BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekarang dan di masa mendatang masih akan terus berlangsung proses diversivikasi kegiatan dakwah Islamiyah. Proses itu belum selesai menjelang
akhir dasawarsa mendatang. Itu disebabkan oleh mekarnya pluralisasi nilai keragamaan, kebutuhan, serta meluasnya lapisan stratifikasi sosial.
Memasuki abad ke-21 memang terjadi sindrom globalisasi. Seakan-akan menciptakan tuntutan baru terhadap agama, agar agama melakukan adaptasi
dengan globalisasi. Itu berarti timbulnya keperluan agama untuk menjalankan reaktualisasi reidentifikasi firman-firman Tuhan dalam Al-Quran. Jika tidak
demikian, ajaran Islam kegiatan dakwah sulit dilibatkan untuk menerangkan globalisasi dalam berbagai dimensi kehidupan umat.
1
Manusia dalam mencapai tujuannya memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam hal kemampuan, kepandaian, kesehatan, perhatian dan pengalaman. Menyadari
kelemahan itu tadi, kemudian orang berusaha menjalin kerja sama dalam pencapaian tujuan tersebut. Termasuk usaha dalam dakwah diperlukan kerja sama
dengan berbagai pihak yang terkait, apalagi dalam era globalisasi saat ini.
1
A. Muis, Komunikasi Islam Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, h. 131.
Misalnya dengan media massa media cetak atau media elektronik agar tujuan dalam mendidik umat dapat tercapai dengan baik.
2
Perkembangan dakwah sebenarnya ditentukan oleh kerjasama yang baik semua pihak terutama, menghadapi era globalisasi informasi dan keterbukaan seperti saat
ini dalam adaptasi, misalnya menggunakan sarana canggih serta memanfaatkan manajemen dan teknologi modern yang ada.
Kerjasama yang ideal pada hakekatnya, bentuk-bentuk hubungan antara juru dakwah disatu pihak sebagai penyampai pesan-pesan dakwah dengan pengelola
media itu sendiri. Sehingga interaksi positif antara juru dakwah dengan umatnya dapat terjalin secara optimal.
Dua istilah yang perlu digaris bawahi di atas adalah: Pertama media elektronik
Televisi, yakni informasi yang disampaikan dan kemudian dikemas dalam
bentuk acara yang dapat disaksikan secara langsung oleh audient. Kedua adalah
dakwah berasal dari bahasa arab yang artinya: ajakan, seruan dan panggilan. Dakwah islamiyah adalah ajakan kepada semua orang untuk mengakui,
menyakini dan mengamalkan ajaran Islam guna kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Orang yang menyeru disebut da’i dan apa-apa yang diserukannya
adalah pesan-pesan dakwah. Kewajiban untuk berdakwah datang dari Firman Allah yang berbunyi:
☺ ☺
2
Baharun, Wawasan Jurnalistik Global Surabaya: PT Bina Ilmu, 1999, h. 111.
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung
” Al-Imron:104. Maka dari itu peranan TV untuk pengembangan dakwah di sisi lain harus
diakui, bahwa dakwah melalui TV sungguh efektif ketimbang dakwah konvensional yang biasa digunakan oleh juru dakwah kita selama ini, seperti
mimbar-mimbar dalam momentum jum’at maupun beragam pengajian yang diadakan. Contoh pengajian yang diadakan dalam rangka memperingati Maulid
Nabi Muhammad saw. Sehingga kegiatan seperti ini hanya bisa dinikmati oleh khalayak yang terbatas, sebaliknya dakwah yang disampaikan melalui TV dapat
disaksikan oleh siapapun dan dimanapun.
Manurut Skomis dalam bukunya “Television and Society: An Incuest and Agenda
” 1965, dibanding media massa lainnya radio dan lain sebagainya TV nampaknya mempunyai sisi istimewa. TV merupakan gabungan dari media
dengar dan gambar yang bersifat informatif, hiburan dan pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. TV menciptakan suasana tertentu, yaitu para
pemirsanya dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikannya. Penyampain isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator
dan komunikan. Informasi yang disampaikan oleh TV mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual.
3
3
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Jakarta: Rineka Cipta, 1996, h. 8.
Televisi telah menawarkan berbagai acara yang diformat dan disajikan sedemikian rupa, tentunya sesuai dengan visi dan misi dari TV tersebut. Dakwah
sebagai salah satu kegiatan komunikasi keagamaan diharapkan pada perkembangan dan kemajuan teknologi yang makin canggih ini dapat beradaptasi
terhadap kemajuan tersebut, artinya pesan-pesan dakwah di tuntut dikemas dan disampaikan dengan terapan media komunikasi dan sesuai dengan mad’u yang di
hadapi. Tentunya tidak semua stasiun TV dapat diajak kerja sama dalam penyampian
dakwah. Karena acara keagamaan pada stasiun TV bisa dibilang kurang diminati sebagian masyarakat. Hanya ada beberapa stasiun TV yang bisa dijadikan sarana
untuk penyampain pesan-pesan dakwah, kalau pun ada biasanya acara keagamaan hanya memiliki jam tayang yang sangat pendek selain itu penempatan jam
tayangnya kurang tepat. Kita tahu bahwa pemegang dari stasiun-stasiun TV yang ada di Indonesia saat ini dominan dipegang oleh orang-orang nonmuslim,
sehingga tidak memiliki komitmen dengan aturan-aturan Islam dalam mewarnai dan memberikan pengaruh yang baik pada acara yang disiarkan, melainkan media
TV umumnya dikembangkan sebagai usaha bisnis yang hanya memenuhi selera rendah rohani.
4
Kalau kita amati TV memiliki wajah yang kontra diktif dan produks, terutama dalam acara-acara yang ditayangkan. Satu sisi bersifat mendidik dan di sisi lain
bersifat tidak mendidik sama sekali. Di satu pihak banyak menayangkan siaran
4
Baharun, Wawasan Jurnalistik Global, h. 113.
rohani, tetapi di lain pihak banyak pula menayangkan acara-acara hiburan yang menawarkan selera rendah kepada pemirsa menurut tolak ukur norma agama.
Sementara tiga dasawarsa belakangan ini merupakan kurun waktu yang memadai bagi kita untuk menilai diri sendiri, mental, moral, perilaku, wawasan,
cita-cita dan sebagainya. Kesemuanya itu adalah dampak dari TV yang berhasil menampilkan realitas sosial melalui perangkat elektronik canggih kamera dan
mikrofon. Pemirsa dapat menikmati gambar dan suara yang nyata atas suatu kejadian di belahan bumi lain. Media TV pun pada akhirnya melahirkan istilah
baru dalam pola peradaban manusia yang lebih dikenal dengan “mass culture” kebudayaan massa.
5
Di Indonesia kecenderungan TV swasta sudah mulai mengarah kepada system di Amerika Serikat. Ini dimulai dari garapan-garapan sinetron, kuis dan beberapa
acara hiburan lainnya. Cara seperti ini memang sangat menguntungkan bagi stasiun TV tersebut karena semuanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan bisnis yaitu untung dan rugi. Pengaruh TV itu diibaratkan pisau bermata dua, ia merupakan alat yang ampuh
dalam memberikan manfaat kepada masyarakat sesuai dengan ketepatan dan besarnya pengarahan. Namun sebaliknya secara ektrim dapat membentuk
komunitas yang ragu-ragu terhadap suatu keyakinan yang tumbuh dikalangan masyarakat. Karena semua pesan-pesan yang disampaikan oleh TV bisa diterima
total tanpa membantah, seolah-olah yang disampaikannya itu suatu kebenaran mutlak, di lain pihak disebut bak pasien yang tak berdaya menerima suntikan tadi,
5
Kuswandi, Komunikasi Massa, h. 22.
dengan harapan ‘sakit’-nya keinginan dan rasa hausnya terhadap informasi dapat terobati.
Berbeda dengan stasiun yang lain, TVRI adalah stasiun yang dimiliki pemerintah memiliki latar belakang sejarah yang spesifik. Peraturan pemerintah
yang saat itu masih belum mengizinkan lahirnya TV swasta sehingga menyebabkan TVRI harus memproduksi acara sendiri.
6
, di Indonesia media massa bukan saja menyuguhkan acara-acara yang serat dengan pesan-pesan moral dan
agama, bahkan secara khusus ia menyajikan program atau kolom “mimbar agama”.
Melalui TVRI misalnya, dengan porsi tidak kurang dari 10 dari seluruh acaranya disediakan untuk mimbar agama, masyarakat kita bisa menikmati
santapan rohani secara rutin. Bahkan, lebih dari itu pesan-pesan keagamaan bukan saja disalurkan melalui program-program mimbar keagamaan, tetapi juga lewat
sajian-sajian film dan syair-syair lagu. Seringkali pesan-pesan itu jauh lebih
mudah diterima audien. Ambil saja contoh seperti penayangan sinetron “Desaku Bumiku
” arahan Ali Shahab.
7
Perlu kita ketahui bahwa TVRI merupakan stasiun awal yang membuat acara- acara keagamaan yang masih eksis sampai saat ini, diantaranya Hikmah Pagi,
Mutiara Jum’at, dan teletilawah. Selain itu TVRI juga menayangkan mimbar agama seperti Mimbar Agama Islam, Mimbar Agama Kristen Katholik dan
Protestan, Mimbar Agama Hindu, Mimbar Agama Budha dan Mimbar Agama
6
Dedy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, h. 8.
7
Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer, Bandung: Pusdai Press, 2000, h.80.
Kong Hu Chu. Tidak hanya itu TVRI menjalankan fungsinya sebagai media massa, yakni memberi penerangan informatif, menghibur rekreatif dan
mendidik educatif. Pada saat ini TVRI menambah produksi tayangan baru siaran keagamaan, yang
diberi judul “Untukmu Ibu Indonesia”, ini merupakan pergantian dari acara Mutiara jum’at. Acara ini memiliki nuansa yang berbeda dan baru dalam
penyajiannya dibandingkan dengan acara keagamaan yang lain dimana acara ini tidak hanya menghadirkan nara sumber bintang tamu dan pakar agama seperti
acara-acara sebelumnya atau yang telah ada melainkan acara ini menghadirkan pakar psikolog guna ikut serta dalam mengkaji topik yang sedang
diperbincangkan. Sebelum acara ini masuk pada topik pembahasan terlebih dahulu dihantarkan
oleh lagu yang disesuaikan dengan topik yang diangkat, kemudian bintang tamu dan nara sumber mengulas topik yang diangkat, selanjutnya topik tersebut
ditanggapi atau dikomentari oleh pakar psikolog dan pakar agama juga terdapat peran aktif dari audien yang bertanya tentang topik tersebut. Acara ini diakhiri
dengan lagu yang dinyanyikan oleh presenter sendiri yaitu Hj. Neno Warisman. Topik yang diangkat tidak selalu tentang ibu atau perempuan walaupun dilihat
dari judulnya terkesan acara ini khusus untuk ibu atau perempuan, akan tetapi topik yang diangkat bermacam-macam namun semuanya kembali kepada ibu.
Bintang tamu, nara sumber dan pakar agamapun tidak melulu perempuan semua disesuaikan dengan topik yang diangkat.
Acara “Untukmu Ibu Indonesia” ditayangkan pada hari jum’at tepatnya jam 11:00-12:00 WIB. Acara ini untuk semua kalangan dan agama, akan tetapi lebih
dikhususkan untuk perempuan atau ibu karena pada jam tersebut semua laki-laki muslim sedang melaksanakan sholat jum’at dan biasanya pada jam ini para ibu
atau perempuan memiliki waktu kosong alangkah baiknya bila waktu tersebut digunakan atau dimanfaatkan untuk menyaksikan acara “Untukmu Ibu
Indonesia”dimana akan memberikan kita tambahan ilmu pengetahuan dalam berbagai hal.
Presenter dalam acara ini adalah Hj. Neno Warisman yang mana beliau seorang artis yang lebih banyak berkecimpung dalam kegiatan dakwah. Acara “Untukmu
Ibu Indonesia” merupakan acara yang serat dengan ilmu pengetahuan baik pendidikan, psikologi, agama dan banyak mengandung pesan-pesan dakwah di
dalamnya. Melihat latar belakang di atas bahwa televisi merupakan sarana efektif dalam
menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan melalui tayangan-tayangan atau acara-acara keagamaan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik mengangkat judul
skripsi: “Analisis Pesan Dakwah Dalam Acara “Uuntukmu Ibu Indonesia” TVRI
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah