Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Uang Elektronik

Kesalahan sendiri dari pemegang uang elektronik yang menyebabkan kerugian tersebut, Dengan demikian, kewajiban untuk berhati-hati bukan hanya dibebankan kepada produsen penerbit uang elektronik namun juga kewajiban ini ditujukan terhadap konsumen pemegang uang elektronik sebagai pencegahan timbulnya kerugian. 47

C. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Uang Elektronik

Pengertian perlindungan hukum seperti yang tertulis di dalam kamus bahasa Indonesia Kontemporer yaitu “suatu upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memperoleh perlindungan berdasarkan peraturan- peraturan atau undang- undang”. 48 Fungsi hukum adalah untuk mengayomi atau melindungi manusia dalam bermasyarakat, berbangsa serta bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak-hak pribadinya, yaitu hak asasinya, hak kebendaannya maupun hak perorangannya. 49 Menurut Philipus M. Hadjon bahwa ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum yang represif. 50 Perlindungan tidak hanya berdasarkan pada hukum tertulis tetapi termasuk juga hukum tidak tertulis. Philipus M. Hadjon menjelaskan 2 macam perlindungan hukum bagi rakyat tersebut, yaitu : 47 Ahmadi Miru , op.cit., Hlm 55 48 Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hlm. 897. 49 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum Jakarta: Kencana, 2005, hlm.23. 50 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia Surabaya:Percetakan M2Print, 2007, hlm 2 Universitas Sumatera Utara 1. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh penerbit uang elektronik serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan kepada penerbit uang elektronik dalam melakukan kewajibannya. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir yang diberikan kepada penerbit uang elektronik apabila terjadi sengketa atau pelanggaran, melalui prosedur peradilan, baik peradilan umum maupun diluar peradilan penyelesaian sengketa alternatif. Perlindungan hukum ini diberikan apabila telah terjadi sengketa atau penerbit uang elektronik melakukan pelanggaran. Bentuk perlindungan represif dapat ditempuh oleh para pihak, baik penerbit maupun pemegang uang elektronik melalui pola penyelesaian sengketa yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : pertama , melalui pengadilan upaya litigasi; kedua, alternatif penyelesaian sengketa upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau upaya non litigasi yang meliputi : konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli. Pola penyelesaian sengketa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu : 51 a. The Binding Adjudicative Procedure Merupakan prosedur penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim mengikat para pihak. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat 51 Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Penyusunan Kontrak Jakarta:Sinar Grafika, 2006, hlm. 140. Universitas Sumatera Utara dibagi menjadi empat macam yaitu litigasi; arbitrase; mediasi arbitrase; dan hakim partikelir. b. The Non Binding Adjudicative Procedure Suatu proses penyelesaian sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim atau orang yang ditunjuk tidak mengikat para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini dibagi menjadi enam macam yaitu konsiliasi; mediasi; mini trial; summary jury tria l; neutral expert fact-finding; early expert neutral evaluation. Dalam kaitannya dengan hubungan antara Penerbit uang elektronik dan Pemegang uang elektronik pada transaksi uang elektronik, ada beberapa mekanisme perlindungan hukum yang dapat dipergunakan dalam perlindungan terhadap pemegang kartu uang elektronik yaitu 1. Perlindungan hukum prefentif yang dapat dilakukan adalah: a. Pembuatan peraturan baru Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan khususnya regulasi pada peraturan bank Indonesia atau merevisi peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pemegang kartu uang elektronik. b. Pelaksanaan peraturan yang ada Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada pemegang uang elektronik adalah dengan melaksanakan peraturan yang ada secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang Universitas Sumatera Utara bertujuan melindungi pemegang uang elektronik sehingga dapat dijamin pelaksanaannya dengan baik. c. Memperketat perizinan penerbit maupun pedagang merchant Memperketat pemberian izin untuk bank atau lembaga selain bank sebagai penerbit uang elektronik termasuk pula pedagang merchant adalah salah satu cara agar penerbit tersebut kuat dan qualified sehingga dapat memberikan keamanan bagi nasabahnya. d. Memperketat pengawasan penerbit Dalam rangka meminimalkan risiko yang ada dalam bisnis uang elektronik sebagai suatu bentuk produk baru pembayaran, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap penerbit-penerbit yang telah ada. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa sebagai pengawas, Bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari penerbit yang diawasinya itu. Sebab, pengendalian penerbit tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus penerbit tersebut. Karena itu harus jelas batas- batas dari ikut campur tangan Bank Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus penerbit tersebut. 