Prinsip-prinsip Hukum dalam Pengangkutan Udara

2. Perjanjian pengangkutan bersifat perjanjian pemborongan yang mempunyai dasar hukum Pasal 1608 dan Pasal 1648 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. 3. Perjanjian pengangkutan adalah merupakan perjanjian campuran yang mempunyai dasar hukum Pasal 371, Pasal 648, Pasal 471 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang.

B. Prinsip-prinsip Hukum dalam Pengangkutan Udara

Berbicara mengenai suatu prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam perjanjian pengangkutan terdapat beberapa hal sebagaiamana diuraikan berikut ini. Pihak pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan terhadap barang dan penumpang orang yang mengikatkan diri untuk meneyelenggarakan pengangkutan baik dengan cara carter menurut waktu perjalanan. 20 1. Asas Hukum Publik yaitu hal yang mendasari atau melatar belakangi suatu peraturan hukum pengangkutan yang bersifat umum. Asas ini terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam hukum pengangkutan terdapat dua asas-asas hukum pengangkutan : 2. Asas Privat yaitu adanya hubungan hukum antara pengangkut, penumpang dan pengirim barang. Asas privat terdiri dari asas konsensual, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi serta asas pembuktian dengan dokumen. 20 Hasim purba, Op. cit,. hlm 135 Universitas Sumatera Utara Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dikenal beberapa asas-asas, yaitu : 1. Manfaat 2. Usaha bersama dan kekeluargaan 3. Adil dan merata 4. keseimbangan, keserasian dan keselarasan 5. Kepentingan Umum 6. Keterpaduan 7. Tegaknya Hukum 8. Kemandirian 9. Keterbukaan dan Anti Monopoli 10. Berwawasan Lingkungan Hidup 11. Kedaulatan Negara 12. Kebangsaan 13. Kenusantaraan. Dalam sistem angkutan udara dengan multimoda transport terdapat pihak pengangkut dalam angkutan udara yaitu perusahaan angkutan udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk melakukan pengangkutan barang ke suatu tujuan tertentu. 21 21 Sinta Uli, Op.cit, hlm.87 Agar dapat memahami lebih lanjut mengenai pengertian pengangkut, maka harus terlebih dahulu dipahami mengenai prinsip-prinsip yang dianut dalam pengangkutan. Universitas Sumatera Utara Konvensi Warsawa 1929 merupakan sumber hukum mengenai tanggung jawab yang dipergunakan bagi angkutan dalam negeri seperti yang dimuat Ordonansi Pengangkutan Udara stb. 1939-100 sebelum adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam konvensi Warsawa ini dipergunakan kombinasi prinsip yaitu prinsip Limiatation of Liability untuk penampungan bagasi yang tercatat dan barang muatan. Sedangkan bagasi tangan dipergunakan kombinasi antara prinsip Presumption of Non of Liability. Untuk kerugian karena kelambatan dalam pengangkutan dipergunakan juga kombinasi antara Prinsip Presumption of Liability dan Prinsip Limiatation of Liability. Konversi Warsawa dan OPU tidak mnenetapkan limit tanggung jawab secara tegas. Baik dalam OPU stb. 1939-100 dan Konversi Warsawa tahun 1929 adapun prinsip-prinsip pengangkutan yang dipergunakan adalah : 1. Prinsip “ Presumption of Liability” 2. Prinsip “ Presumption of Non Liability” 3. Prinsip “Absolut Liability atau Strict Liabillity” 4. Prinsip “Limitation of Liability” Ad. 1 Prinsip “ Presumption of Liability” Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut barang adalah pihak yang dianggap selalu bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul terhadap barang selama dalam pengangkutan udara. Tetapi bila pengangkut tidak melakukan kelalaian dan telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk Universitas Sumatera Utara menghindari terjadinya kerugian tersebut atau dapat membuktikan bahwa peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut tidak mungkin dapat dihindari maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian. 22 Prinsip ini berlaku untuk bagasi tangan, pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang timbul pada bagasi tangan yaitu barang- barang yang dibawa sendiri oleh penumpang bagasi tidak tercatat “unregistered baggage”, hand baggage dan cabin baggage. Pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab. Hal ini merupakan kebalikan dari prinsip untuk penumpang atau bagasi tercatat atau barang muatan. Ad.2 Prinsip “ Presumption of Non Liability” 23 Prinsp ini mengatakan bahwa pengangkut atau operator pesawat udara tidak lagi dianggap selalu bertanggung jawab akan tetapi harus bertanggung- jawab untuk kerugian yang timbul pada pihak penumpang, pengirim atau penerima barang dan pada pihak ketiga di permukaan bumi. Ad. 3 Prinsip “ Absolute Liability atau strict Liability” 24 Jadi dengan kata lain bahwa pengangkut harus bertanggung-jawab atas setiap kerugian yang diderita pihak lain yang disebabkan dari penyelenggaraan 22 E. Seuherman, Op.cit,. hal. 18 23 Ibid. hal. 20 24 Ibid. hal. 23 Universitas Sumatera Utara pengangkutan tanpa dalih apapun kecuali dalam hal kerugian yang disebabkan oleh pihak yang menderita kerugian sendiri. Ad. 4 Prinsip “ Limitiation of Liability” Prinsip ini mengatur soal tanggung-jawab pengangkut yang dibatasi sampai jumlah tertentu. Dari beberapa penjelasan terhadap prinsip tanggung jawab pengangkutan diatas secara umum dapat diketahui bahwa tanggung jawab adalah ditimbulkan dari akibat adanya keadaan yang menyebabkan kerugian ataupun kehilangan terhadap pihak lain yang merupakan akibat dari penyelenggaraan suatu perjanjian pengangkutan. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata yang menyatakan “bahwa barang siapa yang menimbulkan kerugian pada pihak lain karena perbuatannya yang melawan hukum wajib mengganti kerugian tersebut”. Peraturan ini tetap berlaku terhadap setiap perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang berkepentingan dan para pihak yang secara tidak sengaja menjadi turut kedalam perjanjian tersebut secara dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Dari prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan untuk dapat terselengaranya tujuan penerbangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang tercantum dalam Pasal 3 yaitu : 1. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat. Universitas Sumatera Utara 2. Memperlancar arus perpindahan orang danatau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional. 3. Membina jiwa kedirgantaraan 4. Menjunjung kedaulatan negara 5. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional 6. Menunjang, mengerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional 7. Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara 8. Memningkatkan ketahanan nasional 9. Mempererat hubungan antar bangsa

C. Sejarah Berdirinya PT Garuda Indonesia Persero di Indonesia

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Orang Dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009

3 143 98

Perlindungan Hukum terhadap Penumpang yang Dirugikan oleh Maskapai Penerbangan Dalam Negeri yang Mengalami Penundaan Keberangkatan (Delay) Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2

1 6 43

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA PENERBANGAN (DELAY) BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

1 5 49

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP BAGASI TERCATAT DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN : STUDI PADA PT. GARUDA INDONESIA DENPASAR.

0 1 48

TANGGUNG JAWAB PT. ANGKASA PURA II (PERSERO) TERHADAP MASKAPAI PENERBANGAN DENGAN DITUNDANYA KEBERANGKATAN BERDASARKAN KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 2

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN SRIWIJAYA AIR TERHADAP PESAWAT SRIWIJAYA AIR SJ 268 YANG MENOLAK MENGANGKUT PENUMPANG TUNA NETRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN DAN PERATU.

0 0 1

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Lion Air terhadap Penumpang atas Keterlambatan Penerbangan dihubungkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

0 2 2

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG DALAM KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 13

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 12