Pertelevisian yang Relegius Siaran Agama di Televisi

karenanya sangat mendominasi kehidupan mereka, seraya menyisihkan kegiatan- kegiatan lain. 26 Tak bisa dibantah, TV punya banyak keunggulan dibandingkan jenis media massa lainnya yakni: 1. pesan TV disajikan secara audio visual, 2. dilihat dari sisi aktualitas peristiwa TV bisa lebih cepat memberikan informasi paling dini kepada para pemirsa, 3. dari segi khalayak TV menjangkau jutaan pemirsa, 4. efek cultural TV lebih besar. Dilihat dari sisi dakwah, TV jauh lebih efektif dari pada jenis media massa lain. Selain itu dakwah di TV memiliki relevansi sosiologis, mengingat mayoritas masyarakat kita beragama Islam. Secara ekonomis dakwah di TV punya pangsa pasar yang potensial. Fungsi dakwah di TV bisa membantu individu dan masyarakat untuk menemukan kembali dan memperkokoh nilai-nilai yang selama ini menjadi bagian dari identitas mereka.

1. Pertelevisian yang Relegius

Televisi Republik Indonesia harus menampakkan wajah bangsa Indonesia” kata R. Harmoko, ketika ia masih menjabat Menpen, TVRI harus memunculkan nilai-nilai budaya bangsa, bukan nilai-nilai budaya asing. Menpen menekankan, pertelevisian di negara ini harus menjadi tuan di rumah sendiri. Dengan ungkapan lain, sebagaimana meng “Indonesia”kan pertelevisian Indonesia yang sudah relatif lama digaet era globalisasi. Bagaimanapun industri pertelevisian nasional harus memiliki komitmen religius, karena bangsa Indonesia 26 Dedy Mulyana, Nuansa-nuansa Komunikasi Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Kontemporer Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, h. 139. adalah bangsa yang beragama. Negara kitapun menjunjung tinggi agama Sila Pertama Pancasila. Sebagai sebuah Negara Pancasila yang menjunjung tinggi agama, harus memiliki lembaga penyiaran TV, radio dan Internet yang relegius. TV Indonsia harus TV yang religius. Kenyataannya TV yang ada justru melakukan desak realisasi agama dan sekularisasi. Konsekuensinya ialah apa yang “haram” bagi komunikasi dakwah belum tentu “haram” bagi kebutuhan industri media massa. Dengan demikian perintah agama melalui dakwah Islam belum tentu sepenuhnya bisa terakomodasikan ke dalam pengolaan media massa yang terikat pada tuntunan industralisasi. Akibatnya terjadilah apa yang biasa di sebut sinkretisme dalam system pemberitaan atau “ siaran rohani” dakwah bil lisan dan dakwah bil hal. Pada umumnya TV swasta bersikap sinkretis. Artinya, siarannya mencampurbaurkan yang haq dan yang bathil. Ada tayangan mimbar agama, pengajian dan sebagainya. Tetapi tayangan-tayangan lain menampilkan film yang menawarkan selera rendah, iklan yang jorok, wanita-wanita yang nyaris “polos” total dan semacamnya, mungkin menurut pengelola siaran hal itu sesuai ciri universalitas media massa yang banyak ragam isinya karena khalayak juga heterogen dan massal. 27 Jika kita simak acara-acara yang muncul di layar TV cenderung mempunyai kesaamaan materi isi pertama, kesamaan materi dalam paket acara berita reguler, kedua, kesamaan materi dalam paket acara infotaiment ketiga, kesamaan 27 Andi Abdul Muiz, Komunikasi Islam Bandung: Rosda Karya, 2001, h. 199-201. materi dalam paket acara kuis, keempat, kesamaan materi dalam penayangan film-film. Kemajuan dan keberagaman program acara televisi memang menjadi hal urgen Program acara yang sudah ada harus dikembangkan secara baik agar TV yang kini hampir dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi sarana hiburan tapi juga sarana pendidikan dan penegakan moral. Program acara TV hendaknya tidak kebablasan, tidak menimbulkan kesan menjijikkan dan nyinyir. 28 Pada dasarnya, tidak ada kelompok masyarakat yang menolak kehadiran TV, tapi bagaimana kebijakan dan format program TV dibuat, khususnya dalam kebijakan format dakwah. Dilihat dari volume program dakwah, proporsi acara dakwah di TV jauh lebih kecil dibanding acara informasi dan hiburan termasuk iklan. Dari segi materi dakwah, para produser TV masih lebih mementingkan siapa orangnya, bukan apa isinya. Agak sulit misalnya kita bisa memperoleh materi dakwah yang runtut tentang berbagai bidang dalam keislaman. Sementara media yang dalam sajian materinya harus mempertimbangkan aktualitas, materi dakwah tampak masih belum kontekstual dan historis. Bagaimana mengangkat realitas kerusuhan, politik Islam, atau ketegangan berbabau SARA sebagai bagian dari bidikan dakwah agak belum terangkat optimal dalam dakwah di TV. Demikian pula sajian hiburan yang bernuansa dakwah atau dakwah yang bernuansa Islam juga kurang tampak mengimbangi dunia sinetron yang berkiblat pada mazhab Multivision-nya Ram Punjabi. Sajian 28 Baksin, Jurnalistik Televisi…, h. 44-45. informasi, baik berupa komentar maupun feature yang mengangkat pengalaman- pengalaman spiritual belum nampak menjadi format acara dakwah. Dilihat dari segi politik informasi, dakwah adalah suplemen dan komponen kecil dari politik penyiaran di TV. Ia bukanlah sebuah target yang ingin membentuk masyarakat religius, tapi sekedar asesoris untuk bisa mengklaim bahwa TV punya komitmen keagamaan. Di balik semua kepentingan muaranya adalah bisnis. Implikasinya informasi apapun, termasuk dakwah haruslah menjadi sebuah komoditas dari sebuah produk yang layak jual. Rating bagi TV menjadi ukuran apakah acaranya lama atau sebentar, cita rasa dan kebutuhan penonton menjadi orientasi utama format siaran. Padahal apa yang dikehendaki kebanyakan orang belum tentu bermutu. Format siaran dakwah yang cenderung formalistik, simbolik dan miskin kreativitas bukan saja ditentukan karena terbatasan penulis skenario atau naskah atau terbatasnya produser dan langkanya agen atau biro iklan yang mendanai acara-acara yang bernuansa Islam, tetapi lebih karena politik penyiaran yang memandang Islam hanya bagian dari sebuah kehidupan kecil di antara aspek- aspek kehidupan lainnya. Akibatnya porsi waktu yang disediakan untuk dakwah Islam lebih terbatas. Tidak benar, bila miskin tayangan dakwah lantaran miskin nya kreativitas umat. Buktinya pada bulan Ramadhan, banyak acara bagus yang bernuansa Islami, karena politik penyiaran memberi keleluasaan waktu untuk acara-acara yang bernuansa Islami. Jadi, kreativitas itu ada dan akan muncul bila ada kebebasan waktu dan acara yang diberikan TV. 29

2. Paket Keagamaan di Televisi