Universitas Gadjah Mada 3
126 mgdL atau KG-plasma 2 jam pasca-beban glukosa 75 gram, maka diagnosis DM dapat ditegakkan. Jika tidak disertai gejala klasik, maka memerlukan dua nilai kelainan
untuk menegakkan diagnosis DM. Jika hasil KG-plasma borderline dan kita ragu, maka
diperlukan TTGO. Tes Toleransi Glukosa Oral. Agar hasil TTGO menyakinkan reliable, maka tes ini
hams dilakukan pada pagi hari, setelah pasien puasa semalam overnight fasting. Pasien hams duduk tenang dan tidak merokok. Tiga hari sebelum pemeriksaan hendaknya pasien
makan biasa dengan kandungan karbohidrat KH yang cukup ± 300 gram. Kegiatan jasmani seperti biasanya. Diperiksa KG-darah puasa, kemudian pasien diberi beban
[disuruh minum 75 gram glukosa untuk anak 1,75 gramkg BB yang dilarutkan dalam 250 ml air dan harus diminum dan dihabiskan dalam wakt 5 menit]. Diperiksa KG-darah 2 jam
pasca-beban. Selama proses pemeriksaan, pasien harus tetap istirahat dan tidak boleh
merokok. Kriteria Diagnosis DM dan Gangguan Toleransi Glukosa GTG
1. KG-plasma sewaktu 200 mgdL atau 2. KG-plasma puasa 126 mgdL atau
3. KG-plasma 200 mgdL pasca-beban glukosa pada TTGO Ada dua kategori etiopatologik DM, yaitu DM Tipe 1 dan Tipe 2.
A. Diabetes Mellitus Tipe 1 DMT1 DMT1 disebabkan oleh defisiensi insulin. Gambaran sentral adalah insulinopenia.
Reseptor insulin pada umumnya normal, bahkan mungkin kualitas dan efektivitasnya lebih baik up-regulated, tetapi tanpa insulin, maka glukosa tidak dapat masuk ke
intraseluler. Kausa DMT1 meliputi yang berikut 1. Destruksi otoimun. Adanya tipe HLA tertentu dan koinsidensi dengan penyakit
otoimun mendukung mekanisme patofisiologik DMT1. 2. Mediasi-virus. Diduga mekanismenya terjadi secara tidak langsung. Antibodi yang
ditujukan menyerang virus biasanya paramyxovirus, bereaksi dengan dan
menyebabkan kerusakan sel B-pankreas. 3. Pankreatitis berulang. Pankreatitis rekuren akan menyebabkan kerusakan pada
eksokrin dan endokrin pankreas. B. Diabetes Mellitus Tipe 2
DMT2, berbeda dengan DMT1, tidak bermasalah dengan insulin, akan tetapi dengan reseptor insulin. Diperkirakan karena defisien jumlah reseptor atau efektivitas
reseptor, pada atau pasca-reseptor. Gambaran sentral resistensi insulin terlihat pada obesitas. Pada obesitas terjadi penurunan jumlah atau kualitas reseptor insulin.
Universitas Gadjah Mada 4
Tampak paradoks adanya starvasi seluler efektif pada keadaan kelebihan glukosa dan insulin yang bekelebihan. Pada DMT2, glukosa, pada tingkat tertentu, dapat masuk ke
intraseluler, sehingga starvasi intraseluler relatif tidak begitu parah. Karenanya, maka penggunaan asam lemak dan protein menurun, sehingga pebentukan Benda keton
tidak terjadi. Jadi, DMT2 adalah non-insulinopenik dan non-ketotik. Faktor Risiko DM. Faktor risiko yang diyakini terkait dengan DMT2 adalah usia 45
tahun; berat badan BB berlebih 110 dari BB-idaman atau indek masa tubuh IMT 23 kgm
2
. Hipertensi 14090 mmHg, riwayat DM pada garis keturunan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi 4000 gram; kadar HDL-kolesterol 25
mgdL dan atau kadar trigliserida 250 mgdL. Catatan: untuk kelomppok risiko tinggi jika pada pemeriksaan penyaring screening
hasilnya negatif, maka tes ulangan dilakukan setiap tahun, sedang bagi mereka yang tanpa faktor risiko tes ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
III. Manifestasi klinis