Kerjasama Syirkah LANDASAN TEORI

B. Kerjasama Syirkah

1. Pengertian Secara etimologi atau bahasa syirkah berarti percampuran antara satu harta dan harta lainnya sehingga sulit dibedakan. 23 Secara terminologi atau istilah, ada beberapa definisi syirkah yang dikemukakan oleh para ulama fiqh. 24 Pertama, menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerja sama terhadap harta mereka. Kedua, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, syirkah adalah hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati. Ketiga, menurut ulama Hanafiyah, syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keutungan. Pada dasarnya definisi yang dikemukakan oleh para ulama fiqh di atas hanya berbeda secara redaksional, sedangkan esensi yang terkandung di dalamnya sama, yaitu ikatan kerja sama antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Dengan demikian syirkah adalah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk memasukkan suatu inbreng uang, modal, tenaga kerja dengan kesepakatan bahwa setiap pihak akan mendapatkan bagian hasil sesuai dengan 23 “ Syirka h” , d a la m Ab d ul Azis Da hla n, d kk, e d ., Ensiklo p e d i Isla m , vo l.2 Ja ka rta : PT Ic htia r Ba ru Va n Ho e ve , 1996, h. 193. 24 AH. Azha rud d in La thif, Fiq h Mua m a la t Ja ka rta : UIN Ja ka rta Pre ss, 2005, h. 129. nisbah bagi hasil yang telah disepakati dan saling menanggung risiko kerugian yang kemungkinan akan diderita. 2. Dasar Hukum Akad syirkah dibolehkan, menurut Ulama Fiqih, berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits. Dalam Al-Qur’an tertuang dalam QS. Shaad 38: 24: ⌧ ⌫ ☺ … Artinya: “...sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh...” Sabda Rasulullah SAW: ﻋ ﻪ ا ﺪ ﻰ ﺎ و ﺎﺨﺘ ﺎ ﻜ ﺮﺸ ا . Artinya: “Allah akan ikut membantu doa untuk orang yang berserikat, selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” HR. AL-Bukhari Kemitraan usaha dan pembagian hasil telah dipraktekkan selama masa Rasulullah, dan para sahabat terlatih dan mematuhinya dalam menjalankan metode ini. Rasulullah tidak melarang, sebaliknya beliau menyatakan persetujuannya dan ikut menjalankan metode ini. 25 25 M. Ne ja tulla h Sid d iq i, Ke m itra a n Usa ha d a n Ba g i Ha sil d a la m Hukum Isla m Yo g ya ka rta : Da na Bha kti Prim a Ya sa , 1996, h. 5. Sedangkan para ahli hukum Islam fuqaha telah sepakat untuk mengemukakan bahwa serikat ini boleh di dalam ketentuan syariat Islam. Kesepakatan ahli hukum inilah yang dikenal dengan ijma. Dalam konteks perbankan, perjanjian ini temasuk dalam perjanjian yang didasarkan pada perjanjian bagi hasil, yakni musyarakah. Bedanya dengan mudharabah adalah bahwa dalam mudharabah pihak bank semata- mata sebagai pihak penyandang dana, sedangkan dalam musyarakah ini bank selain sebagai penyandang dana juga akan ikut aktif mengelola usaha yang dikelola oleh nasabah, antara lain dengan melakukan pembinaan manajemen. Dalam hal perserikatan yang dibuat berbentuk PT, maka Undang- Undang No 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan segala peraturan pelaksanaannya berlaku, sedangkan dalam hal perserikatan yang diadakan dalam bentuk koperasi maka Undang-Undang No 25 tahun 1992 tentang Koperasi berlaku sebagai dasar hukum. Dalam pembentukan serikat yang tidak berbadan hukum tidak memerlukan pengesahan dari pemerintah, namun biasanya dibuat dalam bentuk akta notaris, sedangkan dalam pembentukan serikat yang berbadan hukum seperti PT dan Koperasi maka pengesahan dari pemerintah melalui departemen terkait menjadi suatu keharusan dalam rangka memperoleh status badan hukum tadi. 3. Macam-Macam Syirkah Dalam konteks hukum Islam dikenal macam-macam syirkah, yang masing-masing memiliki ciri khas dalam hal perjanjian yang mendasarinya. Para ulama fiqh membagi syirkah ke dalam dua bentuk, yaitu: 26 a. Syirkah Al-Amlâk Adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu barang tanpa melalui atau didahului oleh akad. Syirkah Al-Amlâk dibagi menjadi dua, yaitu: 27 1 Syirkah Ikhtiyâriyah, yaitu persekutuan yang terjadi atas perbuatan dan keinginan para pihak yang berserikat. Misal, dua orang bersepakat membeli suatu barang atau mereka menerima harta hibah dari orang lain dan menjadi milik mereka secara berserikat. 2 Syirkah Ijbâriyah, yaitu persekutuan yang terjadi tanpa adanya perbuatan dan keinginan para pihak yang berserikat. Misal, harta warisan yang mereka terima dari seseorang yang telah wafat. Dalam kedua bentuk syirkah Al-Amlâk menurut para pakar fiqh status harta masing-masing orang yang berserikat sesuai dengan hak masing-masing, bersifat sendiri secara hukum apabila masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya karena seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang menjadi mitra serikatnya. 26 Ab d ul G ho fur Ansho ri, Po ko k-Po ko k hukum Pe rja njia n Isla m , h. 72. 27 AH. Azha rud d in La thif, Fiq h Mua m a la t, h. 130. b. Syirkah Al-‘Uqûd Adalah persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian untuk bekerjasama dalam modal dan keuntungan. Syirkah Al-‘Uqûd dibagi menjadi empat menurut mazhab Syafi’iyah dan Malikiyah, yaitu: 1 Syirkah Al-‘Inân, yaitu perserikatan dalam modal harta pada suatu kontrak bisnis yang dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan, modal masing-masing tidak harus sama. Misal, PT, CV, Firma, Koperasi atau bentuk lainnya. 2 Syirkah Al-Mufâwadhah, yaitu kontrak kerja sama antara dua atau lebih dimana setiap pihak memberikan suatu porsi keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja serta membagi keuntungan dan kerugian yang sama dan juga setiap pihak dapat bertindak sebagai kuasa wakil bagi pihak yang lainnya. Misal, konsultan hukum atau konsultan psikologi. 3 Syirkah Al-Abdân, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk menerima suatu pekerjaan yang dikerjakan secara kolektif, imbalan atau hasil yang diterima dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan mereka. Misal, pekerjaan borongan tukang batu, tukang kayu, tukang besi. 4 Syirkah Al-Wujûh, yaitu serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dan mereka melakukan suatu pembelian dengan bayar tangguh serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi bersama. Misal, agen atau komisioner, makelar atau pialang. 4. Rukun dan Syarat Sahnya Syirkah Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus memenuhi segala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat hukum seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syari’at Islam adalah sebagai berikut: 28 a. Sighat lafaz ijab dan qabul Dewasa ini seseorang dalam membuat perjanjian perseroan syirkah pasti dituangkan dalam bentuk tertulis berupa akta. Sighat pada hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadakan serikat kerjasama dalam menjalankan suatu kegiatan usaha. b. Orang pihak yang berakad Orang yang akan mengadakan perjanjian perserikatan harus memenuhi syarat, yaitu dewasa baligh, sehat akal dan atas kehendak sendiri. c. Pokok pekerjaan objek akad Setiap perserikatan harus memiliki tujuan dan kerangka kerja frame work yang jelas, serta dibenarkan menurut syara’. Untuk menjalankan 28 Ab d ul G ho fur Ansho ri, Po ko k-Po ko k hukum Pe rja njia n Isla m , h. 71. pokok pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus memasukkan barang modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya. Syarat-syarat syirkah uqud secara umum adalah: 29 a. Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya, salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak lain dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat. b. Persentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad. c. Keuntungan itu diambilkan dari hasil laba perserikatan bukan dari harta lain. 29 AH. Azha rud d in La thif, Fiq h Mua m a la t, h. 133.

BAB III GAMBARAN UMUM