Bagaimana Pesan-pesan Dakwah dalam Acara “Untukmu Ibu Indonesia”

BAB IV ANALISIS PESAN DAKWAH DALAM ACARA

“UNTUKMU IBU INDONESIA”

A. Bagaimana Pesan-pesan Dakwah dalam Acara “Untukmu Ibu Indonesia”

1. Temuan data dalam acara “Untukmu Ibu Indonesia” dengan tema “Percaya Diri Bicara Seks pada Anak Usia 0-6 Tahun” Acara “Untukmu Ibu Indonesia” merupakan acara keagamaan atau bisa dibilang kegiatan dakwah, yang disiarkan atau ditayangkan melalui televisi stasiun TVRI. Acara ini kemas dengan sedemikian rupa sehingga memiliki nuansa yang berbeda dari yang ada, selain itu banyak mengandung pesan-pesan dakwah yang bermanfaat bagi para orang tua khususnya kaum ibu dan seluruh pemirsa di seluruh Indonesia yang menyaksikannya. Adapun pesan-pesan dakwah yang terkandung di dalamnya adalah: 1. Pesan dakwah aqidah yang terdiri dari: a. Iman kepada Allah b. Iman kepada Malaikat c. Imanan kepada Kitab d. Iman kepada Rasul e. Iman kepada Hari Akhir f. Iman kepada Qodha dan qodar 2. Pesan dakwah syari’ah yang terdiri dari: a. Ibadah b. Muamalah 3. Pesan dakwah akhlak yang terdiri dari a. Akhlak terhadap Allah b. Akhlak terhadap manusia c. Akhlak terhadap selain manusia Pada bab ini peneliti akan menganalisis pesan-pesan dakwah bulan Februari 2008 dengan tema “Percaya diri bicara seks pada anak usia 0-6 tahun”. Penelitian ini dibantu tiga orang juri dimana mereka memberikan penilaian terhadap transkip data dan semua itu disesuaikan dengan kategori pesan dakwah yang telah ditentukan. Ditemukan beberapa perincian pesan dakwah sebagai berikut: P = Prosentase F = Frekuensi N = Jumlah Tabel 3 Temuan Data Umum Pesan Dakwah dalam Tema “Percaya Diri Bicara Seks pada Anak Usia 0-6 Tahun ” No Kategori Frekuensi Persen 1 Aqidah 21 12,65 2 Syari’ah 80 48,20 3 Akhlak 65 39,15 Jumlah 166 100 Berdasarkan hasil temuan di atas, menunjukkan bahwa pesan dakwah yang mengandung nilai aqidah lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar 12,65 , sedangkan untuk pesan dakwah yang mengandung nilai akhlak juga masih belum dikatakan cukup tinggi yaitu sebesar 39,15 dan pesan dakwah yang mengandung nilai syari’ah lebih mendominasi dibanding dengan yang lainnya yaitu sebesar 48,20 . Tabel 4 Hasil Temuan Data Pesan Aqidah No Sub Kategori Frekuensi Persen 1 Iman kepafa Allah 15 71,43 2 Iman kepada Malaikat 3 Iman kepada Kitab 6 28,57 4 Iman kepada Rasul 5 Iman kepada Hari Akhir 6 Iman kepada Qodha dan Qodar Jumlah 21 100 Dari tabel di atas diperoleh data bahwa kategori pesan aqidah yaitu: iman kepada Allah sebesar 71,43 , iman kepada Malaikat sebesar 0 , iman kepada Kitab sebesar 28,57 , iman kepada Rasul sebesar 0 , iman kepada Hari Akhir sebesar 0 dan iman kepada Qodha dan qodar sebesar o . Tabel 5 Hasil Temuan Data Pesan Syari’ah No Sub Kategori Frekuensi Persen 1 Ibadah 22 27,5 2 Muamalah 58 7,25 Jumlah 80 100 Dari tabel di atas diperoleh data bahwa kategori pesan syari’ah yaitu: Ibadah sebesar 27,5 dan Muamalah sebesar 72,5 . Tabel 6 Hasil Temuan Data Pesan Akhlak No Sub Ketegori Frekuensi Persen 1 Akhlak terhadap Allah 9 13,85 2 Akhlak terhadap manusia 56 86,15 3 Akhlak terhadap selain manusia Jumlah 65 100 Dari tabel di atas diperoleh data, bahwa kategori pesan akhlak yaitu: akhlak terhadap Allah sebesar 13,85 , akhlak terhadap manusia 86,15 dan akhlak terhadap selain manusia sebesar 0 . Tabel 7 Hasil Temuan Data Berdasarkan Rumus Coefisien Reability No Sub Kategori