Prinsip-Prinsip Dalam Pengambilan Keputusan di Dewan Keamanan

Ketentuan Pasal 42 menentukan bila usaha yang didasarkan Pasal 41 tidak mencukupi, maka Dewan Keamanan PBB dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan darat, laut, udara yang mungkin diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan Internasional. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan power of enforcement dari Dewan Keamanan kepada negara-negara yang terlibat sengketa internasional untuk mentaati resolusi Dewan Keamanan PBB demi terjaganya keamanan dan perdamaian internasional. Berlainan dengan hukum nasional, hukum internasional tidaklah diciptakan oleh suatu badan tertentu seperti terlihat dalam hukum nasional, dan tidak pula terdapat penguasa tertentu yang dapat memaksakan dilaksanakannya aturan-aturan hukum internasional tersebut. 45

B. Prinsip-Prinsip Dalam Pengambilan Keputusan di Dewan Keamanan

PBB 1. Prinsip Persamaan Kedaulatan Pasal 2 butir 1 Piagam PBB memuat asas yang menyatakan bahwa PBB berdasarkan asas persamaan kedaulatan semua negara anggotanya. Asas ini sangat penting bagi semua negara anggota, karena dengan demikian PBB bukanlah organisasi internasional yang bersifat “supranasional”. Selain itu asas ini juga berkaitan dengan asas collectivity atau asas kegotongroyongan, artinya tindakan- tindakan yang dijalankan atas nama PBB sifatnya kolektif, bergotong royong sesuai dengan asas-asas demokrasi. Hal yang demikian mengharuskan 45 Hackworth, Digest of International Law, Vol. 1. hlm. 1, sebagaimana dikutip oleh Chairul Anwar, Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1989, hal. 4 dijalankannya asas koordinasi, artinya bahwa segala tindakan dan kegiatan bangsa-bangsa ke arah perdamaian harus diselaraskan dan dipersatukan. 46 Asas persamaan kedaulatan yang tercantum dalam Pasal 2 butir 1 Piagam PBB tersebut termasuk asas hukum umum. Berdasarkan Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, maka asas-asas hukum umum merupakan sumber hukum internasional yang ketiga. Yang dimaksudkan dengan asas-asas hukum umum adalah asas-asas hukum yang mendasari sistem hukum modern. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum modern adalah sistem positif yang didasarkan atas asas-asas dan lembaga-lembaga hukum negara barat, yang sebagian besar didasarkan atas asas-asas dan lembaga-lembaga hukum Romawi. 47 Sumber hukum internasional adalah asas-asas hukum hukum umum dan bukan hanya asas-asas hukum internasional. Brierly mengatakan bahwa asas-asas hukum umum ini meliputi spektrum yang luas, yang juga meliputi asas-asas hukum perdata yang diterapkan oleh peradilan nasional yang kemudian dipergunakan untuk kasus-kasus hubungan internasional. 48 Dengan demikian, yang termasuk ke dalam asas-asas hukum umum ini antara lain, asas pacta sunt servanda, asas bonafides, asas penyalahgunakan hak abus de droit , serta asas adimpleti non est adiplendum dalam hukum perjanjian. Tentu saja termasuk juga di dalamnya asas hukum internasional, misalnya asas 46 Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta:UI Press, 2004, hal 270. 47 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Binacipta, 2010, hal.138. 48 Chairul Anwar, Hukum Internasional, Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan, Jakarta, 1988, hal.16.. kelangsungan negara, penghormatan kemerdekaannegara, asas non intervensi dan asas persamaan kedaulatan negara. Jika dihubungkan dengan persoalan hak veto yang dimiliki oleh 5 lima negara anggota tetap DK PBB, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah berarti hak veto kelima negara anggota tetap DK PBB itu bertentangan dengan asas hukum umum? Untuk menjawab ini tentu kita telusuri terlebih dahulu tentang bagaimana awal mula munculnya hak veto dan bagaimana pula proses pemungutan suara di DK PBB. 2. Prinsip- prinsip Dalam Pengambilan Keputusan di DK PBB Pengambilan keputusan dalam organisasi internasional, khususnya PBB dapat dilakukan baik melalui pemungutan suara ataupun tidak. Keputusan yang diambil tanpa pemungutan suara dapat melalui konsensus atau aklamasi, baik yang dilakukan atas saran ketua sidang yang bersifat ”ruling” maupun usul anggota tanpa ada pihak yang menolak. 49 49 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung: Alumni, 1993, hal.151-152. Hal ini dapat dimungkinkan jika memang benar-benar dapat memberikan sumbangan bagi penyelesaian yang efektif dan kekal bagi perbedaan-perbedaan yang ada. Dengan demikian dapat memperkokoh wewenang PBB. Beberapa aturan tata cara rules of procedure bahkan memungkinkan Ketua Sidang untuk mengupayakan konsensus bagi usul- usul. Kadang-kadang penerimaan konsensus diartikan bagi sesuatu negara atau beberapa negara tidak ingin menghambat jalannya keputusan, walaupun tidak menyetujui usul yang diajukan. Dalam hal demikian negara-negara tersebut dapat menyatakan keberatan-keberatannya untuk tidak merasa terikat oleh keputusan yang diambil secara konsensus tersebut. 50 Kritik dan kontroversi, dan yang terlebih sering disoroti dalam hal tersebut adalah masalah mengenai status Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB. Mereka adalah yang memegang hak Veto, dan seringnya hak tersebut hanya dipakai untuk mendahulukan kepentingan masing-masing negara Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB, tanpa terkadang fokus akan suatu ‘arguing’ yang di ‘floor’-kan pada setiap rapat. Dan melihat misi utama PBB adalah untuk menjaga dan mencegah terjadinya Perang Dunia, dan meningkatkan keamanan Internasional. Sistem dasar di dalam PBB mengenai persuaraan pemungutan suara tercermin dalam Pasal-Pasal 18, 19, 20 dan 27 Piagam PBB, dua sistem diantaranya telah digunakan secara umum. Disatu pihak didasarkan atas prinsip ”one nation one vote” dan dilain pihak didasarkan atas nilai-nilai ekonomi, geografis, dan lain-lain yang disebut ”weighted voting”. Sistem ini memberikan kepada negara-negara besar, yaitu lima anggota tetap DK PBB suatu hak veto secara eksklusif di DK. Pengambilan keputusan melalui pemungutan suara di DK PBB terhadap semua masalah kecuali yang bersifat prosedural memerlukan dukungan suara bulat dari kelima negara anggota tetap DK PBB sebagai syarat utama sebagaimana tersirat dalam Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB. Sedangkan badan- badan PBB lainnya mengambil keputusan, baik melalui mayoritas sederhana maupun mayoritas mutlak. 50 Ibid Tetapi nyatanya oleh kedudukan yang begitu tinggi yang dimiliki oleh Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB berikut hak Veto-nya, sering kali menjauhi bahkan cenderung bertolak belakang dengan apa sebenarnya misi dan tujuan utama PBB sebagai suatu Organisasi Internasional yang begitu “suci” misi dan tujuannya. Kontroversi muncul, sebab penggunaan hak veto belakangan justru dianggap melenceng dari nilai-nilai kebenaran dan keadilan sehingga mencederai hukum PBB sendiri. Misalnya terkait aksi sebuah negara yang dianggap sebagai agresi bagi banyak pihak, namun tidak bagi pemegang hak veto. Akibatnya fungsi hak veto yang dimiliki anggota tetap DK PBB ini menjadi bertentangan dengan keputusan anggota forum PBB lainnya. Karena itu suara yang menyerukan agar hak veto dikaji ulang semakin sering terdengar. Apalagi tidak sedikit yang mempertanyakan motif di balik pemberian hak istimewa ini. Kekuatan Hak veto anggota tetap DK PBB dimulai dari masa perang dunia. Perang Dunia II juga dianggap sebagai salah satu faktor utama munculnya hak yang kemudian diperkuat melalui Pasal 27 Piagam PBB. Fakta negara-negara pemenang peranglah yang memiliki hak veto menimbulkan kritik yang menilai ada ambisi tersendiri di balik penetapannya. Mulai dari melanggengkan kekuatan hingga lebih jauh lagi mengendalikan jalannya dunia. 51 Berdasarkan statistik dari tahun 1946-2002, negara yang paling banyak menggunakan hak veto adalah Uni Soviet sekarang diganti dengan Rusia, yaitu sebanyak 122 kali. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat sebanyak 81 kali, Inggris sebanyak 32 kali dan Prancis menggunakan hak veto sebanyak 18 kali. 51 Mia Fahrani, 2013, Memveto Hak Veto , Putusan Bias Dewan Keamanan PBB 1, Diperoleh dari http:www.klik-galamedia.com . diakses tanggal 21 April 2015. Sedangkan China baru menggunakannya sebanyak 5 kali. Dari statistik di atas, terlihat jelas bahwa hak veto didominasi oleh dua negara yang pernah bersiteru dalam perang dingin, yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Ini menjadi suatu hal yang konyol ketika PBB yang sejatinya adalah lembaga yang mengusung kedamain namun bak menjadi mobil yang mudah disetir semau pemilik Hak Veto. Celakanya setelah salah satu negara adidaya, Uni Soviet pada tahun 1991 runtuh membuat kekuatan dunia hanya dikuasai secara tunggal oleh satu Amerika Serikat sang pengusung ideologi liberalisme dan kapitalisme, sehingga kiblat dunia akan dipaksa selalu mengacu padanya. Ketika berkecamuknya agresi Israel di wilayah Gaza. Perang pun mulai membabi buta. Hampir separuh warga Gaza yang tak berdosa dikorbankan, penggunaan material perang yang tidak sesuai dengan aturan Hukum Humaniter Internasional, hingga sarana fasilitas dan infrastruktur yang digunakan sebagai bantuan kemanusiaan ikut menjadi target serangan. 