Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan Aset Daerah Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP PENGAMANAN ASET DAERAH STUDI KASUS PADA

PEMERINTAHAN KABUPATEN DELI SERDANG

OLEH :

NAMA : MIZAN AHMAD SIREGAR

NIM : 040503099

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara 2 0 0 8


(2)

Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan aset Daerah Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.

Adalah benar hasil karya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh, telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, Saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, 27 Juni 2008

Yang membuat pernyataan

Mizan Ahmad Siregar


(3)

Pencipta Alam beserta isinya, Allah SWT yang telah memberikan pertolongan yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini selesai dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi ini yaitu: Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan Aset Daerah Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil. Terutama buat kedua orang tuaku terkasih dan tercinta Ayahanda Irham Siregar,S.Pd dan Ibunda Rosmina Ritonga yang telah memberikan dukungan moril dan materil, nasehat, serta doanya kepada penulis. Beserta kepada abang, kakak dan adikku yang aku cintai dan sayangi. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak. Selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Drs.Syamsul Bahri Trb,MM, Ak dan Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku Penguji I dan Penguji II yang telah membantu penulis melalui saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan bekal dan ilmu pengetahuan.

6. Abang dan kakak-kakakku, abanganda Sadiqin akhmad Srg, kakanda Annur Rasyidah Srg, kakanda Sokhipa Siregar, kakanda Yessi Siregar, adinda Royhan Ahmad, dan adinda Diah ayu Putri, yang telah membantu penulis serta seluruh keluarga yang telah senantiasa mendoakan dan mendukung baik dari segi moril maupun materi yang tidak dapat terbalaskan.

7. Sahabat-sahabatku di Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ekonomi, M.Iqbal hrp, Saufi Iqbal, Musdar Yunus, M. Sidqi R, Juni Ashari, Jarot N. 8. Hamdani, Mouna FR, Novi A.M, Dede H.D, Ayu, Melisa, Dewi N., Diti

Cs, M.Iqbal Harid, Joy dan Sahabat-sahabat lainnya di Dept. Akuntansi terima kasih atas semuanya yang selalu memberi semangat dan motivasi. 9. Sahabat-sahabat Seniorku M.Thamsir, Bachtiar, marnanda, Didi, Dedi, dan

Habib at-tibbinji yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis. 10.Seluruh Pengurus HMI Komisariat Fakultas Ekonomi


(5)

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi.

Medan, 27 Juni 2008

Penulis

Mizan Ahmad Siregar


(6)

terhadap pengamanan aset daerah (b) mengetahui seberapa besar pengaruh dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah (c) mencoba memberikan saran-saran yang dapat membantu Pemerintah kabupaten Deli Serdang dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi khususnya masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh pengelolaan barang milik daerah dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah .

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah assosiatif kausal. Metode pengambilan sample yang digunakan penulis adalah simple random sampling. Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer dan data sekunder, adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan survey, dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik. Pengujian Asumsi klasik yang digunakan penulis meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas. Sedangkan model penelitian yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan analisis statistik persamaan Regresi Linear Berganda, adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan, uji signifikansi parsial, dan koefisien determinan.

Penulis telah menganalisis dan mengevaluasi mengenai pengaruh pengelolaan barang milik daerah terhadap pengamanan aset daerah dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari (a) variabel inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan secara bersama-sama atau serempak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengamanan aset daerah (b) secara parsial variabel inventarisasi (X1)

dan pelaporan (X3) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

keberhasilan pengamanan aset daerah, sementara variabel pembukuan (X2)

mempunyai pengaruh yang postif dan tidak signifikan pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, (c) Hasil analisa regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0,717 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan mempunyai hubungan yang kuat sebesar 71,7%.

Kata Kunci: inventarisasi, pembukuan, pelaporan, dan pengamanan aset daerah.


(7)

effect of book keeping, stocktaking, and reporting to region assets security (c) ) give some advices which may assist the regency government in solving its problems especially the discussed problem, that is the regions own goods management facet that settlement which consists of bookkeeping, stocktaking, and reporting to securing region assets .

In composing this skripsi, the author use associative causal research design. Sampling method used by the author is simple random sampling. Data types used are primary data and secondary data, while the data collecting technique is documentary and survey, and the data processing is done with supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing used by the author including normality test, multicolinearity test, and heterokedastisitas test. While the research model used by the author is Double Linear Regression statistic analysis, and the hypothesis testing is done with stimulant significance test, partial significance test, dan determinant coefficient.

The author has analyzed and evaluated the influence of regions own goods management facet that settlement which consists of (a) stocktaking, bookkeeping, and reporting simultaneously have a significant effect to the securing of region asset (b) partially the stocktaking(X1) and reporting variable (X3) have a positive and significant effect to the securing of region assets while the book keeping variable has a positive and not significant effect to the securing of region assets in Deli Serdang regency government, (c )the result of Double Linear Regression statistic analysis simultaneously is that R = 0,717 that means correlation betwen bookkeeping, stocktaking, and reporting to the securing of region assets have the strong effect grow up 71,7%.


(8)

KATA PENGANTAR ……… ii

ABSTRAK ……… v

ABSTRACT ………... vi

DAFTAR ISI ………... vii

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR GAMBAR ………... xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Batasan Penelitian……….... 7

C. Perumusan Masalah ……….. 7

D. Tujuan Penelitian ……….. 7

E. Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Aset dan Sistem Pengelolaan Barang Daerah…. 9 B. Prinsip Dasar Pengelolaan Aset daerah……… 11

1. Perencanaan……… 11

2. Pelaksanaan……… 13

3. Pengawasan……… 15


(9)

G. Penatausahaan Barang Milik Daerah……… 21

1. Pembukuan………. 21

2. Inventarisasi………... 22

3. Pelaporan………... 24

H. Pengamanan Barang Milik Daerah Daerah... 26

1. Pelaksanaan Pengamanan... 27

2. Aparat Pelaksan Pengamanan... 28

3. Pembiayaan... 30

I. Kerangka Konseptual Penelitian………... 30

J. Hipotesis penelitian………... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………... 31

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………..……….. 31

C. Jenis Data……….... 32

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….... 33

E. Pengujian Kualitas Data... 35

1. Uji Validitas………. 35

2. Uji Reliabilitas ………. 36


(10)

G. Pengujian Hipotesis... 39

1. Uji F (Uji Serentak )……….. 39

2. Uji Signifikan parsial ( Uji-t)………. 41

3. Koefisien Determinan ( R² )………... 41

H. Jadwal dan Lokasi penelitian... 42

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian ……….. 43

1. Sejarah Singkat Kabupaten Deli Serdang……… 43

2. Letak Geografis……… 46

3. Analisis Statistik Deskriptif………. 48

4. Hasil Uji Kualitas Data……….... 48

5. Hasil Uji Asumsi Klasik... 52

a. Uji Normalitas……….. 52

b. Uji Multikolinieritas………... 54

c. Uji Heterokedastisitas……… 55

6. Hasil Analisis Regresi Berganda……….. 56

7. Hasil Pengujian Hipotesis………. 59

a. Uji Signifikan Simultan ( Uji-F )....……….. 59

b. Uji Signifikan Parsial ( Uji-t )... 59


(11)

B. Saran ………. 66

DAFTAR PUSTAKA ..……… 67


(12)

3.2 Jadwal Penelitian 42 4.1 Jumlah Aset Tetap Yang Diserahkan Ke Pemerintah

Kabupaten serdang Bedagai 45

4.2 Analisis statistik deskriptif 48

4.3 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Inventarisasi 49 4.4 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pembukuan 50 4.5 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Varibel Pelaporan 51 4.6 Hasil Uji Validitas Item Pertanyaan Variabel Pengamanan 52

4.7 Hasil Uji Gejala Multikolinearitas 55

4.8 Variabels Entered / Removed 57

4.9 Regresi Linier Berganda 57

4.10 Hasil Uji-F Hitung 59

4.11 Hasil Uji-T Hitung 60


(13)

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3

Kategori Aset Daerah……….. Kerangka Konseptual Penelitian... Normal P-Plot of Regression Standarized Residual... Histogram... Scatterplot...

9 30 53 54 56


(14)

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7

Lampiran 8 Lampiran 9

Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15

Reliability X1 Reliability X2 Reliability X3 Reliability Y

Descriptive Statistics, Correlations

Regressions,Model Summary (b), ANOVA (b), Coefficients(a) Residual Statistics (a), Coefficients (a), Coefficient Correlations (a)

Collinearity Diagnostics (a), Histogram

Normal P-Plot of Regression Standardized Residual, Scatterplot

NPar Test

Tabel Nilai-Nilai Dalam Distribusi t Tabel Nilai-Nilai r Product Moment Tabel Nilai-Nilai Untuk Distribusi F Daftar Pertanyaan Kuesioner


(15)

terhadap pengamanan aset daerah (b) mengetahui seberapa besar pengaruh dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah (c) mencoba memberikan saran-saran yang dapat membantu Pemerintah kabupaten Deli Serdang dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi khususnya masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh pengelolaan barang milik daerah dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan terhadap pengamanan aset daerah .

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah assosiatif kausal. Metode pengambilan sample yang digunakan penulis adalah simple random sampling. Jenis data yang digunakan penulis adalah data primer dan data sekunder, adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan survey, dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik. Pengujian Asumsi klasik yang digunakan penulis meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas. Sedangkan model penelitian yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan analisis statistik persamaan Regresi Linear Berganda, adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan uji signifikansi simultan, uji signifikansi parsial, dan koefisien determinan.

Penulis telah menganalisis dan mengevaluasi mengenai pengaruh pengelolaan barang milik daerah terhadap pengamanan aset daerah dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari (a) variabel inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan secara bersama-sama atau serempak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengamanan aset daerah (b) secara parsial variabel inventarisasi (X1)

dan pelaporan (X3) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

keberhasilan pengamanan aset daerah, sementara variabel pembukuan (X2)

mempunyai pengaruh yang postif dan tidak signifikan pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, (c) Hasil analisa regresi secara keseluruhan menunjukkan R sebesar 0,717 yang berarti bahwa korelasi/hubungan antara inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan mempunyai hubungan yang kuat sebesar 71,7%.

Kata Kunci: inventarisasi, pembukuan, pelaporan, dan pengamanan aset daerah.


(16)

effect of book keeping, stocktaking, and reporting to region assets security (c) ) give some advices which may assist the regency government in solving its problems especially the discussed problem, that is the regions own goods management facet that settlement which consists of bookkeeping, stocktaking, and reporting to securing region assets .

In composing this skripsi, the author use associative causal research design. Sampling method used by the author is simple random sampling. Data types used are primary data and secondary data, while the data collecting technique is documentary and survey, and the data processing is done with supporting tools for statistic program. Classic Assumption Testing used by the author including normality test, multicolinearity test, and heterokedastisitas test. While the research model used by the author is Double Linear Regression statistic analysis, and the hypothesis testing is done with stimulant significance test, partial significance test, dan determinant coefficient.

The author has analyzed and evaluated the influence of regions own goods management facet that settlement which consists of (a) stocktaking, bookkeeping, and reporting simultaneously have a significant effect to the securing of region asset (b) partially the stocktaking(X1) and reporting variable (X3) have a positive and significant effect to the securing of region assets while the book keeping variable has a positive and not significant effect to the securing of region assets in Deli Serdang regency government, (c )the result of Double Linear Regression statistic analysis simultaneously is that R = 0,717 that means correlation betwen bookkeeping, stocktaking, and reporting to the securing of region assets have the strong effect grow up 71,7%.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak diberlakukannya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah mengalami pergeseran fundamental, baik secara politis, administratif, teknis maupun keuangan dan ekonomi, untuk mencermati menghadapi perubahan pengelolaan pemerintah daerah tersebut adalah perlunya menata manejemen pemerintahan yang dapat bekerja secara lebih efesien, efektif dan ekonomis.

Manajemen pemerintahan yang efektif sangat dibutuhkan agar berbagai urusan pemerintahan dilimpahkan kewenangannya kepada daerah dan dapat terselenggara secara maksimal serta dapat dipertanggungjawabkan secara baik kepada publik. Untuk lebih meningkatkan kapasitas daerah, dalam mengelola pembangunan daerah, pemerintah juga telah menerbitkan undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang selanjutnya diikuti dengan undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Melalui kebijakan ini pemerintah secara aktif mendorong terjadinya reformasi dibidang keuangan daerah. Alasan yang mendasari perlunya reformasi keuangan daerah yaitu mendorong pengelolaan keuangan daerah yang berbasis kinerja, dan mendorong terwujudnya akuntabilitas publik di bidang keuangan daerah.

Sebagai konsekuensi logisnya pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten diseluruh Indonesia saat ini khususnya seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah


(18)

(SKPD) sudah harus mengacu kepada kepada ketentuan baru tersebut, terutama yang terkait langsung dengan kebijakan pengelolaan barang daerah, dan sisi lain yang perlu dicermati adanya ketegasan dan kejelasan hal-hal yang terkait dengan hak, wewenang dan kewajiban kepala SKPD sebagai pengguna anggaran sekaligus pengguna barang milik daerah.

Sebenarnya dengan lahirnya era reformasi juga pertanda bahwa terbitnya berbagai peraturan-peraturan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Misalnya saja beberapa peraturan yang telah disebutkan diatas, sementara itu peraturan yang terkait dengan kebijakan pengelolaan barang daerah misalnya saja Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang millik daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 17 tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan barang milik daerah yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.152 tahun 2004.

Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak termasuk uang dan surat berharga. Tetapi ada hal penting yang harus dipahami dalam pengelolaan barang milik daerah, yakni terdapat perbedaan antara Barang Milik Daerah dengan Barang Milik Negara. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah antara lain berasal dari hibah dan rampasan/sitaan.


(19)

Sementara itu yang dimaksud dengan barang milik daerah dalam Permendagri Nomor 17 tahun 2007 adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Dimana pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

Pertanggungjawaban atas BMD kemudian menjadi semakin penting ketika pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dalam bentuk laporan keuangan yang disusun melalui suatu proses akuntansi atas transaksi keuangan, aset, hutang, ekuitas dana, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan. Informasi BMD memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) yaitu berkaitan dengan pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya.

Pemerintah wajib melakukan pengamanan terhadap BMD. Pengamanan tersebut meliputi pengamanan fisik, pengamanan administratif, dan pengamanan hukum. Dalam rangka pengamanan administratif dibutuhkan sistem penatausahaan yang dapat menciptakan pengendalian (controlling) atas BMD. Selain berfungsi sebagai alat kontrol, sistem penatausahaan tersebut juga harus


(20)

dapat memenuhi kebutuhan manajemen pemerintah di dalam perencanaan pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, maupun penghapusan (disposal).

Dalam akuntansi pemerintahan, barang milik negara (BMN) merupakan bagian dari aset pemerintah pusat yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Pengelolaan barang milik Negara/Daerah merupakan fungsi yang sangat strategis dan vital. Dilihat dari sudut politik, hal ini berhubungan langsung dengan pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk melindungi segenap tumpah darah dan tanah air Indonesia, yaitu bahwa setiap jengkal wilayah NKRI harus kita jaga dan pelihara agar tidak jatuh ke tangan pihak luar. Sedangkan dari sudut fiskal, pengelolaan barang milik/kekayaan negara harus menjadi concern kita bersama, bahwa hampir kurang lebih 80 % dari komposisi aset/kekayaan negara kita adalah berbentuk aset tetap (tanah dan/atau bangunan), dimana pada LKPP beberapa tahun belakangan ini masih menjadi persoalan dan sorotan auditor eksternal pemerintah (BPK) dalam memberikan opini. BPKP pada kesempatan rapat dengar pendapat dengan DPR (Selasa, 12/6/2007) mengungkapkan bahwa aset negara dihampir 90% lembaga negara belum dikelola secara profesional, dimana


(21)

aset/kekayaan negara belum terinventarisasi dengan baik dan memadai sehingga berakibat Laporan Keuangan (LK) lembaga negara tersebut kualitasnya buruk.

Sebagaimana diketahui, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2004, 2005, dan 2006 oleh Badan Pemeriksa Keuangan dinyatakan disclaimer / tidak memberikan pendapat apapun. LKPP merupakan rapor pemerintah dalam mempertanggungjawabkan amanat yang dipercayakan rakyat, utamanya yang terkait dengan penggunaan anggaran/dana publik, juga kepada stakeholder lainnya (lembaga donor, dunia usaha, dll). Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Keuangan selaku BUN, sempat menagih janji Dirjen Kekayaan Negara agar status Laporan Keuangan dari sisi kekayaan negara tidak lagi disclaimer pada tahun 2008 (Kompas 9 Juni 2007), dengan langkah inventarisasi dan revaluasi aset/kekayaan negara diharapkan akan mampu memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan BMN yang ada saat ini. Dengan langkah inventarisasi dan penilaian BMN tersebut, diproyeksikan kedepan akan dapat terwujud database BMN yang akurat dan reliable, sehingga dapat dipergunakan bagi kepentingan penyusunan rencana kebutuhan dan penganggaran atas belanja barang dan/atau belanja modal pada kementerian/lembaga negara.

Berdasarkan data di atas, pengelolaan barang daerah merupakan suatu yang harus dilaksanakan dengan baik agar dapat memberikan gambaran tentang kekayaan daerah, adanya kejelasan status kepemilikan, pengamanan barang


(22)

daerah, peningkatan PAD daerah dengan pemanfaatan aset daerah yang ada, serta dapat digunakan untuk dasar penyusunan laporan keuangan.

Dengan beberapa fakta yang terjadi maka sangatlah tepat jika pemerintah mengambil kebijakan dengan menetapkan beberapa regulasi yang salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 (Permendagri no.17 tahun 2007) sehingga diharapkan dapat memperbaiki/menyempurnakan administrasi pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang ada saat ini. Dimana regulasi seperti ini diharapkan juga akan berpengaruh terhadap pengamanan aset daerah yang nantinya berdampak pula terhadap mata anggaran untuk penambahan aset daerah pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang ditentukan dari Rencana Tahunan Barang Unit (RTBU) dapat dikurangi mengingat barang milik daerah yang lama masih layak untuk dipergunakan oleh masyarakat sebagai efek dari pengelolaan yang baik yang masih merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul : “pengaruh pengelolaan barang milik daerah terhadap pengamanan aset daerah”. Penelitian yang akan dilaksanakan dibatasi pada satu Pemerintah Kabupaten saja yaitu Kabupaten Deli Serdang.


(23)

B. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini pengelolaan Barang Milik Daerah hanya dilihat atau dibatasi pada segi penatausahaan Barang Milik Daerah saja yang terdiri dari :

1. Inventarisasi 2. Pembukuan 3. Pelaporan

C. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan adanya uraian pada latar belakang sebelumnya,maka penulis merumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

”apakah pengelolaan barang milik daerah berpengaruh terhadap pengamanan aset daerah?”

D. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari bukti empiris bahwa pengelolaan barang milik daerah mempunyai pengaruh terhadap pengamanan aset daerah.

E. Manfaat penelitian

1. Bagi penulis penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terkait dengan sistem pengelolaan barang milik daerah.


(24)

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemerintah daerah agar menjadi pertimbangan dalam pengelolaan barang milik daerah sebagai aset daerah yang bernilai.

3. Bagi pihak lain atau pembaca, memberikan sumbangan wawasan terhadap penelitian akuntansi yang berhubungan dengan pengelolaan barang milik daerah.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Aset dan Sistem Pengelolaan Barang Daerah

Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Gambar : 2.1 Kategori Aset Daerah

Sebelum menguraikan sistem pengelolaan barang daerah terlebih dahulu dikemukakan pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian sistem menurut W. Gwerald Cole adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur

A

ASSEETT

N

NOONNKKEEUUAANNGGAANN

A

ASSEETTKKEEUUAANNGGAANN

K

KAASSDDAANNSSEETTAARRAA K

KAASS S

SUURRAATTBBEERRHHAARRGGAA I

INNVVEESSTTAASSIIKKEEUUJJKK P

PAANNJJAANNGG

A

ASSEETTTTEETTAAPP

A

ASSEETTLLAAIINNNNYYAA

P

PEERRSSEEDDIIAAAANN A


(26)

yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi (lihat Baridwan, 1991; 3 ). Dalam Permendagri No. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pengelolaan barang daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi:

a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b. Pengadaan

c. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; d. Penggunaan

e. penatausahaan; f. pemanfaatan;

g. pengamanan dan pemeliharaan; h. penilaian;

i. penghapusan; j. pemindahtanganan;

k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian; I. pembiayaan; dan


(27)

B. Prinsip Dasar Pengelolaan Aset Daerah

Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka pemerintah daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban. Selain itu, system informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan barang dan estimasi kebutuhan belanja pembangunan (modal) dalam penyusunan APBD. Dan untuk memperoleh informasi manajemen aset daerah yang memadai maka diperlukan dasar pengelolaan kekayaan asset yang memadai juga, dimana menurut Mardiasmo (2002) terdapat tiga prinsip dasar pengelolaan kekayaan aset daerah yakni : (1) adanya perencanaan yang tepat, (2) pelaksanaan/pemanfaatan secara sefisien dan efektif, dan (3) pengawasan (monitoring).

1) Perencanaan

Untuk melaksanakan apa yang menjadi kewenangan wajibnya (Tupoksi) pemerintah daerah memerlukan barang atau kekayaan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Untuk itu, pemerintah daerah perlu membuat perencanaan kebutuhan aset yang akan digunakan/dimiliki. Berdasarkan rencana tersebut, pemerintah daerah kemudian mengusulkan anggaran pengadaannya. Dalam hal ini, masyarakat dan DPRD perlu melakukan pengawasan (monitoring) mengenai apakah aset atau kekayaan untuk dimiliki daerah tersebut benar-benar dibutuhkan daerah? Seandainya memang dibutuhkan,


(28)

maka pengadaannya harus dikaitkan dennan cakupan layanan yang dibutuhkan dan diawasi apakah ada mark-up dalam pembelian tersebut. Setiap pembelian barang atau aset baru harus dicatat dan terdokumentasi dengan baik dalam sisten database kekayaan daerah.

Pengadaan barang atau kekayaan derah harus dilakukan dengan sitem tender. Hal tersebut dilakukan supaya pemerintah daerah dan masyarakat tidak dirugikan. Selain itu DPRD dituntut untuk lebih tegas dan cermat dalam mengawasi proses perencanaan pengadaan kekayaan daerah.

Pada dasarnya, kekayaan daerah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis (Mardiasmo:2002 ) yaitu:

1) Kekayaan yang sudah ada (eksis) sejak adanya daerah tersebut. Kekayaan jenis ini meliputi seluruh kekayaan alam dan geografis kewilayahannya. Contohnya adalah tanah, hutan, tambang, gunung, danaua, pantai dan laut, sungai, dan peninggalan bersejarah (misalnya: candi dan bangunan bersejarah).

2) kekayaan yang akan dimiliki baik yang berasal dari pembeliaan maupun yang akan dibangun sendiri. Kekayaan jenis ini berasal dari aktivitas pemerintah daerah yang diadanai dari APBD serta kegiatan perekonomian daerah lainnya. Contohnya adalah jalan, jembatan, kenderaan, dan barang modal lainnya.

Pemerintah derah harus membuat perencanaan yang tepat terhadap dua jenis kekakyaan tersebut. Perencanaan juga meliputi perencanaan terhadap aset yang belum termanfaatkan atau masih berupa aset potensial. Perencanaan yang dilakukan harus meliputi tiga hal yaitu, melihat kondisi aset daerah dimasa lalu, aset yang dibutuhkan untuk masa sekarang, dan perencanaan kebutuhan aset dimasa yang akan datang. Pemerintah daerah perlu menetapkan standar kekayaan minimum yang harus dimilik daerah untuk dapat memenuhi cakupan pelayanan


(29)

yang dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan strategikbaik yang bersifat jangka pendek, menengah, dan jangka panjang mengenai pengelolaan aset daerah.

2) Pelaksanaan

Apabila sudah dibuat perencanaan yang tepat, permasalahan berikutnya adalah bagaimana pelaksanaannya. Kekayaan milik daerah harus dikelola secaraoptimal dngan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Masyarakat dan DPRD yang harus melakukan pengawasan (monitoring) terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kekayaan milik daerah. Pengelolaan juga menyangkut masalah pendistribusian, pengamanan, dan perawatan. Perlu ada unit pengelola kekayaan daerah yang profesional agar tidak terjdai overlapping tugas dan kewenangan dalam mengelola kekayaan daerah. Pengamanan terhadap kekayaan daerahharus dilakukan secara memadaibaik pengamanan fisik melalui sistem akuntansi (sistem pengendalian intern).

Hal cukup penting diperhatikan pemerintah daerah adalah perlunya dilakukan perencanaan terhadap biaya operasional dan pemeliharaan utnuk setiap kekayaan yang dibeli atau diadakan. Hal ini disebabkan sering kali biaya operasi dan pemeliharaan tidak dikaitkan dengnan belanja inventasi/modal. Mestinya terdapat keterkaitan antara belanja investasi/modal dengan biaya operasi dan pemeliharaan yang biaya tersebut merupakan commitment cost yang harus dilakukan. Selain biayan operasi dan pemeliharaan, biaya lain yang harus diperhatikan misalnya biaya asuransi kerugian.


(30)

Pengelolaan kekayaan daerah harus memenuhi prinsip akntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi :

a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality),

b. Akuntabilitas proses (process accountability) c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)

Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghundaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hokum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan kekayaan publik. Akuntabilitas hukum juga dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memilik status hokum yang jelas, agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan daerah tersebut.

Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah, termasuk didalamnya dilakukannya compulsory competitive tendering contract (CCTC) dan penghapusan mark-up. Untuk itu perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, system informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan penggunaan dan pemanfaatankekayaan daerah.


(31)

3) Pengawasan

Pengawasan yang ketat perlu dilakukan sejak tahap perencanaan hingga penghapusan aset. Dalam hal ini peran serta masyarakat dan DPRD serta auditor internal sangat penting. Keterlibatan auditor internal dalam proses pengawasan ini sangat penting untuk menilai konsistensi antara praktik yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan standar yang berlaku. Selain itu, auditor internal juga penting keterlibatannya untuk menilai kebijakan akkuntansi yang diterapkan menyangkut pengakuan aset (recognition), pengukurannya (measurement), dan penilaiannya (valuation). Pengawasan diperlukan untuk menghindari penyimpangan dalam perencanaan maupun pengelolaan aset yang dimiliki daerah. Sistem dan teknik pengawasan perlu ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah dikelabui oleh oknum-oknum yang hendak menyalahgunakan kekayaan milik daerah.

C. Tujuan pengelolaan barang milik daerah.

Pengelolaan Aset adalah pengelolaan secara komprehensif atas permintaan, perencanaan, perolehan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan/rehabilitasi, pembuangan/pelepasan dan penggantian aset untuk memaksimalisasikan tingkat pengembalian investasi (ROI) pada standar pelayanan yang diharapkan terhadap generasi sekarang dan yang akan datang. Sedangkan menurut Lemer (2000:65), manajemen aset merupakan proses menjaga /memelihara dan memanfaatkan modal publik.


(32)

Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah sehingga terciptanya manejemen pemerintahan yang dapat bekerja secara lebih efesien, efektif dan ekonomis.

D. Azas-azas Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Khususnya dibidang pengelolaan barang milik daerah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah, perlu disempurnakan.Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar, yang pada gilirannya dapat mewujudkan pengelolaan barang milik daerah dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:

a. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenangdan tanggungjawab masing-masing;

b. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;


(33)

c. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

d. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;

e. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

f. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah.

E. Sejarah dan Dasar hukum pengelolaan barang milik daerah.

Kalau kita lihat kembali kebelakang kepada tahun-tahun sebelum yang kita alami sekarang tentang pengelolaan barang dalam Negara kita Republik Indonesia ini, kita kenal hanya sebagai Barang Milik Negara yang dikelola oleh masing-masing Departemen. Kemudian terjadilah perubahan-perubahan dalam pengurusan barang inventaris ini sesuai dengan tuntutan perkembangan administrasi Negara, maka keluarlah aturan/pedoman sebagai berikut;

1. INPRES 3 Tahun 1971, diikuti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep.225/MK/V/471 tentang Pedoman Pelaksanaan tertib


(34)

administrasi kekayaan Negara, dan barang daerah otonom terpisah dari/tidak termasuk kekayaan Negara.

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974; tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, diikuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri

sebagai berikut;

a. Nomor 4 Tahun 1979; tentang Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah Daerah; jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 020-595 Tahun 1980; tentang Manual Administrasi Barang Daerah.

b. Nomor 7 Tahun 1997; tentang Pedoman pelaksanaan Barang Pemerintah Daerah, jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi Barang Daerah.

3. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999; tentang Pemerintah Daerah, yang diikuti oleh diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri sebagai berikut:

a. Nomor 11 Tahun 2001; tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. b. Nomor 152 Tahun 2004; tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah 4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004; tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pengelolaan barang milik daerah sebagai suatu perwujudan dari rencana kerja keuangan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan selain berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum yang berlandaskan pula pada :

a) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; b) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;


(35)

d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

e) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

f) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;

g) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 Tahun 2001 tentang Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah;

h) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pedoman Penilaian Barang Daerah;

i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pegelolaan Keuangan Daerah.

F. Pengertian Barang Milik Daerah

Menurut Permendagri No 17 tahun 2007, Barang Milik Daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.


(36)

Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari:

 barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

 barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan.

Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya.

Dalam akuntansi pemerintahan, BMD merupakan bagian dari aset pemerintah Daerah yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

BMD tercakup dalam aset lancar dan aset tetap. Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Sedangkan aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)


(37)

bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. BMD yang berupa aset lancar adalah Persediaan. Sedangkan BMN yang berupa aset tetap meliputi Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta Konstruksi dalam Pengerjaan.

Dari uraian dia atas, yang dimaksud aset daerah adalah aset lancar, aset tetap dan aset lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan barang daerah adalah Persediaan (bagian dari aset lancar) ditambah seluruh aset tetap yang ada di neraca daerah.

G. Penatausahaan Barang Milik Daerah

Dalam Permendagri no.17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.

1. Pembukuan

Menurut penjelasan Permendagri No.17 tahun 2007 dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembukuan adalah proses pencatatan barang milik daerah kedalam daftar barang pengguna dan kedalam kartu inventaris barang serta dalam daftar barang milik daerah.


(38)

Pengguna/kuasa pengguna barang wajib melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP). Pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan harus sesuai dengan format:

1) Kartu Inventaris Barang (KIB) A Tanah,

2) Kartu Inventaris Barang (KIB) B Peralatan dan Mesin, 3) Kartu Inventaris Barang (KIB) C Gedung dan Bangunan, 4) Kartu Inventaris Barang (KIB) D Jalan, Irigasi dan Jaringan, 5) Kartu Inventaris Barang (KIB) E Aset Tetap Lainnya,

6) Kartu Inventaris Barang (KIB) F Konstruksi dalam Pengerjaan, dan 7) Kartu Inventaris Ruangan (KIR).

Sementara itu Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).

2. Inventarisasi

Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang dimilikinya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah derah perlu melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap, dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah derah. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang akan dilaporkan kepada masyarakat.


(39)

Untuk dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi aset daerah secara lebih objektif dan dapat diandalkan, pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang independen.

Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian. Dari kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data meliputi lokasi, jenis/merk type, jumlah, ukuran, harga, tahun pembelian, asal barang, keadaan barang dan sebagainya. Adanya buku inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam rangka:

a) pengendalian, pemanfaatan, pengamanan dan pengawasan setiap barang; b) usaha untuk menggunakan memanfaatkan setiap barang secara maksimal sesuai

dengan tujuan dan fungsinya masing-masing;dan c) menunjang pelaksanaan tugas Pemerintah.

Barang inventaris adalah seluruh barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya lebih dari satu tahun dan dicatat serta didaftar dalam Buku Inventaris. Agar Buku Inventaris dimaksud dapat digunakan sesuai fungsi dan peranannya, maka pelaksanaannya harus tertib, teratur dan berkelanjutan, berdasarkan data yang benar, lengkap dan akurat sehingga dapat memberikan informasi yang tepat dalam:


(40)

2) pengadaan.

3) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; 4) penggunaan.

5) penatausahaan; 6) pemanfaatan.

7) pengamanan dan pemeliharaan; 8) penilaian;

9) penghapusan;

10) pemindahtanganan;

11) pembinaan, pengawasan dan Pengendalian 12) pembiayaan; dan

13) tuntutan ganti rugi.

Sementara itu Barang Milik/Kekayaan Negara yang dipergunakan oleh Pemerintah Daerah, maka pengguna mencatatnya dalam Buku Inventaris tersendiri dan dilaporkan kepada pengelola.

3. Pelaporan

Dalam permendagri no. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa pelaporan barang milik daerah yang dilakukan Kuasa pengguna barang disampaikan setiap semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengguna. Dari keterangan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelaporan adalah proses penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun setelah dilakukan inventarisasi dan pencatatan.


(41)

Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. Sementara Pembantu pengelola menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinya. Rekapitulasi tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.

Hasil sensus barang daerah dari masing-masing pengguna/kuasa pengguna, direkap ke dalam buku inventaris dan disampaikan kepada pengelola, selanjutnya pembantu pengelola merekap buku inventaris tersebut menjadi buku induk inventaris. Buku Induk Inventaris merupakan saldo awal pada daftar mutasi barang tahun berikutnya, selanjutnya untuk tahun-tahun berikutnya pengguna/kuasa pengguna dan pengelola hanya membuat Daftar Mutasi Barang (bertambah dan/atau berkurang) dalam bentuk rekapitulasi barang milik daerah. Mutasi barang bertambah dan/atau berkurang pada masing-masing SKPD setiap semester, dicatat secara tertib pada :

1) Laporan Mutasi Barang; dan 2) Daftar Mutasi Barang.

Laporan mutasi barang merupakan pencatatan barang bertambah dan/atau berkurang selama 6 (enam) bulan untuk dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. Laporan Mutasi Barang semester I dan semester II digabungkan menjadi Daftar Mutasi Barang selama 1 (satu) tahun, dan masing-masing dibuatkan Daftar Rekapitulasinya (Daftar Rekapitulasi Mutasi Barang). Daftar mutasi barang selama 1 (satu) tahun tersebut disimpan di Pembantu Pengelola.


(42)

Kemudian Rekapitulasi seluruh barang milik daerah (daftar mutasi) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.

Format Laporan Pengurus Barang : 1) Buku Inventaris.

2) Rekap Buku Inventaris. 3) Laporan Mutasi Barang. 4) Daftar Mutasi Barang.

5) Rekapitulasi Daftar Mutasi Barang.

6) Daftar Usulan Barang yang Akan Dihapus.

7) Daftar Barang Milik Daerah yang Digunausahakan.

H. Pengamanan Barang Milik Daerah

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 17 disebutkan bahwa Pengamanan merupakan kegiatan/tindakan pengendalian dan penertiban dalam upaya pengurusan barang milik daerah secara fisik, administratif dan tindakan hukum. Pengamanan sebagaimana tersebut diatas, dititik beratkan pada penertiban/pengamanan secara fisik dan administratif, sehingga barang milik daerah tersebut dapat dipergunakan/dimanfaatkan secara optimal serta terhindar dari penyerobotan pengambilalihan atau klaim dari pihak lain. Pengamanan dilakukan terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik, administratif dan tindakan hukum.


(43)

1. Pelaksanaan Pengamanan

Pengamanan dilakukan terhadap barang milik daerah berupa barang inventaris dalam proses pemakaian dan barang persediaan dalam gudang yang diupayakan secara fisik, administratif dan tindakan hukum.

a) Pengamanan fisik (1) Barang inventaris.

Pengamanan terhadap barang-barang bergerak dilakukan dengan cara: - pemanfaatan sesuai tujuan.

- penggudangan/penyimpanan baik tertutup maupun terbuka. - pemasangan tanda kepemilikan.

Pengamanan terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara : - Pemagaran.

- Pemasangan papan tanda kepemilikan. - Penjagaan.

(2) Barang persediaan.

Pengamanan terhadap barang persediaan dilakukan oleh penyimpan dan/atau pengurus barang dengan cara penempatan pada tempat penyimpanan yang baik sesuai dengan sifat barang tersebut agar barang milik daerah terhindar dari kerusakan fisik.

b) Pengamanan administratif. (1) barang inventaris.

Pengamanan administrasi terhadap barang bergerak dilakukan dengan cara : - pencatatan/inventarisasi.


(44)

- kelengkapan bukti kepemilikan antara lain BPKB, faktur pembelian dll. - pemasangan label kode lokasi dan kode barang berupa stiker.

Pengamanan administrasi terhadap barang tidak bergerak dilakukan dengan cara :

- pencatatan/inventarisasi.

- penyelesaian bukti kepemilikan seperti: 1MB, Berita Acara serah terima, Surat Perjanjian, Akte Jual Beli dan dokumen pendukung lainnya.

(2) Barang persediaan.

Pengamanan administratif terhadap barang persediaan dilakukan dengan cara pencatatan dan penyimpanan secara tertib.

c) Tindakan hukum.

Pengamanan melalui upaya hukum terhadap barang inventaris yang bermasalah dengan pihak lain, dilakukan dengan cara:

- negosiasi (musyawarah) untuk mencari penyelesaian. - Penerapan hukum.

2. Aparat Pelaksana Pengamanan

Pengamanan pada prinsipnya dilaksanakan oleh aparat pelaksana Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

a) Pengamanan administratif.

 Pencatatan oleh Pengguna dan dilaporkan kepada pengelola melalui Pembantu Pengelola;

 Pemasangan label dilakukan oleh Pengguna dengan koordinasi Pembantu Pengelola;


(45)

 Pembantu Pengelola dan/atau SKPD menyelesaikan bukti kepemilikan barang milik daerah.

b) Pengamanan fisik.

 Pengamanan fisik secara umum tehadap barang inventaris dan barang persediaan dilakukan oleh pengguna.

 penyimpanan bukti kepemilikan dilakukan oleh pengelola.

 pemagaran dan pemasangan papan tanda kepemilikan dilakukan oleh pengguna terhadap tanah dan/atau bangunan yang dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi dan oleh Pembantu Pengelola terhadap tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada Kepala Daerah.

c) Tindakan Hukum.

 musyawarah untuk mencapai penyelesaian atas barang milik daerah yang bermasalah dengan pihak lain pada tahap awal dilakukan oleh pengguna dan pada tahap selanjutnya oleh Pembantu Pengelola .

 Upaya pengadilan Perdata maupun Pidana dengan dikoordinasikan oleh Biro Hukum/Bagian Hukum.

 Penerapan hukum melalui tindakan represif/pengambil alihan, penyegelan atau penyitaan secara paksa dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama-sama Biro Hukum/ Pembantu Pengelola dan SKPD Terkait.


(46)

3. Pembiayaan

Pembiayaan pengamanan barang miik daerah dibebankan pada APBD dan/atau sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.

I. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian

Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 : Kerangka Konseptual Penelitian

Independen Variabel Dependen Variabel

J. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban ataupun dugaan sementara terhadap suatu masalah yang dihadapi, yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut melalui analisa data yang relevan dengan masalah yang terjadi.

Dalam penelitian ini, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Ha : Pengelolaan Barang Milik Daerah mempunyai pengaruh terhadap pengamanan aset daerah.

Pengamanan Aset Daerah Pengelolaan

Barang Milik Daerah X1 = Inventarisasi

X2 = Pembukuan


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi disini ada variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (dipengaruihi) (Sugiyono, 2006 : 41). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan hubungan pengelolaan barang milik daerah yang dilihat dari segi penatausahaannya yang terdiri dari inventarisasi, pembukuan, dan pelaporan sebagai variabel independen terhadap pengamanan aset daerah sebagai variabel dependen. Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan hipotesis yang ada maka penelitian ini termasuk penelitian design cross sectional

yaitu penelitian yang melibatkan perhitungan sampel untuk digeneralisir populasinya, melalui proses inferensial dimana variabel diteliti pada waktu yang bersamaan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006 : 89). Penelitian ini akan dilakukan di Pemerintahan kabupaten Deli Serdang. Populasi penelitian adalah Kepala SKPD dan staf PPK SKPD.


(48)

Sampel dalam penelitian ini diambil secara random dari setiap stratum. Oleh karena populasi memiliki karakteristik tugas pokok dan fungsi (tupoksi) maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan tekhnik Simple Random Sampling. Dengan teknik simple random sampling diharapkan setiap anggota sub populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, sehingga sampel yang dipilih dapat mewakili seluruh sub populasi yang ada.

C. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan penulis dalam penelitian adalah :

1.Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, adapun metode yang digunakan yaitu metode survei

2.Data sekunder merupakansumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung, yaitu catatan, ataupun laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Dimana teknik pengumpulan data yang dilakukan ada dengan cara yaitu teknik kuesioner yaitu memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner dalam penelitian ini dirancang untuk bersifat kuantitatif, oleh karena itu bentuk pertanyaan tertutup agar memudahkan pengukuran respon. Skala pengukuran adalah 5 (lima) poin skala likert.


(49)

D. Variabel Penelitian dan Definisi operasional

Tabel 3.1

Variabel Penelitian dan Definisi operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala Penelitian Dependen Variable Pengamanan Aset Daerah Pengamanan adalah suatu tindakan mengamankan BMD dari segi administrasi, fisik dan hukum

Pengamanan BMD diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang pengamanan BMD yang dilakukan di masing-masing SKPD yang meliputi pengamanan

administrasi, fisik dan hukum. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan

mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)

Interval

Independen Variable

Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan dan tindakan

untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian.

Inventarisasi diukur berdasarkan persepsi dari responden tentang inventarisasi yang dilakukan di SKPD mereka yang meliputi kodefikasi, pencatatan dibuku, dan di kartu inventaris. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan


(50)

mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju) Pembukuan Pembukuan adalah

proses pencatatan barang milik daerah kedalam daftar barang pengguna dan

kedalam kartu

inventaris barang serta dalam daftar barang milik daerah. Pembukuan diukur berdasarkan persepsi responden tentang pelaksanaan dan pencatatan BMD kedalam daftar barang pengguna (DBP)/daftar barang kuasa pengguna (DBKP). Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan

mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)

Interval

Pelaporan Pelaporan adalah

proses penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun setelah dilakukan inventarisasi dan pencatatan. Pelaporan diukur berdasarkan persepsi responden tentang periode pelaporan penggunaan barang. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau

ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diajukannya dengan skor 5 (SS= sangat setuju), skor 4 (S= setuju), skor 3 (TT= tidak tau), skor 2 (TS= tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)


(51)

E. Pengujian Kualitas Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yang merupakan cara merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi pengamanan aset daerah. Dan pengujian kualitas data yang digunakan adalah pengujian validitas dan realibilitas.

1. Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukurnya ( Ancok,1998:120). Faktor-faktor yang mengurangi validitas data antara lain kepatuhan responden mengikuti petunjuk pengisian kuesioner dan tidak tepatnya formulasi alat pengukur yaitu bentuk dan isi kuesioner ( Hakim :1999 dalam widyastuti : 2000)

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan alat bantu program statistik, dengan kriteria sebagai berikut :

1) Jika r hitung positif dan r hitung > r tabel maka butir pertanyaan

tersebut valid.

2) Jika r hitung negatif atau r hitung < r tabel, maka butir pertanyaan tersebut tidak valid.

3) r hitung dapat dilihat pada kolom Corrected Item Total corelation.


(52)

a. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS untuk memperoleh hasil yang terarah.

2. Uji Realibilitas

Uji reliabilitas menurut Riyadi (2000) dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama.

Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrument yang digunakan, peneliiti menggunakan koefisien cronbach alpha. Suatu instrument dikatakan reliable jika nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5 (Nunnally,1967:120).

F. Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian: (1) normalitas, (2) multikolinearitas, dan (3) heterokedastisitas.

1. Uji Normalitas

Tujuan Uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan bentuk lonceng (bell Shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal.

Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov-Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi nomal dapat dilihat dari


(53)

i. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

ii. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka ditribusi data adalah normal.

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah:

a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir.

b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinieritas. Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinieritas, yaitu :

a.Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independent A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bisa dipilih A atau B yang dikeluarkan dari model regresi.

b.Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.


(54)

Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara variabel bebas (independent variable). Jika nilai korelasi antara variabel bebas tersebut lebih besar dari 0.7 (Nunnally, 1967), maka dapat dikatakan bahwa terjadi gejala multikolinearitas. Disamping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF diatas 2 (Hair, 2003), maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model peneltian.

3. Uji Heterokedastisitas

Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Deteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot di sekitar nilai X1, X2, X3, dan Y. Jika ada pola tertentu, maka telah terjadi gejala heterokedastisitas.

Uji asumsi klasik yang digunakan hanya terbatas pada ketiga uji di atas, sedangkan uji autokorelasi tidak digunakan. Hal ini dikarenakan uji autokorelasi yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya muncul karena observasi yang berurutan sepanjang


(55)

tahun yang berkaitan satu dengan lainnya. Maka uji autokorelasi ini sering ditemukan pada time series, sedangkan data yang dikumpulkan oleh penulis ada data crosssection , maka masalah autokorelasi relatif tidak terjadi.

G. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan metode statistik analisia regresi linear berganda yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh / hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu aplikasi software SPSS.

Formulasi yang digunakan adalah :

Pengamanan aset daerah = β0 + β1 Inventarisasi + β2 Pembukuan + β3 Pelaporan +

e Keterangan :

β0 : konstanta

β1- β3 : Koefisien regresi parsial

℮ : Hambatan

1. Uji-F ( uji serentak )

Uji-F (uji serentak) adalah untuk melihat apakah variabel independen secara bersama-sama (serentak) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Melalui uji statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Ho : b1=b2=b3=0

Artinya secara bersama-sama (serentak) variabel independen tidak terdapat pengaruh terhadap variabel dependen.


(56)

Ha : b1≠ b2≠b3≠0

Artinya secara bersama-sama (serentak) variabel independen terdapat pengaruh terhadap variabel dependen, dengan kriteria :

Ho diterima, apabila F-hitung < F-tabel pada α = 5% Ha diterima, apabila F-hitung > F- tabel pada α = 5%.

Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisa regresi berganda. Pengujian hipotesis ditujukan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari varibel bebas secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis dengan menggunakan Uji F atau yang biasa disebut dengan Analysis of Varian (ANOVA).

Pengujian ANOVA atau Uji F bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat tingkat signifikansi atau dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Pengujian dengan tingkat signifikansi dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila hasil signifikansi pada tabel ANOVA < α 0,05, maka H0 ditolak

(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila tingkat signifikansi pada tabel ANOVA > α 0,05, maka H0 diterima (tidak berpengaruh).

Pengujian dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dilakukan dengan ketentuan yaitu apabila F hitung > F tabel (α 0,05) maka H0 ditolak

(berpengaruh), sementara sebaliknya apabila F hitung < F tabel (α 0,05) maka H0

diterima (tidak berpengaruh). Adapun F tabel dicari dengan memperhatikan tingkat kepercayaan (α) dan derajat bebas (degree of freedom).


(57)

2. Uji Signifikan Parsial (Uji – t)

Uji statistik t disebut juga sebagai uji signifikasi individual. Uji ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.

Bentuk pengujiannya adalah :

Ho : b1 = 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha : b1 ≠ 0, artinya variabel independen secara parsial berpengaruh

terhadap variabel dependen.

Kriteria pengambilan keputusan :

Apabila Probabilitas < α = 5%, maka Ha diterima. Apabila Probabilitas > α = 5%, maka Ha ditolak.

3. Koefisien determinan (R2)

Pengujian koefisien determinan (R²) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variable dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R² ≤ 1). Hal ini berarti bila R²=0 menunjukan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R² semakin besar mendekati 1 menunjukan semakin kuatnya pengaruh variabel independent terhadap variabel dependen dan bila R2semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.


(58)

I. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan April 2008 sampai dengan bulan Juni 2008, yang dilakukan di kantor Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Jl. Negara Medan No.1 Lubuk Pakam.

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian NO KEGIATAN BULAN / (2008)

Maret April Mei Juni Juli 1 Proposal

Penelitian Survei Awal Penyusunan Proposal Bimbingan Proposal Seminar Proposal

2 Penelitian Pengiriman

Kuesioner Pengembangan Kuesioner

Analisis Data Penelitian

Penyusunan Hasil Penelitian

3 Ujian Skripsi (meja Hijau)


(59)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Perang Dunia II atau tegasnya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Kabupaten Deli Serdang adalah merupakan daerah Kesultanan Deli dan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam masa penjajahan adalah merupakan Keresidenan Sumatera Timur.Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, kekuasaan kesultanan berakhir dan struktur pemerintah disesuaikan dengan Pemerintah Indonesia dan Kesultanan Deli dan Serdang dijadikan daerah Kabupaten Deli Serdang.

Daerah Kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari hasil bumi Kabupaten Deli Serdang yang sangat potensial seperti karet, tembakau, dan kelapa sawit. Peranan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dalam pembangunan sangat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru telah kelihatan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diberbagai sektor di Deli Serdang, dimana sektor pertanian dan perkebunan menjadi peranan utama dalam meningkatkan pendapatan para petani di Kabupaten Deli Serdang. (BPS Kab. Deli Serdang, 2005).


(60)

Pada Desember 2003, sesuai dengan dikeluarkannya UU No. 36 tahun 2003, wilayah Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Pemekaran ini membawa dampak bagi Kabupaten Deli Serdang, antara lain terhadap perubahan-perubahan pada:

 Luas wilayah, jumlah kecamatan dan desa

 Jumlah Penduduk, potensi ekonomi dan sumber daya

 Masalah-masalah pembangunan

 Struktur dan tata organisasi Birokrasi Pemerintah

 Anggaran dan sumber anggaran pembangunan daerah

Selain dari pada itu dampak dari pemekaran ini mengakibatkan beberapa aset tetap yang dulunya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang beralih menjadi milik Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan Laporan Keuangan tahun 2007 yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang disebutkan bahwa nilai aset tetap di Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang tidak termasuk aset yang berada di Kabupaten Serdabg Bedagai. Berdasarkan data dari Bagian Perlengkapan dan Perawatan nilai aset tetap yang diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :


(61)

TABEL 4.1

Jumlah Aset Tetap Yang Diserahkan Ke Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai

No Jenis Aset Tetap Jumlah

1 Tanah Rp. 28.835.890.000,00 2 Bangunan 12.082.045.461,00 3 Peralatan dan Mesin 900.164.000,00 4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 34.449.596.071,00 5 Aset Tetap Lainnya 5.518.267.595,00

Total Rp. 52.978.909.017,00

Nilai aset tetap yang diserahkan tidak dimasukkan dalam neraca tetapi dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan. Jika telah ada persetujuan penghapusan dari DPRD maka aset tersebut akan dihapuskan dari daftar barang milik daerah Kabupaten Deli Serdang. Hal ini sesuai dengan Kepmendagri No.42 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutang Piutang pada daerah yang baru dibentuk maka setiap penyerahan barang dan hutang piutang serta penghapusannya harus melalui persetujuan DPRD dan berdasarkan Peremendagri No.17 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik daerah.

Permasalahan pembangunan di Kabupaten Deli Serdang adalah berkenaan dengan masih rendahnya kualitas SDM rakyat dan pemerintahan. Hal ini berlangsung di seluruh sektor kehidupan, sehingga memperlambat upaya-upaya meningkatkan dan mensejahterakan taraf hidup rakyat. Untuk periode Tahun 2004 sampai dengan tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang mengarahkan prioritas pembangunan terutama pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan, yang merupakan kebutuhan dasar dalam upaya meningkatkan Sumber Daya Manusia


(62)

(SDM), dengan tidak meninggalkan sektor Pertanian, Industri, dan Pariwisata yang selama ini merupakan sektor unggulan, dan sektor pembangunan lainnya.

2. Letak Geografis

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,62 Km2 dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut :

a.Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Sumatera b.Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten

Simalungun

c.Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

d.Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat e.Kabupaten Deli Serdang memiliki luas wilayah 2.497,72 kilometer

persegi, terbagi dalam 22 kecamatan, 389 desa dan 14 kelurahan. Dan juga didiami oleh berbagai macam penduduk dengan beragam etnis/suku bangsa, agama, dan budaya. Dimana suku tersebut antara lain Karo, Tapanuli, Simalungun, Jawa, dan lain-lain. Lubuk Pakam merupakan Ibukota Kabupaten sebagai pusat pemerintahan.

Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang (BPS Kab. Deli Serdang : 2005) adalah sebagai berikut:

1) Kecamatan Gunung Meriah 2) Kecamatan STM. Hulu 3) Kecamatan Sibolangit


(63)

4) Kecamatan Kutalimbaru 5) Kecamatan Pancur Batu 6) Kecamatan Namo Rambe 7) Kecamatan Biru-Biru 8) Kecamatan STM. Hilir 9) Kecamatan Bangun Purba 10) Kecamatan Galang

11) Kecamatan Tanjung Morawa 12) Kecamatan Patumbak

13) Kecamatan Deli Tua 14) Kecamatan Sunggal

15) Kecamatan Hamparan Perak 16) Kecamatan Labuhan Deli 17) Kecamatan Percut Sei Tuan 18) Kecamatan Batang Kuis 19) Kecamatan Pantai Labu 20) Kecamatan Beringin 21) Kecamatan Lubuk Pakam 22) Kecamatan Pagar Merbau


(64)

3. Analisis Statistik Deskriptif

TABEL 4.2 Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Y 25.03 3.189 30

X1 19.90 2.006 30

X2 16.77 2.501 30

X3 17.20 1.518 30

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer dengan Alat Bantu Program Statistik, 2008 (data diolah)

Untuk memberikan gambaran mengenai variabel-variabel penelitian (pembukuan, inventarisasi, pelaporan, dan pengamanan aset daerah), peneliti menggunakan tabel statistik deskriptif yang tersaji pada tabel 4.2 diatas. Dari tabel tersebut, berdasarkan jawaban dari 30 responden maka hasil pengukuran variabel keberhasilan pengamanan aset daerah (Y) diperoleh skor jawaban rata-rata (mean) 25,03 dengan standar deviasi 3,189.

Hasil pengukuran variabel inventarisasi (X1) pada tabel terlihat, dari 30 responden diperoleh skor jawaban responden mempunyai rata-rata 19,90 dengan standar deviasi 2,006. Hasil pengukuran variabel pembukuan (X2) diperoleh skor jawaban rata-rata (mean) 16,77 dengan standar deviasi 2,501. Hasil pengukuran variabel pelaporan (X3) diperoleh skor jawaban rata-rata (mean) 17,20 dengan standar deviasi 1,518.

4. Hasil Uji Kualitas Data

Kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrument penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan validitas (Huck dan Cornier, 1996:108). Uji tersebut masing-masing untuk mengetahui konsistensi dan akurasi data yang


(65)

dikumpulkan dari penggunaan instrument. Ada dua prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengukur reliabilitas dan validitas yaitu uji reliabilitas dengan melihat koefisien (Cronbach) Alpha. Nilai reliabilitas dilihat dari cronbach alpha masing-masing instrument penelitian jika memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,5 dianggap reliable. Uji validitas dilakukan dengan melihat korelasi antara skor butir dengan skor faktor harus berkorelasi positif, kemudian membandingkan r tabel dengan r hasil dari tiap butir pertanyaan. Secara rinci hasil uji reliabilitas dan hasil validitas disajikan pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.3

Hasil Uji Validitas Item pertanyaan Variabel inventarisasi (X1)

Pertanyaan Corrected item total correation

(rhitung )

r table VALIDITAS

1 0,584 0,361 Valid 2 0,513 0,361 Valid 3 0,410 0,361 Valid 4 0,725 0,361 Valid 5 0,600 0,361 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer dengan Alat Bantu Program Statistik,

2008 (data diolah)

Kolom Corrected Item Total Correlation merupakan korelasi antara skor item dengan total item yang dapat digunakan untuk menguji validitas instrumen. Untuk menguji validitas, butir pernyataan terebut harus dibandingkan dengan rtabel

pada α = 0,05 dengan derajat kebebasan. Pada signfikansi 5% dengan derajat bebas df = 26, r tabel sebesar 0,361. Berdasarkan gambar pada tabel 4.3 terlihat

bahwa hasil uji validitas menunjukkan semua pertanyaan valid karena r hitung>r tabel


(66)

Berdasarkan hasil ini maka item pertanyaan variabel inventarisasi dapat disimpulkan pertanyaan 1, 2, 3, 4, dan 5 dinyatakan lolos uji validitas. Hasil pengujian terhadap reliabilitas kuesioner menghasilkan angka cronbach alpha lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,776, berdasarkan hasil ini juga dapat disimpulkan item pertanyaan kuesioner sudah memiliki reliabilitas yang tinggi.

Tabel 4.4

Hasil Uji Validitas Item pertanyaan Variabel Pembukuan (X2)

Pertanyaan Corrected item total correation (rhitung )

r table VALIDITAS

1 0,632 0,361 Valid 2 0,457 0,361 Valid 3 0,673 0,361 Valid 4 0,474 0,361 Valid Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer dengan Alat Bantu Program Statistik, 2008 (data diolah)

Berdasarkan hasil pengujian seperti pada tabel 4.4 diatas, setiap item pertanyaan menghasilkan koefisien korelasi yang lebih besar dari r-Tabel. Berdasarkan hasil ini maka item variabel pembukuan dapat disimpulkan lolos uji validitas. Hasil pengujian terhadap reliabilitas kuesioner menghasilkan angka cronbach alpha lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,753, berdasarkan hasil ini juga dapat disimpulkan item pertanyaan kuesioner sudah memiliki reliabilitas yang tinggi.


(1)

Lampiran 14

DAFTAR PERTANYAAN

I. Identitas Responden

Nama :

(boleh tidak diisi)

Jabatan :

(boleh tidak diisi)

Lama Menjabat :

II. Pertanyaan Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah

terhadap Pengamanan Aset Daerah (Penerapan Permendagri No.17 tahun 2007) Studi Kasus Pada Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang.

Bapak/Ibu dimohon untuk memberikan tanggapan yang sesuai

atas pernyataan-pernyataan berikut dengan memilih skor yang

tersedia dengan cara disilang (X). Jika menurut Bapak/Ibu tidak

ada jawaban yang tepat, maka jawaban dapat diberikan pada

pilihan yang paling mendekati. Skor jawaban adalah sebagai berikut

:


(2)

Skor 2 Tidak Setuju (TS)

Skor 3 Netral (N)

Skor 4 Setuju (S)

Skor 5 Sangat Setuju (SS)

STS TS N S SS

I.

Inventarisasi

1. Setiap BMD yang ada telah diberi kode lokasi dan kode barang

2. Setiap ada mutasi BMD dimasukkan dalam Buku Penerimaan/Pengeluaran 3. Inventarisasi dilakukan minimal 5 tahun

sekali

4. Setiap tahun dilakukan pelaporan terhadap barang pakai habis.

5. Inventarisasi Konstruksi dalam pengerjaan dilakukan setahun sekali.

. STS TS N S SS

II. Pembukuan

1. Pengguna barang melaksanakan pencatatan barang BMD dalam daftar barang pengguna

2. Setiap ada mutasi BMD dimasukkan dalam kartu inventaris Barang (KIB) 3. Keberadan BMD dimuat dalam kartu


(3)

4. Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam pencatatan dan pendaftaran BMD kedalam daftar barang milik daerah.

STS TS N S SS

III. Pelaporan

1. Pelaporan pengguna barang dilakukan setiap semester, tahunan dan lima tahunan.

2. Mutasi barang dilaporkan setiap semesteran secara tertib.

3. Setiap tahun SKPD melaporkan jumlah dan nilai BMD yang dimilikinya.

4. Setiap tahun dibuat laporan persediaan barang pakai habis.

IV. Pengamanan

1. Barang inventaris dipasang tanda kepemilkan.

2. Barang inventaris disimpan secara baik.

3. Barang inventaris dimanfaatkan sesuai dengan tujuan

4. Persediaan barang habis pakai disimpan ditempat yang baik agar terhindar dari kerusakan fisik.

5. Barang inventaris dilengkapi dengan BPKB dan faktur pembelian

6. Penyelesaian Barang Inventaris yang bermasalah dilakukan dengan musyawarah dan jalur hukum


(4)

Lampiran 15 Pengertian Istilah

Barang milik daerah (BMD) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah.

Barang Milik Negara (BMN)adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Buku Persediaan adalah buku yang digunakan untuk mencatat arus keluar masuknya persediaan di gudang.

Daftar Inventaris Lainnya (DIL) adalah daftar yang digunakan untuk mencatat BMN yang tidak dicatat dalam DIR dan KIB.

Daftar Inventaris Ruangan (DIR) adalah daftar yang digunakan untuk mencatat BMN yang berada dalam ruangan tertentu.

Daftar barang pengguna yang selanjutnya disingkat dengan DBP adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing pengguna.

Daftar barang kuasa pengguna yang selanjutnya disingkat DBKP adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing kuasa pengguna.

Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.

Kartu Inventaris Barang (KIB) adalah kartu untuk mencatat identitas BMN/BMD tertentu secara lengkap yaitu tanah, bangunan gedung, alat angkutan bermotor (darat, apung dan udara) serta senjata api.

Kode Barang adalah kode yang digunakan untuk mengklasifikasikan BMN/BMD berdasarkan golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok dalam sistem akuntansi BMN/BMD.


(5)

Kuasa penggunaan barang milik derah adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh pengguna untuk menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.

Kepala daerah adalah Gubernur bagi daerah Provinsi, Bupati bagi daerah Kabupaten,Walikota bagi daerah Kota.

Laporan Hasil Inventarisasi (LHI) adalah sarana untuk melaporkan jumlah/nilai/harga, kondisi dan keberadaan seluruh BMN/BMD secara fisik/nyata yang dimiliki dan atau dikuasai oleh UPB.

Laporan Kondisi Barang (LKB) adalah sarana untuk melaporkan kondisi BMN/BMD pada setiap berakhirnya satu Periode Akuntansi.

Laporan Persediaan adalah sarana untuk melaporkan saldo nilai persediaan pada akhir periode laporan.

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pengelola barang milik daerah selanjutnya disebut pengelola adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah.( Sekretaris Daerah selaku pengelola). Pembantu pengelola barang milik daerah selanjutnya disebut pembantu

pengelola adalah pejabat yang bertanggungjawab mengkoordinir penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah yang ada pada satuan kerja perangkat daerah. (Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola).

Penggunaan barang milik daerah selanjutnya disebut pengguna adalah pejabat pemegang kewenagan penggunaan milik daerah. (Kepala SKPD selaku pengguna).

Penyimpanan barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk menerima, menyimpan, dan memgeluarkan barang.

Pengurus barang milik daerah adalah pegawai yang diserahi tugas untuk mengurus barang daerah dalam proses pemakaian yang ada di setiap satuan kerja perangkat daerah/unit kerja.

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah perangkat daerah selaku pengguna barang.


(6)

Unit Kerja adalah bagian SKPD selaku kuasa pengguna barang.

Unit Pengurus Barang (UPB) adalah Kantor/Satuan Kerja /Proyek/Bagian Proyek yang memiliki wewenang mengurus dan atau menggunakan BMN, baik yang menguasai maupun tidak menguasai anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.