Universitas Gadjah Mada 4
Tampak paradoks adanya starvasi seluler efektif pada keadaan kelebihan glukosa dan insulin yang bekelebihan. Pada DMT2, glukosa, pada tingkat tertentu, dapat masuk ke
intraseluler, sehingga starvasi intraseluler relatif tidak begitu parah. Karenanya, maka penggunaan asam lemak dan protein menurun, sehingga pebentukan Benda keton
tidak terjadi. Jadi, DMT2 adalah non-insulinopenik dan non-ketotik. Faktor Risiko DM. Faktor risiko yang diyakini terkait dengan DMT2 adalah usia 45
tahun; berat badan BB berlebih 110 dari BB-idaman atau indek masa tubuh IMT 23 kgm
2
. Hipertensi 14090 mmHg, riwayat DM pada garis keturunan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi 4000 gram; kadar HDL-kolesterol 25
mgdL dan atau kadar trigliserida 250 mgdL. Catatan: untuk kelomppok risiko tinggi jika pada pemeriksaan penyaring screening
hasilnya negatif, maka tes ulangan dilakukan setiap tahun, sedang bagi mereka yang tanpa faktor risiko tes ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
III. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DM, Tipe 1 atau Tipe 2, berdasar pada patofisiologi yang terjadi. Yang dianggap seagai gejala klasik adalah yang berikut.
A. Poliuria dan polidipsia Poliuria adalah peningkatan frekuensi dan volume urine, dan polidipsia adalah
peningkatan kuantitas minum akibat haus. Nokturia, sering kencing pada malam hari, merupakan manifestasi yang non-spesifik, tetapi dapat sebagai marker poliuria. Pada
pasien yang tidak dapat memenuhi haus, maka akan terjadi dehidrasi inravaskuler dengan manifestasi spesifik berupa hipotensi ortostatik dan takikardia. Patogenesis
yang mendasari adalah hiperglikemia, glukosuria, diuresis osmotik. B. Penglihatan kabur
Patogenesis yang mendasari adalah peningkatan glukosa dan pembengkakan lensa mata. Hal ini menimbulkan gangguan refraksi pada lensa dan menyebabkan kabur
pada penglihatan.
C. Infeksi kulit berulang 1. Tinea cruris rangen dapat parah
2. Tinea pedis dengan onychomycosis 3. Candidiasis balanitis
4. Candidiasis vaginitis
Universitas Gadjah Mada 5
D. Manifestasi spesifik DMT1 Manifestasinya dapat berupa timbulnya benda keton dengan akibat asidosis lihat
Kotak xx, bau aseton pada udara pernafasan, dan pernafsan yang dalam dan cepat respirasi Kussmaul. Pasien dengan DMT1 seringkali kurus.
KOTAK DM-1 Penyebab Anion Gap pada Asidosis Metabolik
Anion gap = Na — [C1+ HCO
3
]
Normal = 12 — 14
Metanol — toksin ini embentuk asam formiat melalui enzim etanol dehidrogenase
Benda keton — benda ini, B-hidroksibutirat, aseto-asetat, dan aseton, dapat
terbentuk pada pasien KAD, ketoasidosis terkait-etanol, dan kelaparan starvasi
Laktat — anion diproduksi pada keadaan hipoperfusi dan sepsis
Salisilat — dosis berlebih overdosis
Uremia — asam menetap mis. Anion tidak secara efektif diekskresi
Ethylene glycol — ingesti bahan in menyebabkan asam glioksilat dan asam oksalat
Penggunaan paraldehida IV.Pengelolaan
Pengelolaan DM meliputi edukasi, aktivitas jasmani, pengaturan maka, tambahan obat hipoglikemik oral atau insulin. Pengelolaan spesifik ditujukan pada beberapa sasaran:
pengendalian KG-darah yang optimal tanpa terjadinya hipoglikemia, pemantauan dan upaya mencegah sekuele DM, dan menghilangkan atau meminimalkan faktor
risiko timbulnya penyakit vaskuler aterosklerotik. A. Edukasi
DMT2 pada umumnya timbul pada waktu pola gaya hidup telah terbentuk dan sudah kokoh alias sulit diubah. Keberhasilan pengelolaan mandiri memerlukan partisipasi aktif
pengidap, keluarga, dan masyarakat. Edukasi meliputi a beberapa hal tentang DM belum dapat disembuhkan melalui ilmu kedokteran, pengelolaan DM secara umum, b
makna pengendalian dan pemantauan DM, c penyulit DM, akut dan menahun, d intervensi farmakologis dan non-farmakologis, e tentang hipoglikemia, 0 beberapa
keadaan khusus yang dihadapi, dan pengobatan penyakit lain yang dijumpai, seperti anti-hipertensi, anti-lipidemia, g pengajaran keterampilan, dan i cara menggunakan
fasilitas perawatan kesehatan. Perilaku yang diinginkan pada pengidap DMT2 adalah 1 mengikuti pola makan sehat,
2 meningkatkan kegiatan jasmani, 3 menggunakan obat diabetes dan obatobat pada
Universitas Gadjah Mada 6
keadaan khusus secara aman, dan teratur, 4 melakukan pemantauan glukosa darah mandiri self-monitoring blood glucose, SMBG dan memanfaatkan data yang diperoleh,
5 merawat kaki secara berkala, 6 mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat, 7 mempunyai keterampilan mengatasi masalah, dengan bergabung
dengan kelompok awam dan mengajak keluarga untuk memahami pengelolaan diabetes, 8 mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.
Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing pengidap.
Standar komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat KH, hidrat arang
sebanyak 60
— 70, Protein zat putih telur 10 — 15, dan Lemak 20 — 25
dengan kandungan kolesterol 300mghari. Kandungan serat dianjurkan sebanyak 25 gram sehari. Jumlah kalori disesuaikan dengan peertumbuhan, status gizi, umur, ada
tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani sehari-hari. Berat badan BB yang dianjurkan adalah mencapai BB idarnan. Indek massa tubuh
[IMT = BB dalam kg : TB dalam m
2
]. Jika IMT 18,5 dikategorikan sebagai BB
kurang; IMT 18,5 — 22,9 kgm
2
disebut BB-normal; BB lebih jika IMT 23,0 kgm
2
, IMT 23,0
— 24 kgm
2
dengan risiko; IMT 25,0 — 29,9 kgmobes I dan IMT 30 kgm
2
obes II.
Untuk kepentingan penghitungan jumlah kalori yang diperlukan dapat digunakan rumus
Brocca BB-idaman = TB cm — 100 — 10. BB kurang jika BB 90 BBidaman;
normal jika BB 90 — 110 BB-idaman; BB lebih jika BB 110 — 120 BBidaman; dan
gemuk jika BB 120 BB-idaman. Kebutuhan kalori yang diperlukan adalah BB- idaman x 30 kalori laki-laki atau 25 kalori perempuan. Kemudian kalori ditambah
10
— 30 sesuai dengan aktivitas dan BB kurang atau adanya stres, dikurangi jika BB
berlebih.
B. Pengendalian Glikemik
Pengendalian kadar glukosa darah merupakan sentral pengelolaan DM. Bukti-bukti klinis menunjukkan bahwa mempertahankan KG-darah 200 mgdL dapat
meminimalkan poliuria, polidipsia, dan komplikasi kronik DM, terutama penyulit
mikroangiopati. Tetapi, risiko hipoglikemia selalu ada dan dapat mengakibatkan morbiditas dan bahkan kematian. Risiko hipoglikemia meningkat sejalan dengan
intensitas terapi yang diberikan terutama pada pasien yang kurang patuh. Karena itu,
derajat kendali glikemia harus disesuaikan dengan keadaan pasien. Pada pasin
yang tidak disertai sekuele dan patuh terhadap terapi, KG-plasma puasa dapat dianjurkan antara 80-100 mgdL dan KG-2jpp tidak lebih dari 140 mgdL. Bagi pasien
yang disertai banyak penyulit dan problem medis lainnya, maka KG-darah dapat dipertahankan antara 150250 mgdL.
Universitas Gadjah Mada 7
KOTAK DM-2 Evaluasi Pasien dengan Diabetes Mellitus
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik, terutama pada
a Faktor risiko DM b Obat yang diminum sekarang
c Kelainan yang nyata ada sebagai sekuele DM: neuropati, retinopati, sindroma carpal-tunnel, impotensi, tidak berkeringat, atau takikardia yang tidak sesuai
pada waktu bangun dari tiduran. Funduskopi: prerubahan retina, proliferatif
atau non-proliferatif d Risiko aterosklerosis atau nefropati: hipertensi, riwayat keluarga adanya
penyakit aterosklerosis, riwayat dislipidemia, atau adanya tanda hiperlipidemia mis. xanthoma atau xanthelasma
2. Jika pasien tidak menunjukkan gambaran klinis yang nyata, tetapi nyata berisiko mengidap
DM, periksa KG-plasma puasa a Diagnosis DM dapat ditegakkan jika KG-plasma puasa, pada dua kali
pemeriksaan pada waktu yang berbeda 126 mgdL b Jika hasil KG-plsma puasa 110 - 126 mgdL
IFG, impaired fasting glucose tolerance
c HbA
1C
atau A1C tidak dianjurkan untuk uji skrining 3. Marker diagnostik lainnya meliputi
a Ketoasidosis diabetik KAD b KG darah acak 200 mgdL
c Respons abnormal terhadap beban glukosa 50-gram pada perempuan hamil 4. Lakukan pemeriksaan elektrolit, BUN, dan kadar kreatinin darah untuk kepentingan
data dasar 5. Lakukan pemeriksaan urine urinalisis, untuk memperoleh informasi
mikroalbuminuria, ketonuria, atau glukosuria 6. Lakukan pemeriksaan EKG untuk data dasar
7. Tentukan tekanan darah. Hipertensi? 8. Lakukan konsultasi Dokter Mata SpM
9. Lakukan pemeriksaan panel lipid Kolesterol total, Trigliserida, HDL- dan LDL-
Kolesterol
Universitas Gadjah Mada 8
Terapi untuk pengendalian glikemia meliputi yang berikut. 1. Jika pasien dalam keadaan dekompensasi akut, intervensi intensif harus diberikan
lihat Kotak xx
2. Jika pasien mengidap diabetes mellitus tipe 1 DMT1 diperlukan terapi insulin a. Berikan insulin rekombinan manusia human recombinant insulin
b. Farmakokinetik pemberian insulin subkutan seperti yang berikut Tabel xx. c. Dosis insulin total umumnya adalah 0,5
— 1,0 Unitkghari
KOTAK DM-3 Pengelolaan Pasien dengan Diabetes Mellitus
1. Lakukan edukasi pasien: tentang DM, pentingnya mencapai kendali DM yang baik, perawatan kaki, tentang tanda dan pengelolaan hipoglikemia, dan
sebagainya 2. Perencanaan makan clinical nutrition, nutrisi klinis
a Pasien yang obese harus berusaha menurunkan berat badan b Pasien yang obese harus menurunkan jumlah kalori yang disantap
c Kandungan karbohidrat sebaiknya 60 - 70 kalori total d Kandungan lemak 20 - 25 kalori total
e Kandungan lemak jenuh 10 kalori total 3. Perintahkan pasien untuk hidup aktif. Hal ini dapat membantu menurunkan berat
badan, meningkatkan sensitivitas dan jumlah reseptor insulin, meningkatkan HDL-Kolesterol
a Dianjurkan untuk latihan jasmani erobik atau isotonik, dilakukan 3 x seminggu. Renang, berjalan dan bersepeda adalah terbaik
b Latihan isometrik sebaiknya tidak dilakukan, karena berisiko lepasnya retina atau perdarahan intraokuler
4. Tanda pengenal sebaiknya dipakai oleh semua pasien DM yang mendapat
terapi obat hipoglikemik risiko hipoglikemia 5.
Pengelolaan hipoglikemia, yang terbaik adalah madu. Pasien sebaiknya
membawa permen utnuk sewaktu-waktu dimakan jika ada gejala hipoglikemia 6.
Edukasi: pemeriksaan KG mandiri. Pemantauan tidak perlu dilakukan setiap hari bagi pasien T2DM, cukup setiap minggu sekali,kecuali jika simtomatis sakit
d. Regimen dosis diberikan sedemikian rupa, sehingga mirip dengan sekresi insulin fisiologik dari pankreas. Sebagai insulin basal diberikan insulin aksi panjang long
acting plus insulin aksi pendek short acting
Universitas Gadjah Mada 9
i. Insulin NPH atau insulin glargine diberikan pagi hari, dan insulin regular setiap sebelum makan. Pemantauan KG-darah harus seketat mungkin, 4 kali
sehari, yaitu pada menjelang tidur malam, dan 2-1 jam setiap pascamakan. ii. Regimen dosis dua kali sehari dengan campuran insulin regular RI dan
insulin NPH. Suntikan insulin diberikan 12 jam sebelum sarapan dan 2 jam sebelum makan malam. Dua-per-tiga dosis diberikan insulin NPH dan 13 dosis
bentuk RI. Dua-per-tiga dosis total diberikan pagi hari dan sisanya diberikan sebelum makan malam. Pemantauan KG-darah segera sebelum suntik insulin,
pada tengah hari, dan menjelang tidur. iii. Regimen dosis dua kali sehari dengan insulin NPH dan regular premixed mis.
Humulin 3070, atau Mixtard 3070. Pemberian suntikan insulin dan pemantauan KG-darah sama dengan butir ii di atas.
e. Penyesuaian dosis insulin dilakukan jika oleh sesuatyu sebab pasien sakit mis. gastroenteritis disertai mual, muntah, dan diare
i. Pantau KG-darah dan keton dalam urine ii. Teruskan pemberian NPH atau insulin glargine dengan dosis separuh sampai
tiga-per-empat dosis harian.
iii. Ke rumahsakit jika ada manifestasi ortostatik atau muncul ketonuria. Tabel xx. Farmakokinetik Insulin Subkutan
Jenis Insulin Mula aksi
Efek puncak Lama efek
Reguler 2-4 jam
6 jam NPH
8-10 jam 18-20 jam
Glargine 1 jam
Tidak ada 24 jam
3. Jika pasien termasuk diabetes mellitus tipe 2 DMT2, kendali diabetes didasarkan