Bidang Hankam : Bidang Transportasi
14
terbitnya UU no 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan yang memberikan peluang besar pada kemandirian industri pertahanan. Pada Perpres no 2 tahun 2015
tentang RPJMN 2015-2019, pemerintah menepati komitmentnya terhadap isi UU no 16 tahun2012 tersebut dengan memberikan dukungan anggaran pengembangan
terhadap program prioritas industri pertahanan yang jumlahnya 7 produk strategis seperti Pengembangan Jet Tempur KFx-IFx, Pembangunan Kapal selam, Industri
propelan, pengembangan
roket nasional,
pengembangan rudal
nasional, pengembangan radar nasional, pengembangan tank sedang dan berat seperti tertuang
dalam lampiran perpres tsb diatas. Di sisi lain dari anggaran belanja pengadaan alpalhankam, pemerintah menyediakan alokasi dana cukup besar untuk pengadaan
produk alpalhankam dalam negeri PDN. Alokasi PDN inilah yang mendorong percepatan pengembangan produk alpalhankam prioritas agar pada kurun 5 tahun ini
dapat diproduksi dan memenuhi opsreq user TNI.
Bidang Teknologi Industri Transportasi: perkembangan wilayah dan
peningkatan interaksi antar kota-kota di Jawa dan Sumatera dan Indonesia pada umumnya sebagai turunan kegiatan ekonomi mengakibatkan makin tingginya
volume lalu lintas pada jalan-jalan primer provinsi dan nasional. Tingginya beban jalur Pantura Jawa yang ditandai dengan banyaknya titik-titik kemacetan
mengakibatkan ekonomi biaya tinggi yang pada gilirannya akan memperlemah daya saing produk. Rendahnya tingkat penggunaan jalur rel untuk angkutan barang
merupakan bukti belum optimalnya pemanfaatan prasarana transportasi. Pemanfaatan jalur rel diperkirakan akan mengurangi biaya transport utamanya
jarak jauh – Surabaya – Semarang – Cierebon – Jakarta dan mengurangi beban
jaringan jalan seperti Pantura. Kereta api merupakan moda transportasi primadona yang akan terus bertambah
menjadi tulang punggung sistem transportasi nasional yang aman, selamat, nyaman, tepat waktu dan efisien. Namun demikian, permasalahan utama dalam transportasi
darat khususnya kereta api adalah keselamatan. Hasil laporan Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa hampir 66 kecelakaan kereta api disebabkan
oleh peralatan sarana maupun prasarana yang merupakan produk teknologi. Untuk itu sesuai dengan tupoksi BPPT pada umumnya dan Kedeputian TIRBR pada
khususnya, pengkajian dan penerapan produk teknologi keselamatan kereta apidilakukan guna mendapatkan layanan transportasi yang aman dan nyaman.
15
o
Bidang Teknologi Industri Permesinan, Neraca ekspor-impor barang modal pada tahun 2013 menunjukkan defisit yang cukup besar seperti terlihat pada Tabel
1.3.
Tabel 1.3. Neraca Ekspor-Impor Barang Modal Tahun 2014
2014 No
Sektor Ekspor
Impor 1
Alat Berat 749,405,048
2,342,426,253 2
Peralatan Konstruksi 18,231,359 766,035,269
3 Alat Mesin Pertanian
12,544,541 109,494,382 4
Peralatan Energi 95,903,462
1,659,358,385 5
Peralatan Pabrik 467,872,330
3,556,019,315 6
Peralatan Listrik 684,434,642 902,084,344
Sumber: Kemenperin, 2016. Jumlah impor barang modal dan kendaraan bermotor dalam jumlah sangat besar
merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi industri permesinan. Upaya merebut pangsa pasar barang modal dan kendaraan bermotor dengan substitusi
impor perlu didukung oleh kesiapan teknologi SDM, penyiapan industri manufaktur peralatan barang modal dan alat angkut, penyiapan rantai pasok industri, penyiapan
industri komponen pengganti spare parts, penyiapan jasa purna jual serta dukungan jasa keuangan dalam membiayai seluruh aktifitas industri terkait.
Beberapa produk industri permesinan seperti turbin uap, motor listrik, pompa, smelter, mesin perkakas CNC, motor bakar engine, kendaraan angkutan masih
memerlukan dukungan kesiapan desain engineering produk tersebut.Beberapa industri DN sudah memiliki kemampuan produksi tetapi penguasaan teknologi
produksi untuk produk dengan kompleksitas dan presisi tinggi masih perlu ditingkatkan.Untuk
itu, program
di bidang
teknologi permesinan
ditujukandifokuskan pada
inovasi design
engineering, peningkatan
kemampuanpenguasaan teknologi produksi dan dukunganlayanan dalam meningkatkan kemampuan industri permesinan dalam negeri.
Bidang Teknologi Rekayasa Industri MARITIM. Untuk mewujudkan
Indoneisa sebagai poros maritim dunia, peningkatan kesiapan industri perkapalan dan pelabuhan perlu dilakukan. Saat ini, Industri perkapalan nasional pada tingkatan
16
global belum mampu bersaing karena tidak adanya standard dalam pembuatan kapal baru, kandungan komponen impor yang mencapai 70 dan fasilitas peralatan
galangan untuk perawatan kapal yang obsolete. Biaya pembuatan kapal yang mahal di Indonesia membuat perusahaan pelayaran nasional lebih memilih untuk memesan
kapal baru atau membeli kapal bekas dari luar negeri. Kebijakan pemerintah telah diupayakan melalui Pemberlakuan Inpres 5 Tahun 2005, yang dikenal dengan
pemberlakuan asas cabotage. Regulasi lainnya adalah PP 69 th 2015, yang diikuti dengan Kepmen KEU no. 93 Th. 2015 yang di antaranya mengatur perihal tax
allowance untuk impor komponen bangunan kapal. Namun semua kebijakan tersebut belum dapat berjalan secara optimal. Selanjutnya, Bappenas merencanakan
pembangunan sektor kepelabuhanan sebagai dukungan untuk mempersiapkan pembangunan pelabuhan internasional yang berkapasitas besar dan modern untuk
ekspor berbagai komoditas dan berfungsi juga sebagai International Seaport-Hub. Perencanaan lainnya adalah Peningkatan kedalaman perairan pelabuhan hub
minimal – 12 m, Peningkatan kedalaman perairan pelabuhan feeder minimal – 7 m,
Peningkatan fasilitas dan peralatan pelabuhan utama hub dan feeder Tol Laut, Revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat di Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut
diatas, Kedeputian TIRBR memfokuskan program pengkajian teknologi maritimnya pada Inovasi dan layanan Teknologi Infrastruktur Kepelabuhanan dan Industri
Perkapalan melalui penyediaan desain standard kapal TEU’s serta desain
infrastruktur pelabuhan
untuk Mendukung
program Poros
Maritim.