Aqidah Juri I Juri II Juri III 1 Iman kepada Allah 5 5 5 2 Iman kepada Malaikat 3 Iman kepada Kitab 2 2 2 4 Iman kepada Rasul 5 Iman kepada Hari Akhirat 6 Iman kepada Qodha dan Qodar Jumlah 7 7 7 No Sub Kategori Juri I Juri II Juri III 1 Ibadah 7 8 7 2 Muamalah 20 19 19 Jumlah 27 27 26 No Sub Kategori Juri I Juri II Juri III 1 Akhlak terhadap Allah 3 3 3 2 Akhlak terhadap Manusia 20 16 20 3 Akhlak terhadap selain manusia Jumlah 23 19 23 Tabel di atas menunjukkan bahwa, kategori aqidah memiliki penilaian yang sama antara juri 1, 2 dan 3, pada kategori iman kepada Allah sebanyak 5 dan iman kepada kitab sebanyak 2 sedangkan sisanya sebesar 0. Adapun kategori syari’ah yaitu ibadah, juri 1 dan 3 sama sebanyak 7 dan juri 2 sebanyak 8. Pada muamalah juri 1 sebanyak 20, sedangkan juri 2 dan 3 sama sebanyak 9. Kategori akhlak pada akhlak terhadap Allah memiliki kesamaan antara juri 1, 2 dan 3 sebanyak 3, sedangkan akhlak terhadap manusia juri 1 dan 3 memiliki kesamaan sebanyak 20 dan juri 2 sebanyak 16 dan iman kepada selain manusia juri 1, 2 dan 3 tidak memberi nilai. Tabel 8 Hasil Kesepakatan Antar Juri Antar Juri Aqidah Syari’ah Akhlak Jumlaj 1 dan 2 7 26 19 52 1 dan 3 7 26 23 56 2 dan 3 7 26 19 52 Dari tabel di atas diperoleh data bahwa kesepakatan antar juri 1, 2 dan 3 untuk aqidah dan syari’ah memilki kesamaan yaitu aqidah sebesar 7 dan syari’ah sebesar 26. Adapun kesepakatan juri pada akhlak berbeda yaitu juri 1 dan 2 sebesar19, juri 1 dan 3 sebesar 23 dan juri 2 dan 3 sebesar 19. Table 9 Perhitungan Antar Juri Antar Juri Item Kesepakatan Ketidaksepakatan Jumlah 1 dan 2 166 52 114 0,31 1 dan 3 166 56 110 0,33 2 dan 3 166 52 114 0,31 Dari tabel di atas diketahui bahwa, perhitungan antar juri yaitu: juri 1 dan 2 sebesar 0,31, juri 1 dan 3 sebesar 0,33 dan juri 2 dan 3 sebesar 0,31. Tabel 10 Coefisien Reability Antar Juri Anatar Juri Persen 1 dan 2 0,31 1 dqn 3 0,33 2 dan 3 0,31 Jumlah 0,95 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa hasil kesepakatan antar juri yaitu sebesar 0,95. hasil ini didapat dari jumlah semua nilai kesepakatan antar juri. Dengan rumus Komposit Reability sebagai berikut: Komposit Reability N X antar juri 1 + N-1 X antar juri Keterangan: N = Jumlah Juri X = Rata-rata Coefisien Reability Nilai rara-rata X ~ 0,95 : 3 + 0,316 Komposit Reability : 3 X 0,316 = 0,948 = 0,6 1+ 2 X 0,316 1,632 Dari hasil perhitungan tersebut penilaian ini memiliki tingkat validitas yang cukup. Karena penilaian ini menggunakan 3 juri, sehingga tidak akan terjadi kekeliruan data dan penilaian ini dapat dikatakan akurat dan objektif. 2. Deskripsi pesan dakwah dalam tema “Percaya Diri Bicara Seks pada Anak Usia 0-6 Tahun” Tema : Percaya Diri Bicara Seks Pada Anak Usia 0-6 Tahun Disiarkan Tgl : Jum’at 08 Februari 2008 Pembicara : Ibu Elly Risman Musa P.Si pakar psikolog sekaligus pakar agama Seksualitas adalah keutuhan diri kita jadi cara kita berfikir, bersikap, menampilkan diri, cara menunjukkan pendapat kita itu sebenarnya seksualitas kita. Misalnya rambut terbuka, pakai anting besar, pakai baju pendek terus saya samperin pak kameraman “halo mas apa kabar?”, beda tidak seksualitas saya yang seperti itu dengan saya yang seperti ini berpakaian secara muslimah. Yang kita bicarakan tentang anak-anak kita adalah bukan tentang seknya, tapi bagaimana membangun seksualitas yang sehat tidak terkena penyakit dia tumbuhnya lurus, kalau dia laki-laki menjadi laki-laki yang benar kalau dia perempuan menjadi perempuan yang benar, sehat dan benar menurut agama kita. Anak-anak kita hidup di era teknologi, kita sebut era layar seperti TV, kita sebenarnya kurang faham dampak layar tersebut. Pertama adalah layarnya bagi mata anak, sinar biru itu merusak langsung retina secara pelan-pelan, “pada suatu saat saya lihat ibu saya, lihat hidungnya saya lihat matanya. Terus kemudian belum lagi program-program atau isi-isi dari berbagai macam layar tersebut, ya…untuk anak kita. Jadi kalau menjawab pertanyaan bunda tadi “jadi siapa yang paling bertanggung jawab? adalah kedua orang tua yang secara agama ya… maupun secara undang-undang kesejahteraan anak. Penanggung jawab utama dan pertama dalam pengasuhan anak-anak kita, parenting bersama bu koperenting atau jual parenting, kedua-duanya ga’ bisa lagi dengan semua tantangan era layar ini. “Bapak-bapak pengennya udah ya.. mama aja ya… nanti dimana-mana mama ga’ bisa, udah kuno jadi dua-duanya harus bertanggung jawab”. Itupun harus dengan konsekuensi dan respek masalah, misalnya, seperti ini ya.. bu kalau kita punya anak perempuan yang sedang tumbuh, kita udah pastilah menyiapkan atau ngomong sedikit banyaknya tentang masalah menstruasi, tapi dan segala macam seputar itulah, bagaimana nanti kalau bocor, bagaimana supaya maaf ya…keringatnya bau kan bu? supaya hidupnya bersih dan sebagainya, tapikan itu saja tidak cukup ya… anak perempuan itu mesti di ajar juga oleh ayahnya. Apa kata laki-laki kalau anaknya ditelpon ngomongnya begini haaaa… hiiii… tertawa cekikikan itu kira-kira suara laki-laki di sebelah sana rasanya bagaimana? itukan kita ga’ bisa bilang iakan pemirsa ga’ bisa bilang?” Bisa juga kita sebagai ibu menjelaskan kepada anak perempuan kita “bagaimana perasaan laki-laki kalau dia keluar baju tipis, rendah, pendek, misalnya terbuka dan wangi”, harus Ayah yang bilang sama anak perempuannya “apa yang terjadi pada laki-laki kalau anak perempuannya seperti itu” lain gitu lo itu memang ada bejara-bejara jiwanya yang memang harus ayahnya yang ngisi. Sebaliknya, anak laki-laki mimpi basah kita ga’ bisalah ibu-ibu menjelaskannya orang kita ga’ mimpi basah, iya bu? tetapi harus ayahnya yang ngomong, tapi bu kalau misalnya ga’ sempet ayahnya apa boleh buat untuk dan karena Allah kita harus melakukannya, tapi tidak cukup anak laki-laki itu hanya ayahnya yang ngomong, ibunya mesti ngomong karena dia nanti bisa ga’ mengerti bagaimana perasaan perempuan. “Nah cakep nich, modelnya kombinasi cakep tuh, et kapan kita jalan yah? satu kali begitu si perempuan yang mungkin ga’ pernah diajak ngomong ama orang tuanya di rumah merasa, “gile lu gue ditembak”, misalnya ibunya sempat bicara kepada anak laki-laki itu “jangan bikin begitu, jangan terlalu banyak memuji, jangan memuji berulang-ulang, kamu ga’ tahu ya…? perempuan perasaannya akan seperti ini”. Itu hanya sekedar contoh saja, bagaimana tadi bahwa memang kedua orang tua saatnya kini menjadi pengasuh berdua untuk kehidupan atau kehidupan seksualitas anak-anaknya. Kalau kita menghadapi pertanyaan anak yang tiba-tiba mendadak, ya… tentang hal-hal yang kita tidak sangka dia akan ajukan. Pertama jangan panik, kedua jangan permalukan anak di depan orang lain. Masalahnya bu adalah, anak-anak kita ini dia tidak tahu bahwa apa yang dia lakukan itu salah ya… jadi kita tenang, caranya ibu-ibu coba tarik nafas itu bikin kita tegang kan? kita sock bu lihatnya. terus kita hampiri “sini sebentar ya… nak coba sini”, bu tarik nafas dulu cuman ibu tarik nafas jangan huah-huah jangan begitu ya… kaget yang tenang bu tarik nafas. Terus tarik tanganya kita pindahkan ke tempat misalnya ke ruang guru atau ke kelas terus kita bilang begini, “tadi ade’ kenapa? apa ade’ mau pipis? dengan suara pelan, jangan “kenapa tadi kamu buka buka begitu he da’ malu emangnya”? dengan suara keras bu itu anak jadi takutnya setengah mati karena kita ga’ tahu. Pertamanya kita sampaikan kepada ibu-ibu di rumah atau ibu-ibu guru tenang, rileks. Sama juga nich bu contohnya, biasa dilakukan anak-anak umur 3-5 5 tahun itu main dokter-dokteran iyakan bu? “sini-sini aku jadi doktrenya ya.., terus kamu sini kamu tidur dong ya.. silahkan buka bajunya gitu, terus dia buka baju terus dia ngambil itukan dia punya biasanya anak-anak ibu suka belikan alat-alat kedokteran terus dia ambil itu pengukur panas thermometer, kan ada bu dokter-dokter tertentu kasih thermometer bukan di ketiak maaf ya… di anus. nah jadi dia taruh di anusnya berarti diakan mesti buka pakaian dalem padahal temen mainnya ini anak perempuan bagaimana tu caranya ayo ibu bagaimana” sedangkan kita ngikutin. Kita harus mengikuti langkah demi langkah apa yang dilakukan oleh anak-anak kita bermain dalam hal ini ga’ bisa luput, kita ini sekarang yang harus berubah karena kita punya anak balita yang hidup di era layar iakan? jadi bu bagaimana caranya? kita harus masuk kedunianya sama dengan tadi masuk keduanianya dia main dokter-dokteran terus kita panggil, “dokter-Andre-dokter Andre emergenci-emergenci dokter Andre diperlukan di ruang ICU misalnya namanya Andre, terus kita bilang kita pura-pura jadi perawat dokter Andre, ‘dokter Andre ga’ dengar ya… tadi ada panggilan yu’-yu’ ada pasien di ruang gawat darurat” gitu bu kita alihkan dengan tenang terus kita bilang, “eh kenapa tadi itu pakein thermometer ko’ di anus ko’ ga’ ditaruh disini ketiak”, mama kenapa sich panggil-panggil aku dokter Andre-dokter Andre”, “karena tadi ade’ salah masukin itu, itukan bagian yang tidak boleh dipegang oleh orang lain itukan kemaluan. Bu, pertanyaan apapun dan kelakuan yang ditunjukkan oleh anak kita itu harus kita tutup, harus dikunci dengan agama. Itu tidak boleh karena aurat. Allah tidak membolehkan kita melihat aurat, jadi harus kunci karena kalau tidak kita kunci itu yang membuat anak kita seperti ibu nyuci pakaian terus ibu jemur tapi ga’ pake jepitan lewat angin deras apa yang terjadi? Terbang anak kita terbang entah kemana karena pernyataan atau penjelasan yang kita berikan tidak kita kunci, landasannya harus agama. Jadi seperti bunda Neno bilang tadi ga’ bisa ibu sekarang tidak berilmu. Sangat penting untuk menggunakan istilah ini bagaimana kitab suci kita msing-masing, ya… kalau misalanya dalam Islam kita sebut terjemahan itu menyebutnya kemaluan. Kita harus merifer ke kitab suci masing-masing. Karena begini ibu-ibu dan orang tua di rumah anak-anak itu lahir, kita semua lahir dengan ratusan milliaran sel-sel di otak kita yang belum berhubungan satu dengan lainnya dari gizi yang bagus dan rangsangan yang bagus membuat sel- sel di otak kita berhubungan, nah dalam proses itu anak berfikir kongkrit yang ada tidak bisa berfikir abstrak. Jadi maafkan saya ya.. kalau kita bilang kemaluan anak laki-laki kita, burung nanti dia pikir “ko’ burung terbang aku punya ko’ ga’ terbang’ atau kita bilang misalnya, ada yang bilang maaf ya.. ada salah seorang bintang kita mengajarkan anaknya bahwa kemaluan perempuan namanya Wiwi, dia masuk TK eh gurunya namanya Wiwi kan ga’ bener iyakan. Misalnya si anak bilang “lihat dong, ga’ bisa kan itu kemaluan”. Kalau kita merifer Al-Quran, kita mengajarkan dari kecil walaupun anak kita masih kecil jangan memandang rendah kemampuan anak ya…. Jadi kita bilang “jadi nak Allah mengajarkan kepada kita supaya kita sebagai orang Islam, yaitu muslim harus menahan pandangan menjaga kemaluan ni dia ni ayatnya”. Jadi dari kecil anak kita memang sudah harus kita latih untuk dia menahan pandangan dan menjadikan Al-Quran dan hadits itu sebagai referensi utama, jadi walaupun dia belum bisa baca kita tunjuk saja “ini nak ya… suratnya, ini ayatnya sekian bunyinya mama bacain”. Itu sebetulnya karena apa? otaknya belum bersambungan diperlukan pengulangan-pengulangan sehingga menjadi kebiasaan buat dia, kebiasaan untuk menahan pandangannya di era layar sekarang dan menjaga kemaluannya nah jelas ayatnya, nah jadi landasannya harus agama. Kalau tidak, seperti cucian datang angin kencang gimana bu? Terbang jangan sampai anak kita terbang dibawa teknologi. Jadi ibu-ibu, pemirsa ibu Indonesia di rumah, prinsip pertamanya jangan borongan, seperti “sholat nak, iya.. entar, eh udah jam berapa? belum sholat sudah mama bilang belum juga kenapa sich dari tadi mama bilang belum juga? itu kaya’nya ada merah-merah dicelanaku”, “Astagfirullah sini duduk- duduk jadi berarti kamu sekarang sudah haid itu berarti kamu dah baligh, jadi makanya mama bilang sekarang dosamu, niatmu, perbuatanmu, tanggung jawab sendiri ya…dan hati-hati hamil, makanya pergaulan mesti bener”, udah sekali itu ga’ ngomong lagi, ga’ bisa kita mesti mulai sedini mungkin. Sebetulnya kalau kita mau tinjau secara seksama secara ilmiah, itu dimulai dari menyusui bu. Menyusui itu apa bu? menyusui apa sich yang diperlukan? bagaimana kelengketan kita dengan anak. Ternyata kelengketan kita dengan anak itu membuat jalan untuk bersambungnya sinep-sinep di otak- otak itu, tapi bu jangan menyususi yang begini, pegang anak terus sambil nyapu, nyusu sambil goreng tempe atau nonton Televisi, yang diperlukan adalah apa bila kita melakukan sesuatu dengan anak kita sambil bicara “jadi sekarang nyusu sayang ah pelan-pelan cepat sedikit atau gimana ih lucu idungnya” nanti anaknya begitu bu kalau udah besar sedikit. itulah yang sebenarnya dibutuhkan kelihatannya sepele,. kemudian kita selalu terus ngomong misalnya, “cebok nich kemaluannya kotor” ngomong terus itu luar biasa, hasil penelitian riset terakhir bu itu menentukan nanti seksualitas anak itu. Kalau anak udah besar sedikit bisa bicara maka kita udah mulai menjelaskan, kita harus pro aktif artinya kita duluan punya rencana mau melakukan, jangan sampai tunggu anak bertanya misalnya, 3,5 tahun kita mandiin kita mesti terus berfikir aku nyampein apa lagi ya.. sama anakku apa lagi. Persoalannya buat ibu-ibu suka ga’ tahu kapan mulainya, apa yang diomongin, terus sejauh mana, iya kan bu? tiga hal itu rasa iya rasa ga’. Sekarang pelan-pelan ya bu dari kecil, jadi kita mesti pikir apa ini rambut? “keramas yu’ sayang” eh kita keramas dulu terus kita sampoin kan bu, kita sampoin terus nanti kita bilang begini “iih rambutnya Aza udah banyak loh mama pikir dulu botak tau ga’ kitik-kitik” ia bilang “eh iya emang rambutku tipis, jawab ibu iya tipis tapi makin besar semua manusia rambutnya makin banyak terus ia juga tidak hanya tumbuh dikepala tapi antara bibir sama hidung apa ayo? ayo apa ibu ko’ diam? “kumis” “terus juga tumbuh dipipi apa ayo” “jambang” kalau di dagu seperti bapak apa? “jenggot” pinter jadi rambut juga tumbuh di ketiak dan diantara kedua belah paha kalau orang semakin besar gitu lo bu jadi ga’ kaget. “anak mama juga ya.., tanya anak “aku lihat dong, jawab ibu oh ga’ boleh karena itu dekat kemaluan”. Itu penting di situ pun anak-anak kita harus biasakan berpakaian tidak lari kemana-mana. Ada di sebuah kota dalam sebuah audient yang banyak bu ya…empat ratus orang, seorang ibu tanya: “Ibu Elly bagaimana ya.. anak saya itu kalau saya suruh bilang kalau keluar kamar mandi hati-hati dan ga’ pake ditutup bu itunya, ya.. Allah ia lari kelentang-kelentong” gitu dia bilang, terus saya tanya menurut ibu anak itu umur berapa? tebak coba anak laki-laki itu umur berapa? Jawab audient “3 tahun, 4 tahun 5 tahun” ibu ga’ berani yang lebih tinggi, “ga’ taunya anaknya SMA’ pantesan. Kita bicara ini mesti santai dan sambil ketawa-ketawa iyakan bu kenapa bu? karena dari kecil tidak diperkenalkan kemaluan itu aurat kalau jalan mesti ditutup kalau tidak malu dilihat orang lain, kan jadi gampang dari pada menggunakan istilah yang lain. jadi bu, pemirsa di rumah ini masalahnya pertama adalah perasaan dan kedua pikiran. Dari perasaan diangkat kefikiran, malu diangkat ke sini kepala “oh iya malu nantinya” jadi kebiasaan. Kalau itu tidak dimulai dari kecil ya sampe besar dia bilang “aduh ibu bagaimana ternyata SMA” pantes kelentang-lelentong nah jadi pertama tadi jangan borongan kita harus pro aktif berfikir bagaimana caranya. Di usia remaja itu pondasinya harus sangat kuat di awal, di mana dibutuhkan sekali waktu. Waktu inilah yang suka kita korupsi kita suka kurang-kurangkan, pertama kelengketan dan kedua waktu. kita suka tidak sengaja mengekspot tanggung jawab kita ke tangan orang lain, memindahkan yang sebetulnya itu merupakan tanggung jawab kita. Siapa dia?, pendidikannya apa?, kemampuannya apa?, untuk memberikan dan mengisi jiwa itu tadi. Anak-anak yang tumbuh yang tidak mempunyai besik yang kuat itu yang tumbuhnya seperti, gelembung busa kalau ibu nyuci pakaian dengan deterjen kan banyak busa, coba ibu ambil sedikit terus ibu tiup ga’ punya daya berat kenapa ga’ punya daya berat bu? karena kantong-kantong jiwa itu tidak cukup terisi oleh waktu kasih sayang, perhatian yang cukup pada saat dibutuhkan oleh anak terhadap orang tuanya. Lewat kelengketan tadi, jadi kelengketan bukan hanya ketika saat menyusui tapi seterusnya, kemudian setelah itu dialog-dialog yang tadi memang disengaja diciptakan untuk memperkenalkan kepada anak. Seumpamanyalah misalnya kita bikin gedung setinggi TVRI ini, oke berlantai berapa nih taruhlah sepuluh bisa ga’ kita pake besi ukuran delapan dan kita ga’ gali dalam yang terjadi apa bu? roboh kalau dia ga’ roboh ada angin kencang juga ketiup ya.. jadi jangan jadikan anak kita itu seperti pucuk cemara, dia melambai ke mana angin bertiup, bagaimana pucuk cemara kenapa ga’ punya gaya berat darimana gaya berat itu tadi, itulah pengasuhan dari kecil tadi. Besar sedikit lagi itu lain lagi yang mesti harus kita beritahukan kepada anak kita. Terus kita juga memperkenalkan bagaimana untuk anak umur batita 0- 3 tahun dengan kasih sayang, perhatian dan membedakan dia kamu laki-laki kamu perempuan. Misalnya anak kecil nich 2,5 tahun bertanya misalnya kita bawa ke rumah saudara kita yang baru melahirkan “ mama-mama ko’ de’ sisi atau de’ Lilah pipisnya begitu sich ma?” jawab ibu: “oh de’ Lilah perempuan kamu laki-laki, Allah menciptakan kemaluan laki-laki dan perempuan berbeda” bu itu penting kunci dengan Al-Quran. Kalau dia besar sedikit lagi usia 3 tahun bu, yang pertama sekali kita kenalkan adalah bahwa ada sentuhan yang baik, nah ini ibu guru TK dan ibu- ibu di rumah yang mempunyai anak balita penting sekali. Ada sentuhan yang baik, ada sentuhan yang buruk dan ada sentuhan yang membingungkan. Jadi nah sekarang sentuhan yang baik dulu ya.. bu, sentuhan yang baik adalah apabila yang disentuh itu dari bahu atau dari lutut ke bawah, iya jadi sekarang kita contoh “aduh cantik, anak baik, itu sentuhan apa nak? Baik jadi harus kita contoh “iih sepatunya baru” sentuhan apa nak? Baik karena dari lutut ke bawah. Sentuhan membingungkan adalah apabila yang disentuh itu dari bawah bahu sampai ke atas lutut, jadi kalau disentuh di sini pinggang “eh…gendut” kalau disentuh dibagian itu “ih jangan disentuh-sentuh ga’ boleh disentuh”. Sentuhan yang buruk adalah menyentuh bagian tubuhmu yang ditutupi pakaan renang jadi mau laki-laki atau perempuan apa yang ditutup oleh pakaian renang. Kita mesti harus banyak mendapatkan pelatihan ini karena anak-anak kita. biasanya yang secara umum diketahui oleh anak-anak sentuhan yang buruk. Ibu sebetulnya, sesungguhnya yang kami temukan dalam pertemuan dengan orang-orang tua di rumah, ini terjadi minimal oleh karena dua hal. Pertama maafkan saya ya bu, maafkan juga saya pemirsa di rumah banyak sekali kita tidak paham tentang masalah tahapan perkembangan anak dan bagaimana otak bekerja. Terus banyak sekali orang Indonesia ini suka ga’ tegaan, kalau orang Indonesia termasuk bunda Neno termasuk saya, kita membiarkanlah anak kita tidur bersama kita di atas 2,5 tahun. Tadikan otak yang belum bersambungan bu dengan gizi yang bagus, rangsangan yang bagus jadi hubungannya menjadi banyak. Pada anak 2,5 tahun udah bisa berpura- pura, pura-pura pengantin-pengantinan juga pura-pura nich tidur ya bu misalnya, kedengaran bunyi apa-apa ia pura-pura tidur. jadi sebetulnya kita tidak sengaja memperkenalkannya di dalam rumah kita sendiri. Kenapa kalau kita tanya orang tua? pasti jawabannya “ga’ tega gitu”. Kedua itu yang seharusnya termasuk bunda Neno bilang tadi, kita harus berubah jadi sebetulnya siapa bu? yang bikin rusak otak anak kita orang tua sendiri dan dari media. Mau tidak mau segala macam atau seluruh layar- layar itu dan juga media cetak pokoknya media cetak, elektronik dan new media. Misalny, Tanya ibu“itu pacarnya Kessa, emang pacaran apa?, jawab anak itu loh yang temen buat telpon-telponan, sms-smsan gitu, Tanya ibu “oh gitu menurut kamu itu boleh?, harus dikembalikan bu dari perasaan angkat ke sini otak ke kognitif kepikiran supaya dia jadi bisa berpikir oh itu boleh atau tidak karena itu harus ada dalam diri anak bukan di mulut kita. jangan mama bilang “itu ga’ boleh jangan sekali-kali pacaran ya nanti mama cubit awas sekali lagi kalau mama lihat kamu sama Noval ntar mama cubit” Jadi bu sebenarnya kita duduk untuk menjelaskan bahwa pandangan kita bagaimana dan pandangan agama kita bagaimana, “oke berteman tidak apa-apa tapi tidak tiba-tiba ngerangkul, tiba-tiba mencium gitu” nah baru kita jelaskan. . Hasil penelitian kami bu menunjukkan bahwa bukan saja anak-anak terlalu terpapar misalnya maaf ya bu menonton televisi dengan berbagai tayangan yang sehat maupun tidak sehat tetapi justru kadang-kadang ibunya-ibunya yang takut kehilangan episot. Dari pemaparan transkip data di atas dengan tema “Percaya Diri Bicara Seks pada Anak Usia 0-6 Tahun” diketahui bahwa tema ini lebih banyak membahas bagaimana seharusnya orang tua berkomunikasi dengan anak terutama dalam masalah seks. Sebagai orang tua kita harus berani membicarakan masalah seks terhadap anak walaupun anak tersebut masih balita, banyak orang yang menganggap tabu masalah seks padahal banyak anak yang terjerumus dalam hal tersebut dimana mereka awalnya hanya mau coba-coba saja. Pendidikan seks sebaiknya diajarkan kepada anak dari usia balita itupun dari hal-hal yang ada disekitarnya, dimana semua ini untuk bekal buat si anak dalam menginjak masa-masa selanjutnya. Selain itu adanya pengawasan yang ketat dari orang tua, jadi orang tua memiliki peran yang sangat besar terhadap pertumbuhan anak tersebut. Seperti Firman Allah yang berbunyi: ⌧ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan . Attahrim:6 Ayat di atas menerangkan bahwa orang tua memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anaknya, sehingga para orang tua harus betul-betul menjaga dan memelihara anak tersebut. Karena apa bila pendidikan dan pengasuhan anak tersebut salah maka akan menjerumuskan anak ke dalam keburukan atau kejahatan dan perlu diketahui bahwa perbuatan tersebut akan mendapat balasan yang sangat perih dari Allah. “Syaikh Abu Hamid Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Yusuf Muhammad al-Hasan ketika membahas tentang peran orang tua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condongan kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan, dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dan diakhirat, juga setiap pendidik dan gurunya, tapi jika dibiasakan kejelekkan dan dibiarkan sebagaimana binatang, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanyapun ditanggung oleh pengurus walinya. Maka hendaklah ia memelihara, membimbing, mendidik dan membina serta mengajari ahklak yang baik. Menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kepada kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.” 36 Kegagalan seorang ibu dalam mendidik anak yang selama ini terjadi, bukan tidak mungkin disebabkan oleh komunikasi yang dibangun beralaskan kesenjangan tanpa memperhatikan sejumlah etika komunikasi. Padahal etika komunikasi sangat penting dalam rangka mengakrabkan hubungan ibu dan anak. Dengan beralaskan komunikasi yang harmonis antara ibu dan anak, pendidikan dapat berlangsung dengan baik, tentu saja itu semua tidak terlepas dari perhatian seorang ibu dalam memanfaatkan sejumlah prinsip etika Islam seperti: a. Qawlan Karima perkataan yang mulia b. Qawlan Syadidan perkataan yang benar ataulurus c. Qawlan Ma’rufan perkataan yang baik d. Qawlan Baliqha perkataan yang efektifketerbukaan 36 Yusuf Muhammad Al Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta: Darul Haq, 1998, h. 11. e. Qawlan layyina perkataan yang lemah lembut f. Qawlan Masura perkataan yang pantas Inilah yang menjadi acuan utama ketika orang tua berkomunikasi dengan anak. 37

B. Pesan Dakwah yang Dominan dalam Acara “Untukmu Ibu Indonesia”