Gejala klinis Herpes 1. Pengertian

Pada infeksi inisial gejalanya lebih berat dan berlangsung lebih lama. Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan. Infeksi didaerah serviks, dapat menimbulkan beberapa perubahan termasuk peradangan difus, ulkus multiple sampai terjadinya ulkus yang besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup lama, dapat dua sampai empat minggu, sedangkan pada serangan berikutnya penyembuhan akan lebih cepat. Di samping itu pada infeksi pertama dapat terjadi disuria bila lesi terletak di daerah uretra dan periuretra, sehingga dapat menimbulkan retensi urin. Hal lain yang menyebabkan retensi urin pada daerah sacral yang menimbulkan mieletis dan radikulitis. Infeksi rekurens dapat terjadi dengan cepatlambat, sedangkan gejala yang timbul biasanya lebih ringan, karena telah ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, infeksi inisial dan rekurensi selain disertai gejala klinis dapat juga tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya antibodi HSV-2 pada orang yang tidak ada riwayat penyakit herpes genitalis sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-2 lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimptomatik pada penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1. Tempat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis, batang penis, dapat juga di uretra dan daerah anal pada homoseks, sedangkan pada skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita dapat ditemukan di daerah labia majorminor, klitoris, introitus vaginae, serviks sedangkan pada daerah perianal, bokong, mons pubis jarang ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitas, karena itu perlu pemeriksaan sitologi secara teratur.

4. Penularan Herpes

Penyakit Herpes ini bisa ditularkan dengan cara setia pada pasangan dan tidak gonta-ganti pasangan. Biasanya luka pada kulit penderita bisa tertular dengan orang lain walaupun tidak berhubungan seksual

5. Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakutkan adalah akibat penyakit ini pada bayi yang baru lahir. Herpes genitalis pada permulaan kehamilan bisa menimbulkan abortusmalformasi congenital berupa mikroensefali. Pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita Herpes pada waktu kehamilan dapat ditemukan kelainan berupa Hepatitis, Infeksi Berat, Ensefalitis, Keratokonjungtivitis, Erupsi Kulit berupa vesikel Herpetimorfis dan bahkan bisa lahir mati. Pada orang tua, Hepatitis karena HSV jarang ditemukan, sedangkan Meningitis dan ensefalitis pernah dilaporkan. Pada orang tua Meningitis Herpatika biasanya disebabkan oleh HSV-2 sedangkan Ensefalitis oleh HSV-1. Disamping itu juga ditemukan hipersentivitas terhadap virus, sehingga timbul reaksi pada kulit berupa eritema eksudativum multiforme. Dapat juga timbul ketakutan dan depresi terutama bila terjadi salah penanganan pada penderita.

7. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis ditegakkan, baik secara klinis, dengan maupun tanpa pemeriksaan penunjang, maka langkah selanjutnya adalah memberikan pengobatan. Pengobatan dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu prifilaksis, pengobatan non spesifik dan pengobatan spesifik. Tindakan Profilaksis a. Penderita diberi penerangan tentang sifat penyakit yang dapat menular terutama bila sedang terkena serangan, karena itu sebaiknya melakukan absitenensia. b. Proteksi individual. Digunakan dua macam alat perintang, yakni busa spermisidal dan kondom. Kombinasi tersebut, bila diikuti dengan pencucian alat kelamin memakai air dan sabun pasca koitus, dapat mencegah transmisi herpes genitalis hampir 100 Raab dan Lorincz, 1981. Busa spermisidal secara in vitro ternyata mempunyai sifat virisidal, dan kondom dapat mengurangi potensi virus. c. Faktor-faktor pencetus sedapat mungkin dihindari d. Konsultan psikiatrik dapat membantu karena faktor psikis mempunyai peranan untuk timbulnya serangan. Pengobatan non-spesifik a. Rasa nyeri dan gejala lain bervariasi, sehingga pemberian analgetika, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan individual. b. Zat-zat pengering yang bersifat antiseptic, seperti jodium povidon secara topical mengeringkan lesi, mencega infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan.