Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Uang Elektronik

BAB III BENTUK PENYALAHGUNAAN UANG ELKTRONIK YANG

MERUGIKAN PENGGUNA UANG ELEKTRONIK

A. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Uang Elektronik

Penggunaan uang elektronik sebagai salah satu alternatif alat pembayaran non-tunai memberi manfaat dan kelebihan dibanding alat pembayaran tunai dan non-tunai lainnya, Oleh karena itu uang elektronik mempunyai potensi dalam menggeser peran uang tunai untuk pembayaran-pembayaran yang bersifat retail sebab transaksi retail tersebut dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah baik bagi konsumen maupun pedagang merchant. Beberapa fungsi atau kelebihan uang elektronik dibandingkan dengan uang tunai maupun alat pembayaran nontunai lainnya kepada para pengguna, antara lain berikut ini. 1. Penggunaan uang elektronik lebih nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi-transaksi yang bernilai kecil micro-payments, seperti: pertama , nasabah tidak perlu mempunyai sejumlah uang pas untuk suatu transaksi; kedua , tidak perlu menyimpan uang kembalian; ketiga , kesalahan dalam menghitung uang kembalian dari suatu transaksi dapat dikurangi. 2. Pengguna uang elektronik dapat melakukan isi ulang ‘electronic value’ ke dalam kartu uang elektronik dari rumah melalui saluran telepon, sehingga Universitas Sumatera Utara mereka tidak perlu mengambil tambahan uang tunai melalui Anjungan Tunai Mandiri ATM. 3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan uang elektronik jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit, karena tidak memerlukan otorisasi on-line, tanda tangan, maupun PIN. 4. Uang elektronik adalah multi-purposed prepaid card sehingga satu kartu uang elektronik dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya untuk berbelanja di supermarket, department store, bioskop, SPBU, dan transportasi umum tertentu yang terdaftar dalam fitur uang elektronik terkait. Hal ini tentu sangat memudahkan pengguna dalam hal kenyamanan pengoperasian uang elektronik Di dunia ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Demikian juga dengan sistem penyelenggaraan uang elektronik. Sebagus apapun sebuah sistem dikembangkan pasti memiliki hambatan atau kelemahan yang membuatnya perlu diperbaiki secara terus menerus. Uang elektronik pun demikian. Dari sekian banyak fitur yang ditawarkan oleh berbagai produk uang elektronik yang berkembang di Indonesia saat ini, terdapat beberapa kelemahan penting yang penulis temukan. Kelemahan uang elektronik tersebut antara lain: 1. Bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan, jadi nilai uang elektronik tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan LPS. 2. Tidak memerlukan konfirmasi data atau proses otorisasi. Universitas Sumatera Utara 3. Tidak terkait langsung dengan rekening nasabah di bank, karena pemegang kartu tidak harus menjadi nasabah di bank penerbit. 4. Dapat dipindahtangankan dan saldo dapat dipakai oleh siapapun jika kartu hilang. 5. Tidak termasuk inventori bank, jadi tidak bisa dilacak penggunaannya jika kartu hilang. 6. Jika kartu hilang tidak dapat diblokir dan nilai uang elektronik yang hilang tidak akan diganti. 7. Dapat digunakan sebagai sarana money laundrying. 8. Tidak bisa menghilangkan fungsi uang tunai sepenuhnya. Dengan segala kelebihan dan manfaat yang dimiliki oleh uang elektronik, disisi lain pun uang elektronik juga memiliki berbagai potensi risiko seperti dapat disalahgunakan. Jika hal ini terjadi tentunya dapat menyebabkan kerugian bagi pihak-pihak yang terkait seperti penerbit maupun konsumen pengguna uang elektronik. Untuk itu kita sebagai masyarakat perlu tahu, kenal dan peka mengenai potensi risiko keamanan serta lagkah-langkah atau tindakan yang dapat diterapkan untuk mengantisipasi risiko-risiko dalam penyelenggaraan uang elektronik. Dibawah ini akan dijabarkan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan uang elektronik tersebut: 31 31 https:www.academia.edu7381682Kajian_atas_Sistem_Informasi_E-Money_Mandiri diaskes pada 1 Mei 2015 Universitas Sumatera Utara 1. Faktor keamanan Uang elektronik menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi. Namun demikian, untuk mencapai itu uang elektronik harus mengorbankan aspek lain, yaitu aspek keamanan. Dalam proses pembayaran sama sekali tidak ada proses otorisasi untuk meningkatkan risiko keamanan yang ditanggung oleh pihak pengguna pemilik uang elektronik. Proses pembayaran dilakukan dengan menempelkan uang elektronik pada alat scan yang disediakan, tanpa melalui proses otorisasi baik berupa PIN atau proses otorisasi transaksi lainnya. Di sisi lain memang benar hal ini menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan transaksi. Namun di sisi lain, risiko keamanan yang ditanggung oleh pengguna sangatlah besar. Apabila pengguna kehilangan uang elektronik, uang elektronik tersebut dicuri, atau kejadian lain yang menyebabkan kepemilikan uang elektronik beralih dari pengguna yang sah ke pihak lain yang tidak sah, maka uang elektronik tersebut tetap dapat dipergunakan oleh pihak lain yang tidak sah itu. Sehubungan dengan ini, pihak yang kehilangan uang elektronik tidak dapat melakukan upaya lain untuk memperjuangkan haknya. Pemillik uang elektronik tidak dapat melakukan blokir atas uang elektronik yang tercuri tersebut. Di samping itu telah dinyatakan dalam perjanjian pembuatan uang elektronik antara bank dan Lembaga selain Bank dengan pengguna uang elektronik bahwa risiko kehilangan uang elektronik merupakan risiko pengguna. Untungnya, Bank Indonesia mengatur supaya ada batas nilai maksimal yang diperkenankan dalam satu uang elektronik. Dalam PBI Uang Elektronik diatur Universitas Sumatera Utara bahwa besaran nilai maksimal dalam uang elektronik adalah sebesar Rp1.000.000,00. Ini merupakan upaya dari bank sentral untuk menurunkan tingkat risiko yang ditanggung oleh pengguna uang elektronik. 2. Faktor interoperabilitas Kelemahan kedua dari sistem pembayaran uang elektronik ini adalah isu interoperabilitasnya. Interoperabilitas adalah kapabilitas dari suatu produk atau sistem yang antar mukanya diungkapkan sepenuhnya untuk berinteraksi dan berfungsi dengan produk atau sistem lain, kini, atau di masa mendatang, tanpa batasan akses atau implementasi. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan uang elektronik, permasalahan interoperabilitas yang dihadapi adalah setiap instrument uang elektronik yang dikeluarkan oleh salah satu penerbit tidak bisa digunakan untuk pembayaran di merchant penerbit lainnya. Contoh sederhananya adalah uang elektronik yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri tidak bisa melakukan transaksi di Flazz reader milik BCA. Permasalahan seperti ini terjadi akibat tidak adanya standardisasi pada microprocessor chip, alat pembaca, aplikasi, danatau frekuensi radio yang dipergunakan untuk mentransmisi data moneter dari uang elektronik ke Operator Network pada setiap produk uang elektronik yang ada di Indonesia saat ini. Akibatnya, pengguna uang elektronik perlu memiliki lebih dari satu uang elektronik untuk melakukan berbagai transaksi. Hal ini tentu sangat menyulitkan pengguna uang elektronik. Di samping itu, permasalahan ini tentu meningkatkan risiko keamanan yang ditanggung oleh pengguna uang elektronik seperti yang dibahas sebelumnya. Untuk mengatasi permasalahan ini, Bank Indonesia BI Universitas Sumatera Utara bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia ASPI telah melakukan standardisasi pada seluruh komponen pendukung uang elektronik yang dikeluarkan oleh setiap penerbit yang telah diberi wewenang menerbitkan uang elektronik di Indonesia. Memang diperlukan regulasi dari bank sentral atau pihak lain yang berwenang agar permasalahan interoperabilitas uang elektronik dapat terselesaikan. 3. Faktor rekanan merchant yang masih terbatas Ini adalah permasalahan yang dihadapi oleh hampir semua penerbit produk uang elektronik di Indonesia saat ini. Penerbit-penerbit tersebut sepertinya menghadapi kesulitan untuk memperluas kerjasama dengan merchant dalam rangka ekspansi penggunaan uang elektronik. Sampai saat ini baru Bank Mandiri dan BCA yang memiliki jaringan kerjasama yang luas, sementara penerbit lainnya masih sangat terbatas. Meskipun dikenal memiliki jaringan merchant yang cukup luas, Bank Mandiri dan BCA pun masih terbilang terbatas. Masih banyak merchant penyedia barang danatau jasa terkemuka yang belum menerima pembayaran menggunakan E-Money, misalnya Hero Supermarket, Giant, Hypermart, Bioskop XXI, Starbucks, dan lain-lain. Ini seharusnya menjadi concern utama penerbit produk uang elektronik di Indonesia untuk terus ditingkatkan, agar pengembangan penggunaan uang elektronik di masyarakat dapat berlangsung dengan cepat. Universitas Sumatera Utara

B. Bentuk Penyalahgunaan Uang Elektronik yang Merugikan Pengguna Uang Elektronik