52 Situasi seperti itu, Amerika Serikat malah menggunakan hak veto atas resolusi PBB yang memaksa Israel agar mengakhiri penyerangan terhadap Gaza akhir tahun 2008 silam. Bahkan kalau merunut jauh kebelakang AS sudah memveto lebih dari 40 resolusi anti Israel yang disusulkan Dewan Keamanan sejak tahun 1972. Merujuk juga kepada situasi di sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Jumat 18 Februari 2011. Saat itu, 14 negara sudah mendukung rancangan resolusi untuk mengecam Israel atas pembangunan pemukiman di Tepi 52 Kedaulatan Rakyat, 12 Januari 2009, diakses tanggal 21 April 2015 Barat Palestina dan meminta negara itu menghentikan proyek mereka. 53 Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Global Policy Forum pada tahun 2006 menyatakan kalau Amerika Serikat telah menggunakan hak vetonya guna membendung tindakan internasional terhadap kebrutalan agresi Israel sebanyak 41 kali dari 82 hak veto. Kendati sudah didukung 130 anggota PBB termasuk 14 negara di Dewan Keamanan, rancangan resolusi itu gagal disahkan setelah AS menggunakan hak veto. Sebagai satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, AS memiliki keistimewaan berupa hak veto, yaitu bisa memblokir rancangan keputusan yang sudah dibahas di sidang. Secara kasat mata jelas kini hak veto berubah menjadi senjata perang yang digunakan Amerika Serikat untuk melegalkan penindasan Israel terhadap Palestina. Padahal hampir mayoritas negara mengecam dan mengutuk aksi brutal Israel. 54 Penggunaan hak veto yang dimiliki Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB adalah bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari realitas sosial. Pada tahun yang sama 2006 saat itu juga Amerika Serikat melalui juru bicaranya, John Bolton, memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan yang mengecam serangan Israel di Gaza dan menggunakan hak vetonya juga untuk menolak keputusan agar Israel menghentikan serangannya ke Lebanon. Dengan ini untuk kesekian kalinya sejarah kelam mencatat ketidakberdayaan Dewan Keamanan PBB mengatasi konflik yang terjadi di Timur-Tengah khususnya Palestina. 53 R. A Kawilarang, 2011, Ahmadinejad Usul Hak Veto di PBB Dihapus . Diperoleh dari http:dunia.news.viva.co.idnews . diakses tanggal 27 April 2015. 54 Dodi Faedlulloh, 2012, PBB dan Hak Veto yang Menjadi Senjata Perang Amerika Serikat , diperoleh dari http:konspi45.wordpress.com . diakses tanggal 21 April 2015. Seringkali sebuah keputusan yang telah ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik hak veto. Sebagai manusia yang menjunjung tinggi humanisme, dari hati yang paling dalam kita bisa meng-iyakan bahwa agresi Israel ke wilayah Gaza adalah melanggar hukum-hukum humaniter internasional yang ditetapkan PBB sendiri, namun karena adanya hak veto justru membiarkan hukum-hukum humaniter internasional itu dilanggar oleh Israel. Maka banyak pihak yang mengkritisi permasalahan PBB adalah masalah ketika PBB berhadapan dengan suatu krisis, tiba-tiba saja PBB tidak dapat bertindak tepat dan bijak. Dalam konteks politik hubungan internasional memang harus diakui terkadang politik luar negeri dari para negara anggota Dewan Keamanan DK PBB untuk mengatasi kasus keamanan dan perdamaian dunia masih diskriminatif. Ini terlihat dari adanya hak veto yang tak adil yang dikeluarkan AS dalam berbagai masalah perdamaian dunia. AS dan sekutunya dalam negara anggota DK PBB masih menempatkan kepentingan nasional mereka di atas kepentingan bersama dengan berbagai negara di dunia dalam menciptakan perdamaian dunia. Memang, begitu nyamannya ‘filosofi’ yang diemban oleh Dewan Keamanan PBB, yaitu, menciptakan perdamaian dan keamanan setiap bangsa-bangsa. Tetapi seharusnya mereka tahu juga, bahwa semua mereka yang berkepentingan disana adalah menyematkan masing-masing Piagam PBB. Dan piagam itulah yang seharusnya menjadi acuan untuk mencapai apa yang menjadi ‘goal’ atau tujuan utama PBB sebagai suatu Organisasi Internasional, yang berlandaskan perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan setiap bangsa-bangsa. Menurut perhitungan para ahli, AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina memperoleh jatah kursi tetap di Dewan Keamanan yang merupakan lembaga paling utama di PBB. Kelima negara ini juga memiliki hak untuk memveto setiap keputusan Dewan Keamanan. Hal ini tentu saja sama dengan memberi legitimasi kepada bahasa kekuatan dalam pergaulan internasional. Padahal piagam PBB dengan jelas menyebutkan bahwa semua negara memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menegakkan dan menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Sejak awal pembentukannyapun sudah bisa diprediksikan bahwa PBB tidak akan mampu mewujudkan misinya dalam menjaga perdamaian dan keamanan dengan bebas dari kepentingan-kepentingan negara tertentu.

C. Kedudukan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam