Karakteristik Penderita Penyakit Diabetes Mellitus Dengan Kompliksi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2014

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh:

RIRIS S LUMBAN GAOL NIM. 111000156

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA TAHUN 2014

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

RIRIS S LUMBAN GAOL NIM. 111000156

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN KOMPLIKASI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA TAHUN 2014” ini beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemungkinan ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Medan, Agustus 2015


(4)

(5)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi DM secara nasional pada tahun 2007 yaitu 1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,1%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014 maka dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi pada penelitian ini sebanyak 835 orang, sampel sebanyak 101 orang yang diperoleh dengan rumus pengambilan sampel.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur 61-70 tahun (35,7%), jenis kelamin perempuan (57,4%), suku Batak (52,5%), pekerjaan PNS/ BUMN (38,7%), pendidikan SLTA (64,3%), daerah asal Kota Medan (70,3%), DM tipe 2 (99,0%), jenis komplikasi dispepsia (55,4%), komplikasi kronik (83,1%), tanpa pemeriksaan HbA1C (86,1%), kadar HbA1C tidak terkontrol (78,6%), pengobatan OHO (84,2%), sumber biaya BPJS (84,2%), lama rawatan rata-rata (7 hari), pulang berobat jalan (71,3%). Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan kategori komplikasi (p=0,239), jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi (p=0,454), pengobatan dengan kategori komplikasi (p=0,588) dan lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi (p=0,918). Ada perbedaan yang bermakna antara proporsi tipe DM berdasarkan kategori komplikasi (p=0,024).

Kepada pihak rumah sakit diharapkan agar melakukan pemeriksaan kadar HbA1C pada pasien dan meningkatkan edukasi pada pasien khususnya komplikasi penyakit DM. Kepada penderita DM dengan komplikasi diharapkan agar melakukan pemeriksaan kadar glukosa secara rutin, pemeriksaan kadar HbA1C, menggunakan insulin dalam pengobatan dan menerapkan pola hidup sehat sehingga kadar gula darah bisa terkontrol.

Kata Kunci : Karakteristik, Diabetes Mellitus dengan Komplikasi .


(6)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a degenerative disease with a prevalence continue to increase from year to year. Based on data Riskesdas 2013, the national prevalence of diabetes mellitus in 2007 was 1,1%, increase in 2013 to 2,1%.

To know the characteristics of patients DM with complications admitted to the Martha Friska Hspital in 2014, descriptive study has been done by using case series design. The population were 835 DM patient data, sample were 101 DM patient data, that is chosen by using simple random sampling technique.

The results showed the proportion of patients with complications of DM was highest in the age group 61-70 years (35.7%), Female (57.4%), Batak (52.5%), PNS/BUMN (38.7%), High School (64.3%), in Medan (70.3%), type 2 DM (99.0%), Dyspepsia complication (55,4%), chronic complications (83.1%),without HbA1C test (86,1%), HbA1C levels are not controlled (78,6%) Hypoglycemic oral medicine (84.2%), Health Assurance (84.2%), average length of stay (7 days), becoming outpatient (71.3%). According to statistic, there was no difference between the proportion of age based categories of complications (p = 0.239), gender based categories of complications (p = 0.454), treatment with categories of complications (p = 0.588) and long treatment by category of complications (p = 0.918). There is a relationship between the proportion of type DM by category complications (p = 0.024).

It is suggested to the Martha Fiska Hospital to have HbA1C check for the patient and to improve education for patient especially DM complication. It is also suggested to DM patient with complication to check glucose routine and HbA1C, to use insulin in curing and to apply health life style in controlling blood glucose.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Karakteristik Penderita Penyakit Diabetes Mellitus dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014” telah dapat penulis selesaikan.

Dengan penuh rasa sukacita dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang tua terkasih Among-Maitten Lumban Gaol yang selalu mendidik dengan kesabarannya, selalu mengajarkan kesederhanaan, menjadi teladan dan inspirasi bagi penulis juga kepada Inong-Dra. Rosita Munte yang selalu mendidik, mendoakan, mendukung, dan menjadi tempat sandaran penulis. Penulis sangat bersyukur mempunyai orang tua sehebat mereka.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr.Drs.SuryaUtama,MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberi bimbingan, saran, dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Dosen Pembimbing yaitu : Ibu drh. Hiswani M, Kes juga selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr.dr.Taufik Ashar, MKM selaku Dosen


(8)

Pembimbing IIyang telah memberi nasehat, bimbingan, dan kritik dalam pengerjaan skripsi ini sehingga dapat menambah wawasan penulis.

4. Bapak dr. M. Makmur Sinaga selaku dosen penguji yang juga memberikan arahan dan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Drs. Alam Bakti Keloko, M. Kes selaku dosen pembimbing akademik.

6. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terkhusus Departemen Epidemiologi yang telah memberikan bekal ilmu selama perkuliahan.

7. Direktur Rumah Sakit Martha Friska Medan, Kepala Bagian Rekam Medik beserta seluruh staf Rumah Sakit Martha Friska Medan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

8. Saudara-saudaraku: Dina F Lumban Gaol, SE sebagai kakak tertua ku yang jauh disana yang selalu memujiku sebagai adiknya yang tidak banyak menuntut,Siska Lumban Gaol, Amr beserta pasangannya Vidro Hutapea, Amr sebagai kakak yang menopang kehidupanku di Kota Medan dan selalu tidak segan-segan membeli banyak makanan, Martha Lumban Gaol, Amf sebagai kakak yang paling dewasa dalam berkata-kata dan selalu mentraktir makan penulis di awal bulan, Dungo Aryati Lumban Gaol sebagai adik perempuan yang menjadi teman berbagi dan saudara yang paling dekat dengan penulis, Ryan Lumban Gaol dan Hiskia Lumban Gaolsebagai penjaga keluarga kelak selalu memberikan


(9)

kejutan dengan tingkah lucunya, yang telah menjadi saudara terbaik dalam hidup penulis.

9. Pengurus Komisariat (PK) GMKI FKM USU M.B 2013-2014 yaitu Ketua Armanda Prima sebagai orang yang penuh dengan kekwatiran dan selalu menggalakkan gerakan ontime, Janni T Butarbutar si sekretaris yang menjadi musuh pengurus dan selalu hidup dalam formalnya hidup, Anjela si bendahara yang sangat super dalam hal keuangan yang tak pernah kehausan ide dalam mencari uang, Mefri Debora si wakil bendahara yang selalu penuh dengan makanan dan menjadi guidepengurus, Lamtiur Junita si wasek orkom yang selalu membuat dan merancang keunikan serta menjadi pengingat para pengurus, Sri Dewi Puspitasari si wasek kerohanian yang tidak pernah lelah mencari perangkat dan teman yang sangat detail dalam hal keuangan, Dedy Siregar si wasek akspel yang menjadi tukang boneka dan sang pembuat kerusuhan di tiap rapat pengurus, Yunita Lingga si biro orkom I yang selalu menantikan tulisan dari anggota, Herly si biro orkom II yang menghibur dengan tari-tariannya, Welsa si biro kerohanian, serta Freddy Tumanggor si biro akspel paling rajin mencatat di hp dan selalu penuh dengan kekonyolan yang telah memberikan sebuah proses dalam mendewasakan diri, menjadi partner dalam hal bekerja sama dan bertengkar yang amat sangat berkesan. 10.Keluarga penulis di Keluarga besar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia cabang Medan, terkhusus di komisariat Fakultas Kesehatan Masyarakat,Kanda Jasmen,Bg Ippo,Mommy Eci, Daddy Freddy Bukit,


(10)

Turip Tommy, Kaum Sekret, The Gangstar Community (Daniel, Abdon, Doly dan Dew) dan semuanya dari Alumni dan anggota lain yang mengajarkan penulis dalam berorganisasi, menjadi tempat berbagi, pemberi semangat dan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini.

11.Teman “7” bertambah besar dari awal perkuliahan- Iyung si pengejek kronisyang rela menunggu penulis berjam-jam mengambil data penelitian sampai ikut menjadi target penyuluhan DM, Eboy si plegma “Founding Mother” sang penata gaya dan tukang pucuk, Jane si pendatang dari Bekasi yang jauh menuntut ilmu ke Kota Medan, Jatum si melankolis kronis yang penuh dengan kekwatiran dan pembuat bakwan jagung yang handal, Medis si plegma teramat kronis yang tak takut apapun, Dedew si teman cabe-cabean dan menjadi anak panti karna sering tanpa janjian memakai warna baju yang sama serta selalu membawa aku bersama si revanya. Penulis bersyukur untuk setiap warna, keburakaan, dan persaudaraan yang kira rasakan bersama-sama.

12.Twister Conference yang penulis jarang bersama dengan mereka tetapi selalu memberikan semangat dan dorongan dalam pengerjaan skripsi ini. 13.Teman-teman mahasiswa/i peminatan Epidemiologi FKM USU dan

stambuk 2011 FKM USU dan seluruh civitas akademik kampus atas perhatian dan kebersamaannya terkhusus .

14.Yang paling spesial di kehidupan penulis Pandapotan Parulian Sormin yang selalu mengajarkan kedewasaan, mengusahakan apapun yang terbaik untuk penulis, sabar dalam menghadapi penulis, tempat berkeluh kesah,


(11)

tempat berbagi suka duka, dan menjadi partner terbaik dalam hal apapun yang tidak henti-hentinya memberikan semangat, dorongan, dan menjadi pengingat terbaik dalam mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata.. UOUS

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Riris S Lumban Gaol NIM. 111000156


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

RIWAYAT HIDUP ... xxii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Definisi Diabetes Mellitus ... 8

2.2 Sejarah Diabetes Mellitus ... 9

2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus ... 10

2.3.1 Distribusi dan Frekuensi Diabetes Mellitus ... 10

2.3.2 Faktor Resiko ... 12

2.4 Patofisilogi Diabetes Mellitus ... 14


(13)

2.5.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 ... 15

2.5.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 ...16

2.6 Gambaran Klinis Diabetes Mellitus ... 17

2.7 Diagnosis Diabetes Mellitus ... 18

2.8 Komplikasi Diabetes Melllitus ... 20

2.8.1 Komplikasi Akut ... 20

2.8.2 Komplikasi Kronik ... 22

2.9 Pencegahan Diabetes Mellitus... 26

2.9.1 Pencegahan Primer ... 26

2.9.2 Pencegahan Sekunder ... 27

2.9.3 Pencegahan Tersier ... 30

2.10 Kerangka Konsep ... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2 Waktu Peneltian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ...32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Sampel ... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5 Analisis Data... 34

3.6 Definisi Operasional ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.2 Sosiodemografi Penderita DM dengan Komplikasi ... 41

4.3 Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi ... 43


(14)

4.5 Kategori Komplikasi DM dengan Komlikasi ... 44

4.6 Pemeriksaan HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi ... 44

4.7 Kadar HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi ... 45

4.8 Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi ... 45

4.9 Sumber Biaya Penderita DM dengan Komplikasi ... 46

4.10 Lama Rawatan Penderita DM dengan Komplikasi ... 46

4.11 Keadaan Pulang Penderita DM dengan Komplikasi ... 47

4.12 Analisis Statistik ... 47

4.12.1 Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 47

4.12.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 48

4.12.3 Tipe DM Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 49

4.12.4 Pengobatan Berdasarkan Kategori Komplikasi ...49

4.12.5 Lama Rawatan Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 50

BAB 5 PEMBAHASAN ... 52

5.1 Sosiodemografi Penderita DM dengan Komplikasi ... 52

5.1.1 Umur Penderita DM dengan Komplikasi ... 52

5.1.2 Jenis Kelamin Penderita DM dengan Komplikasi ... 53

5.1.3 Suku Penderita DM dengan Komplikasi ... 54

5.1.4 Pekerjaan Penderita DM dengan Komplikasi ... 55

5.1.5 Pendidikan Penderita DM dengan Komplikasi ... 56

5.1.6 Daerah Asal Penderita DM dengan Komplikasi... 57

5.2 Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi ... 58

5.3 Jenis Komplikasi DM dengan Komplikasi ... 59

5.4 Kategori Komplikasi DM dengan Komlikasi ... 60

5.5 Pemeriksaan HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi ... 61

5.6 Kadar HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi ... 62


(15)

5.8 Sumber Biaya Penderita DM dengan Komplikasi ... 65

5.9 Lama Rawatan penderita DM dengan Komplikasi ... 66

5.10 Keadaan Pulang Penderita DM dengan Komplikasi ... 67

5.11 Analisis Statistik ... 68

5.11.1 Umur Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 68

5.11.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 69

5.11.3 Tipe DM Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 70

5.11.4 Pengobatan Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 71

5.11.5 Lama Rawatan Berdasarkan Kategori Komplikasi ... 72

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

6.1 Kesimpulan ... 74

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77 DAFTAR LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 41

Tabel 4.2 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe DM di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 43

Tabel 4.3 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 43

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 44

Tabel 4.5 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan HbA1C di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 44

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kadar HbA1C di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.7 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 45

Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 46


(17)

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 46

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 47

Tabel 4.11 Distribusi Proporsi Umur Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 47

Tabel 4.12 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 48

Tabel 4.13 Distribusi Proporsi Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 49

Tabel 4.14 Distribusi Proporsi Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 49

Tabel 4.15 Distribusi Proporsi Perbedaan Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 51


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 52

Gambar 5.2 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 53

Gambar 5.3 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Suku di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 54

Gambar 5.4 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 55

Gambar 5.5 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pendidikan di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 56

Gambar 5.6 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Daerah Asal di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 57

Gambar 5.7 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Tipe DM di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 58

Gambar 5.8 Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 59


(19)

Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 60

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan HbA1C di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 61

Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kadar HbA1C di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 62

Gambar 5.12 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pengobatan di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 63

Gambar 5.13 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 65

Gambar 5.14 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014... 67

Gambar 5.15 Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 68

Gambar 5.16 Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 69

Gambar 5.17 Diagram Bar Distribusi Proporsi Tipe DM Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 70


(20)

Gambar 5.18 Diagram Bar Distribusi Proporsi Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 71

Gambar 5.19 Diagram Bar Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014 ... 72


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data ... 81

Lampiran 2. Output SPSS ... 85

Lampiran 3. Surat Permohonan Survei Pendahuluan ... 94

Lampiran 4. Surat Izin Survei Pendahuluan ... 95

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 96


(22)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riris Sarmarito Lumban Gaol

Tempat Lahir : Doloksanggul Tanggal Lahir : 07 Oktober 1993 Suku Bangsa : Batak Toba Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 4 dari 7 bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Maitten Lumban Gaol Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Rosita Munthe

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba Lama Studi ; 3 Tahun 11 Bulan Riwayat Pendidikan

1. TK/ Tamat Tahun : TK Swasta Santa Lusia Doloksanggul/ 1999 2. SD/ Tamat Tahun : SD Swasta Santa Maria Doloksanggul/ 2005 3. SMP/ Tamat Tahun : SMP Swasta Santa Lusia Doloksanggul/ 2008 4. SMA/ Tamat Tahun : SMA Negeri 1 Doloksanggul/ 2011


(23)

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi DM secara nasional pada tahun 2007 yaitu 1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,1%.

Untuk mengetahui karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014 maka dilakukan penelitian bersifat deskriptif dengan desain case series. Populasi pada penelitian ini sebanyak 835 orang, sampel sebanyak 101 orang yang diperoleh dengan rumus pengambilan sampel.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur 61-70 tahun (35,7%), jenis kelamin perempuan (57,4%), suku Batak (52,5%), pekerjaan PNS/ BUMN (38,7%), pendidikan SLTA (64,3%), daerah asal Kota Medan (70,3%), DM tipe 2 (99,0%), jenis komplikasi dispepsia (55,4%), komplikasi kronik (83,1%), tanpa pemeriksaan HbA1C (86,1%), kadar HbA1C tidak terkontrol (78,6%), pengobatan OHO (84,2%), sumber biaya BPJS (84,2%), lama rawatan rata-rata (7 hari), pulang berobat jalan (71,3%). Hasil uji statistik, tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi umur berdasarkan kategori komplikasi (p=0,239), jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi (p=0,454), pengobatan dengan kategori komplikasi (p=0,588) dan lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi (p=0,918). Ada perbedaan yang bermakna antara proporsi tipe DM berdasarkan kategori komplikasi (p=0,024).

Kepada pihak rumah sakit diharapkan agar melakukan pemeriksaan kadar HbA1C pada pasien dan meningkatkan edukasi pada pasien khususnya komplikasi penyakit DM. Kepada penderita DM dengan komplikasi diharapkan agar melakukan pemeriksaan kadar glukosa secara rutin, pemeriksaan kadar HbA1C, menggunakan insulin dalam pengobatan dan menerapkan pola hidup sehat sehingga kadar gula darah bisa terkontrol.

Kata Kunci : Karakteristik, Diabetes Mellitus dengan Komplikasi .


(24)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a degenerative disease with a prevalence continue to increase from year to year. Based on data Riskesdas 2013, the national prevalence of diabetes mellitus in 2007 was 1,1%, increase in 2013 to 2,1%.

To know the characteristics of patients DM with complications admitted to the Martha Friska Hspital in 2014, descriptive study has been done by using case series design. The population were 835 DM patient data, sample were 101 DM patient data, that is chosen by using simple random sampling technique.

The results showed the proportion of patients with complications of DM was highest in the age group 61-70 years (35.7%), Female (57.4%), Batak (52.5%), PNS/BUMN (38.7%), High School (64.3%), in Medan (70.3%), type 2 DM (99.0%), Dyspepsia complication (55,4%), chronic complications (83.1%),without HbA1C test (86,1%), HbA1C levels are not controlled (78,6%) Hypoglycemic oral medicine (84.2%), Health Assurance (84.2%), average length of stay (7 days), becoming outpatient (71.3%). According to statistic, there was no difference between the proportion of age based categories of complications (p = 0.239), gender based categories of complications (p = 0.454), treatment with categories of complications (p = 0.588) and long treatment by category of complications (p = 0.918). There is a relationship between the proportion of type DM by category complications (p = 0.024).

It is suggested to the Martha Fiska Hospital to have HbA1C check for the patient and to improve education for patient especially DM complication. It is also suggested to DM patient with complication to check glucose routine and HbA1C, to use insulin in curing and to apply health life style in controlling blood glucose.


(25)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan, dan realistis sesuai pentahapannya (Depkes, 2009).

Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian, ibu dan bayi, serta meningkatnya umur harapan hidup (UHH). Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 5 repelita yang lalu, UHH masyarakat semakin meningkat sehingga struktur umur penduduk Indonesia bergerak kearah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit (transisi epidemilogi) di Indonesia yaitu penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun dan penyakit non infeksi semakin meningkat (Suyono, dkk, 2009).

Perubahan pola penyakit diduga ada perbedaan yang bermaknanya dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota telah bergeser dari pola makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan kebarat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat. Di samping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore


(26)

bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolah raga. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, diabetes, hiperlipidemia (Suyono, dkk, 2009).

Penyakit Tidak Menular (PTM) mempunyai durasi yang panjang dan umumnya berkembang lambat (Depkes, 2012). Berdasarkan laporan World Health

Organization (WHO), dari 57 juta kematian pada tahun 2008, 63% diantaranya

disebabkan oleh PTM terutama penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), paru-paru kronis (12%), dan diabetes mellitus (3%) (WHO, 2010).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. DM sering disebut dengan The Great Imitator, yaitu penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan pada semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan atau komplikasi, seperti komplikasi pada mata, ginjal, pembuluh darah, dan lain-lain (Depkes, 2008). Perjalanan penyakit DM berjalan lambat dengan gejala-gejala yang ringan sampai berat, dan dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi akut maupun kronis. Kematian pada penderita DM terjadi tidak secara langsung akibat hiperglikemianya, tetapi berhubungan dengan komplikasi yang terjadi (Permana, 2008).

WHO menyatakan pada tahun 2000 prevalensi DM sebesar 2,8% diperkirakan mengalami peningkatan menjadi 4,4% pada 2030 (Wild, dkk, 2004). Pada tahun 2004, terdapat 1,9% dari total seluruh kematian disebabkan oleh DM


(27)

dan jumlah penderita sebanyak 220,5 juta (WHO, 2004). Pada tahun 2011 terjadi peningkatan penderita DM menjadi 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang (WHO, 2011).

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2010 terdapat 6,4%

pada penduduk usia 20-79 tahun menderita DM. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 7,7% pada penduduk usia 20-79 tahun pada tahun 2030. Prevalensi DM tertinggi di dunia terdapat di Nauru (31%) pada penduduk usia 20-79 tahun, diikuti Uni Emirat Arab (18,7%), Saudi Arabia (16,8%), Mauritus (19,8%) dan Bahrain (15,4%) (IDF, 2010). Pada tahun 2014 terdapat 8,3% menderita penyakit DM. Prevalensi tertinggi didunia terdapat di Marshall Islands (37,37%) diikuti Mauritus (23,5%), Saudi Arabia (20,52%), Kuwait (17,87%), Bahrain (17,53%) (IDF, 2014).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan proporsi DM sebesar 6,9% dengan proporsi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Penderita DM hampir sama antara proporsi di perkotaan (6,8%) dan pedesaan (7,0%). Kecenderungan prevalensi DM secara nasional berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah 2,1%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 yaitu 1,1%. Prevalensi DM yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (3,3 %). Ketiga provinsi ini mengalami kenaikan prevalensi DM dan begitu juga dengan 29 provinsi lainnya. Sedangkan dua provinsi yaitu Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan prevalensi. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI


(28)

Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), dan Sulawesi Utara (2,4%). Riset ini juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara nasional berdasarkan hasil pengukuran gula darah yaitu pada penduduk berumur >15 tahunsebesar 29,9% (Depkes, 2014).

Tingginya prevalensi DM sejalan dengan tingginya komplikasi dari DM itu sendiri. Komplikasi kronik DM paling utama adalah penyakit kardiovaskular, neuropati diabetik, kaki diabetik, retinopati diabetik, serta nefropati diabetik. Di Indonesia sendiri komplikasi kronis dari DM ini terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetik 15%, retinopati diabetik 10%, dan nefropati 7,1% (Hastuti, 2008). Penderita DM dibandingkan dengan bukan penderita DM mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah, 5 kali lebih mudah menderita ulkus/ganggren, 7 kali lebih mudah mengidap nefropati diabetik, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat kerusakan retina (Waspadji, dkk, 2007).

Di Sumatera Utara angka prevalensi penderita DM mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 0,8% menjadi 2,23% pada tahun 2013 (Depkes, 2014). Berdasarkan hasil penelitian di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 terdapat 134 penderita DM yang mengalami komplikasi. Proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi yaitu penderita DM yang mengalami ganggren (26,1%), hipertensi (15,7%), nefropati diabetik (13,4%), TB paru (12,8%), hipoglikemia (6,7%), stroke (6,7%), neuropati diabetik (5,2%), hiperglikemia (4,5%), penyakit jantung koroner (3,7%), dispepsia (3,7%) dan retinopati diabetik (1,5%) (Tarigan, 2011).


(29)

Berdasarkan penelitian Merlyn (2012) di RS Vita Insani Pematang siantar tahun 2011 terdapat 123 penderita DM yang mengalami komplikasi. Proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi yaitu penderita DM yang mengalami gastritis (32,5%), neuropati diabetik (20,3%), hipertensi (17,9), gangren (16,3%), penyakit jantung koroner (14,6%), stroke (2,4%), TB paru (2,4%), hiperglikemia (1,6%), ketoasidosis diabetik (0,8%), dan katarak (0,8%) (Sinaga, 2012).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2014 diketahui bahwa jumlah kasus DM dengan komplikasi sebanyak 835 penderita. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang karakteristik penderita DM dengan komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, pendidikan, daerah asal).


(30)

b Mengetahui distribusi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan tipe DM.

c Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan jenis komplikasi.

d Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kategori komplikasi.

e Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi pemeriksaan HbA1C.

f Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi kadar HbA1C.

g Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan pengobatan.

h Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan sumber biaya.

i Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita DM berdasarkan komplikasi. j Mengetahui distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi

berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

k Mengetahui proporsi umur berdasarkan kategori komplikasi.

l Mengetahui proporsi jenis kelamin berdasarkan kategori komplikasi. m Mengetahui proporsi tipe DM berdasarkan kategori komplikasi. n Mengetahui proporsi pengobatan berdasarkan kategori komplikasi.

o Mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan kategori komplikasi.


(31)

1.4. Manfaat Penelitian

a Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak RS Martha Friska Medan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada penderita DM. b Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya tentang penyakit DM


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang disebabkan oleh berkurangnya produksi insulin baik kekurangan ini absolut maupun relatif (Haznam, 1991). Menurut WHO, DM adalah penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan (WHO, 2008).

Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) , DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin (Soegondo, dkk, 2009).

Hormon insulin mengendalikan kadar gula darah tubuh. Bila keadaan tubuh kekurangan insulin atau jumlah cukup tetapi tidak efektif akan menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL ( Price dan Lorraine, 2006).

Seseorang dapat dikatakan DM bila didiagnosis dengan kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa yaitu kadar glukosa darah sewaktu (plasma


(33)

vena) ≥ 200 mg/dl, kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO) (PERKENI, 2011).

2.2 Sejarah Diabetes Mellitus

Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada Papyrus Ebers di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak kencing.Kemudian Celsus atau Paracelsus kira-kira pada 30SM juga menemukan penyakit tersebut. Pada 200 tahun kemudian, Artaeus menamai penyakit itu Diabetes dari kata Diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lain (Suyono,dkk, 2007).

Cendekiawan India dan Cina pada abad ke 3 sampai dengan 6 masehi juga menemukan penyakit ini dan mengatakan bahwa urin pasien-pasien rasanya manis. Pada tahun 1674 Willis melukiskan urin tersebut seperti digelimangi madu dan gula. Sejak saat itu nama penyakit ditambah dengan kata Mellitus yang berarti madu (Suyono, dkk, 2007).

Ibnu Sina pertama kali melukiskan ganggren diabetik pada tahun 1000. Pada tahun 1889 Von Mehring dan Minowski mendapatkan gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreasnya. Kemudian pada abad ke-20, tepatnya tahun 1921 seorang ahli bedah Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya menemukan insulin. Pada tahun 1954-1956 ditemukan tablet jenis sulfonilurea yang dapat meningkatkan kadar insulin. Tahun 1969 ditemukan jenis sulfonilurea generasi kedua yaitu Glibenklamid (Suyono, dkk, 2007).


(34)

2.3 Epidemiologi Diabetes Mellitus 2.3.1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang

DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-65 tahun pada negara berkembang sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung pada usia diatas 64 tahun (Wild, dkk, 2004). Pada umur 40 sampai 70 tahun diabetes lebih banyak pada wanita, tetapi pada umur yang lebih muda frekuensi diabetes lebih banyak pada pria (Haznam, 1991).

Penderita DM tipe I biasanya penduduk berusia <40 tahun dan penderita DM tipe II adalah penduduk berusia ≥40 tahun. Menurut penelitian Lina (2011) di RS Herna Medan tahun 2009-2010 proporsi tertinggi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan 59,7% sedangkan proporsi terendah pada laki-laki 40,3% (Tarigan, 2011).

Berdasarkan penelitian Merlyn (2012) di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2011 proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok umur 51-60 tahun 33,3% sedangkan proporsi terendah pada kelompok umur ≤ 40 tahun 5,7%. Proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan jenis kelamin tertinggi yaitu perempuan 65,0% sedangkan proporsi terendah pada laki-laki 35,0% (Sinaga, 2012).

b. Menurut Tempat

Terdapat perbedaan antara prevalensi di daerah urban dengan daerah rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes.


(35)

Sebuah penelitian dilakukan di Jakarta tahun 1993 di daerah urban di kelurahan kayu putih adalah 5,6%, sedangkan didaerah rural di suatu daerah di Jawa Barat tahun 1995 adalah 1,1 % (Suyono, dkk, 2009).Berdasarkan laporan hasil Riskesdas tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan menunjukkan prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas 15 tahun yaitu 5,7% (PERKENI, 2011).

Perbedaan prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM. Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota besar, antara lain Jakarta (12,8%), Surabaya (1,8%), Makassar (12,5%), dan Manado (6,7%). Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan, antara lain Tasikmalaya (1,8%) dan Tanah Toraja (0,9%) (Soegondo,dkk, 2009).

c. Menurut Waktu

Insidensi dan prevalensi penyakit diabetes tidak pernah berhenti mengalir dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah penderita diabetes di dunia yang tercatat pada tahun 1990 mencapai angka 80 juta, dan mengalami peningkatan tajam empat tahun kemudian mencapai angka 110,4 juta. Pada tahun 2010 jumlah penderita mencapai angka 239,3 juta (Arisman, 2011).

Peningkatan prevalensi DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan oleh faktor genetik, life style dan faktor lingkungan.Pada tahun 2011 penderita DM mencapai angka 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang.


(36)

(WHO, 2011). Penderita DM mengalami peningkatan tahun 2014 yaitu 387 juta atau 8,3% (IDF, 2014).

2.3.2. Faktor Resiko a. Genetika

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes mellitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008).Sekitar 40% penderita diabetes terlahir dari keluarga yang juga mengidap penyakit diabetes (Arisman, 2011).

Diabetes tipe 2 lebih terkait dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1. Anak dengan ayah penderita DM tipe 1 memiliki kemungkinan terkena diabetes 1:17. Namun bila kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka kemungkinan menderita DM adalah 1:4-10. Pada DM tipe 2, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM bila salah satu orang tuanya menderita DM pada usia kurang dari lima puluh tahun dan 1:13 bila salah satu orang tuanya menderita DM pada usia lebih dari lima puluh tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2, maka kemungkinan menderita DM adalah 1: 2 (ADA, 2008).

b. Usia

Pada DM tipe I terjadi akibat kerusakan sel-sel beta Langerhans. Sehingga DM tipe I banyak ditemukan pada anak atau usia muda. Sebaliknya pada DM tipe II, lebih banyak pada usia setelah 40 tahun diakibatkan terjadinya penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk


(37)

memproduksi insulin. Resiko menderita penyakit DM bertambah sejalan dengan usia seseorang (Arisman, 2011).

c. Pola makan dan Obesitas/ Kegemukan

Pola makan di kota-kota besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak kerbohidrat dan serat dari sayuran ke pola makan beresiko dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat.Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap saji yang akhir-akhir ini sangat digemari oleh anak-anak muda (Suyono, dkk, 2010).

Kelebihan mengonsumsi lemak akan disimpan di tubuh dalam bentuk jaringan lemak dan mempengaruhi berat badan bahkan mencapai obesitas. Kondisi ini akan membutuhkan jumlah hormon insulin yang banyak untuk mengelolanya. Obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin (Waspadji, dkk, 2007).

d. Kurangnya aktivitas fisik

Olahraga sangat berperan pada kontrol gula darah.Pada saat tubuh melakukan aktifitas fisik maka sejumlah glukosa akan diubah menjadi energi sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang dan kebutuhan insulin juga akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Lanywati, 2001).


(38)

e. Infeksi

Beberapa orang ahli diabetes percaya bahwa DM mempunyai beberapa sebab. Penyebab lain yang dicurigai adalah berbagai jenis virus. Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus.Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas.Pada kasus DM tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus.DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM (Johnson, 1998).

2.4 Patofisologi Diabetes Mellitus

Pada proses pencernaan, pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.Didalam tubuh, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, dan hasil akhirnya timbulnya energi. Insulin bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar (Suyono,dkk, 2007).

Insulin memainkan peranan sebagai transportasi untuk menghantar glukosa memasuki ke dalam sel-sel. Tanpa insulin, sel-sel akan kekurangan glukosa untuk digunakan sebagai sumber energi meskipun adanya glukosa di


(39)

dalam aliran darah. Akhirnya, glukosa yang lebih ini atau glukosa yang tidak digunakan ini akan diekskresikan dalam urin (Suyono,dkk, 2007).

Selain membantu glukosa memasuki sel-sel, insulin juga penting dalam mengatur tingkat glukosa dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat, untuk mengatasi peningkatan kadar glukosa, pankreas biasanya melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Ketika kadar glukosa darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari pankreas dihentikan (Suyono, dkk, 2007).

Dalam DM tipe I, pankreas mengalami serangan autoimmune oleh tubuh sendiri, dan menyebabkan sel-sel pankreas tidak bisa menghasilkan insulin.Antibodi abnormal telah ditemukan di sebagian besar pasien dengan DM tipe I. Pada pasien DM Tipe I, sel-sel beta pankreas yang bertanggung jawab untuk produksi insulin diserang oleh sistem kekebalan tubuh.Hal ini diyakini bahwa warisan genetik mungkin suatu faktor risiko berkembangnya antibiotik yang abnormal.Selain itu, paparan terhadap infeksi virus tertentu atau racun-racun lingkungan hidup lainnya bisa memicu respons antibodi abnormal yang merusakan sel-sel pankreas (Suyono, dkk, 2007).

Dalam DM tipe II, pasien dapat memproduksi insulin, tetapi tidak dapat menggunakannya secara adekuat, terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin (Suyono,dkk, 2007).


(40)

2.5 Klasifikasi Diabetes Mellitus

2.5.1 Diabetes Mellitus Tipe 1/ IDDM (Insulin Dependent DM)

Diabetes Mellitus tipe 1 disebut insulin-dependent DMkarena pasien sangat bergantung terhadap insulin dan hanya dapat diobati dengan menggunakaninsulin. Penderita memerlukan suntikan setiap hari untuk mencukupi kebutuhan insulin dalam tubuh (Johnson,1998).DM tipe 1 dahulu disebut juga diabetes onset-anakkarena banyak terjadi pada usia muda dan

diabetes rentan-ketosis karena DM tipe ini sering menimbulkan

ketoasidosis(Arisman, 2011).

Diabetes Mellitus tipe 1 diakibatkan terjadinya kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel langerhans di pankreas.Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin (Sujono dan Sukarmin, 2008).Gejala penyakit ini biasanya muncul secara mendadak, berat, dan perjalanannya secara progresif.Jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma. Ketika diagnosis ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah, dan kadar gula darah puasa >140 mg/dL (Arisman, 2011).

Di Indonesia, penderita DM tipe 1 secara pasti belum diketahui tetapi diakui kasusnya memang sangat jarang. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai pasien mengalami komplikasi atau mengalami kematian (Suyono, 2007).


(41)

Istilah Non Insulin Dependent DM sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap DM tipe 2 dapat ditangani dengan insulin. DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur/onset-dewasa karena banyak terjadi pada usia tua atau 40 tahun dan diabetes resistan-ketosis karena DM tipe ini cenderung tidak berkembang ke arah ketosis. DM tipe 2 merupakan penyakit familier yang mewakili kurang lebih 85% kasus DM di negara maju dengan prevalensi sangat tinggi pada masyarakat gaya hidup tradisional menjadi modern. Gejala DM tipe 2 muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan dan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun.Progresifitas gejala berjalan lambat (Arisman, 2011).

Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe 2 (Price dan Lorraine, 2006).Pasien biasanya tidak perlu tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja untuk memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula darah (Tjokoprawiro, 1991).

2.6 Gambaran Klinis Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus dapat timbul secara perlahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan. Gejala klinis yang khas penyakit DM seperti

poliuria (peningkatan pengeluaran urine), polidipsia (peningkatan rasa haus), dan

polifagia (peningkatan rasa lapar) merupakan petunjuk penting dalam


(42)

Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) merupakan gejala yang paling utama yang dirasakan oleh setiap pasien.Polidipsia (peningkatan rasa haus) diakibatkan peningkatan pengeluaran urin sehingga menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH

(antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.Polifagia (peningkatan rasa

lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

Keluhan yang dialami juga oleh penderita DM seperti rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes, kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di daerah lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara, kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari protein (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

2.7 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DMharus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah dilakukan di laboratorium klinik (Gustaviani, 2009).


(43)

Uji diagnotik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Gustaviani, 2009).

Diagnosis klinis DM umumnya bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya.Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvea pada pasien wanita (Gustaviani, 2009).Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

a. Jika keluhan klasik ditemukan ( poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan) maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasakeluhan klasik. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan kadar gula plasma 2 jam pada TTGO200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yangdilarutkan ke dalam air. Meskipun TTGO dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa


(44)

plasma puasa, namunpemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukanberulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus (PERKENI, 2011).

Pemeriksaan HbA1C dapat juga dijadikan sebagai salah satu kriteria diagnosis DM. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Ketika kadar gula darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka kadar gula darah akan berikatan dengan hemoglobin. Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C(PERKENI,2011).Kadar HbA1C didalam darah menggambarkan kadar gula darah rata-rata selama 3 bulan. Kadar normal HbA1C <7% (Soegondo, dkk, 2009).

Pemeriksaan HbA1C dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003).

2.8 Komplikasi Diabetes Mellitus 2.8.1 Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan oleh penurunan gula darah (Ranakusuma,1992).Kekurangan glukosa sama dengan kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila kekurangan tersebut


(45)

berkepanjangan (Waspadji, dkk, 2007).Bila terdapat penurunan kesadaran pada penderita DM kemungkinan terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL (PERKENI, 2011).

Gejala dan tanda hipoglikemia adalah gejala otonom yang diperantarai neurotransmitter susunan saraf otonom seperti cemas, gemetaran, berkeringat, jantung berdebar-debar dan lapar. Sedangkan gejala lain adalah gejala neuroglikopeni berupa gangguan berpikir, lemas, kesadaran menurun, mata kabur dan sulit berkonsentrasi (Setiati,dkk, 2008).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah komplikasi akut dari diabetes yang sering terjadi pada penderita DM tipe.Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi berat, hiperosmolalitas, dieresis osmotik.Jika keadaan ini tidak segera ditangani dapat menyebabkan penderita menjadi tidak sadarkan diri dan meninggal (Price dan Lorraine, 2006).

Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan produksi glukosa hati.Hal ini dapat menyebabkan penumpukan glukosa pada sel dan jaringan tertentu sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Waspadji, dkk, 2007).

Hiperglikemia ini antara lain adalah: a. Ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan


(46)

syok.Menghentikan atau mengurangi dosis insulin merupakan salah satu pencetus terjadinya KAD (Soewondo, 2009).

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan gawat darurat akibat hiperglikemia dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah yang disebut keton (Suastika, 2008).

Keluhan dan gejala KAD berupa pernafasan cepat dan dalam, turgor kulit berkurang, lidah dan bibir berkurang, kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium.Keluhan poliuri dan polidipsi sering kali mendahului KAD (Soewondo, 2009).

b. Non Ketotik Hiperosmolar (NKH)

Mekanisme terjadinya NKH hampir sama dengan KAD. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk membedakannya dengan KAD. Hal yang membedakannya adalah bila pasien mempunyai kadar glukosa darah >600mg%, osmolalitas serum 350 mOSM/L dan positif lemah serta pemeriksaan aseton negatif. Secara klinis penderita dalam keadaan tanda-tanda dehidrasi (turgor menurun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postoral, bibir dan lidah kering), tidak ada bau aseton yang tercium dari hawa napas dan tidak ada pernafasan kussmaul(Waspadji, dkk, 2007).


(47)

2.8.2 Komplikasi Kronik

a. Kerusakan Mata (Retinopati Diabetika)

Kerusakan mata akibat DM yang paling sering adalah Retinopati (Kerusakan Retina).Glukosa darah yang tinggi menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat mengakibatkan kebocoran pembuluh darah kapiler.Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur (Oawara, 2003).

Retinopati Diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktudiagnosis DM tipe 1 ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada kurang dari 5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita retinopati diabetik (Pandelaki, 2009).

Pada DM tipe 2 ketika didiagnosis diabetes ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik nonproliferatif (background retinopathy).Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%.Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes (Pandelaki, 2009).

b. Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik)

Neuropati Diabetik merupakan salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada DM.Resiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati


(48)

antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya biaya pengobatan pasien DM dengan neuropati (Subekti, 2009).

Manifestasi Neuropati Diabetik bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa dideteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat.Keluhannya dapat berupa neuropati lokal atau sistemik, semua tergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.Pasien diabetes memiliki resiko 7 kali lebih mudah mengalami neuropati dibanding nondiabetes (Subekti, 2009).

c. Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik)

Hampir 20-30% penderita DM akan mengalami kelainan ginjal dalam perjalanan penyakitnya.Nefropati diabetik adalah komplikasi pada ginjal yang dapat berakibat dengan gagal ginjal.Kerusakan ginjal disebabkan oleh kadar glukosa dalam darah sangat tinggi, sehingga ginjal dipacu lebih berat akibatnya terjadi penyempitan pembuluh darah kapiler dalam darah. Pada saat terdiagnosis DM, khususnya bila kadar glukosa darah tinggi maka mekanisme Glomerular

Filtration Rate meningkat hingga 150ml/menit pada penderita diabetes dapat

menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin (Sjaifoellah, 1996). Angka kejadian nefropatik diabetik pada DM tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar dari tipe 1 karena jumlah penderita DM tipe 2 lebih banyak dari DM tipe 1 (Hendromartono, 2009).


(49)

d.Hipertensi

Gagal ginjal merupakan komplikasi kronik DM yang diperburuk oleh adanya hipertensi. Pengontrolan kadar glukosa darah sebaik mungkin disertai pengontrolan tekanan darah. Pengelolaan hipertensi pada DM berguna untuk mencegah kematian dan disabilias akibat tekanan darah yang tinggi. Penderita hipertensi pada penderita DM ada dua yaitu hipertensi primer yang berkaitan dengan hipertensi endokrin dan hipertensi sekunder seperti Syndrome

Cushing(Sjaifoellah, 1996).

e. Penyakit Jantung Koroner

Diabetes Mellitus (DM) merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah berkurang dan tekanan darah meningkat. Keluhan sakit jantung sangat bervariasi, biasanya tidak ada keluhan, tetapi selanjutnya akan timbul gejala akibat penyumbatan antara lain sesak nafas, nyeri dada, rasa lelah, sakit kepala, detak jantung cepat dan tidak teratur, banya berkeringat. Akan tetapi, kadang pada penderita diabetes keluhan sakit jantung tidak disertai dengan rasa nyeri.Hal ini disebabkan karena saraf yang mengantar rasa nyeri telah rusak (Tjokoprawiro, 2006).

f. Ulkus/ Ganggren

Diantara komplikasi kronik DM, kelainan makrovaskuler memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah berupa ulkus maupun gangren selanjutnya disebut kaki diabetik.Kaki diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit


(50)

karena adanya komplikasi makroangiopati yang terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti, 2008).Data dari beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan angka amputasi dan angka kematian ulkus-ganggren sebesar 15%-30% dan 17%-32%. Penderita dengan ulkus-ganggren ditemukan sebesar 2,4%-14% pada penderita DM. Penderita DM mempunyai kecenderungan 5 kali mudah mengalami ulkus-ganggren (Sjaifoellah, 1996).

g. Dispepsia

Dispepsia diakibatkan karena urat saraf yang memelihara lambung rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tinggal dalam lambung. Gangguan pada usus yang sering dialami oleh penderita DM adalah sukarbuang air besar, perut gembung, dan kotoran kerasdan kadang-kadang menunjukkan keluhan diare, kotoran banyak mengandung air tanparasa sakit perut (Tjokoprawiro, 2006).

2.9 Pencegahan Penyakit Diabetes Mellitus

Kunci utama pencegahan DM terletak pada tiga titik yang saling berkaitan yaitu pengendalian berat badan, olahraga, dan makan makanan sehat. Bentuk pengendalian ini dilakukan dengan menurunkan berat badan sekitar 5-7% dari total berat badan dengan 30 menit kegiatan fisik/olahraga 5 hari per minggu, dan makan secukupnya makanan sehat. Pencegahan DM diantaranya pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Bustan, 2007).


(51)

2.9.1 Pencegahan Primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko mengidap DM atau pada populasi umum. Adapun pencegahan primer yaitu:

a) Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai resiko DM dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan resiko terkena DM tipe 2.

b) Diet Sehat. Dapat dilakukan dengan mengatur jumlah asupan kalori agar tercapai berat badan yang ideal. Mengatur makanan yang rendah lemak jenuh, rendah karbohidrat kompleks, dan tinggi serat dapat mencegah timbulnya puncak (peak) glukosa darah yang dapat meningkatkan resiko terkena DM (PERKENI, 2011).

c) Latihan Jasmani (Olahraga). Olahraga yang teratur akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah sehingga membantu masuknya glukosa dalam sel. Dalam melakukan latihan jasmani dianjurkan 3-4 kali setiap minggu selama kurang lebih ½ jam. Tetapi hal yang perlu diingat ketika melakukan olahraga adalah jika penderita DM memulai olah raga tanpa makan akan beresiko terjadinya starvasi sel dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis sel (hipoglikemia). Oleh karena itu, penderita harus makan sebelum olahraga dan harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. (Riyadi dan Sukarmin, 2008)


(52)

d) Penyuluhan. Melalui penyuluhan masyarakat dapat diberi pengetahuan tentang hidup sehat untuk mencegah penyakit DM sehingga masyarakat dapat dilibatkan dalam program skrining kasus baru terutama pada kelompok resiko tinggi untuk timbulnya penyakit DM (Subekti, 2007). 2.9.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya deteksi dini penyandang DM. Maka dianjurkan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah. Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini benar mereka mengidap DM. Jika mereka yang sudah didiagnosis menderita DM maka dilakukan pencegahan dan mnghambat penyakit penyulit lebih lanjut (Waspadji, dkk, 2007).

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan atau suntikan insulin(PERKENI, 2011).

a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid. Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan


(53)

glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. 2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion

Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

3. Penghambat gluko neogenesis: metformin

Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk. 4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

5. DPP-IV inhibitor

DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetapdalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang pelepasan insulin serta menghambat penglepasan glucagon (PERKENI, 2011).

b) Insulin

Terdapat 3 jenis insulin yang penting menurut cara kerjanya yaitu:

a. Yang kerjanya cepat yaitu Regular Insulin (RI) dengan masa kerja 2-4 jam.


(54)

b. Yang kerjanya sedang yaitu NPN dengan masa kerja 6-12 jam.

c. Yang kerjanya lambat yaitu PZI (Protamme Zinc Insulin) dengan masa kerja 18-24 jam.

Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urin dan glukosa darah (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Pada penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalamtubuhnya agar berjalan normal. Ini diakibatkan karena sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak dapat memproduksi insulin (Depkes, 2005). Pada pasien DM tipe 2 dapatdimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosadarah yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun dan penyandang DM lebih dari 10 tahun (PERKENI, 2008).

2.9.3 Pencegahan Tersier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkan penyakit DM temasuk kedalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap yaitu:

a. Mencegah komplikasi diabetes

b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus ke penyakit organ.


(55)

c. Mencegah terjadinya kecacatan yang disebabkan oleh kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dengan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya (Suyono, 2009).

2.10 Kerangka konsep

Karakteristik Penderita DM dengan Komplikasi 1. Sosiodemografi

Umur

Jenis Kelamin Suku

Pekerjaan Pendidikan Daerah Asal 2. Tipe DM

3. Jenis Komplikasi 4. Kategori Komplikasi 5. Pemeriksaan HbA1C 6. Kadar HbA1C 7. Pengobatan 8. Sumber Biaya

9. Lama Rawatan Rata-Rata 10.Keadaan sewaktu pulang


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan desain case series.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Martha Friska. Pemilihan lokasi penelitian ini didasari atas pertimbangan bahwa di rumah sakit ini tersedia kasus mengenai penyakit DM dengan komplikasi dan belum pernah dilakukan penelitian sejenis ini.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak Februari - Agustus 2015. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data seluruh penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska dengan jumlah penderita sebanyak 835 penderita pada tahun 2014.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian data penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014.

a. Besar Sampel


(57)

� =��²�²

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Zα² = nilai Z pada derajat kemaknaan

P =proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi

Q = 1-P

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan

� = ,9 2 ,, ² , 9

� = ,9 9, � = 9 ,9

� = 9

Untuk mengatasi adanya kekurangan sampel, maka besar sampel ditambah 10% dari sampel minimal yang didapatkan berdasarkan rumus sehingga besar sampel (n) = 92 + 9,2 = 101,2 = 101 orang.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Simple Random

Sampling dengan menggunakan tabel bilangan atau angka acak (random number).

Pengambilan sampel dengan cara ini dilakukan dengan membentuk kerangka penarikan dengan mendaftarkan seluruh kartu status dan diberi nomor urut dalam tiga digit dari 1-835 (list seluruh penderita DM tersedia). Penentuan jumlah digit disesuaikan dengan ukuran populasi. Untuk menentukan sampel yang pertama, ditunjuk dengan sembarang pada tabel bilangan/ random number. Pembacaan


(58)

dapat dilakukan secara vertikal (ke bawah) atau horisontal (ke samping) secara berurutan dengan mengambil angka acak sesuai jumlah digit yang telah ditentukan sebanyak sampel yang dibutuhkan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang tercatat pada kartu status penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska tahun 2014 dan dicatat sesuai dengan variabel yang diteliti.

3.5. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Data dianalisa dengan menggunakan uji chi-square, dan uji anova. Kemudian data disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram pie, dan diagram bar.

3.6 Defenisi Operasional

3.6.1. Penderita DM dengan komplikasi adalah semua pasien yang dinyatakan menderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap, berdasarkan diagnosis dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status.

3.6.2. Sosiodemografi terdiri dari:

1. Umur adalah usia penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien dan dikategorikan berdasarkan kelompok umur yang berisiko untuk terjadinya DM, yaitu:

1. ≤ 40 tahun 2. 41-50 tahun 3. 51-60 tahun 4. 61-70 tahun 5. >71 tahun


(59)

Untuk analisis statistik, kelompok umur dikategorikan atas: 1. ≤ 40 tahun

2. >40 tahun

2. Jenis kelamin adalah ciri khas yang dimiliki oleh individu yang membedakan dengan individu lain, yaitu:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3. Suku adalah etnik atau kebiasaan yang melekat pada diri penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Minang 5. Aceh 6. Lainnya

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan penderita DM dengan komplikasi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. PNS/ BUMN 2. Pensiunan 3. Pegawai swasta 4. Wiraswasta 5. Ibu Rumah Tangga 6. Tidak bekerja 7. Lain-lain

6. Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir dari penderita sesuai dengan yang tercatat pada status pasien, dikelompokkan atas:

1. Tidak Sekolah 2. SD


(60)

4. SLTA

5. Akademi/ Perguruan Tinggi

7.Daerah asal adalah wilayah atau tempat dimana penderita DM dengan komplikasi berasal/ tinggal sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas :

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.6.3. Tipe DM adalah klasifikasi DM berdasarkan hasil diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang dikelompokkan atas: 1. DM tipe 1

2. DM tipe 2

3.6.4. Kategori komplikasi adalah jenis komplikasi yang dilami oleh penderita DM, dikelompokkan atas:

1. Komplikasi Akut yang meliputi: hipoglikemia, hiperglikemia.

2. Komplikasi Kronik yang meliputi: ulkus/ganggren, hipertensi, penyakit jantung koroner, retinopati diabetik, neuropati diabetik, nefropati diabetik, TB paru, hipertensi, dispepsia.

3.Komplikasi Akut dan Kronik yaitu penderita DM mengalami komplikasi akut maupun kronik.

3.6.5. Jenis komplikasi adalah penyakit lain yang timbul sebagai akibat dari penyakit DM sesuai dengan yang tercatat pada status pasien, dikelompokkan atas:

1. Neuropati Diabetik 2. Penyakit Jantung Koroner 3. Ulkus/ Ganggren

4. Retinopati Diabetik 5. Nefropati Diabetik 6. Hipertensi

7. Hipoglikemia 8. Hiperglikemia 9. TB Paru


(61)

10.Dispepsia

3.6.6. Pemeriksaan HbA1C adalah pemeriksaan tunggal yang akurat untuk menilai status glikemia jangka panjang yang dikelompokkan atas:

1. Ada 2. Tidak Ada

3.6.7. Kadar HbA1C dikategorikan menjadi: 1. HbA1C <7% (Terkontrol)

2. HbA1C ≥7% (Tidak Terkontrol)

3.6.8. Pengobatan adalah jenis obat-obatan yang diberikan kepada penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 2. Suntik Insulin

3. Obat Hipoglikemik Oral + Suntik Insulin

3.6.9. Sumber biaya adalah sumber pembiayaan yang digunakan penderita DM dengan komplikasi sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien, dikelompokkan atas:

1. Biaya perusahaan 2. BPJS

3. Biaya sendiri

3.2.10. Lama rawatan rata-rata adalah rata-rata lamanya penderita DM dengan komplikasi menjalani rawat inap yang dihitung sejak tanggal masuk sampai tanggal keluar sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien.

Lama rawatan rata-rata diperoleh dengan membagikan jumlah hari rawatan seluruh penderita dengan jumlah penderita.


(62)

3.6.11. Keadaaan sewaktu pulang adalah kondisi atau keadaan penderita DM dengan komplikasi pada waktu keluar dari rumah sakit, dikelompokkan atas:

1. Pulang berobat jalan (PBJ)

2. Pulang atas permintaan sendiri (PAPS) 3. Dirujuk ke rumah sakit lain


(63)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Marta Friska Medan 4.1.1 Profil Rumah Sakit Marta Friska Medan

Rumah Sakit Martha Friska Medan berdiri sejak tanggal 02 Maret 1981 yang dikategorikan sebagai Rumah Sakit Umum Swasta Utama setara dengan kelas B non pendidikan, yang berada di Jln. KL Yos Sudarso No. 91 Brayan Kota, Kelurahan Tanjung Mulia, Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Propinsi Sumatera Utara.

Rumah Sakit Martha Friska merupakan rumah sakit swasta yang melayani masyarakat umum dan karyawan-karyawan perusahaan serta keluarganya didaerah Sumatera Utara bahkan sebagian dari Propinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Perusahaan yang dilayani dari berbagai industri di sekitar Kawasan Industri Medan (KIM) serta BUMN antara lain: PTPN, PLN, TELKOM, Pertamina, Bank Mandiri, Pelindo I, Pelni, Jasa Marga, Soc Findo, Inalum, Pupuk Iskandar Muda, First Mujur Plantation, Ukindo, Coca-Cola dan lain-lain. Selain itu Rumah Sakit Martha Friska juga melayani peserta Askes Sosial, Askes Komersial/ Asuransi Inhealth, Jamsostek, Jamkemas dan asuransi-asuransi swasta lainnya.

Rumah Sakit Martha Friska dibangun secara bertahap, dimana bangunan awalnya berupa bangunan permanen berlantai satu dengan luas bangunan 628,2 m2. Bangunan ini bertahan sejak didirikan sampai kemudian pada tahun 1994-1995 dengan perkembangan rumah sakit yang pesat dirasakan tidak memadai lagi.


(64)

Pada tahun 1995 dimulailah pembangunan Gedung A Rumah Sakit Martha Friska tahap kedua menempati lahan seluas 750 m2 bertingkat lima dan dipakai sejak tanggal 17 Agustus 1996. Pada tahun 2000 dilakukan penambahan bangunan tahap ketiga disebut Gedung B, yaitu luas 180,2 m2 berlantai lima melekat pada bagian belakang bangunan Gedung A. Pada tahun 2003 sehubungan keterbatasan ruangan akibat perkembangan jumlah pasien, maka dibangun Gedung C seluas 498,96 m2 bertingkat enam dibagian paling belakang bangunan rumah sakit. Gedung C berhubungan dengan Gedung B. Gedung A dan B yang semula berlantai lima ditingkatkan menjadi berlantai enam, sehingga total luas bangunana Rumah Sakit Martha Friska menjadi 11.715 m2, dengan luas lahan 3.640 m2. 4.1.2 Visi

Menjadi rumah sakit rujukan khususnya untuk pelayanan Kardiologi, Onkologi, Urologi untuk wilayah Medan dan sekitarnya pada khususnya dan pulau Sumatera pada umumnya dengan jaminan pelayanan bermutu, professional, dan modern pada tahun 2016.

4.1.3 Misi

- Memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan berfokus pada keselamatan pasien.

- Menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten. - Menyediakan peralatan, fasilitas dan sarana prasarana yang lengkap.


(65)

4.2 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi Berdasarkan Sosiodemografi

Tabel 4.1 Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014

No Sosiodemografi f %

1 Umur

≤40 Tahun 41-50 Tahun 51-60 Tahun 61-70 Tahun ≥ 71 Tahun

2 17 30 36 16 2,0 16,8 29,7 35,7 15,8

Total 101 100

2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 43 58 42,6 57,4

Total 101 100

3 Suku Batak Jawa Melayu Minang Aceh Lainnya 53 31 4 2 1 10 52,5 30,6 4,0 2,0 1,0 9,9

Total 101 100

4 Pekerjaan

PNS/ BUMN Pensiunan Pegawai Swasta Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga Lainnya 39 8 18 6 29 1 38,7 7,9 17,8 5,9 28,7 1,0

Total 101 100

5 Pendidikan SD SLTP SLTA Akademi/PerguruanTinggi 1 2 65 33 1,0 2,0 64,3 32,7

Total 101 100

6 Daerah Asal Kota Medan Luar Kota Medan

71 30

70,3 29,7


(1)

PENGOBATAN PENDERITA * KATEGORI DM Crosstabulation

KATEGORI DM Total

AKUT KRONIK

AKUT DAN KRONIK PENGOBATA N PENDERITA OBAT HIPOGLIKE MIK ORAL (OHO) Count

4 72 9 85

Expected Count 4,2 70,7 10,1 85,0 % within

PENGOBATAN PENDERITA

4,7% 84,7% 10,6% 100,0% % within

KATEGORI DM

80,0% 85,7% 75,0% 84,2%

% of Total 4,0% 71,3% 8,9% 84,2%

SUNTIK INSULIN

Count

1 5 1 7

Expected Count ,3 5,8 ,8 7,0

% within

PENGOBATAN PENDERITA

14,3% 71,4% 14,3% 100,0% % within

KATEGORI DM

20,0% 6,0% 8,3% 6,9%

% of Total 1,0% 5,0% 1,0% 6,9%

OHO+SUNT IK INSULIN

Count

0 7 2 9

Expected Count ,4 7,5 1,1 9,0

% within

PENGOBATAN PENDERITA

,0% 77,8% 22,2% 100,0% % within

KATEGORI DM

,0% 8,3% 16,7% 8,9%

% of Total ,0% 6,9% 2,0% 8,9%

Total Count 5 84 12 101

Expected Count 5,0 84,0 12,0 101,0 % within

PENGOBATAN PENDERITA

5,0% 83,2% 11,9% 100,0% % within

KATEGORI DM

100,0

% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 5,0% 83,2% 11,9% 100,0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probabilit y Pearson Chi-Square 2,823(a) 4 ,588 ,584

Likelihood Ratio 2,692 4 ,611 ,793

Fisher's Exact Test 3,600 ,359

Linear-by-Linear

Association ,846(b) 1 ,358 ,409 ,233 ,103

N of Valid Cases

101

a 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,35. b The standardized statistic is ,920

ANOVA KATEGORI DM

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Between Groups 1,671 17 ,098 ,550 ,918

Within Groups 14,844 83 ,179


(3)

(4)

(5)

(6)