BAB III KETENTUAN HUKUM TENTANG PENGAKUAN HUTANG DALAM
PERJANJIAN KREDIT
A. Pengertian Hutang dalam perjanjian hukum
Apakah setiap pengertian utang Pada umumnya undang-undang kepailitan atau bankruptcy law berkaitan dengan utang Debitor debt atau piutang atau
tagihan Kreditor claims.
42
Seorang Kreditor mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan, dan piutang atau tagihan yang berbeda-beda itu
diperlakukan pula secara berbeda-beda di dalam proses kepailitan. Pasal 1 ayat 1 UUK menentukan bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan
tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih Kreditornya. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 1 ayat 1
UUK itu, perlu dipahami dengan baik apa yang dimaksud dengan utang. UUK tidak memberikan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksudkan dengan
utang. Penjelasannya hanya mengatakan kalo hutang adalah utang yang tidak dibayar dan utang pokok atau bunganya”.
Utang
42
Rahman, Hassanudin, Op.Cit. hal 34
merupakan kewajiban yang terbit dari adanya hubungan hukum pinjam-meminjam atau perikatan utang-piutang, dimana pihak Debitur
Universitas Sumatera Utara
berkewajiban melakukan pembayaran utangnya kepada Kreditur yang berupa utang pokok ditambah bunga.
Dalam pengertian tersebut, pengertian utang yang sempit telah diperluas, sehingga utang tidak hanya mengenai pinjam-meminjam uang, tapi juga segala
macam perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan. Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa “kewajiban” adalah
“utang”. Kewajiban sama dengan utang. Utang adalah suatu prestasi di dalam lapangan hukum harta kekayaan yang berupa kewajiban Debitur untuk melunasinya
kepada Kreditur. Utang tersebut dapat berupa utang untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, serta berada di lapangan hukum
perikatan.
43
Hukum nasional kita, khusunya hukum perdata, tidak mengenal istilah “utang” secara definitif. Istilah utang tidak dirumuskan dalam satu pasal pengertian,
sehingga untuk mendefinisikannya istilah tersebut dikembangkan dalam doktrin. Istilah “utang” lahir bersamaan dangan istilah “piutang” sebagai lawannya, seperti
Dalam perjanjian telah ditetapkan suatu waktu tertentu tentang kapan Debitur harus melaksanakan kewajibannya melunasi utang, maka dengan lewatnya
jangka waktu tersebut dan Debitur tidak melaksanakan kewajiban utangnya, Debitur sudah dapat dianggap lalai. Mulai sejak saat itu Debitur dianggap lalai karena tidak
melaksanakan kewajibannya, dan sejak saat itu pula muncul hak Kreditur untuk melakukan penagihan pelunasan utang melalui lembaga kepailitan.
B. Perjanjian utang piutang