Highlite Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum

6 Implementasi Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan asas-asas yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 yakni: 1. keadilan; 2. Persamaan kedudukan di dalam hukum; 3. keterbukaan; 4. Eisiensi; 5. Efektivitas; dan 6. Akuntabilitas Sebagai pelaksana penyelenggaraan sebuah sistem yang baru, BPHn segera mempersiapkan segala sesuatunya agar implementasi bisa berjalan dengan baik. Adapun beberapa aspek yang dipersiapkan meliputi: � Assessment dana Bantuan Hukum di kementerian dan Lembaga � Sosialisasi Undang-Undang Bantuan Hukum � Regulasi yang meliputi VeriikasiAkreditasi organisasi Bantuan Hukum, Mekanisme pemberian layanan Bantuan Hukum, Penyaluran dana Bantuan Hukum, Standard Pemberian Bantuan Hukum, Standard Biaya, serta Pengawasan � Pemetaan Pra-veriikasi � VeriikasiAkreditasi organisasi Bantuan Hukum � Panitia Pengawas di tingkat Pusat dan daerah � Pelaksanaan Program Bantuan Hukum � Mekanisme Pertanggungjawaban keuangan dan Reimbursement � Pengembangan Program Bantuan Hukum � Sistem Informasi database Bantuan Hukum Sosialisasi dilaksanakan di tingkat Propinsi dengan mengundang stakeholder setempat. Ada 15 Propinsi yang telah didatangi selama tahun 2012. Sosialisasi lainnya dilaksanakan melalui media massa, yakni Talkshow di Televisi swasta, dokudrama di TVRI, Iklan Layanan Masyarakat yang ditayangkan di Televisi swasta dan TVRI, Talkshow di radio, Media Trip serta Media gathering oleh Menkumham RI yang mengundang Editor Senior beberapa Media Massa nasional. Pembentukan regulasi dilaksanakan sejak nopember 2011 sebulan setelah Undang-undang ini diundangkan sampai awal tahun 2013. karena komitmen yang kuat, maka dalam durasi sekitar 1 satu tahun, dihasilkan 1 satu Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM, 2 keputusan Menteri, 2 Petunjuk Pelaksanaan. dalam pembentukan regulasi pelaksana Undang-Undang ini, BPHn selalu melibatkan para pemangku kepentingan. Mulai dari Pembentukan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI, hingga Pembuatan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Juklak Juknis, para pemangku kepentingan baik dari organisasi masyarakat sipil, organisasi Bantuan Hukum, Advokat, serta mitra pembangunan bahu membahu bersama Pemerintah. keterbukaan dan kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat Sipil ini bertujuan untuk menjamin isi peraturan pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan baik. Pembahasan dalam pembentukan peraturan pelakasanaan cukup dinamis. dari perdebatan mengenai deinisi miskin, mekanisme penyaluran dana antara menggunakan uang muka dengan Bank guarantee atau mekanisme reimbursement, Mekanisme Pengawasan mengenai keterlibatan oBH dalam pengawasan, besaran biaya, mekanisme veriikasi, akreditasi oBH, Standard Pemberian Bantuan Hukum, peran paralegal, dan banyak hal teknis lainnya. 7 Veriikasi dan Akreditasi organisasi Bantuan Hukum dilaksanakan pada kwartal pertama tahun 2013. Tahapan ini diawali dengan pengumuman VeriikasiAkreditasi melalui harian kompas dan 41 media cetak lokal, RRI serta website BPHn, Portal kemenkumham dan Portal Mitra Pembangunan. kemudian Pelaksanaan Veriikasi faktual dan administrasi dilaksanakan bekerjasama dengan kantor Wilayah mulai tanggal 8 Maret sampai 14 April 2013. Hasil VeriikasiAkreditasi organisasi Bantuan Hukum diumumkan tanggal 30 Mei 2013 melalui Surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH-02.Hn.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman Hasil VeriikasiAkreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum yang ditampilkan di Website BPHn dan kemenkumham. dari 593 organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar, terpilih 310 organisasi Bantuan Hukum yang lolos veriikasi, yang terdiri dari 10 oBH terakreditasi A, 21 oBH terakreditasi B serta 279 oBH terakreditasi C. Tentu saja ada yang tidak puas dengan hasil veriikasiakreditasi ini. BPHn sebagai Penyelenggara Bantuan Hukum digugat oleh PoSBAkUMAdIn Pusat di Pengadilan Tata Usaha negara Jakarta Timur serta di komisi keterbukaan Informasi Publik. Setelah menghabiskan waktu beberapa bulan, Putusan PTUn terhadap gugatan tersebut adalah “tidak diterima”. Akhirnya, implementasi Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dimulai dengan acara Rapat kerja nasional Pemberian Bantuan Hukum tanggal 25-27 Juli 2013 yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana negara dengan dihadiri oleh para Pemberi Bantuan Hukum, Para Menteri dan duta Besar. Presiden Repubik Indonesia menjadi saksi penandatanganan kontrak kerja dan Pakta Integritas Pemberi Bantuan Hukum. Pemberi Bantuan Hukum sudah bisa melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum terhitung tanggal 1 Juli 2013. namun pelaksanaan ini tidak berjalan dengan mulus. Ada beberapa kendala yang dapat diidentiikasi sebagai berikut: 1. Sebaran oBH yang tidak merata. Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki 1 satu oBH, yakni Propinsi kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. demikian juga, sebaran oBH secara keseluruhan hanya menjangkau kurang dari 50 kabupaten di Indonesia; 2. kurangnya Sosialisasi mengenai program ini di kalangan penegak hukum dan masyarakat; 3. kurangnya jumlah Advokat yang ada di oBH; 4. Minimnya waktu, yakni hanya 5 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 9 desember 2013; 5. Mekanisme Reimbursement dalam Sistem Pertanggungjawaban keuangan negara sangat asing bagi oBH; 6. Sebagian besar oBH tidak aktif dalam melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum. Salah satu penyebabnya adalah belum terbiasa dengan sistem reimbursement. Saat akhir tahun tercatat hanya 172 oBH yang mengajukan Reimbursement; 7. Banyak oBH yang belum memiliki Sk Pengesahan Badan Hukum dari ditjen Administrasi Hukum Umum; serta 8. Sumber daya Manusia di kantor Wilayah yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. 8 Untuk akselerasi penyerapan dana bantuan hukum tahun 2013, sudah banyak usaha yang ditempuh oleh BPHn, diantaranya: 1. Capacity building mengenai standard pemberian bantuan hukum, pengawasan dan mekanisme pertanggungjawaban keuangan. Pelatihan ini menghadirkan ketua dan Bendahara oBH. Capacity building dilakukan dengan dukungan dari UndP di 5 propinsi yakni Aceh, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara; AIPJ di 6 Propinsi yakni nTB, nTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat. 2. Menerbitkan surat edaran agar kepala Rumah Tahanan memfasilitasi oBH untuk memberikan bantuan hukum kepada tahanan; 3. Menerbitkan surat edaran percepatan penyerapan anggaran, di mana salah satunya adalah memerintahkan panitia pengawas daerah untuk mendorong oBH agar segera melakukan reimbursement; 4. Menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa reimbursement dapat dilaksanakan tanpa membedakan litigasi dan non litigasi. Artinya oBH dapat melakukan reimbursement; 5. Bekerjasama dengan direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk membuat surat pernyataan bahwa oBH bersangkutan telah mengajukan Pengesahan Sk Badan Hukum ke dirjen AHU. Surat pernyataan tersebut sangat membantu sebagian besar oBH dalam mengajukan reimbursement. 6. Pencetakan bahan penyuluhan hukum yang didukung oleh AIPJ dan disebarkan ke 593 oBH serta kantor wilayah 7. Sosialisasi melalui media massa dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini, dibentuk Panitia Pengawas Pusat dan daerah. Panitia Pengawas Pusat terdiri dari Perwakilan BPHn, Inspektorat Jenderal kemenkumham RI, kantor Perbendaharaan negara, dan Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal kementerian Hukum dan HAM RI. Sedangkan Panitia Pengawas daerah terdiri dari kepala kantor Wilayah, kepala divisi Pelayanan Hukum, kepala Bidang dan Sub Bidang Pelayanan dan Bantuan Hukum, kepala Rumah Tahanan serta Biro Hukum Pemerintah daerah. Pengawasan dilakasanakan baik secara langsung dan tidak langsung melalui laporan Masyarakat. Pengawasan dilakukan terhadap penerapan standard Pemberian Bantuan Hukum, kode Etik Advokat, dan terhadap kondisikeadaan Pemberi Bantuan Hukum. Reimbursement tahun 2013 juga tidak berjalan dengan mulus. Hampir semua organisasi Bantuan Hukum mengirim dokumen reimbursement secara bersamaan pada deadline tanggal 9 desember 2013. karena itu pula, Panitia Pengawas daerah tidak dapat bekerja dengan maksimal. Sebagian besar Panitia daerah tidak memiliki waktu lagi untuk memeriksa berkas atau dokumen reimbursement dan langsung dikirim ke BPHn. Akibatnya, terjadi penumpukan berkas yang sangat signiikan di BPHn. Sampai pada deadline veriikasi berkas ke kantor Perbendaharaan negara, masih ada banyak sekali berkas yang belum dapat diperiksa. konsekuensinya, berkas-berkas reimbursement tersebut menjadi hutang yang harus dibayar dengan anggaran tahun 2014. Tentu ini juga memiliki implikasi yang tidak mudah dalam perencanaan penganggaran di BPHn. Terlebih setelah direkapitulasi, tagihan tersebut mencapai angka di atas Rp 2.000.000.000,- dua milyar rupiah, sehingga membutuhkan veriikasi dari Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan BPkP. Implikasi berikutnya adalah, setelah veriikasi dari BPkP mendapatkan angka deinitif, barulah anggaran BPHn direvisi, termasuk untuk kontrak 2014. 9 Untuk tahun 2014, tidak ada dispensasi status Badan Hukum lagi bagi organisasi Bantuan Hukum sebagai syarat reimbursement. dari 310 organisasi Bantuan Hukum, tercatat 150 oBH sudah berbadan hukum dan 145 oBH sedang pengurusan. karena itu, dibutuhkan percepatan Sk Badan Hukum supaya pelaksanaan reimbursement tahun 2014 tidak mendapatkan kendala. Untuk itu, BPHn bekerjasama dengan direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum AHU dan Ikatan notaris Indonesia InI Pusat pada tanggal 17-27 Februari 2014 melakukan Program Percepatan Sk AHU. Program ini dilaksanakan dengan mengumpulkan oBH pada sebuah kluster kemudian mengirim staf dari Subdirektorat Badan Hukum, dITJEn AHU yang membawa serta notaris yang ditunjuk oleh InI Pusat dan daerah bersangkutan untuk menyelesaikan Sk Badan Hukum secepatnya dengan biaya jasa notaris seminimal mungkin atau malah gratis sama sekali kecuali PnBP. Pembagian kluster berdasarkan dari banyaknya oBH. 1 satu kluster akan melayani sekitar 10 sepuluh organisasi Bantuan Hukum, kecuali Jakarta yang akan melayani 24 dua puluh empat oBH. Adapun kluster-kluster tersebut ialah: – Medan yang meliputi oBH dari Propinsi Sumatera Utara, – Pekanbaru, yang meliputi oBH dari Propinsi Pekanbaru, Jambi, Sumatera Barat, – Palembang, yang meliputi oBH dari Propinsi Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung, – Jakarta, yang meliputi oBH dari Propinsi dkI Jakarta, Banten dan kalimantan Barat, – Bandung yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Barat, – Semarang yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta, – denpasar yang meliputi oBH dari Propinsi Bali, nusa Tenggara Timur dan nusa Tenggara Barat, – Banda Aceh yang meliputi oBH dari Propinsi Aceh, – Surabaya yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Timur, – Banjarmasin yang meliputi oBH dari Propinsi kalimantan Timur dan kalimantan Selatan, – Makasar yang meliputi oBH dari Propinsi di seluruh Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua dari hasil program percepatan tersebut akhirnya terdapat 259 oBH yang Berbadan Hukum, 39 oBH dalam proses, dan 12 oBH sama sekali tidak mengurus. Artinya untuk tahun 2014, hanya ada 298 oBH yang akan menandatangani kontrak, dengan catatan bahwa 39 oBH yang dalam proses pengurusan tersebut akan menyelesaikan paling lambat tanggal 31 Mei 2014. dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Badan Pembinaan Hukum nasional dibantu oleh direktorat Jenderal Pemasyarakatan, direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan serta kantor Wilayah, terutama divisi Pelayanan Hukum. Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum ini mendapat dukungan yang sangat kuat dari para Mitra Pembangunan yakni Australian Aid melalui Program AIPJ, UndP melalui program SAJI, Yayasan TIFA serta World Bank melalui program Justice for he Poor. 10

c. tentang Laporan Tahunan ini

Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana kerja di tahun 2014, berdasarkan empat perspektif kunci yakni: ♦ Memperluas akses keadilan melalui Bantuan Hukum ♦ Menuju Pelayanan Bantuan Hukum yang baik ♦ keterhubungan layanan Bantuan Hukum ♦ dukungan dari berbagai pihak 11 Saya sangat berbahagia mempersembahkan Laporan Tahunan Pertama mengenai lmplementasi Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan Hukum untuk orang miskin adalah tugas negara dan pemerintah seperti yang diamanahkan oleh konsitusi kita. Pasal 28d ayat U menyatakan : Setiap orang berhak atas pe4gakuan, jaminan, perl’rgdungan, dan kepastian hukum yang adil; serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Harus diakui, selama ini pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau, kelompok orang miskin oleh karena itu negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebgai perwujudan akses terhadap keadilan occses to justice. lmplementasi Undang-Undang Bantuan Hukum telah dilaksanakan di tahun 2013 setelah didahului oleh serangkaian proses Pra-lmplementasi, antara lain: pembuatan regulasi pelaksana yang mana telah dihasilkan 1 satu Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM, 2 keputusan Menteri serta 2 JuklakJuknis; assessment, studi banding hingga veriikasiakreditasi. kemudian juga telah dilaksanakan Rapat kerja nasional Pemberi Bantuan Hukum yang langsung dibuka oleh Presiden Republik lndonesia di lstana negara sebagai tanda diawalinya implementasi Bantuan Hukum ini. Selama implementasi, ada banyak kendala, namun banyak juga solusi dan inovasi yang terus dilakukan. Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana kerja di tahun 2014 berdasarkan empat perspektif kunci yakni Memperluas akses keadilan melalui Bantuan Hukum, Menuju Pelayanan Bantuan Hukum yang baik, keterhubungan layanan Bantuan Hukum dan dukungan dari berbagai pihak. dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada para Mitra pembangunan yakni Ausaid melalui Program AIPJ, UndP melalui SAJI Project, Yayasan TIFA dan World Bank melalui program Justice for the Poor. Para Mitra Pembangunan selalu mendukung kami dalam implementasi Bantuan Hukum. Jakarta, 6 Juni 2014 Menteri Hukum dan HAM R.I., Amir Syamsuddin 2. Sambutan menteri Hukum dan Ham ri