, Allergy & Tromboshit

Band.

20.Rekan-rekan penulis di KPI ’95 : M. Safian Abd. Rahman, S.Ag., Yudhiarma, S.Ag., Rizaludin Kurniawan, S.Ag., Abdul Rozak, Fahrur Rozi dan rekan-rekan penulis di KPI 96.

Penulis menyadari sepenuhnya, apapun yang penulis lakukan tak akan mampu membayar dan tak akan sebanding dengan jasa mereka. Untuk itu kepada Allah SWT jualah penulis kembalikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan, Âmîn Yâ Robb al-‘Âlamîn.

Ciputat, 11 Februari 2009


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ………..………….………..………..……… vi

DAFTAR TABEL ………... viii

BAB I PENDAHULUAN ………..………..……… 1

A. Latar Belakang Masalah …………..…………...……..…. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….……..……... 13

C. Tujuan Penulisan ……..……..……..……..…………..…... 13

D. Kegunaan Penelitian ……..……..……..……..……..…….. 14

E. Metode Penelitian ……..……..……..……..……..……….. 14

F. Sistimatika Penulisan ……..……..……..……..……..……. 15

BAB II LANDASAN TEORITIS ………..………..……… 16

A. Nilai ………. 16

1. Pengertian Nilai ………. 16

2. Nilai Dalam Kehidupan Manusia ……….. 17

B. Dakwah …………..…………...……..………... 19

1. Pengertian Dakwah ……… 19

2. Unsur-unsur Dakwah ………. 23

C. Komunikasi Bisnis ……….……..……….……….. 30

1. Komunikasi ……….…… 31

a. Pengertian Komunikasi ………... 31

b. Unsur-unsur Komunikasi ……… 32

c. Proses Terjadinya Komunikasi ……… 32

2. Bisnis ………. 34

a. Pengertian Bisnis ………...……...……...…… 34

b. Macam-macam Bisnis ……...……...……...…….... 35

3. Komunikasi Bisnis ……...……...……...……...…….... 35

a. Pengertian Komunikasi Bisnis ……...……...…….. 35

b. Tujuan Komunikasi Bisnis ……...……...……...…. 37

BAB III PROFIL H. MUHAMMAD IKHWAN, SE ………..… 38

A. Riwayat Hidup …………..…………... 38

B. Aktivitas di CNI …….…….…….…….…….…….……… 40

BAB IV ANALISA NILAI-NILAI DAKWAH DALAM KOMUNIKASI BISNIS H. MUHAMMAD IKHWAN, SE 48

A. Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE …………. 48

1. Statemen H. Muhammad Ikhwan, SE ………... 48

2. Metode 4 Langkah ……..……..……..……..……..…… 49

B. Nilai-nilai Dakwah Yang Berhubungan dengan Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE …………. 51


(10)

D. Analisis Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE ………. 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..………. 66

A. Kesimpulan …………..…………...……..……… 66 B. Saran ……….……….……….……….……….……….…. 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Frekwensi Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE ………..……… 51 Tabel 2 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan

Dengan Nilai Tauhid ………..………..………... 58 Tabel 3 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan

Dengan Nilai Sabar ………..………..………...………...………. 59 Tabel 4 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan

Dengan Nilai Ikhlas ………..………..………....………...………. 61 Tabel 5 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan

Dengan Nilai Istiqaamah ………..………..…….………...……… 62 Tabel 6 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam memang agama universal, ia hadir untuk memberi atmosfir

Ilâhiyyah dalam setiap aspek kehidupan. Dalam kemunculan “perdana” di Tanah Arab, ia berusaha meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali fenomena

jâhiliyyah dalam aktivitas penduduknya. Indikasi peran Islam dapat dilihat dari peristiwa dihancurkannya berhala-berhala saat futuh makkah sehingga mengubah kebiasaan bangsa Quraisy waktu itu yang senantiasa mengekspresikan ibadah di hadapan berhala-berhala buatan mereka yang akhirnya berganti menyembah Allah SWT. Atmosfir Ilâhiyyah ini tidak hanya menyentuh aspek ‘ibâdah mahdah

semata, lebih dari itu ia menyelimuti segala aktivitas manusia yang bersifat ghayr mahdah agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu di antaranya dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan bisnisnya.

Selain sebagai seorang Rasul, Nabi Muhammad SAW memiliki multi atribut: kepala Negara yang mencintai rakyatnya, panglima perang yang gagah perkasa, suami yang menyayangi keluarga, diplomat ulung, bahkan juga beliau terkenal sebagai seorang pebisnis yang jujur. Tidak heran, setiap menjalankan bisnisnya, beliau selalu mendapatkan untung besar, hal mana dirasakan oleh Siti Khadijah --yang kelak menjadi isteri Rosulullah SAW-- sebagai pemilik bisnis.


(13)

Dengan predikat sebagai rahmatan li al-‘âlamîn, Nabi Muhammad SAW senantiasa melebarkan sayap akhlaq dalam segala aktifitasnya kepada siapa saja dengan tidak pandang bulu sehingga beliau ditahbiskan orang sebagai al-âmin

yang diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Sûrah al-Qalam/68: 4 berikut:

 

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Sebuah predikat logis mengingat perilaku beliau yang senantiasa berlandaskan tauhid dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Di mana selanjutnya para sahabat dan pengikutnya menjadikan beliau tidak saja sebagai pemimpin yang ditaati dan dicintai, lebih dari itu beliau sebagai uswatun hasanah, cerminan dalam berperilaku.

Sebagaimana disebutkan di muka, Nabi Muhammad SAW juga menjalankan peran sebagai pebisnis, suatu peran yang meneguhkan adanya keseimbangan dalam mengisi eksistensi sebagai khalîfah fî al-ard, sebagaimana dianjurkan oleh Allah SWT dalam Sûrah al-Qasas/28: 77:

!"#$%

&$ '( )

*+ %

,&$%

-%.$&$%

/ 01 2 $%

3 45 *67 18 * 9 $ ( -: $% 3 ;1<=> ? &$ '4@ ;A<=> ? ,&$% *+B( 3 45 " $A<CDB $% E F"-2G$% 3 HI J&$% 45 K L

EM :1<BD'B $%

OO

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.


(14)

Berdagang (berbisnis) sangat dihargai dan dijunjung tinggi dalam Islam, karena merupakan salah satu aktualisasi seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika masyarakat dunia pada umumnya menempatkan kelas pendeta dan kelas militer di tempat yang tinggi, Islam menghargai orang-orang yang berilmu, petani, pedagang, tukang dan pengrajin.1 Dan setiap manusia harus menghargai hasil kerja orang lain,2 sebagaimana tersirat dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Oleh Bayhaqy:

ی

“Bayarlah upah pekerja itu sebelum kering keringatnya, dan beritahukanlah upahnya sewaktu ia lagi kerja”.3

Di era globalisasi sekarang ini, di mana dunia seakan “selebar daun kelor”, suatu kecenderungan yang diramalkan Marshall McLuhan sebagai ‘desa global’ (global village),4 percepatan teknologi semakin mendapat tempatnya. Kondisi yang sama dialami dalam dunia bisnis, di mana banyak negara-negara di dunia yang mengadakan kerjasama bilateral, multilateral bahkan global di bidang perdagangan seperti APEC, AFTA, NAFTA, GATT. Sebagai layaknya pertemuan dua kebudayaan, maka difusi kebudayaan menjadi keniscayaan tak terelakkan. Segala nilai-nilai berbaur menjadi satu, entah positif pun negatif.

Mengingat kondisi tersebut, maka yang menjadi kekhawatiran adalah maraknya nilai-nilai negatif. Memang, sebagai konsekuensi logis dari globalisasi

1 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah

Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), Cet. III, h. 457.

2Ibid., h. 458.

3 al-Sayyid Ahmad al-Hasyimiy, Tarjamah Mukhtârul Ahâdits (Bandung: Alma’arif,

1996), Cet. Ke-7, h. 167-168.

4 Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Bandung: Penerbit


(15)

dan liberalisasi ekonomi, maka akan diikuti dengan penetrasi barang dan jasa dari luar negeri yang diiringi oleh maraknya dunia periklanan yang berorientasi menciptakan konsumerisme, sebagai akar dari hedonisme yang nyata-nyata memiliki dampak pada ‘moralitas umat’.5 Di samping itu, juga akan

menumbuhkan kompetisi di antara pelaku bisnis, sebagai konsekuensi logis dari

homo economicus, bahkan lebih dari itu, suasana kehidupan global maupun kehidupan nasional domestik banyak yang bersifat hobessian, di mana yang kuat memeras yang lemah, yang kaya menindas yang miskin, yang pintar memintari yang bodoh.6

Menyikapi kecenderungan di atas, dibutuhkan semacam pembekalan bagi pelaku bisnis yang dalam istilah Haidar Bagir : Manajemen Profetik,7 istilah yang merujuk pada pemahaman bahwa manajemen pada dasarnya adalah sebuah upaya yang melibatkan satu faktor yang paling penting dari keseluruhan faktor-faktor di dalamnya, yaitu manusia.8 Pembekalan inilah yang diharapkan mengubah

paradigma business is business, tetapi lebih menekankan kesetaraan dan pengambilan prakarsa dalam setiap unsur manajemen, lebih egalitarian dalam soal imbalan (remunerasi) sehingga menumbuhkan rasa sense of belonging dari para partisipannya.9

Memang, dalam ajarannya, Islam banyak menekankan aspek moral, terutama moral kepada Allah SWT (hablun min Allah) dan moral kepada sesama manusia (hablun min al-nâs) yang diintrodusir oleh para Da’i kepada umat.

5 M. Amien Rais, Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung:

Penerbit Mizan, 1998), Cet. I, h. 218.

6Ibid., h. 100-101.

7 Haidar Bagir, Mistisisme dalam Perusahaan, Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002, h. 60. 8Ibid., h. 61.


(16)

Dalam bidang bisnis pun, Islam memberi landasan moral (akhlâq) karena menyangkut hubungan dengan sesama, di mana kejujuran dan kerelaan masing-masing pihak dalam hal ini sangatlah diperlukan sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam Sûrah Al-Nisâ/4: 29:

$ PQR S T R

*UM VJ&$% 3%W7 9%

45

3%XW @)S

Y Z [ WB9 ?

\ ]/7 K #

^T ]B $$ #

_5 I ?

*`W Z

a/ 0TbP 9 ; 

cF% 0 "Y Zd e9

45

3%XW 2B

"Y ZA< D ?

HI J&$%

IVCg "Y Z #

$h' >

-ij

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Salah satu komponen penting yang mendukung penyebaran ajaran Islam yakni dakwah selama ini mengalami perkembangan. Dakwah, suatu aktivitas religius, di mana ajaran Islam diintroduksikan kepada para pemeluknya oleh para Da’i, kini tidak lagi “dimonopoli” oleh sekelompok orang yang selama ini kita kenal dengan Kyai, Ustadz dan semacamnya. Ia, kini menempati wilayah yang siapapun bebas memasukinya. Fenomena maraknya pelaku dakwah dari kalangan artis, pejabat, mu’allaf, cendekiawan, bahkan profesional sekalipun, dipandang sebagai sebuah kekuatan baru yang berdiri untuk memperkuat barisan para Da’i. Walau sementara kalangan ada yang mengatakan bahwa mereka hanya sebagai ‘pemanis’ belaka, namun tak dapat disangkal bahwa kini dakwah mendapat dukungan dari berbagai pihak. Amrullah Ahmad mencermati perkembangan interaksi sistem dakwah, di mana pada akhir abad ke XX ini sudah mengalami


(17)

ekstensifikasi sesuai dengan tantangan masyarakat industri.10 Memang kondisi

masa di mana globalisasi menjadi mainstream dalam kancah sosial budaya umat manusia, di situ juga dakwah ditantang untuk tetap eksis, alih-alih sebagai counter

terhadap dampak negatif yang menyertainya. Dan keikutsertaan mereka --pelaku dakwah non-Kyai-- dapat dipandang sebagai wujud ghirah keislaman yang tinggi. Sebagai bagian dari komunitas Muslim, mereka mempunyai tanggung jawab moral terhadap kontinuitas ajaran Islam yang semakin dibutuhkan élan vitalnya di saat manusia mengalami kekeringan spiritual di tengah arus kecanggihan teknologi. Djohan Effendi melihat adanya kecenderungan orang modern untuk kembali menekuni ajaran agama seperti yang dikatakannya:

“Proses modernisasi masyarakat kita tentu saja membawa berbagai perubahan. Perubahan itu relatif berlangsung sangat cepat, yang seringkali tidak terkejar oleh daya adaptasi masyarakat kita. Spesialisasi semakin ketat, persaingan makin keras. Berbagai keahlian baru makin dituntut. Nilai-nilai masyarakat kita menghadapi tantangan dan perubahan. Timbul gejala kekurangpastian dan keterasingan. Orang memerlukan pegangan yang memberikan ketahanan batin. Dan itu tak lain daripada tasawuf.”11

Yudi Latif, seorang penulis buku dari Bandung, bahkan melihat gejala yang sama:

“Agama, tiba-tiba memasuki jajaran kata kunci utama, ketika kita melakukan analisis isi berita-berita media massa belakangan ini. Jika benar media massa merupakan cermin bening kondisi objektif masyarakat, maka hal itu berarti, agama sekarang ini tengah menduduki posisi sentral dalam agenda kehidupan umat manusia. Sekurang-kurangnya anggapan demikian diperteguh oleh pendapat John Naisbitt dan Patricia Aburdene, yang dalam buku Megatrends 2000-nya mengkonstantir bahwa dasawarsa 1990-an

10 Amrullah Achmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan

Struktur Keilmuan Dakwah (Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.), h. 7.

11 Djohan Effendi, “Agama dalam Transformasi Masyarakat Indonesia Modern”, dalam

Denny J.A. (peny.), Transformasi Masyarakat Indonesia (Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1986), Cetakan Pertama, h. 129.


(18)

sebagai era kebangkitan kembali agama-agama (kebangkitan religius milenium baru).12

Mencermati kecenderungan tersebut, nampaklah bahwa agama tetap merupakan kebutuhan hakiki umat manusia, yang dengannya terjawablah segala permasalahan yang dihadapinya. Dan dalam keterasingan di tengah hutan belantara teknologi inilah manusia mencari jati dirinya yang hilang dengan kembali kepada agama, meski sementara orang dengan nada sinis meragukan kemampuan agama dalam menjawab permasalahan yang dihadapi umat manusia modern sebagaimana Nietzhe dengan Got Is Totnya. Dan, sisi maraknya kegiatan keagamaan yang ditandai dengan lubernya tempat-tempat peribadatan, berkembangnya kajian-kajian agama, meningkatnya volume pewartaan masalah keagamaan, serta makin meluasnya media komunikasi (informasi) keagamaan di tengah-tengah gemuruh mesin pembangunan yang memperkukuh cengkeraman imperium sains dan teknologi seakan memperkuat hipotesis yang digaungkan oleh Will Durant dalam The Lessons of History sebagaimana dikutip oleh Yudi Latif:

“Agama memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali pertama itu pula ia telah tewas untuk selama-lamanya, kecuali agama. Sekiranya ia seratus kali dibunuh, ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu.”13

Eksistensi agama sebagai jawaban dari berbagai persoalan hidup inilah yang berusaha digiatkan kembali gaungnya oleh para Da’i. Mereka tampil untuk menyuarakan kembali ajaran agama yang selama ini seakan tenggelam di tengah arus modernisasi.

12 Yudi Latif, Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan, Krisis Agama Pengetahuan dan

Kekuasaan dalam Budaya Teknokratis (Bandung: Mizan, 1999), Cet. I, h. 141.


(19)

Islam sebagai agama akhir zaman, memang merupakan ajaran yang multi solve, dalam artian dapat menjawab berbagai persoalan kehidupan manusia. Sejak awal kelahirannya, Islam bahkan merupakan jawaban setelah runtuhnya sistem

jâhiliyyah. Kehadirannya tidak semata mengurusi persoalan Tauhid yang telah porak poranda selama Abu Jahal Cs. masih berperan sebagai corong jâhiliyyah. Lebih dari itu, membenahi pula aspek sosio-budaya yang selama ini centang perenang.

Salah satu aspek penting dalam kehidupan umat manusia adalah ekonomi, di mana untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dipandang sebagai causa prima, bahkan di negara kita pernah ada ungkapan “ekonomi sebagai panglima”.

Dalam perjalanannya di panggung sejarah peradaban manusia, ekonomi dianggap memiliki peranan penting dalam proses pembangunan peradaban. Ekspansi suatu bangsa untuk memperluas wilayah kekuasaannya tidak terlepas dari peran penting ekonomi, ini dapat dilihat dari pembiayaan mereka dalam bidang militer guna mendukung ekspansi wilayah tersebut. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kaum penjajah Belanda memiliki kongsi dagang VOC (Vereenidge Oost Indische Compagnie; Perkumpulan Dagang Hindia Timur) untuk mendukung basis perekonomian mereka. Kaum Bumi Putera

menyadari betul urgensitas perekonomian bagi pembangunan bangsa, karenanya H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mempertegas eksistensi


(20)

kronologis bangkitnya pengusaha muslim ini dalam tulisannya “Pasang Surut Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis”.14

Menyinggung pembahasan di awal bab mengenai fenomena pelaku dakwah dari berbagai kalangan, maka demikian halnya di bidang bisnis. “Aura” Dakwah di lingkungan bisnis ini dapat kita rasakan bila membaca literatur sejenis. Ary Ginandjar Agustian misalnya, dengan metode ESQ (Emotional and Spiritual Quotients)nya sering mengadakan pelatihan “kecerdasan emosi dan spiritual” bagi para pengusaha, eksekutif, dan pejabat. Bahkan, untuk mendukung gerakan dakwahnya, K.H. Abdullah Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym merasa perlu untuk mengembangkan bisnis sendiri.15

Dalam literatur sejarah, maka akan kita temukan beberapa tesis pakar sejarah yang membahas masuknya Islam di Indonesia dengan melahirkan Teori Gujarat, Teori Makkah dan Teori Persia.16 Dari sekian tesis tersebut, dapatlah

ditarik kesimpulan bahwa penyebaran agama Islam di Nusantara di antaranya dilakukan oleh kaum pedagang yang meneguhkan pandangan betapa perdagangan, bisnis, memiliki andil besar dalam pengenalan ajaran Islam. Maka, tidaklah mengherankan jika kemudian Wakil Presiden RI, H. Muhammad Jusuf Kalla semasa masih menjabat sebagai Menko Kesra dalam keynote speechnya pada seminar peluncuran buku Fiqh Perdagangan Bebas karya K.H. Ali Yafie, menyatakan bahwa “Orang Islam adalah masyarakat pedagang”.17 Hal ini

14 M. Dawam Rahardjo, “Pasang Surut Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis” dalam

Aswab Mahasin (ed.), Ruh Islam dalam Budaya Bangsa; Agama dan Problema Masa Kini (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), Edisi Pertama, h. 10-28.

15 Sinergi dakwah dan bisnis ala Aa Gym dapat dibaca lebih lanjut dalam buku karya

Yudi Pramuko, Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis Aa Gym (Jakarta: Taj Mahal, 2003), Cet. IV.

16 Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah (Bandung: Mizan, 1998), Cet. IV,

h. 74.


(21)

memiliki akar historis dengan apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sewaktu masih aktif berbisnis sebagaimana disinyalir oleh Emil Salim:

“… kita mengetahui pula bahwa mekanisme pasar yang sama telah membantu Muhammad, sebelum menjadi Rasul, menjadi orang yang dikenal jujur dan tinggi integritasnya dalam perdagangan. Sehingga Khadijah sangat mempercayai Muhammad dalam pelaksanaan bisnis. Ini berlangsung dalam masa jahiliyah ketika agama Islam belum berkembang.”18

Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah bagi umatnya, selain mengemban amanat kerasulan juga memainkan peran sebagai seorang pedagang dengan misi profetik yang dibawanya. Beliau di masa mudanya telah melakukan perjalanan dagang hingga ke negeri Suriah, kemudian melebarkan sayap usahanya hingga Yaman, Irak, Yordania dan berbagai kota serta sudut strategis yang berada di Jazirah Arab. Dalam melakukan kegiatan bisnisnya, beliau tidak lupa untuk meletakkan dasar-dasar moral, manajemen, dan etos kerja yang bahkan telah lebih mendahului daripada zaman yang ada pada saat itu. Bahkan landasan etika dan bisnis yang dikembangkan oleh beliau kemudian mendapatkan legitimasi keagamaan pada saat beliau diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun. Bahkan pada masa sekarang, landasan etika dan bisnis yang dikembangkan oleh beliau kemudian mendapatkan pembenaran secara akademis. Berbagai macam etika bisnis dan usaha modern yang dilakukan oleh Muhammad di kala muda seperti tujuan pelanggan, pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan dan perdagangan yang sehat (fair trade), dan iklim berkompetensi

18 Emil Salim, “Melemahnya Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Bisnis” dalam Elza

Peldi Taher, Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), Cetakan I, h. 98.


(22)

yang sehat semuanya telah dilakukan oleh Muhammad SAW ketika beliau masih muda.19

Etos bisnis yang dibangun oleh Rasulullah SAW tersebut dimiliki pula oleh para sahabat beliau. Abu Bakar R.A. menjalankan usaha perdagangan pakaian, ‘Umar R.A. memiliki bisnis perdagangan jagung, dan ‘Utsman R.A. juga memiliki usaha perdagangan pakaian. Kaum Ansar yang mengikuti Rasulullah SAW menjalankan usaha pertanian.20 Sahabat lain yang juga aktif berbisnis, yakni Abdurrahman bin Auf R.A. bahkan dikatakan oleh Aisyah R.A., salah seorang isteri Rasulullah SAW bahwa Rasulullah SAW telah diberitahu oleh Malaikat Jibril bahwa ia (Abdurrahman bin Auf) telah ditetapkan akan masuk ke dalam

Jannatun Na’îm.21

Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa bisnis memiliki porsi yang tidak kalah pentingnya dalam wacana dakwah.

Dalam lingkup Indonesia, maka kita kenal H. Muhammad Ikhwan, SE, seorang putra Betawi asli yang juga seorang pebisnis yang meraih banyak prestasi di bisnis MLM22 CNI23 dan terakhir tercatat meraih posisi Crown Agency Manager (CAM), peringkat puncak yang diidam-idamkan lebih dari 700 ribu distributor CNI lainnya.24

19 Majalah Ekonomi Syari’ah, h. 7.

20 Muhammad dan R. Lukman Faironi, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta:

Salemba Diniyah, 2002), Edisi Pertama, h. 133.

21 Majalah Ekonomi Syari’ah, h. 7.

22 MLM (Multi Level Marketing/Network Marketing : pemasaran berjenjang) merupakan

sebagian dari sebutan orang mengenai sistem bisnis, di mana pemasaran produk/jasa dilakukan oleh individu (perseorangan) untuk kemudian membentuk jaringan kerja guna memasarkan produk atau jasa. Dari hasil penjualan pribadi dan jaringannya tersebut, tiap bulan perusahaan akan memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya. Lihat PT. Citra Nusa Insanpurnama, Starter Kit, tth, h. 1.

23 CNI (PT. Citra Nusa Insanpurnama) adalah perusahaan MLM yang didirikan pertama

kali di Bandung dengan nama awal PT. Nusantara Sun Chlorella Tama pada tahun 1986. Lihat PT. Centra Nusa Insancemerlang, h. 3.


(23)

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang Crown Agency Manager

dan sebagai upline dari sekian banyak anggota di bawahnya, H. Muhammad Ikhwan, SE senantiasa memberikan motivasi sebagai wujud tanggung jawab seorang leader. Ialah yang merumuskan metode 4 (empat) langkah --dalam memberikan pengertian kepada orang lain yang akan diajak bergabung sebagai anggota CNI-- suatu metode yang memberikan kesadaran penuh bagi distributor CNI dalam memahami dirinya sebagai manusia, sehingga dengannya banyak anggota maupun calon anggota CNI yang tercerahkan. Selain itu, ia juga banyak memberikan motivasi yang sarat dengan nilai-nilai etika --yang notabene digali dari nilai-nilai Islam-- kepada para downlinenya.

Segala upaya yang dibangun oleh H. Muhammad Ikhwan, SE senantiasa bermuara pada kesadaran akan pentingnya perubahan hidup --yakni perbaikan ekonomi dan kesadaran tentang etos kerja--, suatu kesadaran yang dianjurkan dalam Islam bahkan diingatkan oleh Allah SWT dalam Sûrah al-Ra’d/13: 11:

k>

\T mn 9

g; e9 E o #

> R : R

=; 9 p > D)

k> Wq CDB L

=; 9 r0B9 ? s&$% Z t` J&$% 45 ume0 R $ 9 9w"W # xyz >

3% ume0 R $ 9

"Y{1| D S #

Z &% } % - ? ,&$% w"W # %6 XW~ 4C )

H 0 9

k> $ 9

P

; e9

p > 

; 9 •%

€€

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”.

Bukan hanya sebatas motivasi yang menganjurkan orang harus bekerja dengan keras dan cerdas dalam merubah hidup, ia juga menganjurkan para down


(24)

linenya untuk bekerja secara ikhlas terhadap kegagalan dalam proses apalagi keberhasilannya. Kita tahu bahwa keikhlasan adalah sisi yang bersentuhan dengan wilayah kejiwaan, wilayah hati. Artinya H. Muhammad Ikhwan, SE sangat menganjurkan sekali untuk selalu ingat terhadap kebesaran Yang Maha Kuasa

dalam bisnis yang dijalani oleh para down linenya. Cara yang dilakukan H. Muhammad Ikhwan, SE tersebut dari pengamatan penulis cukup efektif dalam

mengubah pola pikir --walaupun mungkin hanya terbatas pada down linenya saja--, hal ini terjadi pada beberapa mitra CNI yang berubah pola hidup dan pola pikir yang tadinya pemalas berubah menjadi orang yang giat bekerja, dan dari penjudi menjadi mitra usaha yang rajin berinvestasi.

Pertanyaannya adalah mengapa para mitra CNI mau mengikuti apa yang disarankan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE? Karena apa yang dikatakan olehnya adalah apa yang telah dia lakukan baik itu kerja keras, cerdas maupun ikhlas. Dalam perspektif bahasa, ini mengindikasikan bahwa betapa sebuah jargon, kata-kata memiliki kekuatan dalam mengubah karakter seseorang. Dalam perspektif dakwah, kata-kata yang mengandung kebaikan termasuk dalam term hikmah.

Mencermati hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis skripsi dengan judul: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM KOMUNIKASI BISNIS (Studi Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah sesuai dengan judul yang dimaksud, maka penulis hanya membatasi pada pengertian dakwah dan


(25)

komunikasi bisnis, profil H. Muhammad Ikhwan, SE, serta analisa lanjut mengenai nilai-nilai dakwah dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE. Berangkat dari batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE?

2. Bagaimana nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE?

C. Tujuan Penulisan

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan hasanah kajian dakwah dan bisnis yang sudah ada.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan pedoman dalam pengeterapan komunikasi dakwah bagi para praktisi dakwah.


(26)

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan ragam atau bentuk penelitian lapangan (field research), di mana penulis langsung mengumpulkan data dari subjek penelitian ini, yaitu H. Muhammad Ikhwan, SE, baik dari tulisan-tulisannya maupun dari wawancara dengan beliau.

Setelah data-data terkumpul, penulis melakukan identifikasi, klasifikasi, dan selanjutnya penulis melakukan analisa dengan menggunakan analisa isi (content analysis).

Untuk pedoman penulisan, penulis mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh


(27)

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini memuat 5 (lima) bab dengan perincian sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan, batasan masalah, tujuan penulisan, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistimatika penulisan.

BAB II Landasan teoritis yang memuat antara lain: pengertian dakwah dan pengertian komunikasi bisnis.

BAB III Profil H. Muhammad Ikhwan, SE yang berisi: data pribadi dan aktivitas di CNI.

BAB IV membahas analisa penulis terhadap nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

Relevansi komunikasi dan bisnis sudah bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berangkat dari bisnis sebagai fenomena global yang ditandai dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang sain dan teknologi yang notabene

merangsang terciptanya sistem dan proses produksi yang efisien, timbulnya mobilitas sosial akibat akselerasi pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dibarengi dengan kemajuan di bidang transformasi informasi (komunikasi) yang otomatis mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia.25 Menyikapi fenomena tersebut telah banyak kajian konseptual dilakukan guna mengelaborasi sejauhmana relevansi komunikasi dan bisnis tersebut.

Sebagai pijakan awal dalam memahami pengertian primer mengenai komunikasi bisnis dalam perspektif dakwah ini, berikut penulis paparkan pengertian-pengertian terkait, antara lain:

Nilai

Pengertian Nilai

Nilai sangat erat kaitannya dengan norma, karena

nilai yang dimiliki seseorang ikut mempengaruhi

perilakunya. Norma sebenarnya mengatur perilaku

manusia yang berhubungan dengan nilai yang terdapat

dalam suatu kelompok, yang berarti untuk menjaga agar

nilai-nilai kelompok itu tidak diperlakukan seenaknya,

maka disusunlah norma-norma untuk menjaga nilai-nilai

tersebut. Adapun definisi norma itu sendiri menurut

25 Redi Panuju, Komunikasi Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), Cet.


(29)

Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk adalah patokan

perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma

memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih

dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang

lain, dan norma ini merupakan kriteria bagi orang lain

untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

26

Nilai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan dengan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau

berguna bagi kemanusiaan.

27

Begitu pula menurut Milton

Rokeach dan James Bank bahwa nilai adalah suatu tipe

kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem

kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau

menghindari suatu tindakan mengenai suatu yang pantas

atau tidak pantas dikerjakan.

28

Sidi Gazalba mengartikan nilai sebagai sesuatu

yang bernilai abstrak, ia ideal, nilai bukan benda kongkrit,

bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang

menunjuk pembuktian empirik melainkan soal

penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki,

disenangi dan tidak disenangi.

29

Nilai dalam Kehidupan Manusia

Perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari

sangat bermacam-macam, ada yang disengaja dan ada

pula yang tidak disengaja, berdasarkan keputusan yang

diambilnya. Dengan demikian, Mahmud Aziz Siregar

merumuskan nilai sebagai sesuatu yang menggerakkan

manusia untuk berusaha mencapai sesuatu yang

berharga atau bernilai bagi kehidupan, berdasarkan

logika atau kenyataan yang hendak dicapai.

30

26 Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk, Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar

(Jakarta: Gunadarma, 1996), Edisi Pertama, Cet. ke-I, h. 5.

27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus

Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 690.

28 Drs. H. M. Chabib Thaha, M.A., Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1996), h. 60.

29Ibid., h. 61.

30 Mahmud Aziz Siregar, Islam Untuk Berbagai Aspek Kehidupan (Yogyakarta: Tiara


(30)

Dengan nilai ekonomi, manusia melakukan

perbuatan yang sifatnya ekonomis untuk mendapatkan

materi dan kesenangan hidup. Nilai ilmu, manusia

menggunakannya karena ingin mengetahui dan

mengenal alam sekitarnya secara obyektif. Melalui nilai

seni, manusia berusaha mengekspresikan dirinya ke

dalam karya seni. Melalui nilai politik, manusia

menggunakannya untuk menciptakan kekuasaan dan

kepuasan diri. Melalui nilai solidaritas, manusia dapat

hidup dengan sesamanya dengan penuh cinta, kasih

sayang dan tolong menolong. Sedangkan dengan nilai

agama, manusia dapat menghadapi alam semesta

sebagai penjelmaan dari rasa keimanan serta kebesaran

Tuhan yang menciptakan alam ini.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi di sini belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia tetapi tidak berarti adanya esensi

karena adanya manusia yang membutuhkan, hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin mengikat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan


(31)

Dakwah

a. Pengertian Dakwah

Secara

etimologi

, kata Dakwah berasal dari Bahasa

Arab yang merupakan bentuk

masdar

dari kata kerja

da’â

(

),

yad’û

(

),

da’watan

(

) yang mempunyai arti

menyeru, mengajak dan memanggil.

31

Ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat pengertian

dakwah di atas dapat kita lihat sebagai berikut:

Sûrah al-Baqarah/2: 221:

• T S ‚?

IW=: R c -$Hd $% 3 ,&$% 3%XW=: R c

bH7 ƒB $%

/ 0 DB 'B $%

p > B} „ #

3 ii€

“…Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya…”.

Sûrah Yûnus/10: 25:

,&$% 3%XW=: R

c -%

m T << $%

… :"{ : ; 9

† &$ ‡/ˆ

c ‰Š[ u1‹

Œz•m 2<Q9

i

“Allah menyeru (manusia) ke Dârussalâm (Surga) dan menunjuki orang-orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.

Dari konteks ayat di atas dapat difahami, bahwa dakwah adalah usaha mengajak dan menyeru manusia agar melaksanakan kebaikan yang sesuai dengan jalan Allah dengan cara memerintahkan, melaksanakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkar agar manusia mendapatkan kebahagiaan baik di dunia dan akhirat. Lebih jauh dikatakan bahwa esensi dari dakwah hakikatnya adalah mengajak manusia untuk kembali pada

31 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),


(32)

jalan Allah, yakni kembali pada hakikat fitri, hakikat fungsi dan hakikat tujuan hidupnya.

Sedangkan pengertian dakwah dalam lingkup terminologi, para ahli mendefinisikannya dengan cara yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya di bawah ini penulis mencoba menyajikan beberapa definisi dakwah tersebut.

Definisi dakwah mengalami perkembangan yang ditandai setelah penyelenggaraan Simposium Dakwah yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam bersama-sama dengan Akademi Metafisika,

Surabaya, pada tanggal 23 Februari 196232 di mana prasaran K. H. Mohammad Zaini yang berjudul: “Hari Depan dan Kaum Muslimin

Terletak pada Dakwah Islamiyah” menggugah Buya Hamka untuk menulis “Da’watul Islâmiyyah”. Dalam kesempatan tersebut, Buya Hamka mengajak para pemikir untuk mengemukakan pendapat mereka tentang dakwah. Salah seorang di antara mereka, K. H. Mahmud Effendi mengatakan bahwa dakwah hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu semata-mata sebagai “ajakan”. Menurut pendapatnya, dakwah adalah

qawlun wa ‘amalun atau dengan kata-kata dan perbuatan.33

M. Quraish Shihab memberikan definisi dakwah sebagai seruan atau ajakan menuju kepadan keinsyafan atau usaha mengubah situasi lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi atau masyarakat.34 Perwujudan dakwah menurut beliau bukan sekedar peningkatan pemahaman

32 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah

Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1996), Cet. III, h. 158-159.

33Ibid., h. 159.


(33)

keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan saja, tetapi menuju pada pelaksanaan sasaran yang lebih luas. Dakwah harus lebih berperan menuju pada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan, baik politik, ekonomi maupun sosial dan budaya.

Sementara Amrullah Achmad dalam diktat yang disusun untuk Fakultas Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mengatakan bahwa Dakwah adalah “mengajak” umat manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah (sistem Islam) secara menyeluruh baik dengan lisan dan tulisan maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syakhsiah, usrah, jamâ’ah dan

ummat dalam semua segi kehidupan secara berjama’ah sehingga terwujud

khairu al-ummah.35

Lain halnya Drs. H. M. Arifin, M. Ed, bahwa yang dimaksud dengan Dakwah adalah:

“Suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun secara kelompok, agar timbul di dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message (pesan) yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan”.36

Pengertian spesifik dikemukakan oleh Abu Risman dengan menambahkan kata Islam; yakni dakwah Islam yang menurutnya adalah segala macam usaha yang dilakukan oleh seorang Muslim atau lebih untuk

35 Amrullah Achmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan

Struktur Keilmuan Dakwah (Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.), h. 25.


(34)

merangsang orang lain agar memahami, meyakini dan kemudian menghayati ajaran Islam sebagai pedoman hidup dan kehidupannya.37

Pengertian spesifik lain juga dikemukakan oleh A. M. Saefudin, bahwa dakwah Islam adalah tiap usaha untuk mengajak manusia membebaskan diri dari segala penghambaan kepada hamba kemudian menyerahkan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah saja, Tuhan Pencipta, Pemelihara dan Penguasa sekalian alam semesta, dengan rumusan lain dakwah adalah tiap usaha yang membawa manusia dari kegelapan kepada cahaya Islam.38

Lain halnya dengan PTDI (Perguruan Tinggi Dakwah Islam) -- lembaga yang didirikan para cendekiawan dari berbagai perguruan tinggi dan pengusaha --, yang memberikan definisi lanjut tentang dakwah yakni “membawa masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik”, yang sebenarnya berangkat dari pemikiran-pemikiran mereka tentang kegiatan-kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan masyarakat desa.39 Definisi yang ditawarkan PTDI tersebut dinilai Dawam Rahardjo mengandung dasar-dasar pemikiran dan teori yang memuat perspektif perubahan sosial.40

37 Abu Risman, “Dakwah Islam Praktis Dalam Masa Pembangunan Suatu Pendekatan

Sosiologis” dalam Amrullah Achmad (peny.), Dakwah Islam dan Transformasi Sosial Budaya (Yogyakarta: PLP2M, 1985), h. 12.

38 A.M. Saefuddin, Ada Hari Esok; Refleksi Sosial, Ekonomi dan Politik Untuk Indonesia

Emas (Jakarta: Amanah Putra Nusantara, 1995), h. 51.

39 Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, h. 159. 40Ibid., h. 159.


(35)

Selain definisi dakwah yang diberikan oleh cendekiawan nasional di atas, Ridhwan Abdullah Wu, seorang Muslim Cina dari Singapura41

juga mengemukakan definisi dakwah sebagai berikut:

“Dakwah adalah mengemukakan kepercayaan dan ajaran Islam kepada kaum Muslim maupun Muslim. Bagi non-Muslim, itu pada esensinya adalah memperkenalkan bahwa ada satu Pencipta, bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara, dan manusia akan menghadap Tuhan di akhirat. Perspektif ini penting dalam mempengaruhi prioritas manusia dalam kehidupan. Bagi orang yang percaya kepada Islam, dakwah akan berarti menerjemahkan kepercayaan tersebut ke dalam kehidupan pribadi, keluarga, kehidupan sehari-hari, dan juga kehidupan sosial, politik, dan ekonominya secara keseluruhan.”42

Dari beberapa definisi dakwah di atas, penulis menyimpulkan bahwa Dakwah adalah merubah kondisi masyarakat, dalam hal ini masyarakat mad’u dari kondisi apa adanya kepada kondisi apa yang seharusnya, meliputi semua aspek kehidupan.

b. Unsur-unsur Dakwah

Unsur ialah bagian yang penting dalam sesuatu hal,

yang harus ada untuk terwujudnya sesuatu hal tersebut.

43

Berbicara mengenai unsur-unsur dakwah, merupakan

suatu rangkaian yang tak terpisahkan dari sudut

prosesnya, maka bila salah satu di antara komponen

tersebut tidak terpenuhi, bisa jadi proses dakwah itu akan

mengalami hambatan bahkan kegagalan.

Komponen-komponen dakwah tersebut adalah:

41 Ridhwan Abdullah Wu juga dikenal sebagai Direktur Asia Tenggara dari World

Assembly of Muslim Youth dan ketua dari salah satu organisasi dakwah paling dikenal dan dihormati di wilayahnya, Darul Arqam, the Muslim Convert’s Association of Singapore. Untuk mengetahui lebih lanjut pandangannya tentang dakwah lihat Ziauddin Sardar & Merryl Wyn Davies (ed.), Wajah-wajah Islam; Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer (Bandung: Mizan, 1992), Cetakan Pertama, h. 97-105.

42Ibid., h. 98.


(36)

a. Da’i b. Mad’u

c. Materi dakwah d. Metode dakwah e. Media dakwah f. Tujuan dakwah44

Abu Risman menambahkan unsur-unsur dakwah di atas, yakni lingkungan.45

a. Da’i

Menurut Shiddiq Amin yang dikutip oleh Miftah Faridl (et. all) yang dimaksud subjek dakwah yaitu: “Da’i atau muballigh dan pengelola dakwah (DKM, pengurus MT, panitia, ormas dakwah, pengelola TV, radio dan sebagainya).46

Pelaku dakwah dalam pengertian yang diberikan Abu Risman ialah seorang atau beberapa orang Muslim di antara anggota kelompoknya yang mampu menjadi penggerak dan memberikan contoh tauladan yang baik (uswah hasanah).47

Untuk melakukan aktifitas dakwah seorang da’i perlu memiliki syarat-syarat dan kemampuan tertentu agar dapat berdakwah dengan hasil yang baik dan sampai pada tujuannya.

Adapun syarat-syarat dan kemampuan secara teoritis dapat kita lihat sebagaimana dikemukakan oleh Slamet Muhaemin Abda, bahwa kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang da’i yaitu: Kemampuan berkomunikasi

44 H. Masykur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Yogyakarta: Al-Amin, 1997),

Cet. 1, h. 11.

45 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 18-20.

46 Miftah Faridl, et. all, Dakwah Kontemporer; Pola Alternatif Dakwah Melalui TV

(Bandung: Pusdai Press, 2000), Cet. ke-1, h. 36.


(37)

Kemampuan menguasai diri

Kemampuan pengetahuan psikologi Kemampuan pengetahuan pendidikan Kemampuan pengetahuan di bidang umum Kemampuan pengetahuan di bidang Al-Qur’an Kemampuan membaca Al-Qur’an dengan fasih Kemampuan pengetahuan di bidang Hadits

Kemampuan pengetahuan di bidang agama secara umum.48

b. Mad’u

Sedangkan mad’u atau sasaran dakwah menurut A. H. Hasanuddin, yaitu: “Orang yang diseru, dipanggil atau diundang”.49 Objek dakwah

adalah masyarakat penerima dakwah atau sasaran dakwah yakni kumpulan dari individu di mana benih dari materi dakwah akan ditaburkan.

Yang menjadi objek dakwah dalam hal ini adalah masyarakat luas, mulai dari keluarga, masyarakat lingkungan sekitarnya dan masyarakat luas pada umumnya. Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur yang penting dalam dakwah yang di dalamnya terdapat hal-hal yang perlu mendapat perhatian dari da’i sebagai subjek dakwah yaitu tingkat ekonomi (bawah, menengah, atas), tingkat keagamaan (rendah, sedang, taat), tingkat keberadaan (perkotaan, pedesaan) dan lain-lain. Oleh karena itu berkaitan dengan masyarakat sebagai objek dakwah yang harus diperhatikan, hendaknya seorang da’i harus melengkapi diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berkaitan dengan masalah masyarakat. Dengan memperhatikan

48 Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah (Surabaya: Usaha

Nasional, 1994), Cet. ke-1, h. 69-77.

49 A. H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan (Surabaya:


(38)

hal-hal yang berkaitan dengan objek dakwah diharapkan apa yang disampaikan diterima oleh mad’unya.

c. Materi Dakwah

Materi dakwah ialah segala macam hal, kegiatan dan keadaan yang dapat mendatangkan terbinanya keluarga dan lingkungan masyarakat yang sejahtera, yang secara teoritisnya merupakan mahâsinul islâm, buah pengamalan ajaran Islam.50 Pada dasarnya materi dakwah adalah mencakup ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan dalam pengembangannya kemudian akan mencakup seluruh kultur Islam yang murni yang bersumber dari kedua sumber pokok yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan, pendidikan maupun masalah lainnya.

Berkaitan dengan materi dakwah ini, Barmawi Umary menjelaskan bahwa materi dakwah ada sepuluh bagian:

1) Aqidah, yaitu menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah Islamiyah yang berpangkal dari rukun Iman yang prinsipil dengan berbagai perinciannya.

2) Akhlaq, yaitu menerangkan akhlâqul karîmah (akhlak yang mulia) dan akhlâqul mazhmûmah (akhlaq yang tercela) dengan segala dasarnya, hasilnya dan akibatnya, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang telah berlaku dalam sejarah.

3) Ahkâm, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal-soal ibadah, muamalat, ahwalussahsiyah yang wajib diamalkan oleh setiap muslim dan masalah lainnya.

4) Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap golongan lain (non muslim).

5) Pendidikan, yaitu melukiskan sistem pendidikan ala Islami yang telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam di masa sekarang dan masa yang akan datang.


(39)

6) Sosial, yaitu mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama, tolong-menolong, kerukunan hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.

7) Kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama mengingat pertumbuhan kebudayaan dengan sifat asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu.

8) Kemasyarakatan, yaitu menguraikan konstruksi masyarakat yang penuh berisi ajaran Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.

9) Amar Ma’rûf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

10)Nâhi Munkar, yaitu melarang manusia dari berbuat jahat agar terhindar dari malapetaka yang akan datang.51

Sedangkan Abu Risman menawarkan materi dakwah yang sederhana, yakni: etika/tatakrama/akhlak, kesehatan jasmani dan lingkungan, kemasyarakatan, pendidikan dan perekonomian.52

d. Metode Dakwah

Metode berasal dari bahasa Jerman “methodical” yang artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata

“methodos” yang artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut “tharîq”. Metode yaitu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.53

Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menunaikan kewajiban-kewajiban, selanjutnya Allah juga menerangkan bagaimana cara melaksanakan kewajiban-kewajiban itu. Berdakwah merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim yang telah dijelaskan bagaimana

51 Barmawi Umary, Asas-asas Ilmu Dakwah (Solo: CV. Ramdani, 1987), Cet. ke-2,

h. 57-58.

52 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 21.

53 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia


(40)

cara melaksanakannya. Dalam hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya surat Al-Nahl/16: 125, sebagai berikut:

Ž $% c

( ] ~

#

-b 'Z B‰$$ #

b "W 'B $%

b dA<b B‰$% 3

PB :T •

xmzJ $$ #

‘- ’

;A<=> ? HI

“#

-W ’

Š = ?

; ' #

H A€ ; 

p ? %( ] ~

3

W ’

Š = ?

EM : !=P'B $$ #

€i

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Ayat ini menunjukkan bahwa metode dakwah ada tiga yaitu :

pertama, dengan hikmah, yakni dengan perkataan dan juga perbuatan (tindakan) yang tepat berdasarkan ilmu, dalam arti menyesuaikan kepada keadaan dan kondisi zaman yang tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang Tuhan. Kedua, dengan mau’izhah hasanah yakni dengan nasehat-nasehat yang baik, atau memberi peringatan, kata-kata, ucapan dan teguran yang baik. Ketiga, dengan mujâdalah yakni berdebat dengan cara yang baik, artinya adalah berdakwah dengan mengadakan tukar pikiran yang sebaik-baiknya.

Adapun metode dakwah yang paling efektif menurut Abu Risman adalah metode integrasi, yakni pelaku dakwah sebagai Pembina jama’ahnya menjadi satu kebulatan dengan anggota-anggotanya. Ia memulai, memberi contoh dan mendorong dari dalam. Bila ia di depan memberi tauladan, jika ia di tengah menggerakkan kehendak, dan


(41)

kalau di belakang mendorong ke arah kemajuan. Dengan kata lain ia memfungsikan dirinya sebagai uswah hasanah dengan memulai dari diri sendiri, sebagaimana pepatah lisânu hâl afsahu min lisâni al-maqâl.54

e. Media Dakwah

Media adalah segala yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.55 Ia merupakan bentuk jamak dari bahasa latin yaitu “media” yang berarti alat perantara. Media dakwah berarti segala sesuatu hal yang tepat dan cocok yang dapat membantu da’i (juru dakwah) dalam menyampaikan dakwah Islamnya kepada masyarakat (mad’û).

Dalam dakwah praktis, media yang terutama adalah contoh teladan praktek hidup yang baik para subyek dakwahnya sendiri.56

f. Tujuan Dakwah

Setiap aktivitas, usaha dan kegiatan mempunyai tujuan. Tujuan dapat diartikan sebagai sesuatu usaha yang ingin dicapai dalam kadar tertentu dengan segala usaha yang dilakukan. Tujuan proses dakwah merupakan landasan seluruh aktivitas-aktivitas dakwah yang akan dilakukan. Tujuan juga merupakan penentu sasaran strategi dan langkah-langkah operasional dakwah selanjutnya, tanpa adanya tujuan yang jelas pekerjaan hanya akan terhitung sia-sia. Tujuan memiliki

54 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 25-26.

55 Abd. Karim Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah II (Jakarta: Media Dakwah, 1984),

Cet. ke-2, h. 225.


(42)

empat batasan, yaitu hal yang hendak dicapai, jumlah atau kadar yang diinginkan, kejelasan yang ingin dicapai dan ingin dituju.

Demikian dengan kegiatan dakwah, merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, tujuan ini dimaksudkan memberi arah, pedoman, metode bagi aktivitas dakwah, tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia. Oleh karena itu juru dakwah harus memahami tujuan akhir dari semua kegiatan dakwah yang dilaksanakannya.

Tujuan dakwah menurut M. Arifin adalah sebagai berikut:

“Menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh juru dakwah atau penerang agama”.57

Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Toto Tasmara, bahwa tujuan dakwah adalah untuk menegaskan ajaran Islam kepada setiap insani baik individu maupun masyarakat sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam tersebut.58

Abu Risman membagi dua tujuan dakwah; yakni tujuan sementara: agar keluarga dan kelompok/jama’ah selingkungannya terbina menjadi sejahtera hidupnya dan tujuan akhir: mengusahakan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.59

57 M. Arifin, Psikologi Dakwah (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Ed. ke-2, Cet. ke-4, h.47. 58 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 47. 59 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 20.


(43)

Komunikasi Bisnis

Selanjutnya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian komunikasi bisnis, berikut penulis paparkan pengertian masing-masing:

Komunikasi

Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi yang dalam bahasa Inggrisnya ditulis dengan

communication berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber dari kata communis yang artinya sama, yakni sama makna.60 Pengertian

sederhana yang berangkat dari aktifitas dua orang yang melaksanakan percakapan dengan catatan adanya kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

Secara istilah, Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy, memberikan definisi khusus yakni komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals).61

Istilah lain mengenai komunikasi berangkat dari paradigma Harold Laswell seperti dikutip Onong Uchjana Effendy yaitu komunikasi adalah penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.62

Redi Panuju mengartikan komunikasi sebagai transfer informasi atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan (komunikator) kepada

60 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2001), Cet. kelimabelas, h. 9.

61Ibid., h. 10. 62Ibid., h. 10.


(44)

penerima (komunikan). Dengan catatan bahwa proses tersebut bertujuan mencapai saling pengertian (mutual understanding).63

A. M. Saefuddin memberikan makna lain mengenai komunikasi, yaitu penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan bahkan tertulis (syarat atau gerak-gerak) atau melalui simbol yang diartikan dalam kesamaan makna oleh pengiriman dan penerimaan informasi.64

Unsur-unsur Komunikasi

Sebagaimana dikemukakan pada pengertian komunikasi yang berangkat dari paradigma Laswell (Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect?), maka dapat dikemukakan unsur-unsur komunikasi sebagai berikut:

1) Komunikator (communicator, source, sender) 2) Pesan (message)

3) Media (channel, media)

4) Komunikan (communicant, communicative, receiver, recipient) 5) Efek (effect, impact, influence)65

Unsur-unsur tersebut digambarkan sebagai berikut:

Komunikator ____ Pesan ____ Media ____ Komunikan ____ Dampak66

(Who) (What) (Channel) (Whom) (Effect)

Proses Terjadinya Komunikasi

Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada komunikan, terlebih dahulu ia memberi makna pada pesan-pesan itu (decode). Pesan tadi ditangkap oleh komunikan dan diberi makna sesuai dengan konsep-konsep yang ia miliki (encode). Melalui proses interpretasi, yakni menafsirkan makna-makna tersebut dari pelbagai sudut

63 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 64 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60. 65 Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 10. 66 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60.


(45)

pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan kerangka pengalaman (field of experiences) dan kerangka referensi (frame of reference) yang dimiliki komunikan. Demikian seterusnya. Bila komunikan memandang perlu untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada komunikator, komunikan akan terlebih dahulu memberikan pernyataan terhadap feed back tersebut.67

Proses terjadinya komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:68 PESAN

UMPAN BALIK (FEED BACK)

Onong Uchjana Effendy membagi proses komunikasi menjadi dua tahap:

1) Proses Komunikasi secara primer, proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang tersebut antara lain: bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2) Proses Komunikasi secara sekunder, proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana

67 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 5. 68Ibid., h. 5.

INTERPRETED DECODE

ENCODE KOMUNIKATOR

INTERPRETED ENCODE

DECODE KOMUNIKAN


(46)

sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.69


(47)

Bisnis

Pengertian Bisnis

Secara bahasa, bisnis mempunyai beberapa arti; usaha, perdagangan, toko, perusahaan, tugas, urusan, hak.70

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisnis berarti usaha dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan atau bidang usaha.71

Bisnis adalah kegiatan sistem ekonomi yang diarahkan pada manajemen dan distribusi hasil industri dan jasa profesional, yang mendatangkan keuntungan.72 Esensi dari kegiatan bisnis adalah suatu kesibukan, seperti tampak juga dari dasar katanya (to be busy at). Tentu saja dengan satu catatan bahwa kesibukan itu dimaksudkan untuk mempunyai tujuan-tujuan yang konstruktif bagi kehidupan manusia.73

Buchari Alma seperti dikutip oleh Muhammad dan Lukman R. Fauroni memberikan pengertian bisnis sebagai kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.74

Brown dan Petrello yang dikutip juga oleh Muhammad dan Lukman R. Fauroni mendefinisikan bisnis sebagai suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.75

Sementara Tim Bisnis Pengantar STIE YKPN memberikan definisi bisnis yang hampir senada, yaitu semua lembaga, besar atau kecil, dengan

70 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia (Jakarta: Modern English Press,

1991), h. 265. Lihat Muhammad dan Lukman R. Fauroni, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), Edisi Pertama, h. 60.

71 Depdikbud, Kamus Besar, h. 121. 72 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 73Ibid., h. 4.

74 Muhammad dan Fauroni, Visi Al-Qur’an, h. 2. 75Ibid., h. 2.


(48)

berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa dengan tujuan untuk mendapatkan laba.76

Memperhatikan ragam definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa bisnis merupakan aktivitas yang cakupannya amat luas, meliputi aktivitas memproduksi barang tambang atau pertanian dari bumi, memproses bahan dasar hingga berguna, membuat barang jadi, mendistribusikan barang, menyediakan jasa, menjual dan membeli barang dagangan, ataupun aktivitas yang berkaitan dengan suatu pekerjaan untuk memperoleh penghasilan.77

Macam-macam Bisnis

1) Berdasarkan pasar Pasar sumberdaya Pasar produk

2) Berdasarkan aliran produk dan uang a) Kelompok industry (industrial)

b) Kelompok perdagangan (commercial)78

Komunikasi Bisnis

Pengertian Komunikasi Bisnis

Fenomena kemajuan di bidang komunikasi

(terutama media massa) yang

notabene

mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia,

menyadarkan banyak orang betapa pentingnya

memahami gejala komunikasi dalam rangka

memahami gejala bisnis. Redi Panuju, penulis buku

Komunikasi Bisnis

bahkan berani mengatakan:

“Belumlah lengkap mempelajari seluk beluk dunia

bisnis jika belum mempelajari ilmu komunikasi

76 Harsono (ed.), Bisnis Pengantar (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi YKPN, 1989), Cetakan Pertama, h. 3.

77 Gunardi Endro, Redefinisi Bisnis, Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles,

(Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1999), h. 15.


(49)

(

communication sciences

).

79

Suatu pernyataan yang

menguatkan pendapat Leonard L. Berry yang

menganggap pentingnya ilmu komunikasi dalam “ilmu

bisnis”.

80

Pengertian tentang komunikasi bisnis dapat kita

cermati dari pernyataan bahwa bisnis dan komunikasi

sama-sama memulai kegiatannya dengan melakukan

produksi. Dalam komunikasi, yang diproduksi

dinamakan informasi; sedangkan dalam bisnis, yang

diproduksi dinamakan barang atau jasa.

81

Bahkan Redi Panuju melihat dalam konteks

tertentu, informasi juga termasuk barang dan jasa.

Contohnya: informasi lewat surat kabar atau televisi.

Kegiatan kedua, menyampaikan produk tersebut

kepada pihak lain. Dalam komunikasi, pihak lain bisa

disebut komunikator,

audience, destination,

dan

seterusnya. Sementara itu, dalam kegiatan bisnis

pihak lain sering disebut sebagai konsumen, klien,

buyer

, dan sebagainya. Ketiga, komunikasi dan bisnis

sama-sama menimbulkan reaksi tertentu. Keempat,

keduanya mempunyai hambatan-hambatan yang

spesifik.

82

Melihat gejala-gejala dari komunikasi maupun bisnis

di atas, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi

bisnis adalah meliputi pengiriman dan penerimaan

pesan-pesan dalam suatu organisasi, di antara dua

orang, di antara sekelompok kecil masyarakat, atau

dalam satu hingga beberapa bidang untuk

mempengaruhi perilaku organisasi.

83

Contoh kecil dari komunikasi bisnis adalah

presentasi bisnis, yakni presentasi lisan yang

dilakukan oleh orang-orang yang tertarik dengan

penjualan gagasan, proses-proses, program, produk

79 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 3. 80Ibid., h. 4.

81Ibid., h. 6. 82Ibid., h. 6-7.

83 Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jersey L. Winsor, Komunikasi Bisnis dan


(50)

dan sebagainya yang ditujukan kepada berbagai

kelompok yang memiliki kekuatan untuk

merekomendasi atau melakukan keputusan-keputusan

pembelian.

84

Tujuan Komunikasi Bisnis

1) Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya kedudukan seseorang dalam bisnis, dirinya akan semakin bergantung kepada keahlian seseorang dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah untuk suatu keberhasilan.

2) Mengevaluasi perilaku secara efektif. Para anggota organisasi memerlukan suatu penilaian untuk mengetahui hal-hal yang akan mereka lakukan atau kapan koreksi terhadap prestasi mereka diperlukan.85

84Ibid., h. 5. 85Ibid., h. 6.


(51)

BAB III

PROFIL H. MUHAMMAD IKHWAN, SE

A. Riwayat Hidup

H. Muhammad Ikhwan, SE lahir di Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta86 tepatnya pada tanggal 9 Januari 1967.87 Ia merupakan anak kedua dari enam bersaudara.88

Pendidikan tinggi berhasil ia tempuh dengan meraih gelar sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana (Unkris). Hal ini merupakan kebanggaan tersendiri, sebab seperti yang diimpikannya bahwa jika ia lulus kelak, ia ingin segera bekerja dan ganti membalas kebaikan orangtua yang selama ini membiayai sekolahnya.89 Untuk diketahui, ayahnya hanyalah seorang pegawai negeri.90 Memang, selama ini ada semacam stereotipe yang berkembang di masyarakat, bahwa orang Betawi itu malas, jarang ada yang “jadi orang” (sukses), atau kalah sukses dengan kaum pendatang.91 Itulah sebabnya, orangtuanya menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang perguruan tinggi.92

Selepas mendapat gelar sarjana ekonomi pada tahun 1993, ia tak lantas mendapat pekerjaan sebagaimana yang diimpikannya dulu. Hampir dua tahun lamanya, ia menikmati status “pengangguran”. Baru pada tahun 1995, keberuntungan memihak padanya dengan diterimanya ia sebagai karyawan pada

86 BISNIS KITA, Majalah Bisnis, Entrepreneurship & Leadership, Edisi : 3/1/Juni/2004,

h. 23.

87 $UKSE$, Majalah Bulanan; Kemandirian Karir & Finansial. Vol. XV, 20 Juni-20 Juli

2003/Th. 2, h. 12.

88 BISNIS KITA, Majalah Bisnis, h. 27. 89Ibid., h. 27.

90 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 10. 91 BISNISKITA, Majalan Bisnis, h. 27. 92Ibid., h. 27.


(52)

salah satu bank swasta di Jakarta93 dengan gaji Rp. 700 ribu yang dinilainya tidak

bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lebih-lebih mengubah hidup.94

Pada awalnya ia bersyukur karena telah mendapat pekerjaan. Namun, seiring perjalanan waktu, ternyata ia merasa tidak enjoy bekerja di sana. Alasannya, selain soal rutinitas kerja dan banyaknya menghadapi birokrasi, ternyata ia juga masih memendam impian untuk hidup lebih baik.95 Hingga akhirnya datanglah teman semasa kecil yang dulu tinggal di dekat rumah keluarganya, Hermawan namanya.96

Teman semasa kecil inilah yang akhirnya memperkenalkan sebuah peluang usaha yang dikatakannya sebagai bisnis bagus yang bisa mengubah hidup menjadi lebih baik, yakni bisnis Multi Level Marketing (MLM) CNI. Namun berkali-kali ditawarkan, tidak lantas membuat hati sarjana ekonomi ini tertarik. Sebab, bisnis MLM sebagaimana ia dengar umumnya “mengerikan”. Belum lagi ia memandang susah untuk menjual produknya, mahal dan tidak menjanjikan materi dan sebagainya.97 Di samping itu, ia merasa tidak memiliki bakat bisnis dan tidak bias menjual.98

Namun, ternyata kawan kecilnya ini sangat gigih dalam “memprospek”, sehingga pada tawaran ke sembilan, ia tidak menolak. Ikhwan, demikian sapaan

93Ibid., h. 27.

94 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 11. 95 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 27. 96Ibid., h. 27.

97Ibid., h. 27.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

al-Qur’ân al-Karîm

Abda, Slamet Muhaimin. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya: Usaha Nasional, 1994.

Achmad, Amrullah. Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan Struktur Keilmuan Dakwah. Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.

Amin, H. Masykur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amin, 1997.

Arifin, M.. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

________. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Bagir, Haidar. Mistisisme dalam Perusahaan. Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002. Bahreisj, Hussein. Hadits Shahih Bukhari Muslim [Al-Jami’ush Shahih].

Surabaya: CV. Karya Utama, t.t.

Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jersey L. Winsor. Komunikasi Bisnis dan Profesional (terjemah). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Mei 2000. Effendi, Djohan, “Agama dalam Transformasi Masyarakat Indonesia Modern”.

Dalam Denny J.A, peny. Transformasi Masyarakat Indonesia. Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1986: h. 129.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.

Endro, Gunardi. Redefinisi Bisnis, Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1999.

Faridl, Miftah, et. All. Dakwah Kontemporer; Pola Alternatif Dakwah Melalui TV. Bandung: Pusdai Press, 2000.

Haddad, Habib Abdullah. Nasehat Agama dan Wasiat Iman (Terjemah). Bandung: Gema Risalah Press, 1993.

Harsono (ed.). Bisnis Pengantar. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1989.

Hasanuddin. Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.


(2)

Hasanuddin, A. H.. Rethorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan. Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Hasyimiy, al-Sayyid Ahmad al-. Tarjamah Mukhtârul Ahâdîts. Bandung: Alma’arif, 1996.

Herwantiyoko dan Katuuk, Neltje F.. Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Gunadarma, 1996.

Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi Emansipasi dan Transendensi. Bandung: Penerbit Mizan, 1995.

Latif, Yudi. Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan, Krisis Agama Pengetahuan dan Kekuasaan dalam Budaya Teknokratis. Bandung: Mizan, 1999.

Muhammad dan Faironi, R. Lukman. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.

Nawawy, Imâm Muhyiddîn Yahya bin Syarifuddîn an-. Matnu al-Arba’în an-Nawawiyyah. Jakarta: Hasanah, tt..

Panuju, Redi. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995. Pramuko, Yudi. Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis Aa Gym. Jakarta: Taj Mahal,

2003.

Rahardjo, M. Dawam. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Penerbit Mizan, 1996.

__________________, “Pasang Surut Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis”. Dalam Aswab Mahasin, ed. Ruh Islam dalam Budaya Bangsa; Agama dan Problema Masa Kini. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996: h. 10-28.

Rais, M. Amien. Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan. Bandung: Penerbit Mizan, 1998.

Saefuddin, A.M.. Ada Hari Esok; Refleksi Sosial, Ekonomi dan Politik Untuk Indonesia Emas. Jakarta: Amanah Putra Nusantara, 1995.

Salim, Emil, “Melemahnya Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Bisnis”. Dalam Elza Peldi Taher. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994: h. 98.

Salim, Peter. The Comtemporary English-Indonesia. Jakarta: Modern English Press, 1991.


(3)

Sardar, Ziauddin & Davies, Merryl Wyn (ed.). Wajah-wajah Islam; Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer. Bandung: Mizan, 1992. Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992.

Siregar, Mahmud Aziz. Islam Untuk Berbagai Aspek Kehidupan. Yogyakarta: Tiara Kencana, 1999.

Suryanegara, Ahmad Mansyur. Menemukan Sejarah. Bandung: Mizan, 1998. Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Thaha, M.A., Drs. H. M. Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Umary, Barmawi. Asas-asas Ilmu Dakwah. Solo: CV. Ramdani, 1987.


(4)

Majalah/Modul/Lain-lain :

BISNISKITA. Majalah Bisnis, Entrepreneurship & Leadership, Edisi: 3/1/Juni/2004.

CNI News. Jakarta: PT. Centra Nusa Insancemerlang, Edisi Maret 2004.

$UKSE$, Majalah Bulanan; Kemandirian Karir & Finansial. Vol. XV, 20 Juni-20 Juli Juni-2003/Th. 2.

Majalah Ekonomi Syari’ah, Vol. 2, No. 3 – 2003/1424 H. Majalah Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002.

Modul Pelatihan Bisnis Kelompok H. Muhammad Ikhwan, SE, tp., tt. PT. Centra Nusa Insancemerlang, Starter Kit, tth.


(5)

(6)