76
Pemegang Saham RUPS, setelah para anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional DSN.
4. Bisnis dan Usaha Pembiayaan
Dalam Bank Syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu Bank Syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang
terkandung dalamnya hal-hal yang diharamkan.
100
Pembiayaan perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya
sebagai berikut: a.
apakah objek pembiayaan halal atau haram; b.
apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat; c.
apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesumasusila; d.
apakah proyek berkaitan dengan perjudian; e.
apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal, dan
f. apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
5. Lingkungan Kerja dan Kultur Perusahaan
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap
karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu karyawan Bank Syariah harus skillful dan professional, dan mampu melakukan tugas
100
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, Kerjasama Bank Indonesia dan Tazkia Institut, Jakarta, 1999, hal. 33 - 34.
Universitas Sumatera Utara
77
secara team work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi tabligh. Demikian pula dalam hal reward dan punishment diperlukan prinsip keadilan yang
sesuai dengan syariah.
101
6. Prinsip-Prinsip Pembiayaan Islam
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah teletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga
dalam seluruh aktivitasnya, sedangkan bank konvensional sebaliknya. Hal ini memiliki implikasi yang sangat dalam dan sangat berpengaruh pada aspek
operasional dan produk yang dikembangkan oleh bank Islam. Selain menghindari transaksi bunga, maka transaksi yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan
yang diimplementasikan dalam bentuk bagi hasil. Walaupun pola bagi hasil ini merupakan produk unggulan bank syariah, namun jika meneliti kembali pokok-pokok
syariah dimana akidah yang berlaku untuk urusan muamalah interaksi sosial adalah bahwa semuanya diperbolehkan kecuali yang dilarang, berarti semua jenis transaksi
pada umumnya diperbolehkan sepanjang tidak mengandung unsur bunga riba, spekulasi maysir, tipu menipumenyembunyikan sesuatu gharar dan bathil.
7. Perbedaan Konsep Pengelolaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Secara garis besar perbedaan Konsep Pengelolaan antara Bank Syariah Dan Bank Konvesional adalah :
1. Bank Syariah
101
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
78
a. Islam memandang harta yang di miliki oleh manusia adalah titipanamanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan harus
sesuai dengan ajaran Islam. b. Bank Syariah mendorong nasabah untuk mengupayakan pengelolaanharta
nasabah simpanan sesuai ajaran Islam. c. Bank Syariah menempatkan karakteristik sikap baik nasabah maupun
pengelolaan bank pada posisi yang sangat penting dan menempatkan sikap akhlakul karimah sebagai sikap dasar hubungan antara nasabah dan bank.
d. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara pemegang saham,
pengelola bank dan nasabah atas jalannya usaha bank syariah. e. Prinsip bagi hasil :
1 Penetuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. 2
Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
3 Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan. 4
Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil. 5
Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek
itu tidak
mendapatkan keuntungan
maka kerugian
akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
79
2. Bank Konvensional
a. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang
saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimalantara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Dilain pihak kepentingan pemakai dana
adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah.Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan diatas terjadi antagonism yang sulit diharmoniskan. Dalam
hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja. b. Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola
bank dan nasabah karena masing-masing pihak mempunyaikeinginan yang bertolak belakang.
c. Sistem bunga : 1
Penentuan suku bunga dibuat pada saat akad dengan pedoman harusuntung pihak bank.
2 Besarnya presetase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjam.
3 Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan
berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik. 4
Eksistensi bunga
diragukan kehalalannya
oleh semua
agama termasukagama Islam.
5 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Universitas Sumatera Utara
80
D. Sistim Pembiayaan Murabahah
Pada pembiayaan murabahah, nasabah yang mengajukan permohonan harus memenuhi syarat sah perjanjian yaitu, unsur yaitu syarat subjektif harus berumur 21
tahun atau telahpernah menikah, sehat jasmani dan rohani. Objek murabahah tersebut juga harus tertentu dan jelas dan merupakan milik yang penuh dari pihak
bank. Dalam pelaksanaannya, pembelian objek murabahah tersebut dapat dilakukan oleh pembeli murabahah tersebut sebagai wakil dari pihak bank dengan akad wakalah
atau perwakilan. Setelah akad wakalah dimana pembeli murabahah tersebut bertindak untuk dan atas nama bank untuk melakukan pembelian objek murabahah tersebut.
Setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut secara prinsip telah menjadi hak milik bank maka terjadi akad kedua antara bank dengan pembeli
murabahah yaitu akad murabahah. Hal ini dimungkinkan dan tidak menyalahi syariah Islam karena dalam Dalam fatwa Nomor 04 DSN-MUI IV 2000 Tanggal 1 April
2000 tentang murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut: pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa jika bank bendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank.
Dengan demikian, dapat disimpulkan di sini bahwa pelaksanaan prinsip syariah dalam akad murabahah sudah sesuai dengan fatwa MUI, walaupun harga jual
objek akad yang merupakan harga beli ditambah keuntungan ribhun biasanya lebih mahal dari pemberian kredit kepemilikan pada bank konvensional tetapi pada
murabahah nasabah diuntungkan dalam hal tidak dikenakannya bunga dalam
Universitas Sumatera Utara
81
murabahah ini sehingga nasabah tidak akan rugi apabila ada kenaikan dan penurunan suku bunga pasar. Sementara pada murabahah yan dipergunakan adalah harga jual
yang tidak akan berubah selama masa akad. Dengan demikian, nasabah sejak awal sudah mengetahui jumlah cicilan yang akan dibayarkan selama masa akad dan tidak
akan mengalami kenaikan ataupun penurunan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan akad murabahah di
bank syariah menganut sistem konsensualisme, yang tercantum dalam KUHPerdata dan dipakai dalam hukum Islam juga, yaitu dengan adanya penandatanganan akta
sebelum diserahkan barang dan harga sudah terjadi perjanjian pembiayaan murabahah tersebut.
1. Pengertian Murabahah