BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas dapatlah ditarik beberpa kesimpulan yakni sebagai berikut :
1. Tanggung jawab pengangkutan udara diatur dalam Pasal 140, 141 dan 240
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh
pengguna jasa bandar udara danatau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara terhadap kerugian yang meliputi kematian atau
luka fisik orang; musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; danatau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian
bandar udara. 2.
Bentuk perlindungan yang dilakukan oleh pihak pengangkut jika terjadi hal yang dapat merugikan bagi pengguna jasa angkutan atas barang-barangnya
yakni setiap terjadi kecelakaan pesawat udara para awak pesawat udara, penumpang atau pihak ketiga yang menderita kerugian akibat kecelakaan
pesawat udara dijamin oleh Undang-undang memperoleh ganti rugi yang biasa disebut santunan namun demikian santunan tersebut secara yuridis
sepenuhnya memuaskan semua semua pihak sehingga ditinjau dari segi tanggung jawab pengangkutan terjadi kesenjangan antara perkembangan
angkutan udara dengan pengaturan jumlah santunan yang seharusnya diterima
Universitas Sumatera Utara
oleh para korban kecelakaan pesawat udara khsusunya penumpang danatau pengirim barang.
3. PT. Garuda Indonesia Persero Dalam hal memberikan ganti kerugian tunduk
pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Menurut Pasal 173 seorang penumpang yang meninggal dunia yang berhak menerima
ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak
menerima ganti kerugian sebagaimana dimaksud, badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada negara setelah dikurangi biaya
pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Masalah tata cara klaim bagasi diatur pada pasal 174 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2009 dimana Klaim atas kerusakan bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat diambil oleh penumpang. Klaim atas keterlambatan
atau tidak diterimanya bagasi tercatat harus diajukan pada saat bagasi tercatat seharusnya diambil oleh penumpang. Bagasi tercatat dinyatakan hilang setelah
14 empat belas hari kalender terhitung sejak tiba di tempat tujuan. Klaim atas kehilangan bagasi tercatat diajukan setelah jangka waktu 14 empat belas
hari kalender terlampaui. Menurut Pasal 43 PP Nomor 40 Tahun 1995 Santunan untuk penumpang yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat
udara ditetapkan sebesar Rp40.000.000,00 empat puluh juta rupiah. Santunan untuk penumpang yang menderita luka karena kecelakaan pesawat
udara atau sesuatu peristiwa di dalam pesawat udara atau selama waktu antara embarkasi dan debarkasi berlangsung, ditetapkan sampai dengan setinggi-
Universitas Sumatera Utara
tingginya Rp40.000.000,00 empat puluh juta rupiah. Santunan ganti rugi bagi penumpang yang menderita cacat tetap karena kecelakaan pesawat udara
ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami sampai dengan setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
B. Saran
Sejalan dengan kesimpulan yang telah kemukakan diatas maka dalam bagian akhir dari srkipsi ini penulis merasa perlu untuk menyarankan beberapa hal
sebagai berikut : 1.
Kepada pihak pengangkut hendaknya memberikan santunan kepada ahli waris penumpang harus sesuai dengan kedudukan, kekayaan dan keadaan
penumpang. 2.
Harus ada kepastian hukum yang jelas atas tanggung jawab dalam hal terjadi kelambatan terhadap barang-barang penumpang serta cara perhitugnan
santunan yang diberikan kepada ahli waris penumpang.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TANGGUNG JAWAB PT.GARUDA INDONESIA AIRLINES SEBAGAI
PENGANGKUT TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN
A. Pengertian dan Sejarah Pengangkutan