Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

(1)

Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru

tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

Oleh:

VISALINI CHANDRA 070100241

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Gambaran Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Kuku dan Pengetahuan Siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru

tentang Infeksi Cacing Tahun 2010

“Karya Tulis Ilimiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

VISALINI CHANDRA 070100241

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL: Gambaran kontaminasi soil transmitted heminth pada kuku dan pengetahuan siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang infeksi cacing tahun 2010.

NAMA : VISALINI A/P CHANDRA NIM : 070100241

Pembimbing

Penguji 1

(dr, Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes) (dr Rita Mawarni Sp.F) Penguji 2

(dr. Rina Amelia, MARS) Medan, Desember 2010

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang tinggi prevalensinya dinegara tropik dan subtropik terutamanya di Indonesia. Anak usia sekolah dasar merupakan golongan yang paling sering mendapat infeksi kecacingan dengan prevalensi sebesar 40-80%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kontaminasi soil transmitted helminth(STH) pada kuku siswa dan pengetahuan siswa sekolah dasar negeri kecamatan medan baru tentang infeksi cacing tahun 2010. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian yang dipilih adalah siswa dari umur 9 tahun hingga 12 tahun yaitu siswa dari SD 3, 4, 5 dan 6 dengan mengunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan siswa tentang Infeksi soil transmitted helminth(STH) dan pengumpulan kuku siswa dilakukan untuk memeriksa kontaminasi dengan soil transmitted helminth(STH). Berdasarkan data-data yang diperoleh dilakukan penilaian frekuensi kontaminasi kuku siswa dengan soil transmitted helminth(STH) dan frekuensi pengetahuan siswa mengenai infeksi cacing.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi rate kontaminasi pada kuku siswa sebesar 10%. Manakala sebanyak 82% siswa mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan hanya 18% siswa yang dinilai mempunyai tingkat pengetahuan buruk mengenai infeksi cacing.

Walaupun prevalensi kontaminasi tidak tinggi namun diperlukan usaha-usaha dari pihak terlibat untuk mencegah angka kontaminasi kuku daripada meningkat. Informasi-informasi dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh siswa serta keluarga dalam pencegahan dan pengobatan kecacingan.

Kata Kunci: kontaminasi kuku, soil transmitted helminth, pengetahuan.


(5)

Worm infection is one of the health problems with high prevalence in tropic and sub tropic countries especially Indonesia. Children from primary schooling age have the highest prevalence of worm infection which is 40-80%.

The purpose of this descriptive study with cross sectional design is to learn the illustration of contamination of soil transmitted helminthes at the nails and the level of knowledge about worm infection in public primary school children from Medan Baru 2010. 50 children were chosen from age 9 till 12 years old as the subject of the research. The subjects were chosen by using simple random sampling method. The determination of the prevalence of contamination among the children was done by collecting nail samples and simple lab test was done to check for contamination by STH. Questionnaire is used to evaluate the level of knowledge among children in worm infection. Based on the data collected, frequency of nail contamination among the children and the frequency of their knowledge level about worm infection are calculated.

The result of the study reveals that prevalence of nail contamination in children is 10%. The prevalence of children with good knowledge is 82% and only 18% of children with bad knowledge.

Even though the prevalence of contamination is low, but some serious measure of prevention is needed. Children and the family hope to benefit the information of the study to prevent and treat worm infection.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya kepada tuhan yang maha esa dan maha kuasa yang membolehkan saya menyiapkan hasil penelitian ini pada waktu yang ditetapkan. Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya proposal ini dapat diselesaikan. Untuk itu, perkenankanlah saya mengucapkan ribuan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi kepada:

1. Dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes selaku dosen pembimbing yang banyak menolong saya mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan saya, serta memberi dorongan dan juga masukan yang sangat membantu saya sehingga dapat saya menyiapkan hasil penelitian ini.

2. Dosen penguji, dr Rita Mawarni, Sp.F dan dr. Rina Amelia, MARS yang telah mengkoreksi kesalahan saya dan memberi masukan yang penting yang perlu saya tambahkan dalam penelitian ini.

2. Rakan seperjuangan saya Paramjit Singh, turut banyak membantu dari segi memberi pendapat, dorongan, dan rujukan yang bermanfaat dalam proses penyiapan penelitian ini.

4. Kedua ibu dan bapa saya A.Parvathy dan R.Chandran, serta semua adik beradik saya yang telah memberikan dorongan dan semangat sehinggakan saya dapat menyiapkan penelitian ini walaupun melalui berbagai kesulitan tanpa putus asa.

Akhirnya kepada semua orang yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang membantu saya dengan memberikan baik sokongan moral maupun materil selama menyelesaikan tugasan ini. Semoga segala orang yang membantu saya mendapat imbalan dari tuhan. Semoga segala jenis bantuan menjadi bermanfaat dan akan tercapai tujuan saya. Sekian, terima kasih.

Medan, Mei 2010 Visalini Chandra


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Helminthiasis... 5

2.1.1 Ascaris lumbricoides... 5

2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup... 5

2.1.1.2 Patofisiologi... 6

2.1.1.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 6

2.1.1.4 Epidemiologi... 7

2.1.2 Necator americanus dan Ancylostomaduodenale... 7

2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup... 7

2.1.2.2 Patofisiologi... 8

2.1.2.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 8

2.1.2.4 Epidemiologi... 8

2.1.3 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)... 9

2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup... 9

2.1.3.2 Patofisiologi... 9

2.1.3.3 Gejala Klinik dan Diagnosis... 10

2.1.3.4 Epidemiologi... 10

2.2 Higiene Sanitasi... 10

2.2.1 Higiene... 11

2.2.2 Sanitasi... 11

2.3 Faktor Higiene Perorangan dan Sanitasi Lingkungan dengan... 11

Kejadian Penyakit Cacingan 2.3.1 Faktor Higiene Perorangan... 13

2.3.1.1 Kebiasaan memotong kuku... 13

2.3.1.2 Kebiasaan mencuci tangan... 13

2.3.1.3 Kebiasaan memakai alas kaki... 13

2.3.1.4 Penggunaan pupuk tinja segar... 14

2.3.2 Faktor Sanitasi Lingkungan... 14


(8)

2.3.2.2 Lantai rumah... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep... 17

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 17

3.3.1.Variabel... 17

3.3.2 Definisi operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN... 19

4.1 Jenis Penelitian... 19

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 19

4.3 Populasi dan Sampel penelitian... 19

4.4 Teknik pengumpulan data... 20

4.5 Pengolahan dan analisis data... 21

4.5.1 Pemeriksaan kuku... 21

4.5.2 Kuesioner... 21

4.6 validitas dan reliabilitas... 21

4.6.1 validitas... 22

4.6.2 reliabilitas... 22

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

5.1 Hasil penelitian... 25

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian... 25

5.1.2 Deskripsi responden... 25

5.1.3 Distribusi Umur Siswa... 26

5.1.4 Distribusi Jenis Kelamin Siswa... 26

5.1.5 Distribusi Kejadian kontaminasi kuku... 26

5.1.6. Pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths... 27

5.2. Pembahasan... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARANAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran... 32

DAFTAR PUSTAKA... 33


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1Tingkat reliabilitas berdasarkan Alpha cronbach 23 Tabel 4.2 Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk setiap pertanyaan dalam 24

kuesioner

Tabel 5.1 Distribusi umur siswa 26

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Siswa 26

Tabel 5.3 Distribusi kontaminasi kuku oleh Soil Transmitted Helminths 27 Tabel 5.4 Distribusi telur yang dijumpai menurut spesies 27 Tabel 5.5 Distribusi jawapan siswa dalam kuesioner 28 Tabel 5.6 Kategori pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths 29


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar riwayat hidup

Lembaran pertanyaan / questionnaire Pengantar dan informed consent Surat ethical clearance

Gambar sekolah Gambar lab parasit Gambar hasil lab Uji validitas kuesioner Uji reliabilitas kuesioner Hasil skor kuesioner Jenis pertanyaan Hasil kontaminasi kuku


(11)

ABSTRAK

Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan yang tinggi prevalensinya dinegara tropik dan subtropik terutamanya di Indonesia. Anak usia sekolah dasar merupakan golongan yang paling sering mendapat infeksi kecacingan dengan prevalensi sebesar 40-80%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kontaminasi soil transmitted helminth(STH) pada kuku siswa dan pengetahuan siswa sekolah dasar negeri kecamatan medan baru tentang infeksi cacing tahun 2010. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian yang dipilih adalah siswa dari umur 9 tahun hingga 12 tahun yaitu siswa dari SD 3, 4, 5 dan 6 dengan mengunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 50 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan siswa tentang Infeksi soil transmitted helminth(STH) dan pengumpulan kuku siswa dilakukan untuk memeriksa kontaminasi dengan soil transmitted helminth(STH). Berdasarkan data-data yang diperoleh dilakukan penilaian frekuensi kontaminasi kuku siswa dengan soil transmitted helminth(STH) dan frekuensi pengetahuan siswa mengenai infeksi cacing.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi rate kontaminasi pada kuku siswa sebesar 10%. Manakala sebanyak 82% siswa mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan hanya 18% siswa yang dinilai mempunyai tingkat pengetahuan buruk mengenai infeksi cacing.

Walaupun prevalensi kontaminasi tidak tinggi namun diperlukan usaha-usaha dari pihak terlibat untuk mencegah angka kontaminasi kuku daripada meningkat. Informasi-informasi dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh siswa serta keluarga dalam pencegahan dan pengobatan kecacingan.

Kata Kunci: kontaminasi kuku, soil transmitted helminth, pengetahuan.


(12)

Worm infection is one of the health problems with high prevalence in tropic and sub tropic countries especially Indonesia. Children from primary schooling age have the highest prevalence of worm infection which is 40-80%.

The purpose of this descriptive study with cross sectional design is to learn the illustration of contamination of soil transmitted helminthes at the nails and the level of knowledge about worm infection in public primary school children from Medan Baru 2010. 50 children were chosen from age 9 till 12 years old as the subject of the research. The subjects were chosen by using simple random sampling method. The determination of the prevalence of contamination among the children was done by collecting nail samples and simple lab test was done to check for contamination by STH. Questionnaire is used to evaluate the level of knowledge among children in worm infection. Based on the data collected, frequency of nail contamination among the children and the frequency of their knowledge level about worm infection are calculated.

The result of the study reveals that prevalence of nail contamination in children is 10%. The prevalence of children with good knowledge is 82% and only 18% of children with bad knowledge.

Even though the prevalence of contamination is low, but some serious measure of prevention is needed. Children and the family hope to benefit the information of the study to prevent and treat worm infection.


(13)

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010, Pembangunan Kesehatan merupakan salah satu bagian yang penting dalam pembangunan nasional, yaitu tujuannya untuk mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan mempunyai daya saing yang tinggi. Anak merupakan golongan masyarakat yang akan menjadi generasi dan sumber daya akan datang negara, artinya kita harus memberi perhatian dari segala aspek supaya mereka memiliki aspek fisik dan intelektual yang baik nantinya.

Menurut WHO 2004, infeksi cacing dan penyakit yang disebabkan helminthiasis amat besar angkanya yaitu kira-kira 2milyar orang terkena di seluruh dunia. Helminthiasis (cacingan) ini menjadi penyakit umum terutamanya di negara-negara miskin dan juga negara-negara yang sedang membangun. Dimana terdapat masalah kemiskinan, kurang nutrisi, kurang sanitasi serta kurang penjagaan kesehatan (WHO, 2004).

Penyakit kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Jenis cacing yang sering ditemukan menimbulkan infeksi adalah cacing gelang(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk(Trichuris trichiura), dan cacing tambang(Necator americanus) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminthiasis). Kerugian yang ditimbulkan akibat kecacingan sangat besar utamanya terhadap perkembangan fisik, intelegensia, dan produktivitas anak yang merupakan gerasi penerus bangsa (dinkes Jatim 2005)

Dalam hubungan kesehatan anak dengan infeksi cacing, ternyata dalam beberapa penelitian bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan tertinggi terutama infeksi cacing yang penularanannya dengan tanah (Soil Transmitted Helminths) (Depkes RI, 2004). WHO, (2004) juga menyatakan pada anak-anak umur 5-15 tahun yang paling tinggi terinfeksi cacing. Cacingan dapat saja berakibat buruk terhadap anak-anak seperti perkembangan tubuh, kecerdasan dan kognitif serta kurang aktif di sekolah. (Kingston, 2007)


(14)

Hasil survey prevalensi kecacingan yang dilaksanakan pada murid kelas VI sekolah dasar di SDN 030375 dan SDN 034807 Juma Teguh Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten Dairi tahun 2007 oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan, dari 128 sampel yang faecesnya diperiksa ditemukan 55 anak (42,96 %) terinfeksi kecacingan (BTKL Medan, 2007).

Infeksi oleh Soil Transmitted Helminths (STH) sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar karena anak pada usia ini paling sering kontak dengan tanah (WHO, 2004). Beberapa spesies dari STH yang sering dijumpai adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Telur/larva cacing-cacing ini menjadi infektif saat di tanah dalam kurun waktu sesuai dengan spesies masing-masing (Babiker, 2009).

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Tembakau Deli dan Rumah Sakit Pirngadi Medan melaporkan jumlah penderita askariasis 55,8 % , trikuriasis 52 % dan ankilostomiasis 7,4 % (Djali D et al, 1981). Selain itu, dari 300 sampel tinja yang terdiri dari siswa Sekolah Dasar dan SMP Muhammadiah Kecamatan Medan Perjuangan, dalam penelitian laboratorium RSU Dr Pirngadi Medan beserta Forwakes diperoleh hasil sebesar 53 persen menderita cacingan. (Redaksi, 2009).

Transmisi telur atau larva cacing dapat terjadi melalui kuku yang mengandung telur/larva cacing kemudian masuk ke mulut bersama makanan apabila anak tersebut tidak mencuci tangan sebelum makan ataupun tidak menjaga kebersihan kukunya (Faust & Russell,1964; Mardiana, 2000).

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai aspek hidup. Salah satunya adalah pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan serta dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Djarismawati (2007), menyatakan kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan juga sangat berperan dalam penularan kecacingan. Vince dalam Poespoprojo dan Sadjimin (2000) menyatakan bahwa infeksi cacingan pada manusia dipengaruhi oleh perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan, misalnya tidak tersedianya air bersih dan tempat pembuangan faeces yang tidak memenuhi syarat kesehatan.


(15)

Menurut Ismid. S, (1996) salah satu cara penularan cacing usus adalah melalui kuku yang tercemar oleh telur cacing yang infektif, terutama pada anak pra sekolah yang selalu berkontak dengan tanah. Mahfudin dkk (1994), pernah melakukan penelitian dengan menggalakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, dan sesudah buang air besar (BAB) ternyata dapat menurunkan infeksi cacing usus.

Kurangannya pengetahuan tentang pentingnya kebersihan diri dan lingkungan serta infeksi cacing menjadi faktor dasar seorang anak berperilaku sedemikian rupa sehingga memudahkan anak tersebut mendapat infeksi khususnya infeksi oleh Soil Transmitted Helminths (STH). Mahzumi (2000) melaporkan bahwa terdapat penurunan angka kejadian infeksi cacing pada anak sekolah dasar setelah diberikan pendidikan kesehatan.

Berdasarkan segala penemuan diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai kontaminasi kuku oleh Soil Transmitted Helminths serta menilai pengetahuan siswa tentang cacingan.

1.2 Rumusan masalah

Dari penelitian ini rumusan masalah adalah:

1. Apakah terdapat kontaminasi oleh telur/larva Soil Transmitted Helminths (STH) pada kuku siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru?

2. Bagaimanakah pengetahuan siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang cacingan?

3. Apakah siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru mengetahui cara menghindari cacingan?

1.3. Tujuan penelitian Tujuan Umum :


(16)

Untuk mengetahui kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kuku siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru

Tujuan Khusus :

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang infeksi cacing dan cara-cara menghindari infeksi cacing terutama Soil Transmitted Helminths.

1.4. Manfaat penelitian

1. Data atau informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah kemungkinan resiko siswa terinfeksi cacing. 2. Data atau informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

oleh petugas kesehatan untuk penyuluhan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan cacingan terutama pada siswa usia sekolah dasar.

BAB 2


(17)

2.1 Helminthiasis

Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara Nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “ Soil Transmitted Helminths” seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura (Gandahusada, S., 2000).

Infeksi Soil-Transmitted Helminths ini merupakan infeksi paling umum di daerah tropis terutama pada masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di daerah kumuh. Infeksi ini dapat terjadi bila manusia tertelan telur/larva infeksius (A. lumbricoides dan T. trichiura) atau dengan penetrasi bentuk larva filariform (larva hookworm) yang berada di tanah (WHO, 2008)

2.1.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) 2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup dirongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.

Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan bronchus. Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh


(18)

menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Gandahusada, S., 2000).

2.1.1.2 Patofisiologi

Menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006) disamping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan (Malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).

2.1.1.3 Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala penyakit cacingan memang tidak nyata dan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofelia. Orang (anak) yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak bergairah, dan konsentrasi belajar kurang. Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya Nampak buncit (karena jumlah cacing dan perut kembung), biasanya matanya pucat dan kotor seperti sakit mata (rembes), dan seperti batuk pilek. Perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Karena orang (anak) masih dapat berjalan dan sekolah atau bekerja, sering kali tidak dianggap sakit, sehingga terjadi salah diagnosis dan salah pengobatan. Padahal secara ekonomis sudah menunjukkan kerugian yaitu menurunkan produktifitas kerja dan mengurangi kemampuan belajar.

Karena gejala klinik yang tidak khas, perlu diadakan pemeriksaan tinja untuk membuat diagnosis yang tepat, yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (dengan cara menghitung jumlah telur cacing) (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).


(19)

2.1.1.4 Epidemiologi

Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing) (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).

2.1.2 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang) 2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup

Hospes parasit ini adalah manusia, Cacing dewasa hidup di rongga usus halus dengan giginya melekat pada mucosa usus. Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat 13 bertahan hidup 7-8 minggu di tanah.

Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron.

Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).


(20)

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan giginya pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan produktifitas.

Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai cacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).

2.1.2.3 Gejala Klinik dan Diagnosis

Gejala klinik karena infeksi cacing tambang antara lain lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit, prestasi kerja menurun, dan anemia (anemia hipokrom micrositer). Di samping itu juga terdapat eosinofilia (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI, 2006)

2.1.2.4 Epidemiologi

Kejadian penyakit (Incidens) ini di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang bertempat tinggal di pegunungan, terutama di daerah pedesaan, khususnya di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat.

Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum 32˚C-38˚C. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah. (Gandahusada, S., 2000)


(21)

2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan hospes cacing ini. Cacing betina panjangnya sekitar 5cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus. Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000-5.000 butir.

Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja, telur menjadi matang (berisi larva dan infektif) dalam waktu 3–6 minggu di dalam tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (Gandahusada, S., 2000).

2.1.3.2 Patofisiologi

Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No: 424/MENKES/SK/VI/, 2006).


(22)

Infeksi cacing cambuk yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi cacing cambuk yang berat dan menahun terutama pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disenteri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi cacing cambuk yang berat juga sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja (Gandahusada, S., 2000).

2.1.3.4 Epidemiologi

Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira 30˚C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Dibeberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk (Gandahusada, S., 2000).

2.2 Higiene dan Sanitasi

Mengungkap tujuan kesehatan masyarakat untuk mencegah penyakit, memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kesehatan dan efisiensi masyarakat. Ada berbagai usaha yang dianggap penting agar dapat mencapai tujuan antara lain sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang merupakan ruang lingkup dari higiene sanitasi (Slamet, J.S., 2002).

Higiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang, I., 2000).


(23)

Departemen Pendidikan Nasional (2001) higiene adalah ilmu tentang kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan dan memperbaiki kesehatan. Higiene perorangan dapat tercapai bila seseorang mengetahui pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri, karena pada dasarnya hygiene adalah mengembangkan kebiasaan yang baik untuk menjaga kesehatan. Menurut Budioro.B. (1997) Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya.

2.2.2 Sanitasi

Departemen Pendidikan Nasional (2001), sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik dibidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat. Sedangkan menurut Budioro.B. (1997), sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai factor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih baik mengutamakan usaha pencegahan terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit dapat dihindari. Seperti halnya di pertambangan, ancylostomiasis merupakan penyakit yang sering menjadi soal penting bagi pekerja-pekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Untuk itu harus diusahakan higiene lingkungan dan perorangan yang baik (Suma’mur, 1996).

2.3 Faktor Higiene Perorangan dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Cacingan

Menurut Hendrik L. Blum yang dikutip Soekidjo Notoadmodjo (1997) masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatannya sendiri, tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut.


(24)

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat berdasarkan urutan besarnya atau pengaruh terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut: lingkungan yang mencakup lingkungan (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.

Keempat faktor tersebut di samping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal, bila mana keempat faktor tersebut bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum menjelaskan secara ringkas sebagai berikut:

1). Lingkungan yaitu karakter fisik alamiah dari lingkungan seperti iklim, keadaan tanah, dan topografi berhubungan langsung dengan kesehatan sebagaimana halnya interaksi ekonomi, budaya, dan kekuatan-kekuatan lain yang mempunyai andil dalam keadaan sehat.

2) Perilaku yaitu perilaku perorangan dan kebiasaan yang mengabaikan hygiene perorangan.

3) Keturunan atau pengaruh faktor genetik adalah sifat alami didalam diri seseorang yang dianggap mepunyai pengaruh primer dan juga sebagai penyebab penyakit.

4) Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan masyarakat dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan dan pembinaan kesehatan lingkungan.

Usaha pencegahan penyakit cacingan yaitu sebagai berikut: yaitu hati-hati bila maka makanan mentah atau setengah matang terutama pada tempat-tempat dimana sanitasi masih kurang, masak bahan makanan sampai matang, selalu mencuci tangan setelah dari kamar mandi/WC, selalu mencuci tangan dengan sabun setelah bermain, sebelum memegang makanan, infeksi cacing tambang bisa dihindari dengan selalu mengenakan alas kaki, gunakan desinfektan setiap hari di tempat mandi dan tempat buang air besar.

2.3.1 Faktor Higiene Perorangan 2.3.1.2 Kebiasaan memotong kuku


(25)

Menurut Departemen Kesehatan R.I (2000) usaha pencegahan penyakit cacingan antara lain: menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, membuang air besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan. Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing dari tangan ke mulut (Srisasi Gandahusada, 2000). Dari salah satu hasil penelitian juga menunjukkan 5% kontaminasi kuku dengan telur cacing ascaris lumbricoides dikalangan siswa SD di Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

2.3.1.2 Kebiasaan mencuci tangan

Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan, namun demikian sesekali orang dewasa juga perutnya terdapat cacing. Cacing yang paling sering ditemui ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing benang, cacing pita, dan cacing kremi (Oswari, E., 1991).

2.3.1.3 Kebiasaan memakai alas kaki

Kesehatan anak sangat penting karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat akan memperkuat ketahanan bangsa. Pembinaan kesehatan anak dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga anak itu serta anak itu sendiri. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan memakai alas/sandal (Departemen Kesehatan R.I, 1990).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus 28-32˚C sedangkan untuk Ancylostoma duodenale lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain ialah memakai sandal atau sepatu (Gandahusada, S., 2000)


(26)

2.3.1.4 Penggunaan pupuk tinja segar

Kebiasaan penggunaan faeces manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga dan makanan tertentu, misalnya sayuran akan meningkatkan jumlah penderita helminthiasis. Demikian juga kebiasaan makan masyarakat, menyebabkan terjadinya penularan penyakit cacing tertentu. Misalnya, kebiasaan makan sayuran/lalapan secara mentah atau setengah matang. Bila dalam makanan tersebut terdapat telur atau larva cacing, maka siklus hidup cacingnya menjadi lengkap, sehingga terjadi infeksi pada manusia (Entjang, I., 2003).

2.3.2 Faktor Sanitasi Lingkungan 2.3.2.1 Kepemilikan jamban

Bertambahnya penduduk yang tidak seimbang dengan area pemukiman timbul masalah yang disebabkan pembuangan kotoran manusia yang meningkat. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (faeces) dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

2.1 Skema penyebaran penyakit melalui tinja (Sumber: Yulianto.E, 2007)

Dari skema tersebut nampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan


(27)

bagianbagian tubuh dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja.

Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Soekidjo Notoadmodjo, 1997). Jamban adalah bangunan untuk tempat buang air besar dan buang air kecil. Buang air besar dan buang air kecil harus di dalam jamban, jangan disungai atau di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit.

Syarat-syarat jamban sehat adalah sebagai berikut: jamban sebaiknya mempunyai atap untuk perlindungan terhadap hujan dan panas, cahaya dapat masuk ke dalam jamban karena cahaya matahari berguna untuk mematikan kuman, lantai terbuat dari bahan yang tidak tembus air seperti semen atau papan yang disusun rapat. Hal ini perlu agar air kotor tidak meresap ke dalam tanah dan lantai mudah dibersihkan, didalam jamban harus tersedia air bersih dan sabun untuk membersihkan diri. Model dan bentuk jamban yang memenuhi syarat kesehatan antara lain : Jamban model angsa dapat dibangun di dalam rumah secara tersendiri atau digabung dengan kamar mandi. Jamban model cemplung adalah jamban yang paling sederhana. Jamban dibangun langsung diatas lubang penampungan kotoran. Lubang penampungan kotoran digali sedalam 2 sampai 3 meter dengan lingkaran tengah kira-kira 80cm (Suharto, 1997).

Menurut Depkes R.I (1995) pemeliharaan jamban dengan baik, adapun pemeliharaannya adalah: lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, disekeliling jamban hendaknya selalu bersih dan kering, tidak ada sampah berserakan.

2.3.2.2 Lantai rumah

Rumah sehat secara sederhana yaitu bangunan rumah harus cukup kuat, lantainya mudah dibersihkan. Lantai rumah dapat terbuat dari : Ubin, plesteran,


(28)

dan tanah yang dipadatkan (Departemen Kesehatan R.I, 1990). Sedangkan menurut Notoatmodjo S. (1997) syarat-syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan.

BAB 3


(29)

3.1. Kerangka Konsep

Merupakan kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

3.2. Variabel dan definisi operasional 3.3.1. Variabel

Variable yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kontaminasi kuku dengan Soil Transmitted Helminths(STH) dan pengetahuan tentang STH.

3.3.2 Definisi operasional a) Pengetahuan :

 Definisi: Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui siswa tentang cacingan termasuk cara penularan, cara pencegahan dan cara mengobati infeksi cacing.

 Cara ukur: Siswa akan diteliti pengetahuannya berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cacingan, cara penularan, cara pencegahan dan pengobatan infeksi cacing.

 Alat ukur: kuesioner- 27 pertanyaan diajukan dengan 2 pilihan jawaban.

 Jawaban benar diberi skor 1

 Jawaban salah diberi skor 0 Pengetahuan

siswa

Pada murid Sekolah Dasar Kec Medan Baru Kontaminasi Kuku


(30)

 Kategori :

 Pengetahuan baik = 60-100% (total skor : 12-20)

 Pengetahuan kurang = 0-59% (total skor : ˂ 12)

 Skala pengukuran : ordinal b) Kontaminasi kuku

 Definisi: Kontaminasi kuku adalah telur/larva cacing yang ditemuka n pada kotoran kuku siswa.

 Cara ukur: Sampel kuku tangan siswa akan diperiksa dengan metode sedimentasi untuk mendapatkan telur atau larva cacing.

 Alat ukur: Metode sedimentasi

 Skala pengukuran : ordinal c) Telur/larva cacing

 Definisi: Telur/larva cacing adalah bentuk/stadium dari cacing sebelum menjadi dewasa yang ditemukan pada kotoran kuku siswa

BAB 4


(31)

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional, dimana penelitian ini akan menggambarkan kontaminasi kuku dan tingkat pengetahuan siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru tentang infeksi Soil transmitted helmiths(STH).

Siswa sekolah dasar negeri ini dipilih karena berdasarkan observasi dan survey awal, didapati sekolah tersebut memang kurang kebersihannya. Lagipun dari observasi anak-anak sekolah kurang menjaga kebersihan diri dan sekolah tersebut juga merupakan sekolah pemerintah yang kurang mempunyai sarana yang cukup untuk meningkatkan kebersihan sekolah.

4.2 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru. Waktu penelitian direncanakan pada bulan Juli- Augustus tahun 2010.

4.3 Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas II, III, dan IV Sekolah Dasar Negeri 060891. Jl. Letjen Jamin Ginting. No 303. Kecamatan Medan Baru. Kota Medan. 20155 medan. pada tahun ajaran 2010/2011.

Pemilihan sampel (teknik sampling) yang digunakan adalah simple random sampling yaitu tiap subyek dalam populasi (terjangkau) yang akan dipilih secara acak yaitu siswa diberi nomor dan siswa dengan nomor genap dipilih sampai mencapai besar sampel sesuai dengan rumus berikut:

n = N 1 + N(d2)

n ≡ jumlah sampel


(32)

n = 100 n = 100 n = 50 orang

4.4 Teknik pengumpulan data

Responden pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar. Mereka akan dipilih dahulu berdasarkan random sampling yaitu setiap kelas akan diambil siswa secara selang seling. Seterusnya teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara:

a. Pengisian kuesioner oleh siswa sekolah dasar untuk mengetahui dan menilai penetahuan siswa.

b. Pemeriksaan sampel kuku dilakukan dengan metode sedimentasi. Potongan kuku yang diperoleh direndam dalam KOH 1 % selama 30 menit. Kemudian aduk dengan tangkai pengaduk lalu dituang ke dalam tabung sentrifuse melalui saringan the. Sentrifuse selama ± 15 menit dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya sedimen diambil dengan menggunakan pipet dan diletakkan pada kaca objek,. Lalu, sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 dan 40 kali untuk mendapatkan telur-telur cacing.

4.5 Pengolahan dan analisa data

Dalam penelitian ini dihasilkan data dari hasil analisis hasil pemeriksaan kuku dan kuesioner.

4.5.1 Pemeriksaan kuku 1 + 100(0.12)


(33)

Hasil pemeriksaan kuku dianalisa dengan melihat adanya atau tidak telur cacing pada kotoran kuku, dikategorikan sebagai ada kontaminasi dan tidak ada kontaminasi.

Seterusnya data yang dikumpul dianalisa dengan mengunakan program Komputer SPSS( statistical product & service solution) secara deskriptif dan hasil ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi.

4.5.2 Kuesioner

Daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dimana responden (siswa) dan interview tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu. (Notoatmodjo,2002)

Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan perorangan mengenai kejadian penyakit infeksi cacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru. Kuesioner yang disediakan dikategorikan kepada pengetahuan baik dan pengetahuan kurang.

Data yang dikumpul dianalisa dengan mengunakan program Komputer SPSS( statistical product & service solution) secara deskriptif dan hasil ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi. Hasil kuesioner ditentukan validitasnya dan reabilitasnya dengan mengunakan rumus pearson.

4.6 Validitas dan Reliabilitas

Hasil kuesioner ditentukan validitasnya dan reabilitasnya dengan mengunakan rumus Pearson.

4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo. S, 2002). Validitas dari alat pengumpul


(34)

data sangat diperlukan agar alat pengumpul data tersebut memberikan data yang valid.

Rumus:

Keterangan :

X : Pertanyaan Y : Skor nilai

XY : Skor pertanyaan dikali skor total (Notoatmodjo. S, 2002)

Kesesuaian harga rxy diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas disesuaikan dengan tabel harga regresi product moment dengan koreksi harga rxy lebih kecil atau sama dengan regresi tabel, maka butir instrument tersebut tidak valid. Setelah dilakukan uji coba kuesioner pada 20 responden, dikirakan nilai harga rxy dan dibandingkan dengan tabel harga regresi product moment. Contohnya pada soal 1 diperoleh rhitung =0.703, artinya rhitung lebih besar dari rtabel = 0,444. Maka pertanyaan no 1 adalah valid.

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran ini tetap konsistensi atau tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo. S, 2002). (Tabel 4.1)

Reliabilitas instrumen memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen tersebut dianggap baik. Instrumen yang dipercaya kebenarannya untuk


(35)

mengetahui reliabilitas dari penelitian dengan metode kuesioner menggunakan rumus alpha, sebagai berikut:

Keterangan :

r11 : Reliabilitas instrumen

k : banyak butir pertanyaan / banyaknya soal

Σσb2 : Jumlah varians butir

σb : Varians butir

Standar dalam menentukan reabilitas intrumen penelitian dengan Alpha cronbach rhitung diwakili oleh nilai alpha. Menurut Santoso yang dikutip oleh Evi Yulianto (2007) tingkat reliabilitas. Menurut triton, reliabilitas dapat dikategorikan kepada beberapa tingkat(tabel 4.1).

Setelah dilakukan uji coba kuesioner pada 20 responden, diperoleh Alpha cronbach 0.956. berdasarkan tabel 4.1, maka pertanyaan-pertanyaan yang valid adalah sangat valid(tabel 4.2).

Tabel 4.1

Tingkat reliabilitas berdasarkan Alpha cronbach

Tabel 4.2


(36)

pertanyaan Total pearson correlation status alpha status

1 0.703 Valid 0.956 reliabel

2 0.703 Valid reliabel

3 0.835 Valid reliabel

4 0.605 Valid reliabel

5 0.338 Tidak valid

6 0.729 Valid reliabel

7 0.714 Valid reliabel

8 0.203 Tidak Valid

9 0.714 Valid reliabel

10 11

0.155 0.625

Tidak Valid Valid

reliabel

12 0.597 Valid reliabel

13 0.056 Tidak valid

14 0.777 Valid reliabel

15 0.835 Valid reliabel

16 0.835 Valid reliabel

17 0.650 Valid reliabel

18 0.766 Valid reliabel

19 0.714 Valid reliabel

20 0.644 Valid reliabel

21 0.119 Tidak Valid

22 0.119 Tidak Valid

23 0.777 Valid reliabel

24 0.056 Tidak Valid

25 0.703 Valid reliabel

26 0.703 Valid reliabel

27 0.790 Valid reliabel


(37)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang diisi oleh siswa tanpa dibawa pulang dan sampel kuku diambil dari setiap siswa yang telah mengisi kuesioner. Hasil dianalisis sehingga dapat menyimpulkan gambaran kontaminasi dan pengetahuan dikalangan siswa.

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Sekolah Dasar Negeri 060891 Medan yang terletak di Jl. Letjen Jamin Ginting nomor 303 Kecamatan Medan Baru, Medan. Lokasi penelitian adalah di Ibu kota Sumatera Utara yang terletak di antara 30301– 300481 Lintang utara dan 980391-980471 Bujur Timur, berbatasan dengan Selat Melaka di sebelah Utara yang dikelilingi Kabupaten Deli Serdang. Disebabkan letak geografis kota Medan yang strategik dan ibu kota provinsi , Medan menjadi pusat penduduk melakukan aktivititas perekonomian. Kepadatan penduduk kota Medan termasuk peringkat yang tinggi, yaitu ketiga terpadat di Indonesia. Walaupun sebagai ibu kota provinsi di beberapa tempat kota Medan masih terdapat daerah kumuh. Sekolah ini dipilih karena letaknya geografis yang dinilai sesuai bagi penelitian ini.

5.1.2 Deskripsi responden

Pada penelitian ini responden yang menjadi sampel adalah siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 kecamatan Medan Baru tahun ajaran 2010/2011. Jumlah keseluruhan siswa ada 100 orang tetapi berdasarkan rumus penentuan jumlah sampel yang digunakan hanya 50 siswa dipilih. Pemilihan dilakukan secara simple random sampling secara acak dari kelas 3, 4, 5 dan 6. Siswa dikelompokkan mengikut umur.


(38)

Distribusi umur siswa diperoleh dari hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 5.1 dimana jumlah siswa dalam kelompok umur yang tertinggi adalah sama untuk umur 9 tahun dan umur 11 tahun yaitu 28%.

Tabel 5.1 Distribusi umur siswa

Umur (Tahun) Frekuensi Persentase

9 14 28

10 13 26

11 14 28

12 9 18

Total 50 100

5.1.4 Distribusi Jenis Kelamin Siswa

Selain umur siswa, analisis juga dilakukan terhadap jenis kelamin. Hasil penelitian ini yang tampak pada tabel 5.2 mendapatkan bahwa mayoritas siswa yang menjadi responden adalah laki-laki sebesar 54%.

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Siswa

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan 23 46

Laki-laki 27 54

Total 50 100

5.1.5 Distribusi Kejadian kontaminasi kuku

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing-cacing yang penularannya melalui tanah dan sampai sekarang masih merupakan masalah bagi masyarakat Indonesia terutama yang hidup di daerah kumuh walaupun sudah berada di kawasan perkotaan. Hasil identifikasi parasit pada sampel kuku siswa


(39)

diperoleh hanya 5 orang siswa yang kukunya terkontaminasi oleh STH (tabel 5.3).

Tabel 5.3 Distribusi kontaminasi kuku oleh Soil Transmitted Helminths Kontaminasi Kuku Frekuensi Persentase (%)

Positif 5 10

Negatif 45 90

Total 50 100

Hasil idetifikasi spesies parasit yang mengkontaminasi kuku siswa terdiri dari 2 species saja dan dapat dilihat pada tabel 5.4. Hasil ini menunjukka n mayoritas spesies yang mengkontaminasi kuku siswa adalah telur Enterobius vermicularis yaitu 3 orang (6%).

Tabel 5.4 Distribusi telur yang dijumpai menurut spesies

Spesies Frekuensi Persentase

Tidak ada kontaminasi 45 90

Ascaris lumbricoides 2 4

Enterobius vermicularis 3 6

Total 50 100

5.1.6. Pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths

Pengetahuan siswa tentang STH dinilai berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan mengenai STH yang telah dijawab oleh responden. Berdasarkan jawaban siswa didapati pertanyaan nomor 1, 2 dan 15 mendapat jawaban benar tertinggi yaitu semua benar (100%). Soal yang mendapat jawaban salah tertinggi adalah soal 19 yaitu 34 orang (68%).


(40)

No Pertanyaan Jawapan siswa

Benar Salah

n % n %

1 cuci tangan dengan air bersih sebelum makan 50 100 0 0 2 harus mengunakan sandal bila bermain ditanah 50 100 0 0 3 bermain dengan tanah boleh mendapatkan cacingan 47 94 3 6 4 cacing dapat masuk kedalam tubuh melalui tangan kotor 47 94 3 6

5 harus minum obat cacing 40 80 10 20

6 buang air besar disebarang tempat menyebabkan cacingan 44 88 6 12

7 cara mengobati infeksi cacingan 46 92 4 8

8 golongan tertinggi yang mendapat cacingan 49 98 1 2 9 cacing usus yang ditularkan melalui tanah 30 60 20 40

10 penularan cacing 41 82 9 18

11 kebersihan diri mencegah infeksi cacing 45 90 5 10

12 cacingan menyebabkan kemampuan belajar kurang 47 94 3 6

13 setelah bermain tanah harus cuci tangan 47 94 3 6

14 apa yang harus dilakukan jika terinfeksi 26 52 24 48

15 harus makan obat cacing 50 100 0 0

16 bagaimana untuk menghindari cacingan 19 38 31 62

17 gejala yang sering pada anak 31 62 19 38

18 kuku yang panjang dan kotor 48 96 2 4

19 cacing memasuki tubuh dalam bentuk 16 32 34 68

20 apa yang menyebabkan infeksi cacingan 19 38 31 62

Setelah dianalisa jawaban siswa tentang pengetauan mereka mengenai STH maka diperoleh hasil 82% siswa memiliki pengetahuan dengan kategori baik tentang STH (82%). Hasil ini tampak pada tabel 5.4.

Tabel 5.6 Kategori pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths


(41)

Baik 41 82

Kurang 9 18

Total 50 100

5.2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu untuk melihat gambaran kontaminasi kuku siswa SDN 060891kecamatan Medan Baru dengan Soil Transmitted Helminths dan tingkat pengetahuan mereka tentang STH.

Penelitian ini memperoleh hasil yang tidak banyak berbeda dengan yang didapat Mardiana (2000) yang mendapatkan 5% kuku pada anak di kecamatan Paseh terkontaminasi telur Ascaris lumbricoides. Selain itu, menurut Emiliana dari penelitian yang dijalankan dijumpai Telur cacing pada dua dari 213 anak yatim piatu di Jakarta yang diperiksa, ternyata mengandung telur A.lumbricoides, dan seorang lagi mengandung telur A. lumbricoides dan T. trichiura. Telur A. lumbricoides juga ditemukan pada 2 dari 131 anak sekolah di Jakarta yang diperiksa kukunya. Dalam hasil penelitian ini pula menunjukkan hanya 4% kuku siswa yang tercemar telur A. lumbricoides dan 6% cacing Enterobius vermicularis. Walaupun hasil kontaminasi dengan telur cacing tidak banyak berbeda namun ternyata dalam penelitian ini kejadian kontaminasi telur cacing enterobius vermicularis lebih banyak dari A. lumbricoides. Ini mungkin karena dari hasil garukan anus yang mempunyai telur E. vermicularis, seterusnya ditularkan kepada siswa lain karena kurang kebersihan diri.

Perbedaan angka kejadian cacingan atau kontaminasi telur cacing dibeberapa wilayah ini kemungkinan disebabkan perbedaan faktor resiko dilokasi penelitian, terutama yang berhubung dengan kondisi sanitasi lingkungan, hygiene siswa dan kondisi alam atau geografi (Wachidaniyah, 2002). Pada penelitian ini walaupun terdapat berbagai kondisi yang mendorong kepada kejadian kontaminasi atau kejadian cacingan seperti kawasan sekolah yang kebanyakan


(42)

berlantai tanah, lokasi sekolah yang dekat dengan pajak. Namun angka kejadian kontaminasi kuku dengan telur cacing masih rendah pada penelitian ini yaitu 10% saja.

Pada penelitian oleh Salbiah (2008) disekolah dasar kecamatan Medan Belawan mendapatkan hasil yang sama dengan hasil penelitian ini yaitu tahap pengetahuan yang baik mencapai 80% dimana pada penelitian ini juga tahap pengetahuan yang baik mencapai 82%. Selain itu, dari penelitian yang dijalankan oleh Fauziah didapati anak sekolah dasar Sukolilo turut mendapat hasil yang sama yaitu pengetahuan baik mencapai 81,2%. Manakala pada penelitian oleh Sekartini et al di Sekolah Dasar Kelurahan Pisangan Baru jauh berbeda hasilnya didapati tahap pengetahuan baik mencapai 59,6% saja. Maka kejadian yang berbeda ikut lokasi penelitian ini mungkin karena faktor-faktor pendukung lain seperti sosioekonomi keluarga rendah, taraf pendidikan orang tua rendah, kurang penyuluhan mengenai kecacingan di daerah ini dan sekolah tidak memberi keutamaan dalam menjaga kebersihan siswa.

Dari penelitian ini angka kejadian kontaminasi kuku dengan telur STH sangat kurang tetapi tingkat pengetahuan kebanyakan siswa adalah baik. Pada pendapat Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Menurutnya juga masalah kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan yang mencakup (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Menurut Poespoprojo dan Sadjimin (2000) pula, kejadian kecacingan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan. Maka dapat dijelaskan walaupun sekadar mempunyai pengetahuan masih tidak mencukupi dalam membanteras kontaminasi telur cacing pada siswa.

Seterusnya Gandahusada dkk (2004) menyatakan perilaku mencuci tangan amat penting dimana tangan yang terkontaminasi dengan STH dapat menularkan infeksi cacingan terutamanya STH. Maka dalam penelitian ini juga didapati angka kejadian kontaminasi telur cacing E.vermicularis melebihi telur cacing A.lumbricoides yang boleh dijelaskan dengan perbuatan siswa yang terinfeksi


(43)

dengan cacing E.vermicularis menggaruk anus mengunakan tangan dan mengunakan tangan tersebut tanpa mencuci tangan dengan bersih maka dapat menularkannya kepada siswa lain atau reinfeksi.


(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa angka kontaminasi kuku terhadap telur cacing terutama STH adalah sebesar 10% dan spesies yang paling sering dijumpai adalah telur enterobius vermicularis yaitu 6% Pengetahuan siswa SD Negeri kecamatan medan baru yang mayoritas termasuk kategori baik yaitu sebesar 82%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Perlu peningkatan kerjasama antara kepala sekolah dan guru untuk memberi bimbingan, pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi lingkungan kepada siswa dalam upaya menurunkan prevalensi cacingan. 2. Penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian angka kejadian cacingan

terutama pada siswa yang kukunya terkontaminasi telur cacing.

3. Diharapkan informasi dimanfaatkan oleh siswa serta keluarga dalam pencegahan dan pengobatan kecacingan.

4. Diharapkan sekolah dapat menetapkan peraturan-peraturan memelihara kuku yang pendek dan bersih seperti mengadakan pemeriksaan kuku dan pemeriksaan kebersihan tubuh.

5. Ibu bapa harus mengawasi anak yaitu memeriksa kebersihan kuku anak. 6. Dinas kesehatan harus menjalankan penyuluhan mengenai kebersihan diri

dan pencegahan cacingan.


(45)

Babiker, M.A., et al., 2009. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 15, No. 5. Available from:

[accessed 20 february 2010]

Budioro, B., 1997. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang: Universitas Diponegoro. Available from:

. [Accessed 23 February 2010]

Departemen Kesehatan R.I, 2001. Pedoman Modul dan Materi Pelatihan “Dokter kecil’’. Jakarta: Depkes R.I.

Entjang, I., 2000 Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Available from:

Entjang, I., 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Available from:

Gandahusada, S., 2000. Parasitologi Kedokteran edisi ke 3. Jakarta: EGC. Available from:

Kingston, 2007. Towards World Health Assembly Resolution. Control of Soil-Transmitted Helminth Infections in the English- and French- Speaking Caribbean. Jamaica.

Mardiana, L., et al., 2000. Telur Ascaris Lumbricoides pada tinja dan kuku anak balita serta tanah di

Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung. Jawa Barat. Maj Parasitol Ind. 13(1-2):28-32.


(46)

Oeswari, E., 1991. Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Available from:

Sastroasmoro, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: (5):79-86, (16):310-312.

Slamet, J. S., 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Available from:

Soekidjo, Notoatmodjo, 1997. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Soekidjo, Notoatmodjo, 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suma’mur, 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006. Pedoman Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen Kesehatan. WHO., 2008. Weekly Epidemiological Record. Geneva: 83:237–252.

Available from: [Accessed 20 February 2010]


(47)

LAMPIRAN

PENGANTAR DAN

INFORMED CONSENT

Pengantar

Saya, Visalini A/P Chandra, mahasiswa FK USU semester VI, sedang melakukan penelitian tentang Gambaran Kontaminasi Kuku oleh Telur/Larva Soil Transmitted Helminths(STH) dan Pengetahuan Siswa SDN Kecamatan Medan Baru tentang Infeksi Cacing pada Tahun 2010. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi tugas akhir Community Research Program(CRP).

Saya akan melakukan pemotongan kuku dari siswa-siswa. Sebelum 1 minggu itu, saya akan memberitahu siswa supaya tidak memotong kukunya. Setelah mengambil sampel kuku. Saya akan memberikan tiap siswa terpilih untuk mengisi kuesioner. Setelah diisi akan saya kumpul kembali dari mereka. Kuesioner haruslah dijawab dengan jujur dan sendiri tanpa bantuan teman ataupun guru. Informed Consent

Setelah membaca pengantar di atas, maka dengan ini saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian tersebut. Semua keterangan yang saya sampaikan adalah benar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, 2010


(48)

LEMBARAN PERTANYAAN / QUESTIONNAIRE

GAMBARAN KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA KUKU DAN PENGETAHUAN SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN MEDAN BARU TENTANG CACINGAN TAHUN 2010.

I. Identitas Responden Nama(lengkap) :

Umur : ... tahun

Jenis kelamin : laki-laki perempuan (tanda yang benar) Kelas :


(49)

II. Pengetahuan siswa tentang infeksi cacingan

Pilih hanya satu jawaban yang dianggap paling benar dengan cara melingkari a atau b pada ruang jawaban.

1. Apakah kamu mengetahui tentang penyakit cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__ 2. Manakah yang merupakan tanda/gejala cacingan?

a. badan kurus, perut buncit

b.sakit kepala skor__ 3. Apakah bermain-main di tanah atau menggunakan tanah dapat terkena cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__ 4. Bagaimanakah cara mencegah cacingan?

a. Cuci tangan sebelum makan

b. Sikat gigi setelah makan skor__ 5. Selain menjaga kebersihan kuku yang merupakan cara mencegah terinfeksi cacing adalah:

a. memakai alas kaki


(50)

6. Sepengetahuan anda, pemberian obat cacing pada siswa sekolah dasar dilakukan:

a. 6 bulan sekali

b. 1 tahun sekal skor__

7. Apakah buang air besar disembarang tempat dapat menyebabkan penularan cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__

8. Apakah cacingan dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar? a. Ya

b. Tidak skor__

9. Apakah cacingan perlu diobati? a. Ya

b. Tidak skor__

10. Apakah cacingan dapat menyebabkan kekurangan darah? a. Ya

b. Tidak skor__

11. Usia berapakah yang paling sering menderita cacingan? a. Balita dan usia sekolah dasar

b. Dewasa skor__

12. Cacing usus yang ditularkan melalui tanah adalah a. Cacing cambuk


(51)

b. Cacing gelang skor__ 13. Apakah kebiasaan menggigit kuku dapat menyebabkan cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__

14. Merupakan cara infeksi cacing? a. tertelan telur cacing

b. udara skor__

15. Kebersihan diri _____________ mencegah dari mendapat infeksi cacingan a. buruk

b. baik skor__

16. Untuk mencegah cacingan, cukup menjaga kebersihan pribadi saja? a. Benar

b. Salah skor__

17. Setelah bermain tanah anak-anak harus a. mencuci tangan dengan mengunakan sabun

b. terus makan makanan yang bergizi skor__

18. Jika mendapat infeksi cacing, apa yang harus dilakukan? a. Berobat ke dokter

b. Makan makanan bergizi skor__

19. Apakah anak harus makan obat untuk mencegah cacingan ? a. Ya


(52)

b. Tidak skor__ 20. Apakah menghindari kontak langsung dengan tanah dapat mencegah

cacingan? a. Ya

b. Tidak skor__

21. Bagaimana anak harus mengobati infeksi cacing a. makan obat cacingan

b. tidak perlu diobati skor__

22. golongan mana yang paling sering mendapat infeksi cacing a. dewasa

b. anak-anak skor__

23. gejala yang sering pada anak yang cacingan adalah kurus, perut buncit dan __________.

a. gemuk

b. kurang kemampuan belajar skor__

24. cara menjaga kebersihan kuku

a. mencuci kuku dengan bersih setiap kali mencuci tangan

b. mengigit dan menelan kuku jika sudah panjang skor__ 25. kuku yang panjang dan kotor dapat menyebabkan cacingan

a. benar


(53)

26. cacing memasuki tubuh dalam bentuk a. telur

b. tanah skor__

27. apa yang menyebabkan infeksi cacingan a. tanah

b. telur dan larva yang terdapat dalam tanah skor__ 28. Kuku yang panjang harus ____________

a. diwarnai

b. dipotong skor__

29. berikut akan menyebabkan penularan cacingan a. buang air besar disebarangan tempat

b. buang air kecil disebarangan tempat skor__

30. golongan mana yang paling sering mendapat infeksi cacing a. dewasa


(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VISALINI A/P CHANDRA

Tempat/ tanggal lahir : Selangor / 09-06-1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Sumar sonu. No 8. Medan

Riwayat pendidikan : Sekolah Kebangsaan Taman Klang Jaya( 1993-1998) Sekolah Menengah Raja Mahadi (1999-2003)

Sekolah Kebangsaan Tengku Ampuan Rahimah (2003-2005) Nirwana college (2006-2007)


(55)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VISALINI A/P CHANDRA

Tempat/ tanggal lahir : Selangor / 09-06-1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Sumar sonu. No 8. Medan

Riwayat pendidikan : Sekolah Kebangsaan Taman Klang Jaya( 1993-1998) Sekolah Menengah Raja Mahadi (1999-2003)

Sekolah Kebangsaan Tengku Ampuan Rahimah (2003-2005) Nirwana college (2006-2007)


(1)

6. Sepengetahuan anda, pemberian obat cacing pada siswa sekolah dasar dilakukan:

a. 6 bulan sekali

b. 1 tahun sekal skor__

7. Apakah buang air besar disembarang tempat dapat menyebabkan penularan cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__

8. Apakah cacingan dapat menyebabkan penurunan prestasi belajar? a. Ya

b. Tidak skor__

9. Apakah cacingan perlu diobati? a. Ya

b. Tidak skor__

10. Apakah cacingan dapat menyebabkan kekurangan darah? a. Ya

b. Tidak skor__

11. Usia berapakah yang paling sering menderita cacingan? a. Balita dan usia sekolah dasar

b. Dewasa skor__

12. Cacing usus yang ditularkan melalui tanah adalah a. Cacing cambuk


(2)

b. Cacing gelang skor__ 13. Apakah kebiasaan menggigit kuku dapat menyebabkan cacingan?

a. Ya

b. Tidak skor__

14. Merupakan cara infeksi cacing? a. tertelan telur cacing

b. udara skor__

15. Kebersihan diri _____________ mencegah dari mendapat infeksi cacingan a. buruk

b. baik skor__

16. Untuk mencegah cacingan, cukup menjaga kebersihan pribadi saja? a. Benar

b. Salah skor__

17. Setelah bermain tanah anak-anak harus a. mencuci tangan dengan mengunakan sabun

b. terus makan makanan yang bergizi skor__

18. Jika mendapat infeksi cacing, apa yang harus dilakukan? a. Berobat ke dokter

b. Makan makanan bergizi skor__

19. Apakah anak harus makan obat untuk mencegah cacingan ? a. Ya


(3)

b. Tidak skor__ 20. Apakah menghindari kontak langsung dengan tanah dapat mencegah

cacingan? a. Ya

b. Tidak skor__

21. Bagaimana anak harus mengobati infeksi cacing a. makan obat cacingan

b. tidak perlu diobati skor__

22. golongan mana yang paling sering mendapat infeksi cacing a. dewasa

b. anak-anak skor__

23. gejala yang sering pada anak yang cacingan adalah kurus, perut buncit dan __________.

a. gemuk

b. kurang kemampuan belajar skor__

24. cara menjaga kebersihan kuku

a. mencuci kuku dengan bersih setiap kali mencuci tangan

b. mengigit dan menelan kuku jika sudah panjang skor__ 25. kuku yang panjang dan kotor dapat menyebabkan cacingan

a. benar


(4)

26. cacing memasuki tubuh dalam bentuk a. telur

b. tanah skor__

27. apa yang menyebabkan infeksi cacingan a. tanah

b. telur dan larva yang terdapat dalam tanah skor__ 28. Kuku yang panjang harus ____________

a. diwarnai

b. dipotong skor__

29. berikut akan menyebabkan penularan cacingan a. buang air besar disebarangan tempat

b. buang air kecil disebarangan tempat skor__

30. golongan mana yang paling sering mendapat infeksi cacing a. dewasa


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VISALINI A/P CHANDRA

Tempat/ tanggal lahir : Selangor / 09-06-1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Sumar sonu. No 8. Medan

Riwayat pendidikan : Sekolah Kebangsaan Taman Klang Jaya( 1993-1998)

Sekolah Menengah Raja Mahadi (1999-2003)

Sekolah Kebangsaan Tengku Ampuan Rahimah (2003-2005) Nirwana college (2006-2007)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VISALINI A/P CHANDRA

Tempat/ tanggal lahir : Selangor / 09-06-1986

Agama : Hindu

Alamat : Jl. Sumar sonu. No 8. Medan

Riwayat pendidikan : Sekolah Kebangsaan Taman Klang Jaya( 1993-1998)

Sekolah Menengah Raja Mahadi (1999-2003)

Sekolah Kebangsaan Tengku Ampuan Rahimah (2003-2005) Nirwana college (2006-2007)