2. Perlindungan hukum represif yang dapat dilakukan adalah: a. Pemberian sanksi bagi pelaku penyalahgunaan uang elektronik, Secara keseluruhan, sanksi yang diberikan yaitu: pertama, sanksi administratif, kedua, teguran tertulis, ketiga, penghentian sementara kegiatan uang elektronik, keempat, sanksi pencabutan izin. Penghentian kegiatan uang Universitas Sumatera Utara elektronik oleh instansi berwenang berdasarkan permintaan Bank Indonesia. Penghentian sementara, pembatalan dan pencabutan izin penyelenggara kegiatan uang elektronik diatur dalam Bab IX Pasal 47 PBI Uang Elektronik yaitu Bank Indonesia atas dasar sanksi yang diberikan dapat menghentikan sementara, membatalkan atau mencabut izin yang telah diberikan kepada bank atau lembaga selain bank LSB sebagai prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring danatau penyelenggara penyelesaian akhir, antara lain dalam hal : 1 Terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan Bank atau lembaga selain bank yang melakukan kegiatan sebagai prinsipal, penerbit, acquirer, penyelengggara kliring danatau penyelenggara penyelesaian akhir untuk menghentikan kegiatannya. 2 Terdapat rekomendasi dari otoritas pengawas yang berwenang antara lain mengenai memburuknya kondisi keuangan danatau lemahnya manajemen risiko bank atau lembaga selain bank. Rekomendasi dari otoritas pengawas yang berwenang dapat berasal dari pengawas bank, pengawas sistem pembayaran, atau pengawas dari lembaga selain bank yang bersangkutan. 3 Terdapat permintaan tertulis atau rekomendasi dari otoritas pengawas yang berwenang kepada Bank Indonesia untuk menghentikan sementara kegiatan prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring danatau penyelenggara penyelesaian akhir. Universitas Sumatera Utara 4 Otoritas pengawas yang berwenang telah mencabuit izin usaha danatau menghentikan kegiatan usaha bank atau lembaga selain bank yang melakukan kegiatan sebagai prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring danatau penyelenggara penyelesaian akhir. 5 Adanya permohonan pembatalan yang diajukan sendiri oleh bank atau lembaga selain bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia. b. Penyelesaian sengketa dispute antara penerbit dan pemegang uang elektronik tunduk pada hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. Perselisihan yang terjadi atas kesepakatan para pihak diselesaikan melalui : 1 Penyelesaian secara musyawarah. 2 Jika atas musyawarah tersebut tidak menemukan kesepakatan, maka para pihak dapat menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri sesuai dengan domisili tergugat. 3 Bentuk atau cara-cara penyelesaian lain sesuai dengan kesepakatan para pihak. Peranan uang elektronik sebagai salah satu bentuk pembayaran non tunai disamping memberikan manfaat dan kemudahan bagi pemegang kartu juga memiliki berbagai potensi risiko keamanan. Potensi risiko yang dapat terjadi dalam pembayaran mikro antara lain adalah risiko pemalsuan dan duplikasi kartu, modifikasi data atau aplikasi uang elektronik, pengubahan message, pencurian, penyangkalan repudiation dan risiko malfunction. Dalam rangka meminimalisasi risiko yang dapat terjadi tersebut, penyelenggaraan uang Universitas Sumatera Utara elektronik harus diatur dalam mewujudkan kerangka hukum yang kuat dan transparan serta mampu memberikan jaminan perlindungan terhadap pemegang uang elektronik. Dalam perkembangannya, menyangkut tugas pengawasan diserahkan kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan, dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat maupun pihak-pihak yang menempatkan dana danatau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di lembaga jasa keuangan. Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat berdasarkan Ketentuan Bab VI tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat dalam Pasal 28 – Pasal 31 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang meliputi : 1. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya. 2. Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. 3. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan juga melakukan pelayanan pengaduan konsumen dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang meliputi : Universitas Sumatera Utara 1. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan. 2. Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan. 3. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pembelaan hukum, dengan memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan tersebut dan mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian baik yang berada di bawah penguasaan yang menyebabkan kerugian tersebut maupun dibawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik. Termasuk juga gugatan untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen danatau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. Perlindungan terhadap penggunaan sistem pembayaran elektronik menggunakan uang elektronik sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengaturan yang ada pada Peraturan Bank Indonesia maupun mengenai Perbankan lebih mengatur dari sudut kegiatan sistem pembayaran menggunakan uang elektronik dan dari sisi para Universitas Sumatera Utara penyelenggara Penerbit kegiatan pembayaran uang elektronik. Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat mengisi kekosongan hukum positif yang dapat lebih mengakomodir kepentingan pemegang uang elektronik selaku konsumen. Salah satu acuan yang penting pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu dengan adanya peraturan mengenai pencantuman klausula baku pada perjanjian. Dimana dasar peraturan dalam penggunaan alat pembayaran elektronik menggunakan uang elektronik adalah dengan menggunakan seebuah perjanjian baku, maka pencantuman klausula baku yang seimbang haruslah diatur. Menurut penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, adanya peraturan pencantuman klausula baku bertujuan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Pengaturan tentang klausula baku terdapat dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang pelaku usaha mencantumkan klausula baku pada setiap perjanjian dan dokumen apabila: 1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. 2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen. 3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen. 4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan Universitas Sumatera Utara sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen. 6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa. 7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. 8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. 9. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. 10. Setiap klausula baku yang telah diterapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 atau ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. 11. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang. Terkait dengan perlindungan pemegang uang elektronik sebagai konsumen uang elektronik, Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang secara garis besar telah memberikan perlindungan terhadap pemegang uang elektronik sebagai Universitas Sumatera Utara konsumen untuk menikmati uang elektronik yang diterbitkan oleh penerbit secara jelas dan tidak menyesatkan. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1611DKSP Tahun 2014 tentang Uang Elektronik, lebih lanjut mengatur penyelenggaraan penerapan menajemen risiko operasional para penyelenggara kegiatan uang elektronik wajib meningkatkan keamanan teknologi uang elektronik untuk mengurangi tingkat kejahatan dan penyalahgunaan uang elektronik segaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap uang elektronik sebagai alat pembayaran. Peningkatan keamanan tersebut dilakukan dengan : 52 1. Adanya sistem keamanan teknologi yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut : pertama , kerahasiaan data confidentiality, kedua , integritas sistem dan data integrity, Ketiga , otentikasi sistem dan data authentication, Keempat , pencegahan terjadinya pengangkalan transaksi yang telah dilakukan non-repudiation; Kelima , ketersediaan sistem availability. 2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail. 3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber Daya Manusia SDM. 4. Adanya Business Contiuity Plan BCP yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan uang elektronik. BCP ini meliputi tindakan preventif maupun contingency plan termasuk penyedian sarana back-up jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan uang elektronik tidak dapat digunakan. 52 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1611DKSP Tahun 2014 tentang Uang Elektronik Bab VI Sub Bab G mengenai Penerapan Manajemen Resiko Operasional dan Peningkatan Keamanan teknologi Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1112PBI2009 tentang Uang Elektronik Electronic Money yang pada tahun 2014 mengalami perubahan menjadi Peraturan Bank Indonesia Nomor 168PBI2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11122009 tentang Uang elektronik Electronic Money. Peraturan ini sebagai bentuk perlindungan hukum dalam mengatur dan mengawasi perkembangan alat pembayaran menggunakan uang elektronik yang diterbitkan oleh bank penerbit maupun diterbitkan oleh lembaga selain bank. Peraturan Bank Indonesia ini lebih lanjut diatur dengan SE BI Nomor 1111DASP2009 tentang Uang Elektronik Electronic Money kemudian mengalami perubahan menjadi SE BI Nomor 1611DKSP2014 perihal Penyelenggaraan uang elektronik yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara perolehan izin penyelenggara kegiatan uang elektronik. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mempengaruhi perkembangan alat pembayaran berupa uang elektronik, pengaturan ini bertujuan untuk meningkatkan kelancaran dan efektivitas penyelenggaraan uang elektronik dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap penggunaan uang elektronik serta memberikan perlindungan bagi para pelaku dalam kegiatan uang elektronik khususnya pemegang uang elektronik. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN