2.1.2 Gejala-gejala PPOK
Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi
sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan
perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK
eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien Riyanto, Hisyam, 2006.
Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk, sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor
risiko. Diagnosis memerlukan pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai volume forced expiratory maneuver FEV
1
dan force vital capacity FVC. Jika hasil bagi antara FEV
1
dan FVC kurang dari 0,7, maka terdapat pembatasan aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya Fahri, Sutoyo, Yunus, 2009. Pada
orang normal volume forced expiratory maneuver FEV
1
adalah 28ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK adalah 50 - 80 ml. Menurut National Population
Health Study NPHS, 51 penderita PPOK mengeluhkan bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan keterbatasan aktivitas di rumah, kantor dan
lingkungan social Abidin, Yunus, Wiyono, 2009.
2.1.3 Faktor- faktor risiko PPOK a Merokok
Pada tahun 1964, penasihat Committee Surgeon General of the United States menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas
bronkitis kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu detik setelah forced expiratory maneuver FEV
1
, terjadi penurunan
Universitas Sumatera Utara
mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok. Hubungan antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan
dengan peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Prevalansi merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya
prevalensi PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke
tahun Reily, Edwin, Shapiro, 2008. PPOK berkembang pada hampir 15 perokok. Umur pertama kali
merokok, jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok
mengalami penurunan pada FEV
1
dimana kira-kira hampir 90 perokok berisiko
menderita PPOK Kamangar, 2010.
Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan penurunan
fungsi paru Kamangar, 2010. Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang
merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan
perkembangan paru janin semasa gestasi.
b Hiperesponsif saluran pernafasan
Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan
lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan
PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan
penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru
Reily, Edwin, Shapiro, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling
salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita
PPOK Kamangar, 2010.
c Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa infeksi
salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas adalah penyebab penting
terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran nafas dewasa dan anak- anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan Reily, Edwin,
Shapiro, 2008.
d Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja.
Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan penghasilan tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi saluran nafas. Pada pekerja
yang terpapar dengan kadmium pula, FEV
1,
FEV
1
FVC, dan DL
CO
menurun secara signifikan FVC, force vital capacity; DL
CO
, carbon monoxide diffusing capacity of lung. Hal ini terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi
saluran nafas dan emfisema. Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul
adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok Reily, Edwin, Shapiro, 2008.
Universitas Sumatera Utara
e Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang berhubungan
dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. Meskipun demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak bisa dibuktikan. Pemaparan
terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara.
Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding merokok Reily, Edwin, Shapiro, 2008.
f Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi α1-
antitripsin di Amerika Serikat adalah kurang daripada satu peratus. α1-antitripsin
merupakan inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastase
di paru. Defisiensi α1-antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53 tahun bagi bukan perokok dan 40 tahun bagi
perokok Kamangar, 2010.
2.1.4 Patogenesis PPOK