Pasal 141, 143, 144, 145, 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Besarnya pertanggungan asuransi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 179 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sekurang- kurangnya harus sama dengan jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Pasal
165, 168 dan 170 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Maka dalam hal itu mengenai gugatan yang diajukan oleh pihak penumpang
karena terjadinya kerugian diatur juga didalam Pasal 176 dan 177 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu Hak untuk menggugat
kerugian yang diderita penumpang atau pengirim kepada pengangkut dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 dua tahun terhitung mulai tanggal
seharusnya kargo dan bagasi tersebut tiba di tempat tujuan.
B. Santunan Korban Kecelakaan Pesawat PT. Garuda Indonesia
Persero Terhadap Penumpang
Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 diatur tentang tanggung jawab perusahaan penerbangan sebagai pengangkut apabila terjadi kecelakaan
pesawat udara baik tanggung jawab terhadap penumpang, pengirim barang dan atau pos maupun terhadap pihak ketiga yang menderita kerugian akibat dampak
negatif penggunaan pesawat udara. Diharapkan dapat menjamin atau setidak- tidaknya dapat sebagai dasar hukum mengurangi kesenjangan antara
perkembangan angkutan udara di satu pihak dengan jumlah santunan korban kecelakaan pesawat udara di pihak lain.
Menurut Pasal 240 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian
Universitas Sumatera Utara
yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara danatau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.meliputi kematian atau luka fisik
orang; musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; danatau dampak lingkungan di sekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara, sistem
tanggung jawab yang berlaku adalah presumption of liability, based on fault dan absolute liability sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Menurut sistem tanggung jawab praduga bersalah presumption of liability perusahaan penerbangan sebagai pengangkut otomatis harus membayar
santunan apabila terjadi kematian, luka penumpang yang diangkut dan santunan terhadap pengirim apabila barang musnah, hilang atau rusak. Menurut sistem
tanggung jawab presumption of liability penumpang atau pengirim barang tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan kesalahan pengangkut karena pria
facie pengangkut bertanggung jawab terhadap penumpang atau pengirim barang tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan adanya kerugian yang terjadi
pada saat kecelakaan pesawat udara, sehingga beban pembuktian adalah pengangkut.
Pembalikan beban pembuktian demikian wajar sebab apabila penumpang atau pengirim barang yang harus membuktikan kesalahan pengangkut, hampir
tidak mungkin dilakukan karena pada umumnya penumpang atau pengirim barang tidak mempunyai kemampuan untuk membuktikan, apalagi dalam hal kecelakaan
pesawat udara biasanya semua hancur dan penumpangnya meninggal, sehingga sulit untuk mencari bukti atau saksi.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai konsekuensi sistem presumption of liability pengangkut berhak menikmati maksimum santunan yang ahrus dibayarkan keapda penumpang atau
pengirim barang betapun kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang, kewajiban membayar santnan tetap dibatasi maksimumnya, tetapi
pengangkut tidak berhak menikmati maksimum jumlah santunan tersebut apabila penumpang dapat membuktikan kecelakaan pesawat udara ada unsur kesengajaan
dari pengangkut atau pegawainya. Tanggung jawab berdasarkan presumption ol liability memberi hak kepada
pengangkut untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dalam arti apaibla pengangkut membuktikan bahwa kematian, luka penumpang, musnah, hilang atau
rusaknya barang disebabkan oleh kelalaian penumpang atau pengirim barang maka pengangkut tidak bertanggung jawab dalam arti tidak perlu membayar
santunan. Sistem tanggung jawab presumption of liabiltiy memang menguntungkan
kepada kedua belah pihak. Keuntungan penumpang atau pengirim barang, mereka tidak perlu membuktikan kesalahan pengangkut, pengangkut ototmatis
bertanggung jawab dan mambayar santunan, sebab sebagaimana disebutkan diatas apabila penumpang harus membuktikan kesalahan pengangkut, hampir tidak
mungkin dapat dilakukan, sebaliknya keuntungan bagi pengangkut adalah tanggung jawab pengangkut hanya terbatas maksimum yang ditentukan oleh
undang-undang, pengangkut tidak perlu membayar lebih tinggi dari jumlah yang telah ditetapkan walaupun kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim
barang sangat banyak.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, sistem tanggung jawab presuption of liability hanya diperlakukan pada penumpang dalam hal kematian,
luka akibat kecelakaan pesawat udara sebagaimana diatur dalam Pasal 240 dan barang dinyatakan pengangkut dalam hal ini perusahaan pnerbangan
bertanggung jawab atas kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, musnah, hilang atau rusaknya barang yang dikirim. Berdasarkan presumption of
liability tersebut pengangkut otomatis harus membayar santunan kepada ahli waris penumpang yang meninggal dunia, merawat yang luka dan mengganti barang
yang musnah, hilang dan rsuak kecuali pengangkut membuktikan kematian, luka, barang musnah, hilang atau rusak tersebut disebabkan oleah kesalahan atau
pengirim barang. Selain itu hal yang berkaitan dengan santunan juga diatur dalam Pasal 165
sampai 172 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dimana ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas kerugian serta tata cara dan
prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Menteri Menurut Pasal 43 PP Nomor 40 Tahun 1995 Santunan untuk penumpang
yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat udara ditetapkan sebesar Rp40.000.000,00 empat puluh juta rupiah. Santunan untuk penumpang yang
menderita luka karena kecelakaan pesawat udara atau sesuatu peristiwa di dalam pesawat udara atau selama waktu antara embarkasi dan debarkasi berlangsung,
ditetapkan sampai dengan setinggi-tingginya Rp40.000.000,00 empat puluh juta rupiah. Santunan ganti rugi bagi penumpang yang menderita cacat tetap karena
Universitas Sumatera Utara
kecelakaan pesawat udara ditetapkan berdasarkan tingkat cacat tetap yang dialami sampai dengan setinggi-tingginya Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
Pihak-pihak yang berhak menerima ganti kerugian sesuai dengan Pasal 173 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah dalam hal
seorang penumpang meninggal dunia, yang berhak menerima ganti kerugian adalah ahli waris penumpang tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian, badan usaha angkutan udara niaga menyerahkan ganti kerugian kepada
negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Tata Cara Pemberian Ganti Kerugian Yang diberikan PT Garuda Indonesia Persero Terhadap Penumpang