Latar Belakang REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM (Analisis semiotika pada film Sang Penari karya Ifa Isfansyah)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbicara perempuan tidak terlepas dari penampilan fisiknya. Segala bentuk interpretasi dari tubuh wanita merupakan perbincangan yang tak pernah bertepi. Sebuah representasi lebih mudah diterima dalam masyarakat apabila telah ada sistem pemaknaannya. Pemaknaan mengenai citra perempuan, didalam struktur sosial masyarakat berkembang melalui tataran nilai-nilai budaya yang telah dianut lama. Pandangan manusia tentang identitas gender sudah menjadi ideologi, sudah menghegemoni. Oleh karena itu, masih banyak orang percaya termasuk perempuan sendiri bahwa perempuan sudah sewajarnya hidup di lingkungan rumah tangga ; memasak, dan memberikan perhatian kepada keluarganya agar rumah tangganya tentram dan sejahtera. Dari sinilah muncul paham feminis yang menuntut persamaan hak antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan di segala aspek kehidupan tanpa menyalahi kodrat perempuan itu sendiri. Perempuan adalah manusia yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Sebagai manusia ia lahir dengan naluri untuk sukses dan terus maju dalam kehidupan yang ditempuhnya. Posisi perempuan selama ini menjadi nomor dua akan mengebiri dan menindas perempuan Naqiyah, 2005:56. Marginalisasi terhadap perempuan dalam rumah tangga diperkuat dengan adanya adat istiadat maupun tafsir keagamaan. Misalnya banyak suku-suku di indonesia yang tidak memberi hak lepada kaum perempuan untuk mendapatkan 2 waris sama sekali. Selain itu, subordinasi terhadap perempuan yang beranggapan bahwa perempuan itu irracional dan emocional berakibat menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Di Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi- tinggi, toh akhirnya akan ke dapur juga. Dalam rumah tangga, masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya, maka anak laki-laki akan mendapat prioritas utama. Banyak sekali ketidakadilan terhadap gender yang bersumber dari penandaan stereotipe yang dilekatkan kepada mereka. Masyarakat beranggapan bahwa tugas utama perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan kaum perempuan dinomorduakan. Stereotipe ini terjadi dimana-mana. Banyak peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan karena stereotipe tersebut. Dalam konsep wanita ideal industri media, wanita memiliki peran melalui lalu lintas pesan yang dikomunikasikan kepada khalayak perempuan. Dalam pembuatan film, kerap kali dijumpai sosok perempuan sebagai penghias ide kreatif seorang sutradara untuk memperindah dan mempermudah hasil karya yang ditampilkan mendapatkan simpatik dari audiens. Perempuan dimanfaatkan untuk objek yang bisa dijadikan daya pikat penonton atau segmentasi. Banyak sekali figure perempuan menjadi objek yang menarik untuk ditampilkan dalam film. Peran sebagai sosok perempuan yang feminim sampai peran perempuan yang ‘luar biasa’, sesuai dengan kebutuhan yang akan diperankan. Peran perempuan 3 dalam sebuah film biasanya selalu menampilkan realitas-realitas dan kodrat perempuan pada umumnya. Dalam perkembangan media massa saja membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatif terutama terhadap perempuan yang terdapat dalam media elektronik khususnya perempuan dalam media elektronik tersebut. Hal yang sensitif dalam persoalan eksploitasi perempuan ini adalah ketika di kontruksikan dengan media massa tentunya baik dalam hal tayangan content atau sifatnya dalam bentuk berita news. Bentuk eksploitasi tersebut dapat kita lihat dalam industri media elektronik, perempuan kerap kali hanya dijadikan sebagai obyek seksual, dimana tubuh perempuan maupun sifat keperempuanan dijadikan salah satu alat untuk memancing daya tarik pemirsa baik dalam sinetron, film televisi, dan program- program televisi lainnya, memanfaatkan keindahan atau sensualitas tubuh perempuan sebagai alat untuk menjual produk yang diiklankan atau untuk dimanfaatkan dalam memperoleh keuntungan di industri pornografi dalam media televisi dan internet adalah terdapatnya eksploitasi elektronik internet. Dari sinilah peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran dan penokohan perempuan yang ada digunakan dalam media. Hal ini mengingat hubungan antara media dan perempuan seperti tidak bisa terpisahkan. Peneliti melihat berbagai macam “kemasan” dari perempuan yang terdapat dalam media, yang salah satunya adalah gambaran perempuan sebagai seorang penari dalam film Sang Penari karya Ifa Isfansyah. Dalam film Sang Penari menceritakan seorang wanita yang benama Srintil dari keluarga tidak mampu. Dimana orang tua Srintil di tuduh menjuang bongkrek 4 yang beracun. Ibu dan ayah Srintil kemudian dibunuh oleh orang sekampung. Srintil kemudian hidup sebatang kara dan akhir oleh seorang dukun Ronggeng yang bernama Sarkum. Srintil kemudian beranjak dewasa dan bertemu dengan Rasus. Rasus adalah seorang pemuda satu desa dengan Srintil. Pada dulunya, Rasus yang menemukan keris kecil milik seorang ronggeng terkenal di dukuh Paruk tersebut yang meninggal karena Bokrek yang di jual oleh ibu Srintil. Srintil dan Rasus keduanya saling mencintai, Srintil kemudian diberi keris kecil yang menjadi jimat dari ronggeng yang ditemukan Rasus. Karena merasa bertanggung jawab atas kematian ronggeng akibat bongkrek yang telah diberikan ibunya, akhrinya Srintil dituntut untuk menjadi seorang ronggeng. Dan saat Srintil menyiapkan diri untuk tugas sebagai ronggeng, ia menyadari bahwa menjadi seorang ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari. Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan Rasus pada sebuah dilema. Ia merasa cintanya telah dirampas. Dalam keputusasaan, Rasus meninggalkan dukuhnya untuk menjadi anggota tentara. Lalu jaman bergerak, di mana Rasus harus memilih: loyalitas kepada negara, atau cintanya kepada Srintil. Dan ketika Rasus berada dalam dilema, ia sudah kehilangan jejak kekasihnya. Dari penggalan sinopsis film Sang Penari tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui representasi perempuan yang terdapat pada film Sang Penari Karya Ifa Isfansyah dengan menggunakan analisis semitotika dalam mencari gambaran atau representasi peran tersebut. 5

B. Rumusan Masalah