65
Untuk sasaran pemberian bantuan hukum litigasi, jumlah tahanan di rutan dapat diasumsikan sebagai jumlah kebutuhan bantuan hukum litigasi demand.
i. Demand Bantuan Hukum Litigasi Jumlah Tahanan di Rutan di Sistem database Pemasyarakatan pertengahan Mei 2014
adalah 129.041 orang. Jumlah tahanan ini belum dibedakan yang sudah mendapat bantuan hukum atau yang belum. Juga belum dipilah tahanan yang miskin atau
tidak miskin. namun demikian, jumlah tahanan jelas merupakan jumlah kebutuhan pemberian bantuan hukum litigasi.
Jika membandingkan jumlah oBH, maka rata-rata 1 satu oBH harus melayani sekitar 417 tahanan. Sedangkan kekuatan anggaran Litigasi untuk tahun 2014 hanya mencapai
6.405 perkara. karena itulah ada kebutuhan litigasi bisa dilihat dengan mengurangkan jumlah tahanan dengan jumlah litigasi yang dapat diberikan oleh oBH. Berikut adalah
tabel kebutuhan litigasi per pulau:
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 37.000
1.459 3
00 00
00 00
00 00
00
Sumate 61.095
9 3.1
35.541
era Jaw
Tahan 5.77
144 57.951
wa Kep
Nusa
Pe
nan Jumla
9
N
Jumlah Litiga 5
12. 429
5.346 pulauan
Tenggara K
erpulau
ah Litigasi
5
95
asional
asi Kebut
921 1
291 12.630
Kalimantan
u
Kebutuhan L
uhan Litigasi 10.515
495 10.020
Sulawesi Litigasi
1.735227 1.50
Maluku Pap 08
ua
ii. Jangkauan Dana Bantuan Hukum 2014 Jika memperbangkan jumlah litigasi yang dapat diberikan oleh oBH dan kebutuhan
litigasi, maka terlihat secara nasional dana pemberian bantuan hukum litigasi hanya mencapai 5 dari kebutuhan litigasi secara keseluruhan.
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 37.000
1.459 3
00 00
00 00
00 00
00
Sumate 61.095
9 3.1
35.541
era Jaw
Tahan 5.77
144 57.951
wa Kep
Nusa
Pe
nan Jumla
9
N
Jumlah Litiga 5
12. 429
5.346 pulauan
Tenggara K
erpulau
ah Litigasi
5
95
asional
asi Kebut
921 1
291 12.630
Kalimantan
u
Kebutuhan L
uhan Litigasi 10.515
495 10.020
Sulawesi Litigasi
1.735227 1.50
Maluku Pap 08
ua
66
Melihat kecilnya daya jangkau dana litigasi, jelaslah kiranya dana bantuan hukum perlu ditambah.
Biaya operasional penanganan perkara menjadi salah satu kendala dalam implementasi Bantuan Hukum. Biaya 5 Juta rupiah per perkara dalam skema Bantuan Hukum dirasa
sangat kurang terutama menyangkut faktor geograis. YLBHILBH Jakarta sudah melakukan penelitian mengenai besaran biaya ini. Berikut biaya operasional Penanganan
Perkara Perperkara menurut hasil penelitian YLBHILBH Jakarta:
Perkara Jakarta
Padang Surabaya
Makassar Papua
Pidana Rp. 3 juta –
Rp. 5 juta Rp. 4,7 juta –
Rp. 17,3 juta Rp. 1,8 juta
Rp. 4 juta – Rp. 11 juta
Rp. 4,5 juta – Rp. 17 juta
Perdata Rp. 2,5 juta –
Rp. 7,3 juta Rp. 6,5 juta –
Rp. 10,5 juta Rp. 4 juta
Rp. 2,8 juta – Rp. 3,6 juta
Rp. 3 juta – Rp. 5,5 juta
TUn Rp. 5 juta
Rp. 6,5 juta Rp. 4,5 juta
Rp. 4 juta Jika melihat Pemetaan kebutuhan di atas, maka biaya 5 Juta rupiah per perkara relatif bisa
mencukupi jika perkara tersebut berada di dalam kota, namun jika klien berada di luar kota, maka relatif tidak mencukupi. Terlebih untuk propinsi-propinsi di wilayah timur dengan
luas wilayah lebih besar dari pulau Jawa dan kondisi geograis berupa kepulauan, maka biaya 5 Juta rupiah sangat kurang.
karena itu, BPHn berencana untuk mengkaji ulang keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH-03.Hn.03.03Tahun 2013 tentang Besaran
Biaya dengan memperhitungkan faktor geograis. Hal ini penting, mengingat oBH dilarang meminta atau menerima uang dari klien atas perkara yang diajukan reimbursement-nya.
Melihat Pemetaan Awal kebutuhan Bantuan Hukum di atas di mana sebaran oBH sangat tidak merata dan tidak berbanding dengan sebaran penduduk miskin, maka veriikasi
akreditasi oBH di tahun 2014 merupakan sebuah keniscayaan. Saat ini sedang dipersiapkan pelaksanaan VeriikasiAkreditasi oBH dengan memperhatikan setidaknya hal berikut:
a. Sebaran Ideal oBH dan Sebaran Penduduk Miskin b. Rasio Ideal Jumlah oBH dan Penduduk Miskin
diharapkan dukungan dari seluruh Mitra Pembangunan kembali karena untuk tahun 2014, veriikasiakreditasi tidak ada di anggaran.
2. Pemetaan kebutuHan biaya
3. kebutuHan VerifikaSiakreditaSi taHun 2014
67
F
MENUJU LAYANAN BANTUAN HUKUM YANG LEBIH BAIK
68
Untuk tahun 2014 BPHn mengembangkan sebuah aplikasi yang akan membantu dalam keseragaman administrasi reimbursement. Aplikasi ini merupakan modiikasi dari model
database berbasis web yang lebih dahulu diuji coba.
database berbasis web Web-based database adalah sistem informasi database yang menampung semua lalu lintas informasi dalam implementasi bantuan hukum secara online
dan realtime, termasuk dalam reimbursement, update kegiatan organisasi bantuan hukum, dan informasi lainnya. Ada tiga hal yang ditampilkan dalam sistem ini, yakni:
a Website yang menampilkan informasi data dan berita b Web database yang berisi aktivitas implementasi bantuan hukum
c Web Aplikasi yang menampung alur reimbursement dari permohonan oleh oBH,
veriikasi dan persetujuan kanwil hingga pengawasan dan pengelolaan data. Program ini didukung sepenuhnya oleh UndP dan diujicobakan pada saat capacity building
di lima daerah proyek UndP yakni Aceh, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara.
Pada saat ujicoba, kendala terbesar yang dialami adalah jaringan internet yang tidak selalu memadai. Terlebih jika pengisian aplikasi online ini dilakukan di blank spot area. karena
itu, sangat riskan jika seluruh mekanisme reimbursement dilakukan secara online dengan menggunakan sistem ini.
karena itu, sebuah aplikasi dikembangkan untuk mempermudah reimbursement. Aplikasi ini wajib diisi oleh oBH sebelum melakukan reimbursement sesuai dengan dokumen-
dokumen yang disyaratkan. kemudian dengan aplikasi ini pula, Panitia Pengawas daerah akan melakukan veriikasi dokumen. Hasil veriikasi ini akan dikirim via email ke Panitia
Pengawas Pusat yang akan mempersiapkan segala sesuatu menyangkut pencairan sehingga ketika dokumen asli tiba, maka proses ke kPn sudah tidak memakan waktu lebih lama lagi.
kemudian data penerima bantuan hukum dalam aplikasi tersebut akan disimpan pada server database yang akan menjadi basis data bantuan hukum secara keseluruhan. Pengolahan
data ini akan ditampilkan secara periodik di website.
demikianlah aplikasi ini didesain supaya mudah digunakan bahkan oleh mereka yang tidak terbiasa menggunakan komputer sekalipun. Aplikasi ini sudah dibagikan ke organisasi
Bantuan Hukum yang menandatangani kontrak di 2014 melalui Panitia Pengawas daerah.
Salah satu masalah utama implementasi Bantuan Hukum tahun 2013 adalah organisasi Bantuan Hukum kesulitan mendapatkan calon penerima bantuan hukum. karena itu,
BPHn bekerjasama dengan direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyediakan database tahanan yang belum mendapat bantuan hukum. Setidaknya ada 20.000 tahanan yang belum
1. aPLikaSi databaSe SiStem informaSi bantuan Hukum nd-bankum
2. databaSe taHanan dari direktorat JenderaL PemaSyarakatan
69
mendapatkan bantuan hukum. Bisa diasumsikan bahwa mereka adalah tahanan miskin karena tidak mampu membayar pengacara. di titik inilah, nanti organisasi Bantuan Hukum
harus melakukan veriikasi apakah tahanan tersebut termasuk miskin atau tidak.
data tahanan tersebut diberikan kepada oBH pada saat penandatanganan kontrak bersama dengan aplikasi database. dengan adanya 20.000 tahanan tersebut, maka organsiasi bantuan
hukum tidak lagi kesulitan mendapatkan klien. Bahkan dapat dikatakan, jika sesuai dengan kontrak, maka organisasi Bantuan Hukum tentu akan kewalahan mengingat banyaknya
klien yang harus ditangani. Jika demikian, maka seharusnya penyerapan anggaran untuk tahun 2014 sudah bukan menjadi masalah lagi.
3. databaSe kemiSkinan tnP2k
Selain database Tahanan yang belum mendapat bantuan hukum, tahun 2014 BPHn bekerja sama dengan Tim nasional Percepatan Penanggulangan kemiskinan TnP2k. Lembaga
ini merupakan wadah koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan kemiskinan, TnP2k bertanggung jawab kepada Presiden Republik
Indonesia dan diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia.
BPHn bekerja sama dengan TPn2k mengenai database kemiskinan. TnP2k memiliki database kemiskinan atau orang miskin se-Indonesia. Terinspirasi praktek pemberian
bantuan hukum di Australia, di mana penerima bantuan hukum adalah mereka yang ada pada database center-link negara Bagian Victoria atau new South Wales, maka veriikasi
kemiskinan tidak memerlukan prosedur yang rumit dan bisa menghemat waktu. Sementara di Indonesia, sesuai Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,
mereka yang dikategorikan miskin harus dibuktikan dengan Surat keterangan Tidak Mampu SkTM dan sejenisnya. Untuk memperoleh SkTM sendiri sudah memerlukan waktu yang
tidak sebentar, di samping birokrasi yang cukup berbelit. Tentu ini tidak sesuai dengan asas Efektiitas dan Eisiensi sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011.
Pada akhirnya, kerjasama dengan TnP2k memberikan sebuah terobosan yakni organisasi Bantuan Hukum dapat menggunakan data kemiskinan yang ada di Sekretariat daerah
SETdA dan Badan Perencanaan Pembangunan daerah Bappeda setempat. Hasil veriikasi ini sudah bisa berlaku sebagai Surat keterangan setara dengan SkTM. namun jika calon
penerima bantuan hukum tidak ada dalam database kemiskinan tersebut, maka oBH harus membantu calon penerima untuk mendapatkan SkTM dan melaporkannya sebagai data
baru.
70
Link database berikutnya adalah dengan database dari Mahkamah Agung. Pada saat laporan ini ditulis, sedang dilakukan penjajagan dengan Tim database Mahkamah Agung untuk
membuat link yang bertujuan untuk mempermudah Tim Pengawas daerah dalam melakukan veriikasi terhadap nomor Perkara dan nomor Putusan. Veriikasi nomor Perkara menjadi
syarat persetujuan pengajuan reimbursement tahap 1, sedangkan nomor Putusan untuk reimbursement tahap 2.
Badan Pembinaan Hukum nasional BPHn sebagai institusi pemerintah yang bertugas menyelenggarakan bantuan hukum di Indonesia, sangat tepat jika terus menerus berupaya
memastikan kualitas pelayanan bantuan hukum bagi masyarakat menjadi lebih baik. Salah satu ikhtiar untuk meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan memperjelas kedudukan
paralegal, khususnya terkait peran, fungsi dan kompetensi paralegal di Indonesia dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan.
Paralegal dalam kesejarahannya bukanlah profesi tetapi bagian dari dedikasi dan gerakan kerakyatan yang berbasis pada komunitas. Paralegal Indonesia bukanlah
semata-mata asisten pengacara yang ditujukan utamanya untuk melakukan asistensi beracara dalam proses peradilan. karena itu, mengatur paralegal
di Indonesia harus mengacu pada sejarah dan fakta keparalegalan berbasis komunitas.
organisasi Bantu Hukum oBH berhak merekrut paralegal dan berkewajiban menyelenggarakan pendidikan bantuan hukum Pasal 9 huruf a, 10 huruf c UU no. 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. dengan demikian, sebenarnya BPHn berwenang untuk mengatur petunjuk pelaksanaan hanya terhadap paralegal yang berailiasi dengan
oBH yang didanai oleh APBn melalui BPHn.
keberadaan klinik Hukum kampus sangat penting dalam pemberian bantuan hukum. Adanya 50 LkBH yang lolos veriikasiakreditasi menegaskan eksistensi mereka. dari antara
50 LkBH tersebut, ada 3 LBkH yang terakreditasi A, yakni: LPkBHI Fak. Syariah IAIn Walisongo Semarang, FH Univ. Jember, LkBH Univ. Lambung Mangkurat kalimantan
Selatan. Sedangkan Akreditasi B, terdiri dari 2 LkBH, yakni: LkBHI UII Jogja dan LkBH FH UPn Veteran Jakarta. Melihat pentingnya keberadaan, maka diperlukan penguatan peran
LkBH. Penguatan peran ini meliputi pembuatan JuklakJuknis Pemberian Bantuan Hukum oleh Mahasiswa.
4. databaSe maHkamaH agung
5. Penguatan Peran ParaLegaL meLaLui Standard komPetenSi ParaLegaL
6. Penguatan Peran kLinik Hukum kamPuS
71
G
KETERHUBUNGAN LAYANAN BANTUAN HUKUM
72
Pemberian Bantuan Hukum melalui skema Perma nomor 1 Tahun 2014 menggunakan Pos Bantuan Hukum yang ada di gedung pengadilan, baik Pengadilan negeri, Pengadilan Agama
dan Pengadilan Tata Usaha negara. Sampai saat ini ada 56 Pengadilan negeri, 74 Pengadilan Agama dan 17 Pengadilan Tata Usaha negara yang memiliki Pos Bantuan Hukum.
Layanan Pos Bantuan Hukum meliputi konsultasi, drafting surat gugatan dan Rujukan kepada oBH terakreditasi untuk melakukan pendampingan Litigasi. Untuk saat ini sedang
dibahas bagaimana menjalin keterhubungan layanan dari Posbakum dan organisasi Bantuan Hukum.
1. Program Layanan bantuan Hukum daLam Skema Peraturan maHkamaH agung nomor 1
taHun 2014
Saat ini sedang dirancang sebuah program layanan rujukan berupa call-center atau hotline service yang dilakukan oleh klinik Bantuan Hukum kampus. Layanan telepon ini akan
memberikan rujukan organisasi Bantuan Hukum terdekat dari si penelpon. dengan layanan ini, diharapkan masyarakat miskin akan mudah mengakses bantuan hukum.
2. Layanan ruJukan referraL bekerJa Sama dengan kLinik Hukum kamPuS
73
H
DUKUNGAN DARI MITRA PEMBANGUNAN
74
Selama pra-implementasi maupun implementasi, BPHn mendapatkan dukungan yang sangat penting dari para Mitra Pembangunan. dukungan tersebut berupa pembiayaan
program. Peran para Mitra Pembangunan ini sangat signiikan terutama pada saat pra implementasi di mana saat itu sama sekali tidak ada anggaran di APBn. Para Mitra
Pembangunan memfasilitasi pembuatan regulasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan HAM, JuklakJuknis, assessment, capacity building,
sosialisasi, hingga veriikasiakreditasi dan menghadirkan 310 ketua oBH tersebut di Jakarta untuk mengikuti Rapat kerja nasional Pemberi Bantuan Hukum.
kemudian dalam implementasi pun, Para Mitra Pembangunan terus mendukung BPHn dalam melakukan sosialisasi, peningkatan kapasitas oBH, pengembangan paralegal, dosen
Mahasiswa, serta pengembangan program bantuan hukum pada umumnya.
karena itu, dalam laporan ini, BPHn memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi semua Mitra Pembangunan, yakni UndP melalui SAJI Project, Australian Aid melalui program
AIPJ, Yayasan TIFA dan World Bank melalui program Justice for the Poor.
75
I
LAPORAN KEUANGAN
76
NO PROVINSI
JUMLAH KASUS DAN DANA BANTUAN HUKUM JUMLAH TOTAL
LITIGASI JUMLAH Rp
NON LITIGASI
JUMLAH Rp
1 JAWA TIMUR
70 209.000.000 28
37.050.000 246.050.000
2 JAWA TEngAH
68 231.390.000 62
102.288.000 333.678.000
3 JAWA BARAT
64 269.000.000 47
63.308.750 332.308.750
4 dIY
44 199.000.000 8
15.880.000 214.880.000
5 dkI JAkARTA
38 125.000.000 45
94.040.900 219.040.900
6 BAnTEn
14 49.000.000 19
26.415.000 75.415.000
7 BALI
1 2.000.000 4
14.794.850 16.794.850
8 nTB
5 19.000.000 -
- 19.000.000
9 nTT
10 50.000.000 5
4.915.000 54.915.000
10 kALIMAnTAn SELATAn
79 387.000.000 45
73.580.000 460.580.000
11 kALIMAnTAn BARAT
7 35.000.000 -
- 35.000.000
12 kALIMAnTAn TIM UR
6 15.000.000 8
16.720.000 31.720.000
13 SULAWESI UTARA
13 59.000.000 -
- 59.000.000
14 MALUkU
8 22.000.000 24
53.230.000 75.230.000
15 PAPUA
13 26.000.000 -
- 26.000.000
16 ACEH
51 216.000.000 41
114.740.000 330.740.000
17 SUMATERA SELATAn
38 145.000.000 -
- 145.000.000
18 SUMATERA UTARA
40 176.000.000 19
42.300.000 218.300.000
19 JAMBI
8 16.000.000 -
- 16.000.000
20 RIAU
18 84.000.000 9
21.980.000 105.980.000
21 SUMATERA BARAT
10 44.000.000 1
3.700.000 47.700.000
ToTAL 605
2.378.390.000 365
684.942.500 3.063.332.500
1. LaPoran keuangan reimburSement 2013
77
2. LaPoran keuangan tunggakan reimburSement 2013
NO PROVINSI
JUMLAH KASUS DAN DANA BANTUAN HUKUM JUMLAH TOTAL
LITIGASI JUMLAH Rp
NON LITIGASI
JUMLAH Rp
1 ACEH
34 104.000.000
66 97.180.000 201.180.000
2 BALI
- -
11 28.979.050 28.979.050
3 BAngkA BELITUng
5 10.000.000
3 9.480.000 19.480.000
4 BAnTEn
1 5.000.000
8 18.394.000 23.394.000
5 BEngkULU
23 76.000.000
9 19.336.800 95.336.800
6 dIY
18 66.000.000
45 68.930.000 134.930.000
7 dkI JAkARTA
24 64.000.000
96 32.515.000 96.515.000
8 goRonTALo
- -
8 17.980.000 17.980.000
9 JAMBI
- -
6 13.678.250 13.678.250
10 JAWA BARAT
5 19.000.000
23 20.750.000 39.750.000
11 JAWA TEngAH
202 472.000.000
139 245.948.300 717.948.300
12 JAWA TIMUR
23 79.000.000
38 50.019.000 129.019.000
13 kALIMAnTAn BARAT
6 27.000.000
- - 27.000.000
14 kALIMAnTAn TEngAH
9 39.000.000
- - 39.000.000
15 kALIMAnTAn TIMUR
13 47.000.000
- - 47.000.000
16 LAMPUng
15 42.000.000
49 75.459.000 117.459.000
17 MALUkU
2 4.000.000
6 12.940.000 16.940.000
18 MALUkU UTARA
- -
5 12.570.000 12.570.000
19 nTT
2 7.000.000
41 54.140.000 61.140.000
20 PAPUA
2 2.000.000
- - 2.000.000
21 RIAU
5 25.000.000
17 31.826.700 56.826.700
22 SULAWESI BARAT
- -
5 11.818.500 11.818.500
23 SULAWESI SELATAn
3 6.000.000
21 17.044.000 23.044.000
24 SULAWESI TEngAH
14 58.000.000
20 36.096.900 94.096.900
25 SULAWESI TEnggARA
51 187.000.000
21 11.280.000 198.280.000
26 SULAWESI UTARA
- -
16 18.670.000 18.670.000
27 SUMATERA BARAT
2 4.000.000
25 25.365.000 29.365.000
28 SUMATERA SELATAn
23 52.000.000
14 8.150.000 60.150.000
29 SUMATERA UTARA
23 70.000.000
48 93.883.100 163.883.100
ToTAL 505
1.465.000.000 740 1.032.433.600
2.497.433.600
78
79
J
LAMPIRAN
80
a. Peraturan Pemerintah
1. reguLaSi
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.98, 2013 HUKUM.
Bantuan. Syarat.
Tata Cara.
Penyaluran Dana. Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5421
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013
TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DAN PENYALURAN
DANA BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat 5 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011
tentang Bantuan Hukum, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian
Bantuan
Hukum dan
Penyaluran Dana
Bantuan Hukum;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan
Hukum Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun
2011 Nomor
104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248; MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG SYARAT DAN
TATA CARA
PEMBERIAN BANTUAN
HUKUM DAN
PENYALURAN DANA BANTUAN HUKUM.
www.djpp.kemenkumham.go.id
81
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: